Anda di halaman 1dari 6

PERGANTIAN PENGGUNAN EJAAN YANG ADA DI INDONESIA

1. Ejaan Van Ophuijsen (1901 – 1947)


Ejaan ini diterbitkan pada tahun 1901 dalam kitab Logat Melayu dan merupakan
ejaan resmi untuk bahasa Melayu. Pemerintah Hindia Belanda memerintahkan
Charles A. Van Ophuijsen menyusun ejaan bahasa Melayu dibantu oleh
Muhammad Taib Said Sutan Ibrahim dan Engku Nawawi gelar Sutan Makmur.
Mereka menghasilkan ejaan yang banyak dipengaruhi oleh ejaan bahasa Belanda
sebab pada waktu itu Indonesia masih dijajah Belanda.
Ciri dari ejaan ini adalah penggunaan huruf ‘J’ yang dibaca ‘Y’.
Misalnya ‘Jang = yang,’
Huruf ‘oe’ yang dibaca ‘u’ (boelan : bulan).
Huruf ‘tj’ yang dibaca ‘c’ (Tjinta : cinta).
Huruf ‘ch’ yang dibaca ‘kh’ (chidmat : khidmat).
Huruf ‘dj’ yang dibaca ‘j’ (djoedjoer : jujur).
Dari segi lain dapat disimpulkan bahwa kelemahan Ejaan Van Ophuijsen adalah
terlalu banyak menggunakan tanda diakritik, seperti koma ain, koma wasla, dan
tanda trema.

2. Ejaan Suwandi/Ejaan Republik (19 Maret 1947-1956)


Pemerintah Indonesia melalui Mr. Suwandi sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan menetapkan Ejaan Baru Bahasa Indonesia pada tanggal 19 Maret
1947, yang kemudian dikenal dengan Ejaan Republik atau Ejaan Suwandi. Dengan
demikian ejaan Charles Adrian Van Ophuijsen diubah dan dinyatakan tidak berlaku
sejak penetapan ejaan tersebut.
ujuan mengadakan perubahan ejaan tersebut adalah penyederhanaan guna mencapai
kemudahan-kemudahan.
Perubahan-perubahan penting Ejaan Suwandi di antaranya:
a) Huruf ‘oe’ diganti menjadi ‘u’. Misalnya : toetoep menjadi tutup
b) Bunyi sentak diganti dengan huruf ‘k’. Misalnya : ra’yat menjadi rakyat
c) Kata ulang boleh ditulis dengan angka dua, tetapi harus diperhatikan pada
bagian mana pengulangannya. Misalnya : bermain – main menjadi ber-main2.
d) Tanda trema dihilangkan. Misalnya : taät menjadi taat
e) Huruf ‘e’ disamakan sehingga tidak perlu ada pemberian garis di bagian atas.
Misalnya dalam kata beras, sejuk, bebas, merah.
f) Kata – kata baru yang dalam bahasa asalnya tidak memakai pepet maka dalam
Bahasa Indonesia pun tidak diberi pepet. Misalnya Sastera menjadi sastra.
Namun, para ahli bahasa dan para pengamat Bahasa Indonesia, Ejaan Suwandi
dinilai tidak dapat menyempurnakan Ejaan Van Ophuijsen, bahkan menimbulkan
kesulitan-kesulitan baru.

3. Ejaan Pembaharuan (1956-1961)


Dengan Surat Keputusan Menteri P dan K Nomor 48 tahun 1956 maka dibentuk
Panitia Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia. Ejaan pembaharuan dimaksudkan
untuk menyempurnakan ejaan Soewandi, berdasarkan Surat Keputusan Menteri P
dan K Nomor 48 tahun 1956. Ejaan ini membuat standar satu fonem dengan satu
huruf, mislanya kata menyanyi : menjanji menjadi meñañi. Selain itu, untuk kata –
kata yang berdiftong ‘ai,’ ‘au’ dan ‘oi’ dieja menjadi ‘ay,’ ‘aw’ dan ‘oy.’ Misalnya
kerbau menjadi kerbaw, sungai menjadi sungay dan koboi menjadi koboy.
Sayangnya, ejaan ini urung diresmikan dalam undang - undang.

4. Ejaan Melindo/Melayu Indonesia (1961-Agustus 1967)


Ejaan ini didasarkan pada keinginan untuk menyatukan Bahasa Melayu dan Bahasa
Indonesia yang dituangkan dalam sidang di Jakarta tahun 1959. Kemudian hasil
sidang diumumkan pada tahun 1961 dan diterbitkan oleh Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, menurut rencana akan diresmikan pada bulan Januari 1962.
Indonesia dan Malaysia sebagai dua negara yang menggunakan bahasa Melayu pun
bersama – sama ingin menyeragamkan ejaan dalam penggunaan bahasa dua negara
ini. sebagian besar perubahan pada ejaan ini sama dengan apa yang ada pada ejaan
pembaharuan, hanya saja pada fonem ‘e’ pepet dalam sebuah kata harus diberikan
garis di atasnya. Sayangnya, ejaan ini gagal menjadi kenyataan karena konfrontasi
politik antara kedua negara.

5. Ejaan LBK/Lembaga Bahasa dan Kesusastraan


Ejaan ini disusun oleh Panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen P dan K pada
bulan September 1967. Panitia ini dibentuk oleh Kepala Lembaga Bahasa dan
Kesusastraan, dengan hasilnya antara lain:
a) Huruf tj diganti c, j diganti y, nj diganti ny, sj menjadi sy, dan ch menjadi kh.
b) Huruf asing: z, y, dan f disahkan menjadi ejaan Bahasa Indonesia. Hal ini
disebabkan pemakaian yang sangat produktif.
c) Huruf e tidak dibedakan pepet atau bukan, alasannya tidak banyak kata yang
berpasangan variasi e yang menimbulkan salah pengertian.
Sayang nya, ejaan ini tidak sempat diresmikan karena banyak menimbulkan
reaksi dari pemakai, antara lain karena meniru ejaan Malaysia dan keperluan
mengganti ejaan belum benar-benar mendesak.

6. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan/EYD (16 Agustus 1972-2015)


Pada tanggal 16 Agustus 1972, pemerintah Indonesia menetapkan ejaan baru yaitu
ejaan LBK yang telah diperbaiki dan disempurnakan, kemudian dikenal dengan
nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Hal ini disertai dengan
penertiban buku saku berwarna merah putih pada tahun 1972 dengan judul Ejaan
Yang Disempurnakan. Untuk melengkapi EYD, Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen P dan K menyusun buku Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, berlaku sejak 27 Agustus
1975 dengan SK menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0196/U/1975.
Beberapa perubahan penting pada Ejaan Yang Disempurnakan yang dilakukan:
a) Abjad dibaca: a, be, ce, de, dan seterusnya, sebelumnya dibaca: a, ba, ca, da,
dan seterusnya.
b) Kata majemuk ditulis terpisah, seperti: kereta api dan kamar tidur, kecuali
hubungan unsur-unsurnya erat seperti: matahari, peribahasa, dan sebagainya.
Sebelum ini kata majemuk selalu ditulis serangkai.
c) Akronim yang memiliki lebih dari dua huruf awal tidak memakai tanda titik,
misalnya: SMA dan FKIP sebelumnya ditulis S.M.A DAN F.K.I.P.
d) Penulisan ejaan: tj menjadi c nj menjadi ny
e) Huruf asing yang diresmikan pemakaiannya: z pada kata zaman f pada kata
pasif v pada kata konvoi
f) Bunyi antara w dihilangkan diganti menjadi ua. Misalnya: kwalitas menjadi
kualitas.
g) Jika di tengah kata ada dua konsonan, maka konsonan pertama (termasuk ng),
maka pemenggalannya seperti: April menjadi Ap-ril. Bangkrut menjadi bang-
krut
h) Huruf q dan x yang biasa digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai. Contoh:
foto Nixon, musabaqah
i) Penulisan nama diri: sungai, orang, gunung, jalan, dan sebagainya, haruslah
disesuaikan dengan Ejaan Yang Disempurnakan, kecuali jika ada pertimbangan
khusus dari segi tradisi, hukum, dan sejarah.
j) Kelemahan pepet ini adalah tidak dibedakannya huruf e yang menyatakan
pepet maupun tidak, sebab ditulis sama.

7. Ejaan PUEBI (2015-sekarang)


Pada tahun 2015, EYD (Ejaan yang Disempurnakan) diganti menjadi PUEBI
(Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). Perubahan ini telah ditetapkan di dalam
Peraturan Menteri dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 50 Tahun 2015
tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Adapun latar belakang dari
perubahan ini antara lain karena :
a) Adanya Kemajuan dalam Berbagai Ilmu
Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang semakin maju, membuat
penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai hal semakin meluas juga baik
secara tulisan maupun lisan. Ini yang menjadi salah satu alasan kenapa
perlunya perubahan pada ejaan bahasa Indonesia.
b) Memantapkan Fungsi Bahasa Indonesia
Ejaan bahasa Indonesia perlu disempurnakan untuk memantapkan fungsi
bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara. Perubahan ejaan ini bukan berarti
mengubah secara keseluruhan isi dari EYD.

Adapun perbedaan yang mendasar dari EYD dengan PUEBI yaitu :


1) Penambahan huruf vokal diftong ei, dalam EYD hanya ada tiga yaitu ai, au,
dan ao.
2) Penulisan huruf kapital pada EYD digunakan dalam penulisan nama orang
tidak termasuk julukan, sedangkan pada PUEBI huruf kapital digunakan
sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk julukan.
3) Penulisan huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata, untuk keperluan
itu digunakan huruf miring pada EYD, sedangkan pada PUEBI huruf tebal
dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring.
4) Penggunaan partikel pun pada EYD ditulis terpisah kecuali yang sudah lazim
digunakan, maka penulisannya ditulis serangkai, sedangkan pada PUEBI
partikel pun tetap ditulis terpisah, kecuali mengikuti unsur kata penghubung,
maka ditulis serangkai.
5) Penggunaan bilangan, pada PUEBI, bilangan yang digunakan sebagai unsur
nama geografi ditulis dengan huruf, sesangkan pada EYD tidak ada hal yang
mengaturnya.
6) Penggunaan titik koma (;) pada EYD digunakan dalam perincian tanpa
penggunaan kata dan, sedangkan dalam PUEBI penggunaan titik koma (;) tetap
menggunakan kata dan.
7) Penggunaan tanda titik koma (;) pada PUEBI dipakai pada akhir perincian
yang berupa klausa, sedangkan pada EYD tidak ada hal yang mengaturnya.
8) Penggunaan tanda hubung (-) pada PUEBI tidak dipakai di antara huruf dan
angka, jika angka tersebut melambangkan jumlah huruf, sedangkan pada EYD
tidak ada hal yang mengaturnya. Misalnya: LP2M LP3I.
9) Tanda hubung (-) pada PUEBI digunakan untuk menandai bentuk terikat yang
menjadi objek bahasan, sedangkan pada EYD tidak ada hal yang mengaturnya
Misalnya:……pasca-, -isasi.
10) Penggunaan tanda kurung [( )] dalam perincian pada EYD hanya digunakan
pada perincian ke kanan atau dalam paragraf, tidak dalam perincian ke bawah,
sedangkan pada PUEBI tidak ada hal yang mengaturnya.
11) Penggunaan tanda elipsis ( … ) dalam EYD dipakai dalam kalimat yang
terputus-putus, sedangkan dalam PUEBI tanda elipsis digunakan untuk menulis
ujaran yang tidak selesai dalam dialog.

Anda mungkin juga menyukai