Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan kita, bahasa terbagi dua, pertama
bahasa lisan dan kedua bahasa tulisan. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang
bahasa tulisan yang diatur dalam Ejaan. Ejaan yang berlaku saat sekarang ini adalah Ejaan
Yang Disempurnakan.  Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah sub. materi dalam ketata
bahasaan Indonesia, yang memiliki peran yang cukup besar dalam mengatur etika berbahasa
secara tertulis sehingga diharapkan informasi tersebut dapat di sampaikan dan di fahami
secara komprehensif dan terarah. Dalam prakteknya diharapkan aturan tersebut dapat
digunakan dalam keseharian masyarakat sehingga proses penggunaan tata bahasa Indonesia
dapat digunakan secara baik dan benar.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, penulis
merumuskan masalah yang akan dibahas antara lain:
1)     Apa pengertian Ejaan yang Disempurnakan?
2)     Bagaimana sejarah perkembangan EYD?
3)     Bagaimana cara penggunaan EYD yang benar pada penulisan huruf dan kata?
4)     Bagaimana cara penggunaan tanda baca yang benar sesuai dengan EYD?
5)     Bagaimana cara penggunaan EYD yang benar pada pada singkatan dan akronim?
1.3  Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1)     Mengidentifikasi penggunaan yang benar dan baku
2)     Mengidentifikasi penulisan kata yang benar sesuai dengan EYD
3)     Untuk mengetahui ruang lingkup EYD
Makalah ini bermanfaat sebagai acuan pembelajaran EYD yang lebih maksimal untuk masa
yang akan datang,minimal untuk bahan kajian yang mengacu kepada kemajuan dimasa yang
akan datang.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Ejaan
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran,
bagaimana menempatkan tanda-tanda baca, bagaimana memotong-motong suatu kata, dan
bagaimana menggabungkan kata-kata.
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan
keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis.Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada
ketepatan dan kejelasanmakna. Ibarat sedang mengemudi kendaraan, ejaan adalah rambu
lalulintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudimematuhi rambu-
rambu yang ada, terciptalah lalu lintas yang tertib dan teratur. Seperti itulah kira-kira bentuk
hubungan antara pemakai bahasa dengan ejaan.
2.2 Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia
            Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional lahir pada awal tahun dua puluhan. Namun
dari segi ejaan, bahasa indonesia sudah lama memiliki ejaan tersendiri. Berdasarkan sejarah
perkembangan ejaan, sudah mengalami perubahan sistem ejaan, yaitu :
1.     Ejaan Van Ophuysen
Ejaan Van Ophuysen disebut juga Ejaan Balai pustaka. Masyarakat pengguna bahasa menerapkannya sejak
tahun 1901 sampai 1947. Ejaan ini merupakan karya Ch.A. Van Ophuysen, dimuat dalam kitab Logat
Melayoe (1901). Ciri khusus ejaan Van Ophuysen:
Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda,
yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:
1.     Huruf (u) ditulis (oe).
2.     Komahamzah (k) ditulis dengan tanda (’) pada akhir kata misalnya bapa’, ta’
3.     Jika pada suatu kata berakhir dengan huruf (a) mendapat akhiran (i), maka di atas akhiran itu diberi tanda trema
(”)
4.     Huruf (c) yang pelafalannya keras diberi tanda (’) diatasnya
5.     Kata ulang diberi angka 2, misalnya: janda2 (janda-janda)
6.     Kata majemuk dirangkai ditulis dengan 3 cara :
        Dirangkai menjadi satu, misalnya (hoeloebalang, apabila)
2
        Dengan menggunakan tanda penghubung misalnya, (rumah-sakit)
        Dipisahkan, misalnya (anaknegeri)
Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai
satu suku kata, bukan dipotong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini.
Kebanyakan catatan tertulis Bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf Arab yang dikenal sebagai
tulisan Jawi.
2. Ejaan Republik/Ejaan Suwandi
Ejaan Republik dimuat dalam surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mr. Soewandi
No.264/Bhg. A tanggal 19 maret 1947.Sebab ejaan ini disebut sebagai Ejaan Suwandi. Sistem ejaan suwandi
merupakan sistem ejaan latin untuk Bahasa Indonesia.
Ciri khusus Ejaan Republik/ Suwandi :
1.     Huruf (oe) dalam ejaan Van Ophuysen berubah menada (u).
2.     Tanda trema pada huruf (a) dan (i) dihilangkan.
3.     Koma ‘ain dan koma hamzah dihilangkan. Koma hamzah ditulis dengan (k) misalnya kata’ menjadi katak.
4.     Huruf (e) keras dan (e) lemah ditulis tidak menggunakan tanda khusus, misalnya ejaan, seekor, dsb.
5.     Penulisan kata ulang dapat dilakukan dengan dua cara. Contohnya :
a. Berlari-larian
b. Berlari2-an
6. Penulisan kata majemuk dapat dilakukan dengan tiga cara. Contohnya :
a. Tata laksana
b. Tata-laksana
c. Tatalaksana
7. Kata yang berasal dari bahasa asing yang tidak menggunakan (e) lemah (pepet) dalam Bahasa Indonesia
ditulis tidak menggunakan (e) lemah, misalnya: (putra) bukan (putera), (praktek) bukan (peraktek).
3.     Ejaan Malindo
Ejaan Malindo (Melayu-Indonesia) adalah suatu ejaan dari perumusan ejaan melayu

