Anda di halaman 1dari 15

EJAAN BAHASA

INDONESIA
PERTEMUAN KE-3
Pengertian Ejaan
 Ejaan (spelling) adalah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang
distandardisasikan.
 Ejaan adalah aturan menuliskan bunyi ucapan dalam bahasa dengan tanda-tanda atau
lambang-lambang.
 Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi
ujaran dan bagaimana interrelasi antarlambang-lambang itu (pemisahannya,
penggabungannya) dalam suatu bahasa.
 Ejaan adalah kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya)
dalam tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca (KBBI, 2008:353).
 Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ejaan merupakan kaidah yang
mengatur pelambangan bunyi ujar, tata cara penulisan kata, penulisan kalimat, dan tanda
bacanya.
Fungsi Ejaan

1. Landasan Pembakuan Tata Bahasa


2. Landasan Pembakuan Kosakata dan Peristilahan
3. Alat Penyaring Masuknya Unsur-Unsur Bahasa
Lain ke dalam Bahasa Indonesia
4. Membantu Pembaca dalam Memahami Informasi
yang Disampaikan Penulis
Ejaan Bahasa Melayu
Aksara atau abjad Jawi adalah salah satu dari abjad pertama yang digunakan
untuk menulis bahasa Melayu, dan digunakan sejak zaman Kerajaan Pasai,
sampai zaman Kesultanan Malaka, Kesultanan Johor, dan juga Kesultanan Aceh
serta Kesultanan Patani pada abad ke-17. Bukti dari penggunaan ini ditemukan
di Batu Bersurat Terengganu, bertarikh 1303 Masehi (702 H).
Pada awal abad ke-20, ejaan bahasa Melayu terpecah menjadi dua. Indonesia
(Hindia-Belanda) di bawah Belanda mengadopsi Ejaan van Ophuijsen pada
tahun 1901, sedangkan Malaysia di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson
pada tahun 1904.
Dengan adanya perubahan pada sistem ejaan, maka ejaan bahasa Melayu yang
pada awalnya menggunakan aksara Arab Melayu (abjad Jawi) berubah menjadi
aksara Latin.
Perubahan Ejaan Bahasa Indonesia
 Sebelum kemerdekaan, bahasa Indonesia yang diangkat dari bahasa Melayu (pada
saat peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928) sudah menggunakan Ejaan van
Ophuijsen yang diresmikan pada 1901. Ejaan ini berlaku sampai dengan tahun 1947.
 Setelah kemerdekaan hingga sekarang, bahasa Indonesia mengalami enam bentuk
perubahan ejaan, yaitu Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (1947), Ejaan
Pembaharuan (1956), Ejaan Melindo (Melaju-Indonesia) (1961), Ejaan
Baru/Lembaga Bahasa dan Kasusastraan (LBK) (1967), Ejaan yang Disempurnakan
(EYD) (1972), dan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) (2015-sekarang).
 Dari enam bentuk perubahan tersebut, untuk Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo
(Melaju-Indonesia), dan Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kasusastraan (LBK) tidak
jadi diresmikan (tidak diberlakukan) karena beberapa alasan, di antaranya karena
alasan teknis dan alasan politis.
Ejaan van Ophuijsen (1901-1947)
Aksara Arab Melayu dipakai secara umum di daerah Melayu dan daerah-daerah yang telah
menggunakan bahasa Melayu. Akan tetapi, karena terjadi kontak budaya dengan dunia Barat,
sebagai akibat dari kedatangan orang Barat dalam menjajah di Tanah Melayu itu, di sekolah-
sekolah Melayu telah digunakan aksara Latin secara tidak terpimpin.
Melihat hal tersebut, pemerintah kolonial Hindia-Belanda mulai menyadari bahasa Melayu
dapat dipakai oleh pegawai pribumi untuk keperluan administrasi karena pegawai pribumi
lemah dalam penguasaan bahasa Belanda. Sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam
standardisasi bahasa Melayu. Bahasa Melayu yang distandardisasikan adalah bahasa Melayu
ragam tinggi, yakni bahasa Melayu yang digunakan untuk komunikasi formal. Promosi bahasa
Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung oleh penerbitan karya sastra dalam
bahasa Melayu.
Ejaan van Ophuijsen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) yang
diprakarsai oleh Charles A. van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan
Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan van Ophuijsen
atau Ejaan Balai Pustaka. Dinamakan Ejaan van Ophuijsen karena yang membuat adalah
Charles van Ophuijsen.
Contoh Ejaan van Ophuijsen
1) Huruf y ditulis j, contoh: sajang dan saja
2) Huruf u ditulis oe, contoh: oemoer dan sempoerna
3) Huruf j ditulis dj, contoh: djangan dan djaroem
4) Huruf c ditulis tj, contoh: tjara dan tjoetjoe
5) Huruf kh ditulis ch, contoh: ichlas dan ichtiar
6) Huruf k pada akhir kata atau suku kata ditulis dengan
tanda koma di atas (‘), contoh: ma’loem dan ra’yat
Ejaan Soewandi (1947)
 Pada tanggal 19 Maret 1947 Ejaan Soewandi diresmikan untuk menggantikan Ejaan
van Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik.
 Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai
berikut:
 Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur.
 Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak,
maklum, rakjat.
 Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
 Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan
imbuhan di pada ditulis, dikarang.
Ejaan yang Disempurnakan (1972-2015)
 Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian
ejaan baru itu berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan
buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan sebagai patokan pemakaian ejaan ini.
 Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No.
1156/P/1972) juga menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan
kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya No. 0196/1975
memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah.
 Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan Surat Putusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 054a/U/1987, tanggal 9 September 1987. Pada tahun 1988 Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan
(PUEYD) edisi kedua diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
0543a/U/1987 pada tanggal 9 September 1987. Setelah itu, edisi ketiga diterbitkan pada tahun 2009 berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46.
 Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan berbicara tentang (1) pemakaian huruf, (2) penulisan huruf, (3) penulisan
kata, (4) penulisan unsur serapan, dan (5) pemakaian tanda baca. Selengkapnya tentang ejaan ini dapat dibaca pada buku
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
Perbedaan Ejaan Lama (Ejaan van Ophuijsen dan
Ejaan Soewandi) dengan EYD:

(1) Perubahan Huruf


Ejaan Lama EYD
 dj djalan, djauh j jalan, jauh
 j pajung, laju y payung, layu
 nj njonja, bunji ny nyonya, bunyi
 sj isjarat, masjarakat sy isyarat, masyarakat
 tj tjukup, tjutji c cukup, cuci
 ch tarich, achir kh tarikh, akhir
Perbedaan Ejaan Lama (Ejaan van Ophuijsen dan
Ejaan Republik) dengan EYD:
 (2) Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing disahkan pemakaiannya.
Misalnya: maaf, faktor, vakum, universal, zaman, izin
 (3) Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya
pada kata Furqan, Quran, dan xenon.
 (4) Penulisan di- atau ke- sebagai awalan dibedakan dari di atau ke yang merupakan kata depan
(preposisi). Sebagai awalan, di- atau ke- ditulis serangkai dengan unsur yang menyertainya.
Sebaliknya, sebagai kata depan, di atau ke ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya:
dibaca, dijual, ketua, kehendak (sebagai awalan) dan di rumah, di pasar, ke kampus, ke atas (sebagai
kata depan).
 (5) Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2. Misalnya: anak-anak,
bukan anak2; berjalan-jalan, bukan berjalan2; dan meloncat-loncat, bukan meloncat2
Ejaan Bahasa Indonesia (2015-sekarang)
 Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015
tanggal 26 November, Dr. Anis Baswedan, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (PUEYD) diganti dengan nama Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
 Penyempurnaan naskah PUEBI ini disusun oleh Pusat Pengembangan dan Pelindungan, Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
 Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) mengatur: (1) pemakaian huruf (huruf abjad, huruf
vokal, huruf konsonan, huruf diftong, gabungan huruf konsonan, huruf kapital, huruf miring, dan huruf
tebal); (2) penulisan kata (kata dasar, kata berimbuhan, bentuk ulang, gabungan kata, pemenggalan
kata, kata depan, partikel, singkatan dan akronim, angka dan bilangan, kata ganti ku-, kau-, -ku, -mu, -
nya, dan kata sandang si dan sang); (3) pemakaian tanda baca (tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik
koma (;), tanda titik dua (:), tanda hubung (-), tanda pisah (—), tanda tanya (?), tanda seru (!), tanda
elipsis (...), tanda petik (“...”), tanda petik tunggal (‘...’), tanda kurung ((...)), tanda kurung siku ([...]),
tanda garis miring (/), dan tanda penyingkat atau apostrof (‘)); (4) penulisan unsur serapan.
Beberapa Perubahan dari EYD menjadi EBI
 Terdapat 20 Penambahan Klausul pada EBI, di antaranya (1) penambahan diftong ei, misalnya pada kata survei,
(2) penambahan penjelasan unsur nama orang, yaitu yang termasuk julukan ditulis dengan huruf kapital,
misalnya, Jenderal Kancil dan Dewa Pedang, (3) penambahan penjelasan penulisan kata atau ungkapan lain
yang digunakan sebagai penyapaan ditulis dengan huruf kapital, misalnya, “Hai, Kutu Buku, sedang menulis
apa?”, (4) penambahan catatan bahwa nama diri dalam bahasa daerah atau bahasa asing tidak perlu ditulis
dengan huruf miring, dan (5) penambahan catatan bahwa imbuhan yang diserap dari unsur asing, seperti -isme, -
man, -wan, atau -wi, ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya.
 Terdapat 10 Penghilangan Klausul dari EYD, di antaranya (1) penghilangan klausul “Bentuk-bentuk terikat dari
bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti pro, kontra, dan anti, dapat digunakan sebagai
bentuk dasar”, (2) penghilangan klausul “Kata tak sebagai unsur gabungan dalam peristilahan ditulis serangkai
dengan bentuk dasar yang mengikutinya, tetapi ditulis terpisah jika diikuti oleh bentuk berimbuhan”, dan (3)
penghilangan klausul “Kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan tanda hubung apabila digabung
dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali dengan huruf kapital”.
 Terdapat 4 Perubahan Klausul dari EYD menjadi EBI, di antaranya (1) perubahan “bukan bahasa Indonesia”
menjadi “dalam bahasa daerah atau bahasa asing” ditulis dengan huruf miring dan (2) perubahan klausul bahwa
tanda hubung (-) dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing,
misalnya, “di-sowan-i”.
Beberapa kesalahan ejaan yang masih saja
terjadi sampai sekarang:
 1. Penulisan antara Awalan di- dengan Kata Depan di
 2. Penulisan Partikel pun
 3. Penulisan Kata Gabung
 4. Penulisan Kata Ulang
 5. Pemakaian Huruf Besar (Huruf Kapital)
 6. Pemakaian Tanda Titik
PENUTUP
BAHASA INDONESIA AKAN TERUS BERKEMBANG MENURUT PERKEMBANGAN
ZAMAN

Anda mungkin juga menyukai