0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
6 tayangan6 halaman
Dokumen tersebut membahas perubahan ejaan bahasa Indonesia sejak zaman kolonial hingga saat ini. Terdapat tujuh ejaan yang pernah digunakan, yaitu Ejaan Van Ophuijsen, Ejaan Suwandi, Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan LBK, Ejaan Yang Disempurnakan, dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Masing-masing ejaan memiliki ciri khas dan perubahan tertentu dalam penulisan huruf
Deskripsi Asli:
fdf
Judul Asli
Yornia Sianturi_A1F017026_Tugas Bahasa Indonesia Pertemuan 1
Dokumen tersebut membahas perubahan ejaan bahasa Indonesia sejak zaman kolonial hingga saat ini. Terdapat tujuh ejaan yang pernah digunakan, yaitu Ejaan Van Ophuijsen, Ejaan Suwandi, Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan LBK, Ejaan Yang Disempurnakan, dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Masing-masing ejaan memiliki ciri khas dan perubahan tertentu dalam penulisan huruf
Dokumen tersebut membahas perubahan ejaan bahasa Indonesia sejak zaman kolonial hingga saat ini. Terdapat tujuh ejaan yang pernah digunakan, yaitu Ejaan Van Ophuijsen, Ejaan Suwandi, Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan LBK, Ejaan Yang Disempurnakan, dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Masing-masing ejaan memiliki ciri khas dan perubahan tertentu dalam penulisan huruf
Ejaan ini diterbitkan pada tahun 1901 dalam kitab Logat Melayu dan merupakan ejaan resmi untuk bahasa Melayu. Pemerintah Hindia Belanda memerintahkan Charles A. Van Ophuijsen menyusun ejaan bahasa Melayu dibantu oleh Muhammad Taib Said Sutan Ibrahim dan Engku Nawawi gelar Sutan Makmur. Mereka menghasilkan ejaan yang banyak dipengaruhi oleh ejaan bahasa Belanda sebab pada waktu itu Indonesia masih dijajah Belanda. Ciri dari ejaan ini adalah penggunaan huruf ‘J’ yang dibaca ‘Y’. Misalnya ‘Jang = yang,’ Huruf ‘oe’ yang dibaca ‘u’ (boelan : bulan). Huruf ‘tj’ yang dibaca ‘c’ (Tjinta : cinta). Huruf ‘ch’ yang dibaca ‘kh’ (chidmat : khidmat). Huruf ‘dj’ yang dibaca ‘j’ (djoedjoer : jujur). Dari segi lain dapat disimpulkan bahwa kelemahan Ejaan Van Ophuijsen adalah terlalu banyak menggunakan tanda diakritik, seperti koma ain, koma wasla, dan tanda trema.
2. Ejaan Suwandi/Ejaan Republik (19 Maret 1947-1956)
Pemerintah Indonesia melalui Mr. Suwandi sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Ejaan Baru Bahasa Indonesia pada tanggal 19 Maret 1947, yang kemudian dikenal dengan Ejaan Republik atau Ejaan Suwandi. Dengan demikian ejaan Charles Adrian Van Ophuijsen diubah dan dinyatakan tidak berlaku sejak penetapan ejaan tersebut. ujuan mengadakan perubahan ejaan tersebut adalah penyederhanaan guna mencapai kemudahan-kemudahan. Perubahan-perubahan penting Ejaan Suwandi di antaranya: a) Huruf ‘oe’ diganti menjadi ‘u’. Misalnya : toetoep menjadi tutup b) Bunyi sentak diganti dengan huruf ‘k’. Misalnya : ra’yat menjadi rakyat c) Kata ulang boleh ditulis dengan angka dua, tetapi harus diperhatikan pada bagian mana pengulangannya. Misalnya : bermain – main menjadi ber-main2. d) Tanda trema dihilangkan. Misalnya : taät menjadi taat e) Huruf ‘e’ disamakan sehingga tidak perlu ada pemberian garis di bagian atas. Misalnya dalam kata beras, sejuk, bebas, merah. f) Kata – kata baru yang dalam bahasa asalnya tidak memakai pepet maka dalam Bahasa Indonesia pun tidak diberi pepet. Misalnya Sastera menjadi sastra. Namun, para ahli bahasa dan para pengamat Bahasa Indonesia, Ejaan Suwandi dinilai tidak dapat menyempurnakan Ejaan Van Ophuijsen, bahkan menimbulkan kesulitan-kesulitan baru.
3. Ejaan Pembaharuan (1956-1961)
Dengan Surat Keputusan Menteri P dan K Nomor 48 tahun 1956 maka dibentuk Panitia Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia. Ejaan pembaharuan dimaksudkan untuk menyempurnakan ejaan Soewandi, berdasarkan Surat Keputusan Menteri P dan K Nomor 48 tahun 1956. Ejaan ini membuat standar satu fonem dengan satu huruf, mislanya kata menyanyi : menjanji menjadi meñañi. Selain itu, untuk kata – kata yang berdiftong ‘ai,’ ‘au’ dan ‘oi’ dieja menjadi ‘ay,’ ‘aw’ dan ‘oy.’ Misalnya kerbau menjadi kerbaw, sungai menjadi sungay dan koboi menjadi koboy. Sayangnya, ejaan ini urung diresmikan dalam undang - undang.
4. Ejaan Melindo/Melayu Indonesia (1961-Agustus 1967)
Ejaan ini didasarkan pada keinginan untuk menyatukan Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia yang dituangkan dalam sidang di Jakarta tahun 1959. Kemudian hasil sidang diumumkan pada tahun 1961 dan diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menurut rencana akan diresmikan pada bulan Januari 1962. Indonesia dan Malaysia sebagai dua negara yang menggunakan bahasa Melayu pun bersama – sama ingin menyeragamkan ejaan dalam penggunaan bahasa dua negara ini. sebagian besar perubahan pada ejaan ini sama dengan apa yang ada pada ejaan pembaharuan, hanya saja pada fonem ‘e’ pepet dalam sebuah kata harus diberikan garis di atasnya. Sayangnya, ejaan ini gagal menjadi kenyataan karena konfrontasi politik antara kedua negara.
5. Ejaan LBK/Lembaga Bahasa dan Kesusastraan
Ejaan ini disusun oleh Panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen P dan K pada bulan September 1967. Panitia ini dibentuk oleh Kepala Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, dengan hasilnya antara lain: a) Huruf tj diganti c, j diganti y, nj diganti ny, sj menjadi sy, dan ch menjadi kh. b) Huruf asing: z, y, dan f disahkan menjadi ejaan Bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan pemakaian yang sangat produktif. c) Huruf e tidak dibedakan pepet atau bukan, alasannya tidak banyak kata yang berpasangan variasi e yang menimbulkan salah pengertian. Sayang nya, ejaan ini tidak sempat diresmikan karena banyak menimbulkan reaksi dari pemakai, antara lain karena meniru ejaan Malaysia dan keperluan mengganti ejaan belum benar-benar mendesak.
6. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan/EYD (16 Agustus 1972-2015)
Pada tanggal 16 Agustus 1972, pemerintah Indonesia menetapkan ejaan baru yaitu ejaan LBK yang telah diperbaiki dan disempurnakan, kemudian dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Hal ini disertai dengan penertiban buku saku berwarna merah putih pada tahun 1972 dengan judul Ejaan Yang Disempurnakan. Untuk melengkapi EYD, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen P dan K menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, berlaku sejak 27 Agustus 1975 dengan SK menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0196/U/1975. Beberapa perubahan penting pada Ejaan Yang Disempurnakan yang dilakukan: a) Abjad dibaca: a, be, ce, de, dan seterusnya, sebelumnya dibaca: a, ba, ca, da, dan seterusnya. b) Kata majemuk ditulis terpisah, seperti: kereta api dan kamar tidur, kecuali hubungan unsur-unsurnya erat seperti: matahari, peribahasa, dan sebagainya. Sebelum ini kata majemuk selalu ditulis serangkai. c) Akronim yang memiliki lebih dari dua huruf awal tidak memakai tanda titik, misalnya: SMA dan FKIP sebelumnya ditulis S.M.A DAN F.K.I.P. d) Penulisan ejaan: tj menjadi c nj menjadi ny e) Huruf asing yang diresmikan pemakaiannya: z pada kata zaman f pada kata pasif v pada kata konvoi f) Bunyi antara w dihilangkan diganti menjadi ua. Misalnya: kwalitas menjadi kualitas. g) Jika di tengah kata ada dua konsonan, maka konsonan pertama (termasuk ng), maka pemenggalannya seperti: April menjadi Ap-ril. Bangkrut menjadi bang- krut h) Huruf q dan x yang biasa digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai. Contoh: foto Nixon, musabaqah i) Penulisan nama diri: sungai, orang, gunung, jalan, dan sebagainya, haruslah disesuaikan dengan Ejaan Yang Disempurnakan, kecuali jika ada pertimbangan khusus dari segi tradisi, hukum, dan sejarah. j) Kelemahan pepet ini adalah tidak dibedakannya huruf e yang menyatakan pepet maupun tidak, sebab ditulis sama.
