Anda di halaman 1dari 16

EJAAN DAN TANDA BACA

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak
tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran
Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri.
Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah
disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang
Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57
Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa
Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai
Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas.
Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan
Istilah".
Ejaan yang disempurnakan memuat kaidah-kaidah bahasa Indonesia, seperti
penulisan huruf, penulisan kata, penulisan tanda baca dan penulisan unsur serapan. Penulisan
huruf berkaitan dengan aturan penulisan nama diri, nama jenis, nama sebutan dan huruf pada
lambang bilangan. Penulisan kata berkaitan dengan aturan penulisan kata baku, kata depan,
kata ulang, gabungan kata dan bentuk singkatan/akronim. Penggunaan tanda-tanda baca dan
aturan penyerapan kata asing yang menjadi kosakata bahasa Indinesia. EYD ini hendaknya
menjadi acuan/patokan dalam berbahasa Indonesia agar tidak terjadi kesalahan.

Perbedaan Ejaan Lama dan Ejaan Baru


Sebelum menjadi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) ada beberapa perubahan yaitu :
1. Ejaan Van Ophuijsen.
Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa Indonesia yang pertama kali oleh
Prof. Charles van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan Moh.
Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal dengan Ejaan Van Ophuijsen
ditulis dalam sebuah buku. Dalam kitab itu dimuat sistem ejaan Latin untuk bahasa
Melayu di Indonesia.
Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda. Ia pernah jadi
inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatera Barat, kemudian menjadi
profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat
Melajoe, van Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini
kemudian diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi
panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia. Ejaan ini akhirnya digantikan oleh
Ejaan Republik pada 17 Maret 1947.
Ejaan Van Ophuijsen atau Ejaan Lama adalah jenis ejaan yang pernah digunakan untuk
bahasa Indonesia. Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut
model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi
yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:
a. huruf 'j' untuk menuliskan bunyi 'y', seperti pada kata jang, pajah, sajang.
b. huruf 'oe' untuk menuliskan bunyi 'u', seperti pada kata-kata goeroe, itoe, oemoer
(kecuali diftong 'au' tetap ditulis 'au').
c. tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan bunyi
hamzah, seperti pada kata-kata ma'moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamaï.

2. Ejaan Republik
Ejaan Republik (edjaan republik) adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang
berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan
Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan
sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.

Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:


a. huruf 'oe' menjadi 'u', seperti pada goeroe → guru.
b. bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (') ditulis
dengan 'k', seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
c. kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
d. awalan 'di-' dan kata depan 'di' kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Kata depan 'di' pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan
imbuhan 'di-' pada dibeli, dimakan.
Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan
penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan
Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan
mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl.
Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.

TABEL PERUBAHAN PEMAKAIAN HURUF


DALAM TIGA EJAAN BAHASA INDONESIA
EJAAN VAN EJAAN REPUBLIK EYD
OPHUISJEN (EJAAN SOEWANDI) (Mulai 16 Agustus 1972)
(1901-1947) (1947-1972)
Choesoes Chusus Khusus
Djoem’at Djum’at Jumat
Ja’ni Jakni Yakni
Pajoeng Pajung Payung
Tjoetjoe Tjutju Cucu
Soenjo Sunji Sunyi

Ruang Lingkup Ejaan yang disempurnakan (EYD)


Ruang lingkup EYD mencakupi lima aspek, yaitu (1) pemakaian huruf, (2) penulisan huruf,
(3) penulisan kata, (4) penulisan unsur serapan dan (5) pemakaian tanda baca.

(1) PEMAKAIAN HURUF


a. Abjad, Vokal, Konsonan
Dalam abjad terdapat lima vocal, yaitu a,i,u,e,o sisanya adalah konsonan sebanyak 21
huruf. Di samping 26 huruf itu, dalam Bahasa Indonesia juga digunakan gabungan
konsonan (diagraf) sebanyak empat pasang:

Kh seperti dalam kata khusus, akhir


Ng seperti dalam kata ngilu, bangun
Ny seperti dalam kata nyata, anyam
Sy seperti dalam kata syair, asyik

Selain gabungan dua konsonan, ada pula dia vocal yang disebut diftong. Diftong
terjadi jika dua vocal menciptakan bunyi yang berbeda dengan lafal bunyi aslinya.
Perhatikan contoh diftong di bawah ini:

Diftong/ai/ dalam kata


Bantai dilafalkan [bantay]
Pandai dilafalkan [panday]
Santai dilafalkan [santay]

Diftong/au/dalam kata
Kacau dilafalkan [kacaw]
Kerbau dilafalkan [kerbaw]
Silau dilafalkan [silau]

Diftong/oi/dalam kata
Sepoi dilafalkan [sepoy]
Amboi dilafalkan [amboy]
Toilet dilafalkan [toylet]

Jika vocal beruntun /ai/, au/ dan oi/ terdapat dalam kata yang pelafalannya persis sama
dnegan lafal huruf aslinya, vocal beruntun itu bukan diftong. Contoh pelafalan yang bukan
diftong terdapat dalam kata:

Mulai diucapkan [mulai]


Bau diucapkan [bau]

b. Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut:
a) Jika di tengah kata ada huruf vocal yang beruntun, pemenggalannya dilakukan
di antara kedua huruf vocal itu.
Misalnya:
di-a do-a ta-at

b) Jika di tengah kara ada huruf konsonan, pemenggalan dilakukan sebelum


huruf konsonan itu
Misalnya:
Ta-bu ka-wan ca-tur
c) Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang beruntun, pemenggalan
dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu.
Misalnya:
Ap-ril swas-ta han-dal
Gabungan huruf konsonan ng, ny, kh dan sy tidak boleh dipisahkan
Misalnya:
Ha-ngat su-nyi makh-luk ma-sya-ra-kat
d) Jika di tengah kata ada tiga buah atau lebih huruf konsonan, pemenggalan
dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan kedua
Misalnya:
Ab-sorb-si kon-klu-si ins-truk-si

2. Imbuhan yang berupa awalan dan akhiran, termasuk awalan yang mengalami
perubahan bentuk serta partikel yang biasa ditulis serangkai dengan kata yang
diimbuhinya, dapat dipenggal.
Misalnya:
Ba-ca-lah me-la-ri-kan pra-sa-ra-na
3. Jika satu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan sala satu unsur itu dapat
bergabung dengan unsur lain, pemenggalannya dapat dilakukan : (1) diantara
unsur-unsur itu atau (2) pada undur gabungan itu sesuai dengan kaidah
pemenggalan kata butir (1).
Misalnya:
Bio-data atau bio-da-ta
Intro-speksi atau in-tro-spek-si
4. Khusus untuk kata yang mengandung sisipan (-el,-er,-em,-in) pemenggalannya
dapat dilakukan dengan du acara: (1) mempertahankan sisipan dalam satu suku
kata sehingga sisipan tidak terpenggal , (2) tidak mempertahankan sisipan dalam
satu suku kata. Perhatikan pemenggalan kata bersisipan ini:

Kata dasar Kata turunan Pemenggalan (1) Pemenggalan (2)


Tunjuk Telunjuk Telun-juk Te-lun-juk
Getar Gemetar Geme-tar Ge-me-tar
Gigi Gerigi Geri-gi Ge-ri-gi

c. Nama Diri
cara penulisan nama diri (nama orang, Lembaga, tempat, jalan, sungai, gunung dan
nama diri lainnya) harus menngikuti EYD, kecuali jika ada pertimbangan khusus yang
menyangkut segi adat, hokum, atau sejarah.

Contoh pemakaian biasa:


Rumahnya di Jalan Pajajaran No. 5
Kantor ayah saya di Jalan Budi Utomo
Contoh pemakaian dengan pertimbangan khusus:
Ayahku dosen Universitas Padjajaran, Bandung
Perkumpulan Boedi Oetomo didirikan pada tahun 1908

(2) PENULISAN HURUF


a. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Kami menggunakan barang produksi dalam negeri
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Ibu memberi nasihat, “Jaga dirimu baik-baik, Nak!”
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama ungkapan yang berhubungan dengan
nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Allah, Islam, Kristen, Alkitab, Al-Quran, Weda, Injil
4. Huruf kapital dipakai sebagaii huruf pertama unsur nama gelar kehormatan,
keturunan dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Haji Agus Salim, Imam Syafii, Nabi Ibrahim, Raden Wijaya
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang , nama
instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Presiden Joko Widodo, Menteri Pendidikan, Gubernur DKI Jakarta

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang
tidak diikuti nama orang, nama instansi atau nama tempat.
Misalnya:
Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
Saya bercita-cita menjadi presiden
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Misalnya:
Albar Maulana
Muhammad Rayhan
Kemala Hayati
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa dan
Bahasa. Perlu diingat, pada posisi tengah kalimat, yang dituliskan dengan huruf
kapital hanya huruf pertama nama bangsa, nama suku dan nama Bahasa.
Sedangkan huruf pertama kata bangsa, suku dan Bahasa dituliskan dengan huruf
kecil.
Penulisan yang salah:
Dalam hal ini Bangsa Indonesia yang …
… tempat bermukim Suku Melayu sejak …
… memakai Bahasa Spayol sebagai …
Penulisan yang benar:
Dalam hal ini bangsa Indonesia yang …
… tempat bermukim suku Melayu sejak …
… memakai bahasa Spanyol sebagai…
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku dan Bahasa
yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
Keinggris-inggrisan
Menjawakan bahasa Indonesia
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya dan
peristiwa sejarah
Misalnya:
tahun Saka
bulan November
hari Jumat
hari Natal
Perang Diponegoro

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak
dipakai sebagai nama
Misalnya:
Ir.Soekarno dan Drs.Moehammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia.
Perlombaan persenjataan nuklir membawa resiko pecahnya perang dunia.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi.
Misalnya:
Salah Benar
teluk Jakarta Teluk Jakarta
gunung Semeru Gunung Semeru
danau Toba Danau Toba

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak
terdapat unsur nama.
Misalnya:
Jangan membuang sampah ke sungai
Mereka mendaki gunung yang tinnggi
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan
sebagai nama jenis.
Misalnya:
kecap inggris
gula jawa
soto madura
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, nama
resmi badan/Lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen
resmi.
Misalnya:
Departemen Pendidikan Nasional RI
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Undang-Undang Dasar 1945

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi
Lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Perhatikan penulisan berikut:
Dia menjadi pegawai di salah satu departemen.
Menurut undang-undang, perbuatan itu melanggar hokum.

11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna
yang terdapat pada nama badan/Lembaga.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial

12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata dalam penulisan nama
buku, majalah, surat kabar, dan judul karanngan, kecuali kata di, ke, dari, dan,
dalam, yang, untuk yang tidak terletak paa posisi awal.
Misalnya:
Idrus menulis buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan
seperti bapak, ibu, saudara, kaka, adik, paman yang dipakai dalam penyapaan dan
pengacuan.
Misalnya:
“Kapan Bapak berangkat?”, tanya Nining
Para ibu mengunjungi rumah Ibu Fabiola
Surat Saudara sudah saya terima
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat
dan sapaan.
Misalnya:
Dr. : doktor
M.M : magister manajemen
Jend. : jendral
Sdr. : saudara
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:
Apakah kegemaran Anda?
Usulan Anda telah kami terima

b. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah dan
surat kabar yang dikutip dalam karangan
Misalnya:
majalah Prisma
tabloid Nova
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan
huruf, bagian kata atau kelompok kata.
Misalnya:
Bab ini tidak membahasa penulisan huruf kapital
3. Hruruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau
ungkapan asing, kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah padi ialah Oriza sativa
(3) PENULISAN KATA
a. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Contoh :
Buku itu sangat tebal.
Kantor pajak penuh sesak.
b. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipian, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Contoh :
diampuni, diperpanjang, bergeletar, mempermainkan, penetapan.
2. Bentuk dasarnya berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan
akhiran, maka kata-kata itu ditulis serangkai.
Contoh :
menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan.
3. Unsur gabungan kata yang merupakan kombinasi ditulis serangkai
Contoh :
Pancasila, tunanetra, infrastruktur, antarkota, mahasiswa
4. Awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung
mengikuti/mendahuluinya kalau bentuk dasarnya berupa gabungan kata
Contoh :
bertanggung jawab, garis bawahi, dilipat dua, bertepuk tangan dll.
c. Kata Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Contoh :
anak-anak, biri-biri, mondar-mandir, ramah-tamah, sayur-mayur, dll.
d. Gabungan Kata
1. Kata majemuk ditulis terpisah
Contoh :
duta besar, orang tua, kambing hitam, rumah sakit, dll.
2. Gabungan kata termasuk istilah khusus yang mungkin menimbulkan salah baca,
dapat diberi tanda hubung untuk menegaskan pertalian diantara unsur-unsur yang
bersangkutan.
Contoh :
anak-isteri, adik-kakak, bapak-ibu, dll.
3. Gabungan kata ditulis serangkai.
Contoh :
apabila, adakalanya, matahari, daripada, bagaimana, peribahasa, halalbihalal

e. Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya


 Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh : Apa yang kumiliki boleh kauambil.
 Kata ganti ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh : Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan rapi di lemari.

f. Kata depan di, ke, dari


Kata depan di, ke, dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya,
Contoh :
- Murid duduk di bangku
- Saya pergi ke sana untuk mencarinya
- Paman datang dari Bandung
Kecuali didalam gabungan kata yang sudah dianggap sebagai salah satu kata
ditulis serangkai seperti kepada ,daripada, kemari, keluar, dikeluarkan.

g. Kata si dan sang


Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

h. Partikel
1. Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. (satu kali pun, apa
pun)
3. Kata yang dianggap padu (adapun, ataupun, bagaimanapun, meskipun, sekalipun,
walaupun, maupun)

(4) PENULISAN UNSUR SERAPAN


a. Kata asing yang sudah diserap sepenuhnya kedalam bahasa Indonesia.
b. Kata asing yang dipertahankan karena sifat keinternasionalannya, penulisan dan
pengucapannya masih mengikuti cara asing.
c. Kata asing yang berfungsi memperkaya peristilahan ditulis sesuai EYD.
d. Unsur yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti
reshuffle, chatting, browsing, dll.
e. Unsur asing yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah
bahasa Indonesia, seperti fotokopi, manajemen, objek, dll.

(5) TANDA BACA DAN FUNGSINYA


Pemakaian tanda baca dalam ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan mencakup
pengaturan (1) tanda titik, (2) tanda koma, (3) tanda titik koma, (4) tanda titik dua, (5) tanda
hubung, (6) tanda pisah, (7) tanda elipsis, (8) tanda tanya, (9) tanda seru, (10) tanda kurung,
(11) tanda kurung siku, (12) tanda petik, (13) tanda petik tunggal, (14) tanda ulang, (15)
tanda garis miring dan (16) penyingkat (Apostrof).

1. Tanda titik (.)


a. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang. Misalnya:
1) W.S. Rendra 2) Abdul Hadi W.M.
b. Tanda titik dipakai pada singkatan gelar, jabatan, pangkat dan sapaan Misalnya:
1) Dr. (doktor) 2) dr. (dokter)
c. Tanda titik digunakan pada angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan
ribuan, jutaan dan seterusnya. Misalnya:
1) Tebal buku itu 1.150 halaman. 2) Minyak tanah sebanyak 2.500 liter tumpah

2. Tanda koma
Ada kaidah yang mengatur kapan tanda koma digunakan dan kapan tanda koma tidak
digunakan.
a. Tanda koma harus digunakan diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan.
b. Tanda koma harus digunakan untuk memisahkan kalimat setara yang satu dengan
kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata tetapi, melainkan dan
sedangkan.
c. Tanda koma harus digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat,
apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya. Biasanya, anak kalimat
didahului oleh kata penghubung bahwa, karena, agar, sehingga, walaupun, apabila,
jika, meskipun dan sebagainya.

3. Tanda titik koma (;)


Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu
kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Misalnya :
Para pemikir mengatur strategi dan langkah yang harus ditempuh; para pelaksana
mengerjakan tugas sebaik-baiknya; para penyandang dana menyediakan biaya yang
diperlukan

4. Tanda titik dua (: )


a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu perrnyataan lengkap bila diikuti rangkaian
atau pemerian.
Misalnya :
Perguruan Tinggi Nusantara mempunyai tiga jurusan : Sekolah Tinggi Teknik,
Sekolah Tinggi Ekonomi dan Sekolah Tinggi Hukum
b. Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap
yang mengakhiri permyataan
Perguruan Tinggi Nusantara mempunyai Sekolah Tinggi Teknik, Sekolah Tinggi
Ekonomi dan Sekolah Tinggi Hukum.

5. Tanda hubung ( – )
a. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian ungkapan.
Bandingkan:
Tigapuluh-dua-pertiga (30 2/3) dan tigapuluhdua- pertiga (32/3)
Mesin-potong tangan (mesin potong yang digunakan dengan tangan) mesin potong-
tangan (mesin khusus untuk memotong tangan).
b. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan kata berikutnya yang
dimulai dengan huruf kapital, (b) ke- dengan angka, (c) angka dengan –an dan (d)
singkatan huruf dengan imbuhan atau kata.

6. Tanda pisah (-)


Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan khusus
diluar bangun kalimat, menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga
kalimat menjadi lebih jelas dan dipakai di antara dua bilangan atau tunggal yang berarti
‘sampai dengan’ atau diantara dua nama kota yang berarti ‘ke’ atau ‘sampai’. Panjangnya
dua ketukan.
Misalnya:
a. Kemerdekaan bangsa itu-saya yakin akan tercapai-diperjuangkan oleh bangsa itu
sendiri.
b. Pemerintah Orde Baru tahun 1966-sekarang.
c. Bus Kramajati jurusan Banjar-Jakarta.
d. (Moeliono,1980:15-31)

7. Tanda petik (“_”)


Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung, judul syair, karangan, istilah yang
mempunyai arti khusus atau kurang dikenal.
Misalnya:
a. Kata Hasan, “Saya ikut.”
b. Sajak “Aku” karangan Chairil Anwar.
c. Ia memakai celana “cutbrai.”

8. Tanda petik tunggal (‘_’)


Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misalnya:
Lailtul Qadar ‘malam bernilai’

9. Tanda Elipsis (…)


a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus
Misalnya:
Kalau begitu …ya, marilah kita bergerak.
b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang
dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan …akan diteliti lebih lanjut.
10. Tanda Tanya (?)
a. Tanda Tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
b. Tanda Tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya:
- Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?)
- Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

11. Tanda Seru (!)


Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah
yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
1) Alangkah seramnya peristiwa itu! 2) Bersihkan kamar itu sekarang juga!

12. Tanda Kurung ((…))


a. Tanda kurung yang mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
b. Tanda kurung yang mengapit tambahan keterangan atau penjelasan yang bukan
bagian integral pokok pembicaraan.

13. Tanda Kurung Siku ([...])


a. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu
menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah
asli.
b. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung.

14. Tanda Garis Miring ( / )


Tanda garis miring dipakai didalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan
masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.

15. Tanda Penyingkat atau Apostrof ( ‘ )


Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.

Anda mungkin juga menyukai