Anda di halaman 1dari 7

TUGAS 2 BAHASA BAKU DAN EJAAN

BAHASA INDONESIA

DISUSUN OLEH :
EMERIO KEVIN ARYAPUTRA
24060121120012/B

PROGRAM STUDI SARJANA I INFORMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2022
JAWABAN PERTANYAAN

1. Bahasa Indonesia baku adalah ragam bahasa Indonesia yang bentuk bahasanya telah
diterima dan difungsikan atau dipakai sebagai model atau acuan oleh masyarakat Indonesia
secara luas.

Bahasa Indonesia baku diperlukan agar keberagaman bahasa Indonesia dari Sabang sampai
Merauke memiliki satu model bahasa Indonesia yang digunakan sebagai acuan.

Acuan yang digunakan bagi bahasa Indonesia baku adalah Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, dan
Pedoman Pembentukan Istilah Bahasa Indonesia.

2. Fungsi bahasa baku :


- Pembawa kewibawaan, dengan berbahasa baku, maka pengguna dapat terlihat memiliki
wibawa dan keterampilan menggunakan bahasa.
- Pemersatu bangsa, dengan penggunaan bahasa yang baku, orang-orang yang berasal dari
beragam suku, bangsa, dan budaya memiliki persepsi yang sama dalam memahami
bahasa.
- Pemberi kekhasan atau pembeda, dengan penggunaan bahasa baku, maka pengguna
dapat dibedakan kecerdasan atau wawasannya, biasanya pengguna dengan tingkat
kecerdasan yang lebih tinggi akan lebih terampil dalam menggunakan bahasa baku
- Tolak ukur atau acuan, dengan penggunaan bahasa baku, ragam bahasa yang sangat
beragam dapat mengacu pada satu bahasa yang sama.
Ciri bahasa baku :
- Ragam bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis yang berupa kaidah dan aturan
yang tetap. Kebakuan ini tidak dapat berubah setiap saat, tetapi cukup luwes sehingga
memungkinkan perubahan yang bersistem di bidang kosa kata dan peristilahan juga
mengizinkan perkembangan berjenis ragam yang diperlukan di dalam kehidupan modern
- Ragam bahasa baku memiliki sifat kecendekiaan melalui perwujudan kalimat, paragraf,
dan satuan bahasa lain yang lebih besar.
- Ragam bahasa baku menyeragamkan ragam bahasa lain yang tidak baku

3. “saya mau nyalonkan diri menjadi direktur selanjutnya, pak, mumpung saya masih bisa!”,
kata Jerry.

Kalimat di atas merupakan contoh bahasa tak baku, karena :


1. Tidak menggunakan huruf kapital pada kata ‘saya’ yang pertama dan ‘pak’. Kata ‘saya’
dan ‘pak; harus menggunakan kapital karena masing-masing kata tersebut mengawali
petikan langsung dan merupakan kata sapaan.
2. Penggunaan kata ‘nyalonkan’. Kata ‘nyalonkan’ seharusnya tidak digunakan karena kata
dasar ‘calon’ harus menggunakan imbuhan me- agar menjadi verba. Sehingga, kata yang
benar adalah ‘mencalonkan’
3. Penggunaan kata ‘mumpung’. Kata ‘mumpung’ adalah kata ragam cakapan, sehingga
kata ‘mumpung’ bisa diganti menjadi ‘selagi’
Sehingga kata yang benar adalah
“Saya mau mencalonkan diri menjadi direktur selanjutnya, Pak, selagi saya masih bisa!”,
kata Jerry

4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ejaan adalah kaidah cara menggambarkan bunyi-
bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan
tanda baca, artinya ejaan adalah kaidah bunyi-bunyi dalam bentuk tulisan yang hanya terkait
dengan tata tulis yang meliputi pemakaian huruf, penulisan kata (termasuk kata atau ejaan
serapan), dan pemakaian tanda baca.

Ejaan baku diperlukan agar keberagaman ejaan dari berbagai daerah dan suku bangsa
memiliki satu model ejaan yang digunakan sebagai acuan, sehingga tidak ada tafsiran yang
berbeda-beda .

Ejaan meliputi pemakaian huruf (huruf kapital, huruf abjad, huruf vokal, dll.), penulisan kata
(kata dasar, kata berimbuhan, gabungan kata, partikel, dll.), pemakaian tanda baca, dan
penulisan unsur serapan.