7. Ejaan PUEBI (2015-sekarang)
Pada tahun 2015, EYD (Ejaan yang Disempurnakan) diganti menjadi PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). Perubahan ini telah ditetapkan di dalam Peraturan Menteri dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Adapun latar belakang dari perubahan ini antara lain karena : a) Adanya Kemajuan dalam Berbagai Ilmu Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang semakin maju, membuat penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai hal semakin meluas juga baik secara tulisan maupun lisan. Ini yang menjadi salah satu alasan kenapa perlunya perubahan pada ejaan bahasa Indonesia. b) Memantapkan Fungsi Bahasa Indonesia Ejaan bahasa Indonesia perlu disempurnakan untuk memantapkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara. Perubahan ejaan ini bukan berarti mengubah secara keseluruhan isi dari EYD.
Adapun perbedaan yang mendasar dari EYD dengan PUEBI yaitu :
1) Penambahan huruf vokal diftong ei, dalam EYD hanya ada tiga yaitu ai, au, dan ao. 2) Penulisan huruf kapital pada EYD digunakan dalam penulisan nama orang tidak termasuk julukan, sedangkan pada PUEBI huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk julukan. 3) Penulisan huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata, untuk keperluan itu digunakan huruf miring pada EYD, sedangkan pada PUEBI huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring. 4) Penggunaan partikel pun pada EYD ditulis terpisah kecuali yang sudah lazim digunakan, maka penulisannya ditulis serangkai, sedangkan pada PUEBI partikel pun tetap ditulis terpisah, kecuali mengikuti unsur kata penghubung, maka ditulis serangkai. 5) Penggunaan bilangan, pada PUEBI, bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi ditulis dengan huruf, sesangkan pada EYD tidak ada hal yang mengaturnya. 6) Penggunaan titik koma (;) pada EYD digunakan dalam perincian tanpa penggunaan kata dan, sedangkan dalam PUEBI penggunaan titik koma (;) tetap menggunakan kata dan. 7) Penggunaan tanda titik koma (;) pada PUEBI dipakai pada akhir perincian yang berupa klausa, sedangkan pada EYD tidak ada hal yang mengaturnya. 8) Penggunaan tanda hubung (-) pada PUEBI tidak dipakai di antara huruf dan angka, jika angka tersebut melambangkan jumlah huruf, sedangkan pada EYD tidak ada hal yang mengaturnya. Misalnya: LP2M LP3I. 9) Tanda hubung (-) pada PUEBI digunakan untuk menandai bentuk terikat yang menjadi objek bahasan, sedangkan pada EYD tidak ada hal yang mengaturnya Misalnya:……pasca-, -isasi. 10) Penggunaan tanda kurung [( )] dalam perincian pada EYD hanya digunakan pada perincian ke kanan atau dalam paragraf, tidak dalam perincian ke bawah, sedangkan pada PUEBI tidak ada hal yang mengaturnya. 11) Penggunaan tanda elipsis ( … ) dalam EYD dipakai dalam kalimat yang terputus-putus, sedangkan dalam PUEBI tanda elipsis digunakan untuk menulis ujaran yang tidak selesai dalam dialog.