Anda di halaman 1dari 8

2.

1 Pengertian Ejaan
Ejaan merupakan aspek penting di dalam berbahasa. Ejaan merupakan kaidah.
Sebagai kaidah, ejaan harus harus dipatuhi oleh pengguna bahasa. Hal tersebut harus
dipatuhi demi keteraturan dan keseragam bentuk terutama dalam bahasa tulis. Menurut
KBBI V versi luring bahwa ejaan adalah kaidah cara menggambarkan bunyi (kata,
kalimat, dsb.) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Artinya
bahwa kaidah ejaan bertujuan untuk mengatur penggunaan huruf, kata, kalimat, tanda
baca, dan sebagainya yang digunakan dalam bahasa tulis.
Arifin dan Tasai (2015:164) menjelaskan bahwa “Ejaan adalah aturan dalam
melambangkan bunyi ujaran lambang-lambang bahasa. Hal ini menunjukkan bahwa ejaan
merupakan aturan tentang tata cara dalam menuliskan lambang-lambang bahasa tulis
yang berkaitan dengan tata tulis huruf, kata, tanda baca sebagai sarananya”. Menurut
Kosasih (2017:172), “Ejaan adalah keseluruhan peraturan tentang pelambangan bunyi
ujaran dan hubungan antara lambang-lambang itu”. Sedangkan menurut Alek dan
Achmad (2018:259), “Ejaan adalah keseluruhan peraturan melambangkan bunyi ujaran,
pemisahan dan penggabungan kata, penulisan kata, huruf dan tanda baca. Lain halnya
menurut Finoza (2009:19), “Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan
bahasa dengan menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya”.
Berdasarkan pengertian di atas pengertian ejaan adalah sebuah ilmu yang mempelajari
tentang aturan dalam penulisan suatu ujaran atau apapun yang perlu ditulis dengan
memeperhatikan penggunakan huruf, penggunaan kata, serta tanda baca sebagai tolak
ukurnya.