5. Sejarah ejaan di Indonesia beserta ciri khasnya :


1. Ejaan Van Ophusien (1901)
Ejaan Van Ophusien adalah ejaan yang ditetapkan pada tahun 1901 dan diterbitkan
dalam buku Kitap Logat Melajoe. Ejaan ditemukan oleh Van Ophusien, yang kala itu
ditugaskan pemerintah untuk merancang ejaan yang mantap dan ilmiah untuk
pengajaran. Ciri khasnya :
- Kata koe, kau, se, ke, dan di ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh : koelihat, kaudengar, seorang, keroemah, dibawa.
- Kata poen- selamanya dihubungkan dengan kata sebelumnya. Contoh : adapoen,
sekalipoen.
- Ke- dan -se merupakan awalan, bukan ka- dan sa-. Contoh : ketiga, sebenarnya.
- Awalan ber-, ter-, dan per- yang dirangkaikan dengan kata dasar berawalan huruf r
akan luluh. Contoh : beroemah, terasa.
- Akhiran -i akan diberi tanda ¨ apabila bertemu dengan kata berakhiran huruf [a]
Contoh : menamaï.

2. Ejaan Suwandi (1947)


Ejaan Suwandi adalah ejaan yang diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 yang
ditemukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Suwandi. Ciri khasnya :
- Huruf oe diganti menjadi u.
- Bunyi hamzah dan bunyi sentak diganti dengan huruf k. Contoh : tak, rakjat, tidak.\
- Pengulangan diberi angka 2.
- Kata dasar berhuruf e (e pepet dalam bahasa Jawa) boleh dihilangkan, tetapi tidak
boleh pada kata berimbuhan. Contoh : perahu  prahu, menteri  mentri,
perangkap  perangkap

3. Ejaan Pembaruan (1957)


Ejaan Pembaruan adalah ejaan yang tujuannya digunakan untuk menyempurnakan ejaan
Suwandi. Kemudian Menteri Sarino membentuk Panitia Pembaruan Ejaan pada tahun
1956 dan Persekutuan Tanah Melayu ingin mengadakan penyatuan ejaan dengan bahasa
Indonesia. Namun ejaan ini tidak sempat dilaksanakan. Ciri khasnya :
- Penulisan diftong ai, oi, au diubah menjadi ay,oy, aw.
- Huruf yang muncul pada ejaan ini adalah ŋ (ng), t (tj), ń (nj), dan ś (sj).
- Fonem h bila letaknya di depan atau di antara dua vokal berdeda dapat dihilangkan,
seperi hutan  utan, tahun  ta-un, perahu  pera-u.
- Konsonan rangkap pada akhir kata dihilangkan. Contoh : president  presiden
- Partikel pun yang berarti juga dan saja, ditulis terpisah. Contoh : sekalipun (makna
meskipun), sekali pun (satu kali saja).
- Kata berulang yang memiliki arti tunggal ditulis tanpa tanda hubung, sedangkan yang
bermakna jamak ditulis dengan tanda hubung. Contoh : alunalun, ibu-ibu, sekali-
sekali.

4. Ejaan Melindo (1959)


Ejaan Melindo adalah konsep ejaan bersama hasil tindak lanjut perjanjian persahabatan
antara Republik Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1959 lewat sidang
perutusan Indonesia Melayu. Ciri khas :
- Fonem tambah f, ś, z (fikiran, śair, śarat)
- Penulisan diftong ay, aw, oy
- Ejaan kata yang menggunakan tanda fonem lain dari yang ditetapkan dianggap kata
asing, contoh : universitas, varia, lokal.

5. Ejaan LBK (1966)


Ejaan LBK adalah ejaan yang muncul karena adanya ketidaksetujuan konsep Melindo.
Ciri khas :
- Ada enam vokal (i, u, e, Ə, o, a)
- Diftong masih sama dengan Melindo
- Di dan ke dibedakan antara preposisi dan imbuhan, contoh : Surat itu ditulisnya di
rumah.
- Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
- Beberapa istilah asing diubah, contohnya : guerilla (Spanyol)  gerilya, coup de’etat
(Prancis)  kudeta, extra (Inggris)  ekstra. Untuk kata bahasa Arab qalb (hati),
terdapat kemiripan dengan kata dan kalb (anjing), tetapi akhirnya kata qalb tetap
menggunakan kata kalbu.

6. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1972)


Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan atau EYD adalah ejaan yang berlaku sejak
1972 dengan ejaan-ejaan yang mirip dengan ejaan masa kini. Ciri khas :
- Pemakaian huruf f, v, z, q, dan x diresmikan
- Pemakaian huruf kapital dan huruf miring , pemakaian kata, penulisan unsur serapan,
dan pemakaian tanda baca diatur

7. Ejaan Bahasa Indonesia


Ejaan Bahasa Indonesia atau EBI adalah ejaan yang berlaku sejak 2015 menggantikan
EYD. Ciri khas :
- Huruf diftong terdiri dari ai, au, oi, ei
- Fungsi huruf tebal adalah menuliskan judul buku, bab, dan semacamnya dan
mengkhususkan huruf.

6. Bahasa Indonesia memiliki banyak kata serapan karena pada awalnya bahasa Indonesia
adalah bahasa ciptaan yang berdasarkan bahasa Melayu, bukan bahasa yang terbentuk secara
alami. Karena bahasa Melayu adalah bahasa daerah, maka bahasa Melayu memiliki
keterbatasan kosakata dan harus distandardisasi. Lewat proses standardisasi inilah kata-kata
bahasa asing dan daerah diserap dan diintegrasikan ke dalam bahasa Indonesia untuk
melengkapi perbendaharaan kata. Selain itu, sejak zaman dahulu penduduk Nusantara
melakukan banyak interaksi dengan bangsa lain lewat perdagangan, penjajahan, maupun
perkembangan ilmu pengetahuan, dan pengaruh media modern.

7. Kaidah dalam penyerapan kata dalam bahasa Indonesia dibagi dua berdasarkan taraf
integrasinya, yaitu :
- Unsur serapan/pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia.
Contoh: reshuffle, do I’homme par I’homme, dan shuttle cock.
- Unsur serapan/pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah
bahasa Indonesia. Kata diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya atau
disesuaikan dengan Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga, sehingga bentuk
Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

8. Dampak yang ditimbulkan dari masuknya kata serapan dalam bahasa Indonesia adalah :
- Pengguna lebih bangga menggunakan kata-kata serapan karena dinilai lebih modern
- Pengguna dianggap gaul
- Terkadang kata serapan lebih singkat dari pada kata dalam bahasa Indonesia asli.
- Bahasa Indonesia bisa dianggap lebih rendah di mata masyarakat karena penggunaan
kata serapan yang maknanya sudah ada pada bahasa Indonesia.
9. Terdapat 4 cara penyerapan Bahasa asing ke dalam Bahasa Indonesia yang lazim, yaitu :
- Cara adopsi, yaitu bentuk dan makna kata asing diserap secara keseluruhan, contoh :
supermarket, plaza.
- Cara adaptasi, yaitu hanya makna kata asing yang diserap dan ejaan atau cara
penulisannya disesuaikan ejaan bahasa Indonesia, contoh : pluralization  pluralisasi,
maximaal  maksimal.
- Cara penerjemahan, yaitu konsep yang terkandung dalam kata bahasa asing diambil
kemudian dicari padanannya dalam bahasa Indonesia, contoh : overlap  tumpang-
tindih, try out  uji coba.
- Cara kreasi, yaitu konsep dasar dalam kata bahasa asing diambil kemudian dicari
padanannya dalam bahasa Indonesia. Cara ini mirip dengan cara penerjemahan, tetapi
cara kreasi tidak menuntut fisik yang mirip seperti penerjemahan, contoh : effective 
berhasil guna, shuttle  ulang alik.
DAFTAR PUSAKA

Admin SMT. 2010. Proses Penyerapan Istilah dalam Bahasa Indonesia. Diakses pada 8 Maret
2022, dari https://balaibahasajateng.kemdikbud.go.id/2010/07/proses-penyerapan-istilah-
dalam-bahasa-indonesia/.
Ambarita, Goki Riauli. 2020. Analisis Kosa Kata Serapan Kosakata Serapan Bahasa Inggris
dalam Koran Waspada Mei 2020. Diakses 8 Maret 2022, dari Universitas HKBP
Nommensen.
Ardianto, Elif. 2019. Jawaban pada Mengapa bahasa Indonesia banyak sekali menggunakan
kata serapan?. Diakses pada 8 Maret 2022, dari https://id.quora.com/Mengapa-bahasa-
Indonesia-banyak-sekali-menggunakan-kata-serapan/answer/Elif-Ardianto?
ch=10&oid=127518304&share=29b12374&srid=kuIY3&target_type=answer
Ejaan Bahasa Indonesia. 2021. Diakses pada 8 Maret 2022, dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Bahasa_Indonesia.
Hidayat, Rahmat. “RAGAM BAHASA INDONESIA BAKU | BAHASA BAKU | MATERI
MATA KULIAH UMUM BAHASA INDONESIA” YouTube, diunggah oleh Linguistic
Addict, 8 September 2021, https://youtu.be/O3d4Glkcfm4. Diakses pada 6 Maret 2022.
Kata serapan. 2021. Diakses pada 8 Maret 2022, dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Kata_serapan.
Sriyanto. 2014. Ejaan. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia. 2016. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
Tim Penulis. 2015. Cendekia Bahasa : Pengantar Penulisan Ilmiah. Bogor: Penerbit IPB Press.
Waridah. 2002. Ragam Bahasa Baku dan Non Baku Bahasa Indonesia. Medan: KI.

Anda mungkin juga menyukai