3
dan Indonesia. Perumusan ini berangkat dari kongres Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan, Sumatera
Utara. Ejaan Malindo ini belum sempat diterapkan dalam kegiatan sehari-hari karena saat itu terjadi konfrontasi
antara Indonesia dan Malaysia.
4.     Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan/EYD
Pada Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa
Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57,Tahun 1972. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya
tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu,
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Pada tahun 1987
kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.

2.3 Penggunaan EYD yang Benar pada Penulisan Huruf dan Kata
1.     Penggunaan Huruf Kapital
a.       Jabatan tidak diikuti nama orang
Dalam butir 5 Pedoman EYD dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama unsure nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang tertentu, nama instansi,
atau nama tempat. Contoh, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gubernur Jawa Barat,
Profesor Jalaluddin Rakhmat, Sekretaris Jendral, Departemen Pendidikan Nasional. Jabatan
tidak diikuti nama orang tidak memakai huruf kapital. Contoh, Menurut bupati, anggaran
untuk pendidikan naik 25 % dari tahun sebelumnya.
b.      Huruf pertama nama bangsa
Dalam butir 7 dinyatakan, huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa,
suku bangsa, dan bahasa. Contoh, bangsa Indonesia, bahasa Inggris.
4
Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa,
dan bahasa yang dipakai bentuk dasar kata turun. Contoh : ke-Sunda-Sundaan,ke-Inggris-
Inggrisan,ke-Batak-Batakan, meng Indonesiakan.Seharusnya : kesunda-sundaan,
keinggris- inggrisan, kebatak-batakan, mengindonesiakan.
c.       Nama geografi sebagai nama jenis
Dalam butir 9 ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah
geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. Contoh, berlayar ke teluk, mandi di kali,
menyebrangi selat, pergi ke arah tenggara, kacang bogor, salak bali, pisang ambon,
pepaya bangkok, nanas subang, tahu sumedang, peuyeum bandung dan telur brebes.
d.      Setiap unsur bentuk ulang sempurna
Dalam butir 11 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur
bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Contoh, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-
Ilmu Sosial, Yayasan Ahli-Ahli Bedah Plastik Jawa Barat, Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia, Garis-Garis Besar Haluan Negara.
e.       Penulisan kata depan dan kata sambung
Dalam butir 12 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di
dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari,
dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Biasanya dipakai pada penulisan
judul cerpen, novel. Contoh, Harimau Tua dan Ayam Centil, Hari-Hari
Penantian dalam Gua  Neraka, Kado untuk Setan, Taksi yang Menghilang.
2.     Penulisan Huruf Miring
                  a.       Penulisan nama buku
Pada butir 1 pedoman penulisan huruf miring ditegaskan, huruf miring dalam cetakan
dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Contoh, Buku Jurnalistik Indonesia, Majalah Sunda Mangle, Surat Kabar Bandung Pos.
                  b.      Penulisan penegasan kata dan penulisan bahasa asing
Butir 2 pedoman penulisan huruf miring menyatakan, huruf miring dalam cetakan
dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Contoh, boat modeling, aeromodeling, motorsport.

5
c.       Penulisan kata ilmiah
Butir 3 pedoman penulisan huruf miring menegaskan, huruf miring dan cetakan
dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah dan ungkapan asing kecuali yang telah
disesuaikan ejaannya. Contoh, royal-purple amethyst, crysacola, turqoisa, rhizopoda,
lactobacillus, dsb.
3.     Penulisan Kata Turunan
a. Gabungan kata dapat awalan akhiran
Butir 3 pedoman kata turunan menegaskan, jika bentuk dasar yang berupa gabungan
kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Contoh, bertepuk tangan, garis bawahi, dilipatgandakan, sebar luaskan.
b.      Gabungan kata dalam kombinasi
Butir 4 pedoman penulisan kata turunan menyatakan, jika salah satu unsur gabungan
kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Contoh, antarkota, antarsiswa, antipornografi, antikekerasan, anti-Amerika, audiovisual,
demoralisasi, dwiwarna, dwibahasa, ekasila, ekstrakulikuler, interkoneksi, intrakampus,
multifungsi, pramuwisma, tunakarya, tunarungu, prasejarah, pascapanen, tridaya, rekondisi.