2.2 Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional lahir pada awal tahun dua puluhan. Namun
dari segi ejaan, bahasa indonesia sudah lama memiliki ejaan tersendiri. Berdasarkan
sejarah perkembangan ejaan, sudah mengalami perubahan sistem ejaan. Menurut Mulyadi
(2017:1-6), dalam sejarah, bahasa Indonesia mengalami limakali penggantian tata cara
penulisan atau ejaan yaitu yang pertama tahun 1901 disahkannya Ejaan Van Ophuijsen,
yang kedua pada tahun 1947 diubahlah Ejaan Van Ophuijen menjadi Ejaan Suwandi,
yang ketiga tahun 1966 diubahlah Ejaan Suwandi menjadi Ejaan Melindo, yang keempat
tahun 1972 diubahlah Ejaan Melindo menjadi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dan
yang kelima tahun 2015 diubahlah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) menjadi PUEBI
(Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) yang digunakan sampai sekarang ini.
a. Ejaan Van Ophuysen
Ejaan Van Ophuysen disebut juga Ejaan Balai pustaka. Masyarakat pengguna
bahasa menerapkannya sejak tahun 1901 sampai 1947. Ejaan ini merupakan karya
Ch.A. Van Ophuysen, dimuat dalam kitab Logat Melayoe (1901). Ciri khusus ejaan
Van Ophuysen :
1) Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang
dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang
mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:
 Huruf (u) ditulis (oe).
 Komahamzah (k) ditulis dengan tanda (’) pada akhir kata misalnya bapa’, ta’
 Jika pada suatu kata berakhir dengan huruf (a) mendapat akhiran (i), maka di
atas akhiran itu diberi tanda trema (”)
 Huruf (c) yang pelafalannya keras diberi tanda (’) diatasnya
 Kata ulang diberi angka 2, misalnya: janda2 (janda-janda)
 Kata majemuk dirangkai ditulis dengan 3 cara :
a) Dirangkai menjadi satu, misalnya (hoeloebalang, apabila)
b) Dengan menggunakan tanda penghubung misalnya, (rumah-sakit)
c) Dipisahkan, misalnya (anaknegeri)
2) Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa
huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan dipotong, sama seperti ejaan
Bahasa Belanda sampai saat ini.
3) Kebanyakan catatan tertulis Bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf
Arab yang dikenal sebagai tulisan Jawi.
b. Ejaan Suwandi
Ejaan Republik dimuat dalam surat keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Mr. Soewandi No.264/Bhg. A tanggal 19 maret 1947.Sebab ejaan ini
disebut sebagai Ejaan Suwandi. Sistem ejaan suwandi merupakan sistem ejaan latin
untuk Bahasa Indonesia.
Ciri khusus Ejaan Republik/ Suwandi :
1) Huruf (oe) dalam ejaan Van Ophuysen berubah menada (u).
2) Tanda trema pada huruf (a) dan (i) dihilangkan.
3) Koma ‘ain dan koma hamzah dihilangkan. Koma hamzah ditulis dengan (k)
misalnya kata’ menjadi katak.
4) Huruf (e) keras dan (e) lemah ditulis tidak menggunakan tanda khusus, misalnya
ejaan, seekor, dsb.
5) Penulisan kata ulang dapat dilakukan dengan dua cara. Contohnya :
a) Berlari-larian
b) Berlari2-an
6) Penulisan kata majemuk dapat dilakukan dengan tiga cara. Contohnya :
a) Tata laksana
b) Tata-laksana
c) Tatalaksana
7) Kata yang berasal dari bahasa asing yang tidak menggunakan (e) lemah (pepet)
dalam Bahasa Indonesia ditulis tidak menggunakan (e) lemah, misalnya: (putra)
bukan (putera), (praktek) bukan (peraktek).
c. Ejaan Melindo
Ejaan Malindo (Melayu-Indonesia) adalah suatu ejaan dari perumusan ejaan
melayu dan Indonesia. Perumusan ini berangkat dari kongres Bahasa Indonesia tahun
1954 di Medan, Sumatera Utara. Ejaan Malindo ini belum sempat diterapkan dalam
kegiatan sehari-hari karena saat itu terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia.
d. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Pada Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan
pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan
Presiden No. 57,Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan
buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan,
sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972
(Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah
itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975
memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut
direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
e. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)
Menurut Kurniasari, Anna Nurlaila (2015:3), “Acuan yang merangkum kaidah
ejaan bahasa Indonesia saat ini, yaitu Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
(PUEBI) yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia No. 50 Tahun 2015”.
Menurut Gumelar (2018:16), “Inovasi telah banyak terjadi pada Bahasa Indonesia
dilakukan dari sejak awal sampai menjadi Bahasa Indonesia terkini, terbukti adanya
Ejaan van Ophuijsen, Ejaan Republik, Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan
yang Disempurnakan dan terkini yaitu Ejaan Bahasa Indonesia merupakan evolusi
dari inovasi sebelumnya”.
Pembagian PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) terdiri dari
pemakaian huruf,penulisan kata, dan pemakaian tanda baca. Pemakaian huruf
diklasifikasikan menjadi delapan yaitu: Huruf abjad, huruf vokal, huruf konsonan,
huruf diftong, gabungan huruf konsonan, huruf kapital, huruf miring, dan huruf tebal
(Kurniasari, 2015:11-24).
Selain itu dalam PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) membagi
penggunaan tanda baca yaitu terdiri dari tanda baca titik (.), koma (,), titik koma(;),
titik dua (:), tanda hubung (-), tanda pisah (--), tanda tanya (?), tanda seru (!), tanda
ellipsis (…), tanda petik(“…”), tanda petik tunggal (‘…’), tanda kurung ((…)), tanda
kurung siku ([…]), tanda garis miring (/), dan tanda penyingkat atau apostrof (‘)
(Kurniasari, 2015:43).

2.3 Penggunaan EYD yang Benar pada Penulisan Huruf dan Kata
1. Penggunaan Huruf Kapital
a. Jabatan tidak diikuti nama orang
Dalam butir 5 Pedoman EYD dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama unsure nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang tertentu, nama
instansi, atau nama tempat. Contoh, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
Gubernur Jawa Barat, Profesor Jalaluddin Rakhmat, Sekretaris Jendral,
Departemen Pendidikan Nasional. Jabatan tidak diikuti nama orang tidak
memakai huruf kapital. Contoh, Menurut bupati, anggaran untuk pendidikan naik
25 % dari tahun sebelumnya.
b. Huruf pertama nama bangsa
Dalam butir 7 dinyatakan, huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama
nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Contoh, bangsa Indonesia, bahasa
Inggris. Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama
bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai bentuk dasar kata turun. Contoh :
ke-Sunda-Sundaan, ke-Inggris-Inggrisan, ke-Batak-Batakan, meng-Indonesiakan.
Seharusnya : kesunda-sundaan, keinggris-inggrisan, kebatak-batakan,
mengindonesiakan.
c. Nama geografi sebagai nama jenis
Dalam butir 9 ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama
istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. Contoh, berlayar ke teluk,
mandi di kali, menyebrangi selat, pergi ke arah tenggara, kacang bogor, salak
bali, pisang ambon, pepaya bangkok, nanas subang, tahu sumedang, peuyeum
bandung dan telur brebes.
d. Setiap unsur bentuk ulang sempurna
Dalam butir 11 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap
unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Contoh, Perserikatan
Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Yayasan Ahli-Ahli Bedah Plastik
Jawa Barat, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Garis-Garis Besar
Haluan Negara.
e. Penulisan kata depan dan kata sambung
Dalam butir 12 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua
kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata
seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Biasanya dipakai pada penulisan judul cerpen, novel. Contoh, Harimau Tua dan
Ayam Centil, Hari-Hari Penantian dalam Gua Neraka, Kado untuk Setan, Taksi
yang Menghilang.
2. Penulisan Huruf Miring
a. Penulisan nama buku
Pada butir 1 pedoman penulisan huruf miring ditegaskan, huruf miring dalam
cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang
dikutip dalam tulisan. Contoh, Buku Jurnalistik Indonesia, Majalah Sunda
Mangle, Surat Kabar Bandung Pos.
b. Penulisan penegasan kata dan penulisan bahasa asing
Butir 2 pedoman penulisan huruf miring menyatakan, huruf miring dalam
cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata,
atau kelompok kata. Contoh, boat modeling, aeromodeling, motorsport.
c. Penulisan kata ilmiah
Butir 3 pedoman penulisan huruf miring menegaskan, huruf miring dan
cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah dan ungkapan asing kecuali
yang telah disesuaikan ejaannya. Contoh, royal-purple amethyst, crysacola,
turqoisa, rhizopoda, lactobacillus, dsb.
3. Penulisan Kata Turunan
a. Gabungan kata dapat awalan akhiran
Butir 3 pedoman kata turunan menegaskan, jika bentuk dasar yang berupa
gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu
ditulis serangkai. Contoh, bertepuk tangan, garis bawahi, dilipatgandakan, sebar
luaskan.
b. Gabungan kata dalam kombinasi
Butir 4 pedoman penulisan kata turunan menyatakan, jika salah satu unsur
gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis
serangkai. Contoh, antarkota, antarsiswa, antipornografi, antikekerasan, anti-
Amerika, audiovisual, demoralisasi, dwiwarna, dwibahasa, ekasila,
ekstrakulikuler, interkoneksi, intrakampus, multifungsi, pramuwisma, tunakarya,
tunarungu, prasejarah, pascapanen, tridaya, rekondisi
4. Penulisan Kata Gabungan
a. Penulisan gabungan kata istilah khusus
Butir 2 pedoman penulisan gabungan kata mengingatkan, gabungan kata,
termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat
ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang
bersangkutan. Contoh; alat pandang- dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru,
mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami.
b. Penulisan gabungan kata serangkai
Butir 3 pedoman penulisan gabungan kata menegaskan, gabungan kata berikut
harus ditulis serangkai. Contoh, acapkali, adakalanya, akhirulkalam, daripada,
darmawisata, belasungkawa, dukacita, kacamata, kasatmata, manakala,
manasuka, matahari, olahraga, padahal, peribahasa, radioaktif, saptamarga,
saripati, sediakala, segitiga, sekalipun, sukacita, sukarela, sukaria, titimangsa.

2.4 Penggunaan tanda baca yang benar sesuai dengan EYD


1. Tanda Titik (.)
a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat bukan pertanyaan atau seruan. Contoh :
Ayahku tinggal di Solo.
b. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang. Contoh : A.S. Kramawijaya
c. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
Contoh : dr. (Dokter)
2. Tanda Koma ( , )
a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau
pembilangan. Contoh : Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi dan melainkan. Contohnya : Saya
ingin datang, tetapi hujan.
3. Tanda Titik Koma (; )
a. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian¬-bagian kalimat yang
sejenis dan setara. Contoh : Malam makin larut, kami belum selesai juga.
b. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam
suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung. Contoh : Ayah
mengurus taman di kebun; ibu memasak di dapur; saya sedang menonton tv.
4. Tanda Titik Dua ( : )
a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian
atau pemerian. Contoh : Yang kita perlukan sekarang ialah barang berikut : kursi,
meja, dan TV.
b. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Contoh :
Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan
5. Tanda Hubung ( - )
a. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian
baris. Contoh :
... ada cara ba-ru juga.
Suku kata yang terdiri atas satu huruf tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu
huruf saja pada ujung baris.
b. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya, atau
akhiran dengan bagian kata di depannya pada
c. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Contoh : kemerah-merahan,
anak-anak.
Tanda ulang (2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai
pada teks karangan.
6. Tanda Pisah ( - )
a. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan
khusus di luar bangun kalimat. Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu -saya yakin
akan tercapai- diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
b. Tanda pisah menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga
kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya: Rangkaian penemuan ini-evolusi, teori
kenisbisan, dan kini juga pembedahan atom- tidak men¬gubah konsepsi kita
tentang alam semesta.
7. Tanda Elipsis ( ... )
a. Tanda elipsis menggambarkan kalimat yang terputus-putus.
Misalnya: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.
b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang
dihilangkan.
Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
8. Tanda Tanya (?)
a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Contoh : Kapan dia pulang ke
rumah?
b. Tanda tanya dipakai di antara tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat
yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Contoh : Ia
dilahirkan pada tahun 1683 (?).
9. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi
yang kuat. Contoh : Ayo Cepat!
10. Tanda Kurung ( )
a. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Misalnya: DIP
(Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah selesai.
b. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral
pokok pembicaraan. Misalnya: Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama
tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962
c. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu seri keterangan.
Angka atau huruf itu dapat juga diikuti oleh kurung tutup saja. Misalnya: Faktor-
faktor produksi menyangkut masalah berikut:
(a) alam,
(b) tenaga kerja, dan
(c) modal.
11. Tanda Kurung Siku ([... ])
a. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu jadi
isyarat bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah asal. Misalnya:
Sang Sapurba men[d] engar bunyi gemerisik.
b. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah
bertanda kurung. Misalnya: (Perbedaan antara dua macam proses ini [lihat BabI]
tidak dibicarakan.)
12. Tanda Petik ("... ")
a. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah,
atau bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah
atas baris. Misalnya: "Sudah siap?" tanya Awal. "Saya belum siap," seru Mira,
"tunggu sebentar!"
b. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, dan bab buku, apabila dipakai dalam
kalimat. Misalnya: Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa.
13. Tanda Petik Tunggal ( ' ... ' )
a. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya: Tanya Basri, "Kaudengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
b. Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan
asing Misalnya: rate of inflation ’laju inflasi’
14. Tanda Ulang ( ...2 ) (angka 2 biasa)
Tanda ulang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk menyatakan
pengulangan kata dasar. Misalnya: kata2, lebih2, sekali2
15. Tanda Garis Miring ( / )
a. Tanda garis miring dipakai dalam penomoran kode surat. Misalnya: No.
7/PK/1973
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, per, atau nomor
alamat. Misalnya: mahasiswa/mahasiswi.
16. Tanda Penyingkat (Apostrof) ( ' )
Tanda apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata. Misalnya: Ali 'kan kusurati
('kan = akan) Malam 'lah tiba ('lah = telah).

2.5 Penggunaan EYD yang benar pada pada singkatan dan akronim
1. Penulisan Singkatan
Pedoman EYD menegaskan, singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri
atas satu huruf atau lebih. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas
huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
a. Penulisan singkatan umum tiga huruf
Pedoman EYD mengingatkan, singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau
lebih diikuti satu tanda titik. Kaidah bahasa jurnalistik dengan tegas melarang
pemakaian singkatan umum seperti ini dalam setiap karya jurnalistik seperti tajuk
renacana, pojok, artikel, kolom, surat pembaca, berita, teks foto, feature. Bahasa
jurnalistik juga dengan tegas melarang penggunaan singkatan jenis ini dalam judul
tajuk, artikel, surat pembaca, atau judul-judul berita.
b. Penulisan singkatan mata uang
Pedoman EYD menegaskan, lambang kimia, singkatan satuan ukuran , takaran,
timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
2. Penulisan Akronim
Menurut Pedoman EYD, akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf
awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang
diperlakukan sebagai kata. Pertama, akronim nama diri berupa gabunga suku kata.
Kedua, akronim yang bukan nama diri berupa gabungan huruf.
a. Akronim nama diri
Pedoman EYD menyatakan, akronim nama diri yag berupa gabungan suku kata
atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf
kapital.
b. Akronim bukan nama diri
Menurut Pedoman EYD, akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan
huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya
ditulis dengan huruf kecil.
Sebagai catatan, Pedoman EYD mengingatkan, jika dianggap perlu membentuk
akronim, maka harus diperhatikan dua syarat
1) Jumlah suku akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata
Indonesia.
2) Akronim dibentuk yang sesuai dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal
dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.

Link refrensi
http://fennyapriliyanti.blogspot.com/2017/06/makalah-ejaan-yang-disempurnakan-eyd.html?m=1

https://repository.uhn.ac.id/bitstream/handle/123456789/4027/Desy%20Agustina%20Silalahi.pdf?
sequence=1&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai