Anda di halaman 1dari 9

TUGAS BAHASA INDONESIA

PEMBAKUAN BAHASA INDONESIA

Dosen Pengampu:

Yusni Khairul Amri, Dr.M.Pd

Disusun oleh:

Cindy Eka wardani (1902030027)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN MATEMATIKA

MEDAN

2019
KATA PENGANTAR

B
ahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu Republik Indonesiatentu mempunyai
fungsi yang sangat dominan dalam segala aspek kehidupan masyarakat.bagaimana
pun juga Bahasa Indonesia harus tetap dipelajari, dikembangkan, dan dioptimalkan
fungsinya baik bagi masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia.

Belajar bahasa Indonesia berarti juga belajar budaya Indonesia.Oleh karena itu,
harapan besar yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia saat ini ialah mengembalikan bangsa
Indonesia yang mencintai tanah air, bangsa, dan bahasanya sehingga generasi-generasi yang
akan datang adalah generasi-generasi Indonesia yang berbudaya Indonesia.Para pembaca,
khususnya mahasiswa hendaknya mempelajari Bahasa Indonesia dengan sungguh-sungguh
selain juga berkomunikasi secara santun berdasarkan budaya Indonesia.Melalui mata kuliah
Bahasa Indonesia diharapkan tumbuh sikap bangga menggunakan Bahasa Indonesia sehingga
tumbuh pula penghargaan akan pentingnya nilai-nilai yang terkandung dalam Bahasa
Indonesia.

Mata kuliah bahasa Indonesia adalah mata kuliah yang juga diajarkan di berbagai
program studi.Berdasarkan SK Dirjen Dikti No:43/DIKTI/Kep/2006, mata kuliah Bahasa
Indonesia merupakan mata kuliah wajib dalam pengembangan kepribadian.Kenyataan
tersebut hendaknya sudah mampu menyadarkan kita semua bahwa Bahasa Indonesia sangat
penting diberikan agar tidak terlupakan sehingga tidak kehilangan “ruh” penyemangat yang
mampu mendorong mahasiswa tetap bertahan dan gemar berbahasa Indonesia.
PEMBAKUAN BAHASA INDONESIA

A.Pembakuan Bahasa

Ejaan atau tata cara menulis Bahasa Indonesia dengan huruf latin untuk ketiga kali
dilakukan secara resmi pada 1972, setelah berlakunya ejaan van Ophuisen (1901) dan ejaan
Soewandi (1947).Pada 1975 dikeluarkan pedoman Umun Ejaan Yang Disempurnakan yang
menguraikan kaidah ejaan yang baik itu secara terperinci dan lengkap.

Ejaan Van Ophusyen ialah ejaan bahasa Melayu yang diciptakan oleh Ch.A.Van
Ophusyen bersama dengan Engku Nawawi gelar Sultan Makmur dan Muhammad Taib Sutan
Ibrahim pada 1910.Ejaan tersebut termaktub dalam kitab Logat Melayoe.

Beberapa hal penting dari ejaan VanOphusyen, adalah:

1. Huruf [u] ditulis [oe].


2. Apostrof atau koma hamzah [‘] menggantikan huruf [k] pada akhir kata.Contohnya
kata bapak ditulis bapa’.
3. Kata yang berakhiran dengan huruf [a] mendapat akhiran [i], dan diatas akhiran itu
diberi tanda trema [“].
4. Huruf [e] lafal keras diberi tanda[‘].Contoh pada kata emak ditulis dengan ema’.
5. Kata ulang seluruhnya boleh menggunakan angka [2].Sebaliknya, untuk kata ulang
bukan seluruhnya menggunakan tanda [-].
6. Kata majemuk ditulis dengan tiga cara, yaitu:
a. Dirangkai menjadi satu kata, misalnya: saputangan, hulubalang, matahari.
b. Dengan tanda hubung, misalnya: rumah-sakit, batoe-bara.
c. Dipisahkan, misalnya: rumah sakit, anak negeri.

Ejaan Van Ophusyen dan Ejaan Soewandi pada hakikatnya sam.Namun demikian,
keduanya memiliki beberapa perbedaan.Perebedaan tersebut adalah:

1. Huruf [oe] diubah menjadi [u].


2. Tanda trema pada huruf [a] dan [i] dihilangkan.
3. Koma hamzah [‘] diganti dengan [k].Contohnya kata’ menjadi katak
4. Huruf [e] keras dan huruf [e] lemah tidak sama.
5. Penulisan kata ulang dengan dua cara, yaitu dengan tanda hubung dan angka dua
6. Penulisan kata majemuk dengan tiga cara yaitu,
7. Kata yang berasal dari bahasa asing yang tanpa [e] pepet atau [e] lemah, ditulis tidak
dengan [e] lemah.Contoh:[praktik],[traktor] bukan [teraktor], dan lain-lain.

EYD Yang Disempurnakan (EYD) merupakan ejaan yang dihasilkan dari


penyempurnaan ejaan-ejaan sebelumnya.Penggunaan EYD diresmikan oleh Presiden
Soekarno, tanggal 16 Agustus 1972 dihadapan DPR/MPR, yang dikukuhkan dalam bentuk
Surat Keputusan Presiden No.57 Tahun 1972, dan disampaikan secara resmi dalam rangka
peringatan HUT ke-27 Kemerdekaan Indonesia. (Pamungkas, Bahasa Indonesia dalam
Berbagai Perspektif, 2012)
Pembakuan Bahasa atau standardisasi sebagai suatu penetapan norma atau aturan
sebagai acuan bahasa yang dianggap paling baik dalam pemakaian bahasa setelah melalui
berbagai pertimbangan yang logis, etis, efektif dengan tetap mempertimbangkan berbagai hal
seperti: situasi, tempat, mitra bicara, alat, budaya setempat, status penuturnya, waktu dan
lain-lain.Pembakuan bahasa berfungsi sebagai acuan yang dipergunakan untuk
berkomunikasi lisan dan tulisan yang disesuaikan dengan berbagai fungsi bahasa tersebut.

Kajian utama pada pembakuan (standarisasi) bahasa adalah penetapan norma aau
kerangka acuan manakah yang harus dipilih diantara berbagai acuan yang ada dalam berbagai
pertimbangan faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian disebut dengan, kaidah-kaidah
yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai dengan acuan baku bahasa resmi.Pembakuan
(standardisasi) bahasa dengan memedomani penetapan bahasa baku antara lain:

a. Keserasian bahasa yang digunakan dalam komunikasi resmi (tulis dan lisan).
b. Keilmuan bahasa (linguistik) yang menjadi acuan sesuai kesepakatan para pakar
bahasa (pada bidang: administrasi, sain, teknologi, ilmu pengetahuan, dan peraturan
perundang-undangan).
c. Kesastraan bahasa yang digunakan dalam berbagai kajian sastra.

Sejalan dengan topik yang dipaparkan di atas kajian pembakuan bahasa selalau dikait
dengan masalah yang sengat esensial seperti:a) dasar kekuatan hukum tetap tentang bahasa
resmi di Indonesia b)pengkajian bahasa baku yang dilakukan secara kontinu yang disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat pemakai,c) kebijaksanaan pemerintah dengan bahasa baku
yang dapat dijadikan acuan, d) perencanaan bahasa yang dijadikan acuan sesuai
perkembangan administrasi, iptek, dan kebutuhan istlah, agar jangan terjadi kerancuan
pemakaian bahasa, dengan adanya perencanaan bahasa ditetapkan ragam bahasa baku dan
resmi kenegaraan,e) pembentukan pusat penelitian dan pengkajian (puslit) bahasa yang
berfungsi sebagai pembinaan dan pengembangan atau pusat-pusat bahasa (pusba) di setiap
daerah sehingga dapat menampung seluruh bahasa, sebagai upaya pembakuan bahasa. (Amri,
2015)

B. Bahasa Baku

Ragam bahasa orang yang berpendidikan, yakni bahasa dunia pendidikan, merupakan
pokok yang sudah agak banyak ditelan orang.Ragam itu juga mengandung kaidah-kaidah
paling lengkap jika dibandingkan dengan ragam bahasa yang lain.Ragam itu tidak saja
ditelaah dan diucapkan, tetapi juga diajarkan di sekolah.Apa yang dahulu disebut bahasa
Melayu Tinggi dikenal juga sebagai bahasa sekolah.Sejarah umum perkembangan bahasa
menunjukkan bahwa ragam itu memperoleh gengsi dan wibawa yang tinggi karena ragam itu
juga yang dipakai oleh kaum yang berpendidikan dan yang kemudian dapat menjadi pemuka
di berbagai bidang kehidupan yang penting.Pejabat pemerintah, hakim, pengacara, perwira,
sastrawan, pemimpin perusahaan, wartawan, guru, generasi demi generasi terlatih dalam
ragam sekolah itu.Ragam itulah yang dijadikan tolak ukur bagi pemakaian bahasa yang
benar.
Ragam Bahasa standar memiliki sifat kemantapan dinamis, yang berupa kaidah atau
aturan yang tetap.Buku atau standar tidak dapat berubah setiap saat.Kaidah pembentukan kata
yang menerbitkan bentuk parasa dan perumus dengan taat asas harus dapat menghasilkan
bentuk perajin dan bukan pengrajin dan pengrusak dan masih banyal hal-hal lain yang perlu
mendapatkan perhatian. (Pamungkas, Bahasa Indonesia dalam Berbagai Perspektif, 2012)

Bahasa baku adalah bahasa resmi yang menjadi kerangka acuan dalam berkomunikasi
secara lisan dan tulisan (administrasi, lembaga pemerintahan), yang memiliki nilai
komunikatif yang tinggi, yang digunakan dalam kepentingan nasional, dalam situasi resmi
atau dalam lingkungan resmi dan pergaulan sopan yang terkait oleh tulisan baku, ejaan buku,
serta lafal baku.Ragam bahasa baku ini merupakan ragam yang diakui oleh lembaga negara
dan masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan dijadikan sebagai kerangka norma
bahasa Indonesia.

Bahasa Baku dapat dijadikan sebagai kerangka acuan ragam bahasa baku harus
memiliki 3 unsur seperti:pemantapan dan kedinamisan, kerasionalan, serta keragaman.

1. Kemantapan dan Kedinamisan


Kemantapan memiliki makna yang cukup luas hal itu menyangkut pada norma-norma
yang dijadikan acuan ini mengandung kefleksibelan sehingga dapat menyesuaikan diri pada
kebutuhan bahasa itu sendiri, sehingga dapat bertahan atas masuknya unsur bahasa daerah
dan unsur bahasa asing.Jadi, kemantapan artinya kemampuan bahasa menyesuaikan atau
ketaatan dengan aturan-aturan yang menjadi kaidah bahasa .
Contoh pada kata:

Contoh Kata Bentuk Kata Makna Kata

1. Pengajar orang yang mengajar


2. Pelajar orang yang belajar
3. Mengajar Proses belajar mengajar

Penggunaan kata-kata akan berbeda dari sudut pandang bahasa dari persfektif kalian
bahasa, kalau masuk dari kata dasar bahasa tersebut akan berbeda pada seperti kata dasar di
atas seperti: kata ajar, dan belajar, dalam pengkajiannya akan berbeda pula makna bila
dikembangkan karena kedua kata tersebut berbeda pada kajian morfologi.Jadi, kemantapan
dan kedinamisan bahasa pada penggunaannya membutuhkan pengkajian khusus dari para
linguis.

2. Kerasionalan
Bahasa Indonesia dalam pengembangan pengkajian serta pemakaiannya banyak
menggunakan logika ilmiah dan kerasionalan.Logika dan nasionalitas akan menjadikan
bahasa Indonesia fleksibel dan luwes sehingga bahasa tersebut dapat berthan dan akhirnya
menjadikan bahasa Indonesia menjadi ragam yang baku.Ragam bahsa baku akan bertahan
bila luwes dan dapat digunakan pada kegiatan formal, informal, dan kegiatan nonformal oleh
berbagai kalangan di berbagai tempat.
Penggunaan bahasa secara rasional maupun menyampaikan pesan kepada pendengar
tanpa adanya interpretatif makna antara penutur dengan mitra tutur sehingga, tidak terjadi
kesalahpahaman dalam menerima makna pesan.Jadi, penggunaan bahasa baku memberikan
dampak pemakaian pada rasionalitas yang sistematis dengan menggunakan penalaran yang
teratur:
Contoh kalimat yang tidak rasional
 Berbulan madu diatas pelangi.
 Kita akan membangun istana di atas awan.

3.Penyeragaman

Pembakuan bahasa Indonesia berarti perlu dilakukan penyeragaman bahasa, hal ini

bermaksud agar ada satu bentuk bahasa baku yang menjadi acuan.Penyeragaman
bahasa yang dimaksudkan adalah penyeragaman bidang ejaan, pemakaian tanda baca
(pungtuasi), dan penyeragaman istilah, sebagai upaya pencarian atau penentuan titik-
titik keseragaman. (Amri, 2015)

C.Fungsi Bahasa Baku

Bahasa baku mendukung empat fungsi,Tiga di antaranya bersifat pelambang atau


simbol sedangkan yang satu bersifat objektif.Masing-masing diberi nama (1) fungsi
pemersatu; (2) fungsi pemberi kekhasan; (3) fungsi pembawa kewibawaan; dan (4) fungsi
sebagai kerangka acuan.

Bahasa baku menghubungkan semua penutur berbagai bahada dialek itu.Dengan


demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu msyarakat bahasa dan
meningkatkan proses identifikasi penutur.

Fungsi pemberi khasan yang diemban oleh bahasa baku membedakan bahasa itu dan
bahsa yang lain.Fungsi tersebut, mempu memperkuat perasaan kepribadian nasional
masyarakat bahasa yang bersangkuta.

Pemilihan bahasa baku membawa serta wibawa dan prestise.Fungsi pembawa wibawa
betrsangkutan dengan usaha orang untuk mencapai ke kesedejaratan dengan peradban lain
yang dikagumi lewat pemerolehan bahasa baku sendiri. (Pamungkas, Bahasa Indonesia dalam
Berbagai Perspektif, 2012)

Bahasa yang dapat diartikan sebagai suatu sistem lambang bunyi mana suka, yang
diperguankan oleh masyarakat untk bekerja sma, berinteraksi, dan mengidentifikasi
diri.Bahasa sebagai alat utama untuk bisa menjalin komuniksidengan seseorang secara lisan
maupun tulisan.

Kemampuan menggunakan bahasa yang biasanya dipergunakan oleh kalangan orang


berpendidikan, karena bahasa ilmiah yang memiliki kaidah-kaidah kebahasaan yang paling
lengkap dibandingkan dengan ragam bahasa lain jadi keterampilan menggunakan dan
menguasai merupakan hal yang penting untuk dimiliki oleh orang yang
berpendidikan.Karena, bahasa baku merupakan dasar ukuran yang dijadikan standar dalam
ragam bahasa resmi yang memiliki tujuan atau fungsi tertentu.Ada empat fungsi bahasa baku
menurut pendapat alwi tiga diantaranya bersifat pelambang atau simbolik, sedangkan yang
atu satu bersifat objektif:(1) fungsi pemersatu, (2) fungsi pemberi kekhasan, (3) fungsi
pembawaan kewibawaan, dan (4) fungsi sebagai kerangka acuan.

Rahayu (2007;20) berpendapat, bahasa baku didukung oleh empat fungsi, yaitu
sebagai berikut:

1.Sebagai alat pemersatu,yaitu mempersatukan berbagai dialek bahasa.

2.Sebagai ciri khas, yaitu yang membedakannya dengan bahasa-bahasa lainnya.

3.Sebagai penambah wibawa, yaitu pencapaian kesederajatan dengan beradaban lain.

4.Sebagai kerangka acuan, yaitu penggunaan norma atau kaidah yang jelas.

Selain berfungsi sebagai bahasa nasional, bahasa negara, dan bahsa resmi, bahasa
baku mempunyai fungsi lain.Gravin dan Mathint menjelaskan bahwa bahasa baku bersifat
sosial politik, yaitu fungsi pemersatu, fungsi pemisa, fungsi harga diri, dan fungsi kerangka
acuan.Alwi(2003:15) menjelaskan bahwa bahasa baku mendukung empat fungsi, tiga
diantaranya bersifat pelambang atau simbol, sedangkan yang satu lagi bersifat objektif.

Penggunaa bahasa baku merupakan ragam bahasa yang secara sosial lebih
digandrungi dan berdasarkan sesuai dengan bahasa orang-orang yang berpendidikan dalam
suatu masyarakat.Bahasa inilah yang dijadikan standar atau ukuran dalam penggunaan bahasa
baku atau bahasa formal.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penguasaan bahasa baku, yaitu:
a)ciri-ciri bahasa baku,b)fungsi bahasa baku,dan c) penulisan bahasa baku. (Amri, 2015).

D. Ragam Bahasa Formal

Bahasa Indonesia, seperti halnya bahasa-bahasa lain di dunia, digunakan dalam situasi
formal maupun informal.Bahasa Indonesia yang digunakan dalam situasi formal, misalnya
dalam situasi resmi, seperti dalam pidato kenegaraan, kegiatan belajar mengejar, surat-surat
resmi, dan sebagainya.

Bahasa formal menurut Nauscha,dkk.(2009:13) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Menggunakan unsur gramatikal secara eksplisit dan konsisten


2. Menggunakan imbuhan secara lengkap
3. Menggunakan kata ganti resmi
4. Menggunakan kata baku
5. Menggunakan EYD
6. Menghindari unsur kedaerahan
Berdasarkan kriteria di atas jelas bahwa ragam bahasa formal mempunyai spesifikasi
atau standardisasi dalam pemakaiannya.Ragam bahasa tersebut bisanya digunakan dalam
ranah keilmuan (ranah pendidikan) yang juga wajib diajarkan di sekolah-sekolah.

Mengutip pendapat Nauscha,dkk.(2009:13) bahasa keilmuwan memiliki sifat:

(1) Kemantapan dinamis, yang berupa kaidah atau aturan yang tetap.Pengertian baku dan
standar tentu tidak dapat diubah setiap saat atau atas kemauan pemakaian.Namun,
kemantapan atau ketetapan tidak bersikap kaku, tetapi bersifat cukup luwes sehingga
memungkinkan perubahan yang tersistem dan teratur di bidang kosakata peristilahan, serta
memungkinkan perkembangan beraneka ragam yang diperlukan dalam perkembangan
modern; (2) wacana teknis;(3) pembicaraan didepan umum;(4) pembicaraan dengan orang
yang terhormat.Merujuk pada pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa dalam situasi resnki
dalam konteks komunikasi pun ada bagian tertentu yang mengharuskan kita menggunakan
bahasa resmi, misalkan ketika berdialog dengan atasan, guru/dosen kita, atau orang yang
belum dikenal. (Pamungkas, Bahasa Indonesia dalam Berbagai Perspektif, 2012).

E. Ciri-ciri bahasa baku

Bahasa baku bercirikan tiga sifat, yaitu memiliki kemantapan dinamis, yang berupa
kaidah dan aturan yang tetap, bersifat kecendikian, dan penyeragaman kaidah (dan bukan
penyamaan ragam bahasa). (Amri, 2015).

F.Ragam Bahasa Nonformal

Ragam bahasa nonformal mempunyai pengertian sebagai ragam bahasa yang


digunakan dalam situaso nonformal (tidak resmi).Ragam ini biasanya digunakan dalam
situasi santai dan penuh keakraban.

Bahasa nonformal mempunyai sifat yang khas, yaitu:

1. Kalimat yang digunakan adalah kalimat-kalimat sederhana (kalimat tak lengkap),


yang tidak terhubung oleh aturan harus berpola SP, SPO, SPOK dan
seterusnya.Misalkan, ”sudah makan?”.Kalimat hanya terdiri atas predikat.Namun,
bentuk tersebut sangat lazim dipakai dalam interaksi sehari-hari dengan orang yang
sudah akrab.
2. Subjek jarang dimunculkan (diimplisitkan).Misalnya,”Mau kemana?”
3. Kaliamat pertanyaan seperti tersebut diatas berdasarkan ragam bahasa formal (baku)
seharusnya diawali dengan subjek.Namun demikian, subjek pada konteks di atas
dihilangkan karena orang yang diajak berbicara dianggap sudah mengetahui siapa
yang dimaksudkan sipembicara.
4. Menggunakan kata-katayang lazim dipakai sehari-hari (kata-kata atau diksi ragam
nonformal).Misalnya, “Ia bilang kalau ke kutoarjo”.Kata bilang dan mau merupakan
bentuk kata yang tidak lazimdipakai dalam bahasa formal (resmi, baku), tetapi sangat
lazim dalam bahasa nonformal.
Penggunaan bahasa nonformal mau tidak mau memberikan akibat “kurang baik”
dalam perkembangan bahasa Indonesia.Penggunaan bahasa nonformal akhirnya
menimbulkan variasi-variasi bahasa berdasarkan pemakainya. (Pamungkas, Bahasa Indonesia
dalam Berbagai Perspektif, 2012).

G. Penulisan Bahasa Baku

Penulisan bahasa baku merupakan suatu tata cara pembentukan suatu hal yang sangat
penting dipahami untuk dapat menguasai bahasa baku.Menurut pendapat Agustin dkk
(2006:246) penulisan kata/bahasa baku terdiri dari:

1) Penulisan kata dasar, yaitu kata yang belum diberi imbuhan atau belum
mengalami proses morfologi, dirulis sebagai satu kesatuan, terlepas dari kesatuan
lainnya.Contoh : kita semua anak Indonesia,
2) Penulisan kata berimbuhan, yaitu kata yang dibentuk dari kata dasar, dengan
imbuhan (awalan, sisipan, akhiran), contoh:membangun,
3) Penulisan kata gabung, yaitu bentuk yang terdiri dari du buah kata atau
lebih.Contoh: kantor pos,
4) Penulisan kata bidang yaitu, sebuah bentuk sebagaimana hasil dari mengulang
sebuah kata dasar atau bentuk dasar, contoh : sayur mayur,
5) Penulisan kata singkatan, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:a) hanya
menuliskan dan mengucapkan huruf pertama saja,b) hanya menuliskan beberapa
huruf saja diberi kata yang singkat,c) hanya menuliskan suku kata tertentu dari
kata atau unsur-unsur kata yang disingkat. (Amri, 2015).

H. Sumber Bacaan/Rujukan Pengayaan

1. Hasil-hasil kongres bahasa Indonesia pada Era Globalisasi: Kedudukan, Fungsi,


Pembinaan, dan Pengembangan oleh Masnur Muslich.
2. EYD Diterbitkan oleh LIMAS tahun 2011. (Pamungkas, Bahasa Indonesia dalam
Berbagai Perspektif, 2012).

Anda mungkin juga menyukai