4.     Penulisan Kata Gabungan


a.       Penulisan gabungan kata istilah khusus
Butir 2 pedoman penulisan gabungan kata mengingatkan, gabungan kata, termasuk
istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda
hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Contoh; alat
pandang- dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami.
b.       Penulisan gabungan kata serangkai
Butir 3 pedoman penulisan gabungan kata menegaskan, gabungan kata berikut harus
ditulis serangkai. Contoh, acapkali, adakalanya, akhirulkalam, daripada,
darmawisata, belasungkawa, dukacita, kacamata, kasatmata, manakala, manasuka,
matahari, olahraga, padahal, peribahasa, radioaktif, saptamarga, saripati, sediakala,
segitiga, sekalipun, sukacita, sukarela, sukaria, titimangsa.

6
2.4 Penggunaan tanda baca yang benar sesuai dengan EYD
1. Tanda Titik (.)
a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat bukan pertanyaan atau seruan. Contoh : Ayahku
tinggal di Solo.
b. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang. Contoh : A.S. Kramawijaya
      c. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan. Contoh : dr.
(Dokter)
      2.      Tanda Koma ( , )
a.       Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.
Contoh : Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
b.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata tetapi dan melainkan. Contohnya : Saya ingin datang,
tetapi hujan.
      3.      Tanda Titik Koma (; ) 
a.       Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang
sejenis dan setara. Contoh : Malam makin larut, kami belum selesai juga.
b.      Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat  yang setara di dalam
suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung. Contoh : Ayah mengurus taman
di kebun; ibu memasak di dapur; saya sedang menonton tv.
4.      Tanda Titik Dua ( : ) 
a.       Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti
rangkaian atau pemerian. Contoh : Yang kita perlukan sekarang ialah barang berikut :
kursi, meja, dan TV.
b.      Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Contoh :
                        Ketua              : Ahmad Wijaya
                        Sekretaris        : S. Handayani
                        Bendahara       : B. Hartawan
7
5.      Tanda Hubung ( - ) 
a.       Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Contoh :
... ada cara ba-
ru juga. 
Suku kata yang terdiri atas satuhuruftidakdipenggalsupayajanganterdapatsatuhuruf saja pada
ujungbaris. 
      b.      Tanda hubungmenyambungawalandenganbagian kata di belakangnya,
atauakhirandenganbagian kata di depannya pada
c.       Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Contoh : kemerah-merahan,
anak-anak.
Tanda ulang (2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks
karangan.
      6.      Tanda Pisah ( - )
a.       Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan
   khusus di luar bangun kalimat.  Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu -saya yakin akan
tercapai- diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri. 

b.      Tanda pisah menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat
menjadi lebih jelas. Misalnya: Rangkaian penemuan ini-evolusi, teori kenisbisan, dan
kini juga pembedahan atom- tidak mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
      7.      Tanda Elipsis ( ... )
a.       Tanda elipsis menggambarkan kalimat yang terputus-putus.  
Misalnya: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak. 
b.      Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
8.         Tanda Tanya (?)
 a.       Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Contoh : Kapan dia pulang ke
rumah?
 b.      Tanda tanya dipakai di antara tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Contoh : Ia dilahirkan pada
tahun 1683 (?).
8
9. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah, atau
yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat. Contoh :
Ayo Cepat!
10. Tanda Kurung (  )
a.       Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. 
Misalnya: DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah selesai. 
b.      Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan.  Misalnya:  Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang
terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962
c.       Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu seri keterangan. Angka
atau huruf itu dapat juga diikuti oleh kurung tutup saja. Misalnya:  Faktor-faktor produksi
menyangkut masalah berikut:
               (a) alam,
               (b) tenagakerja, dan
               (c) modal.
11. Tanda Kurung Siku ([... ])
a.       Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu jadi isyarat
bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah asal. Misalnya: Sang Sapurba men[d]
engar bunyi gemerisik. 
b.      Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah
bertanda kurung.  Misalnya: (Perbedaan antara dua macam proses ini [lihat BabI] tidak
dibicarakan.) 
12.  Tanda Petik ("... ") 
a.       Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau
bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
Misalnya:  "Sudah siap?" tanya Awal. "Saya belum siap," seru Mira, "tunggu sebentar!" 
b.      Tanda petik mengapit judul syair, karangan, dan bab buku, apabila dipakai dalam
9
kalimat.  Misalnya:  Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa.
13.  Tanda Petik Tunggal ( ' ... ' ) 
a.       Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. Misalnya:
Tanya Basri, "Kaudengar bunyi 'kring-kring' tadi?"           
b.      Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan
asing  Misalnya:  rate of inflation ’laju inflasi’
14.  Tanda Ulang ( ...2 ) (angka 2 biasa) 
Tanda ulang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk menyatakan pengulangan
kata dasar. Misalnya:  kata2,  lebih2, sekali2 
      15.  Tanda Garis Miring ( / ) 
a.       Tanda garis miring dipakai dalam penomoran kode surat.   Misalnya: No. 7/PK/1973 
b.      Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, per, atau nomor
alamat.  Misalnya:  mahasiswa/mahasiswi.
16.  Tanda Penyingkat (Apostrof) ( ' ) 
Tanda apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata.  Misalnya:  Ali 'kan kusurati       
('kan = akan)  Malam 'lah tiba        ('lah = telah).
                                                                                        
2.5 Penggunaan EYD yang benar pada pada singkatan dan akronim
      1. Penulisan Singkatan
Pedoman EYD menegaskan, singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri
atas satu huruf atau lebih. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,
badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis
dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
a.       Penulisan singkatan umum tiga huruf
Pedoman EYD mengingatkan, singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti
satu tanda titik. Kaidah bahasa jurnalistik dengan tegas melarang pemakaian singkatan umum
seperti ini dalam setiap karya jurnalistik seperti tajuk renacana, pojok, artikel, kolom, surat

10
pembaca, berita, teks foto, feature. Bahasa jurnalistik juga dengan tegas melarang
penggunaan singkatan jenis ini dalam judul tajuk, artikel, surat pembaca, atau judul-judul
berita.
b.      Penulisan singkatan mata uang
Pedoman EYD menegaskan, lambang kimia, singkatan satuan ukuran , takaran, timbangan,
dan mata uang tidak diikuti tanda titik.

2.     PENULISAN AKRONIM
Menurut Pedoman EYD, akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal,
gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan
sebagai kata.
Pertama, akronim nama diri berupa gabunga suku kata. Kedua, akronim yang bukan nama
diri berupa gabungan huruf.
a.       Akronim nama diri
Pedoman EYD menyatakan, akronim nama diri yag berupa gabungan suku kata atau
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
b.      Akronim bukan nama diri
Menurut Pedoman EYD, akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku
kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf
kecil.
Sebagai catatan, Pedoman EYD mengingatkan, jika dianggap perlu membentuk akronim,
maka harus diperhatikan dua syarat
Pertama, jumlah suku akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata
Indonesia.
Kedua, akronim dibentuk yang sesuai dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan
konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Pada dasarnya masyarakat kita telah memahami penggunaan kaidah tata bahasa
Indonesia yang baik dan benar, akan tetapi dalam pelaksanaannya seringkali masyarakat
dihadapkan pada situasi dan kondisi berbahasa yang tidak mendukung, maksudnya ialah
masyarakat masih enggan untuk mengikuti kaidah tata bahasa Indnesia yang baik dan benar
dalam komunikasinya sehari-hari, masyarakat sering terdikte oleh aturan-aturan tata bahasa
yang salah, sehingga bermula dari kesalahan-kesalahan tersebut dapat menjadi kesalahan
yang sangat fatal dalam mengikuti aturan-aturan ketata bahasaan yang akhirnya kesalahan
tersebut menjadi sebuah kebiasaan dan parahnya lagi hal tersebut menjadi membudaya dan di
benarkan penggunaan dalam keseharian, untuk itu sudah menjadi kewajiban kita bersama
untuk selalu mengingatkan kepada masyarakan untuk dapat menggunakan kaidah tata bahasa
Indonesia yang baik dan benar, karena bagaimanapun bahasa memiliki peran penting dalam
proses pembangunan karakter masyarakat dalam bangsa ini.

3.2 Saran
            Sudah selayaknya kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia dapat menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar khususnya dalam bahasa tulis. Dengan adanya
penjabaran tentang pamakaian EYD diharapkan para pembaca dapat memahami dan
menerapkan penggunaan EYD dalam pembuatan suatu karya tulis.Dan semoga penjabaran ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

12

DAFTAR PUSTAKA
Finoza, Lamuddin. 2008. Komposisi Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa Non Jurusan.
Cetakan ke-16, revisi (3). Jakarta : Diksi Insan Mulia
http://www.ikhsanudin.co.cc/2009/05/sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia
http://ibnuhasansibuan.wordpress.com/2011/03/06sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia
Waridah, Ernawati. 2008. EYD & Seputar Kebahasa-Indonesiaan. Jakarta. :KawanPustaka
Hs, Widiono. 2005. Bahasa Indonesia (Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Di Peruruan
Tinggi). Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana.
  http://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Yang_Disempurnakan
Depdikbud. 2008. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta:
Hi-Fest Publishing.
Tim Pusat Bahasa. 2005. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
Jakarta: Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai