Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

MENELAAH PENULISAN SESUAI DENGAN EJAAN YANG

DISEMPURNAKAN

Disusun Oleh :

Nama : 1. Anisa Dwi Putri Barus (0206232125)

: 2. Muhammad Ferdiwansyah (0206232127)

: 3. Iqbal Harry Wibowo (0206232124)

: 4. Nayla Nazmi Fazira (0206232128)

: 5. M. Fahmi Aulia Saragih Turnip (0206232131)

Fakultas : Syariah dan Hukum

Prodi : Hukum

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

TAHUN AJARAN 2023


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi baik secara lisan maupun

secara tulisan. Fungsi bahasa adalah suatu alat untuk mengungkapkan suartau

suatu ide lewat pemikiran, perasaan, dan kemauan yang murni manusiawi dan

tidak instingtif, dengan pertolongan sistem lambanglambang yang diciptakan

dengan sengaja. (Abdul Chaer, 2002: 84) Penyampaian informasi atau pesan

tersebut tentunya dengan menggunakan kalimat. Maka dari itu, agar pesan yang

disampaikan oleh penutur dapat diterima oleh audien hendaknya perlu

memperhatikan penyusunan kalimat efektif, dan penggunaan ejaan atau tanda

baca yang benar. Ragam bahasa tulis adalah ragam bahasa yang digunakan

melalui media tulis, tidak terkait ruang dan waktu sehingga diperlukan

kelengkapan struktur sampai pada sasaran secara visual atau bahasa yang

dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya.

Pada setiap kegiatan yang dilakukan manusia dan gerak manusia sebagai

makhluk yang berbudaya dan masyarakat, tidak pernah lepas dari bahasa. Tidak

ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa. Salah satu kegiatan

manusia yang setiap hari dilakukan adalah berkomunikasi. Dalam

berkomunikasi, bahasa memiliki peranan penting untuk menyampaikan berita.

Bahasa merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan

bermasyarakat. Adanya bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi. Sebagai


mahasiswa tentu pembuatan berbagai karya tulis ilmiah tentu sering di hadapi

selama masa pendidikan. Maka dari itu, diperlukan sarana yang dapat dijadikan

pedoman dalam mendukung pembuatan karya tulis ilmiah yaitu ragam baku

tulis. Ragam baku adalah ragam yang dikembagakan dan diakui oleh warga

masyarakat yang memakainya sebagai menjadi bahasa resmi dan sebagai

pedoman bahasa dalam pengunaannya. Oleh karena itu, penulisan karya-karya

ilmiah menggunakan ragam baku tulis sebagai standar penulisannya. Istilah

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) sudah tidak asing lagi didebgar dikalangan

para pelajar. Pedoman EYD adalah pedoman ejaan bahasa Indonesia yang telah

di berlakukan sejak tahun 1972. Namun, pada tahun 26 November 2015,

eksistensi EYD sudah digantikan menjadi Pedoman Umum Ejaan Bahasa 161

Indonesia (PUEBI) sesuai dengan Permendikbud) RI Nomor 50 Tahun 2015

tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Meskipun perubahan ini

sudah berjalan selama beberapa tahun, masih saja banyak masyarakat yang

belum mengetahui adanya perubahan pedoman baru dalam penulisan ejaan

bahasa Indonesia ini. Latar belakang yang membelakangi terjadinya perubahan

dalam pedoman EYD menjadi PUEBI adalah karena adanya kemajuan teknologi

dan pendidikan seiring dengan kemajuan zaman dan untuk memantapkan fungsi

dari bahasa Indonesia itu sendiri. Atas dasar itu, PUEBI dihadirkan sebagai

wujud kemajuan bahasa Indonesia yang lebih lengkap. Perubahan isi yang

termuat dalam PUEBI adalah penggunaan huruf, pengunaan kata, penggunaan

tanda baca, serta penggunaan kata serapan.

Suatu kesalahan besar jika kita menganggap bahwa persoalan dalam

pemilihan kata adalah suatu persoalan yang sederhana, tidak perlu dibicarakan
atau dipelajari karena akan terjadi dengan sendirinya secara wajar pada diri

manusia. Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita menjumpai orang-orang

yang sangat sulit mengungkapkan maksud atau segala sesuatu yang ada dalam

pikirannya dan sedikit sekali variasi bahasanya. Kita pun juga menjumpai

orangorang yang boros sekali dalam memakai perbendaharaan katanya, namun

tidak memiliki makna yang begitu berarti. Oleh karena itu agar tidak terseret ke

dalam dua hal tersebut, kita harus mengetahui betapa pentingnya peranan kata

dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi

perubahan ejaan bahasa Indonesia ini. Pertama, dampak kemajuan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni yang telah menyebabkan penggunaan bahasa

Indonesia dalam berbagai ranah pemakaian, baik secara tulis maupun tulisan,

menjadi semakin luas. Hal ini membuat diperlukannya perubahan pada ejaan

bahasa Indonesia. Kedua, perlunya menyempurnakan PUEBI untuk

memantapkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara juga menjadi

alasan dilakukannya perubahan.

Di dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia, terjadi beberapa kali

perubahan ejaan. Ejaan di Indonesia diawali dengan Ejaan Van Ophuijsen

(1901). Pada 19 Maret 1947, Ejaan Van Ophuijsen digantikan dengan Ejaan

Soewandi/Republik. Pada akhir 1959, dirumuskan Ejaan Melayu-Indonesia

(Melindo). Namun, ejaan itu tidak sempat diresmikan oleh pemerintah karena

keadaan politik di Indonesia yang sedang kacau. Kemudian, pada 16 Agustus

1972, berlakulah Ejaan yang Disempurnakan (EYD) berdasarkan Keputusan

Presiden No. 57.Tahun 1972. Sesuai dengan namanya, EYD beberapa kali

mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan


Kebudayaan Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Menteri No.

054a/U/1987 tentang Penyempurnaan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia

yang Disempurnakan”. Selain itu, Menteri Pendidikan Nasional juga

mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009

tentang “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.

Selanjutnya, pada 26 November 2015 lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

RI, Anies Baswedan, menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan RI No. 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa

Indonesia. Berdasarkan ketetapan tersebut, Badan Pengembangan dan

Pembinaan Bahasa Indonesia merilis Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia

(PUEBI) sebagai pengganti EYD. Dengan disahkannya ketetapan itu, nama

ejaan yang berlaku di Indonesia bukan lagi EYD, melainkan PUEBI. Perubahan

nama EYD menjadi PUEBI ini, menurut Kepala Bidang Pemasyarakat Badan

Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia, Drs. Mustakim, M.Hum.,

dilakukan karena banyaknya kritik yang muncul dari masyarakat mengenai

nama EYD.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Cara Menelaah Ejaan Yang Disempurnakan?

2. Kaidah EYD ?

C. Tinjauan Pustaka

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010) dinyatakan bahwa ejaan

adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi dalam bentuk huruf

serta penggunaan tanda baca dalam tataran wacana. Adapun menurut “Kamus
Besar Bahasa Indonesia IV Daring” (2016), ejaan adalah kaidah cara

menggambarkan bunyi (kata, kalimat, dsb.) dalam bentuk tulisan (hurufhuruf)

serta penggunaan tanda baca. Senada dengan definisi-definisi tersebut, menurut

Alex dan Achmad (2010), ejaan adalah keseluruhan peraturan melambangkan

bunyi ujaran, pemisahan dan penggabungan kata, penulisan kata, huruf, dan

tanda baca. Adapun menurut Wijayanti (2013), ejaan adalah kaidah cara

menggambarkan/melambangkan bunyi-bunyi ujaran (kata, kalimat, dan

sebagainya) dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan

dan penggabungannya dalam suatu bahasa). Jadi, yang dimaksud dengan ejaan

adalah keseluruhan peraturan pelambangan bunyi ujaran, penggabungan atau

pemisahan kata, penulisan kata, penggunaan lambang bilangan, dan pemakaian

tanda baca. Pengertian kata ejaan berbeda dari mengeja. Mengeja adalah

kegiatan melafalkan huruf, suku kata atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu

sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekadar masalah pelafalan. Ejaan

mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa dengan menuliskan huruf, kata,

dan tanda baca sebagai sarananya. Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi

oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam

bahasa tulis. Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan

makna. Berdasarkan konsepsi ejaan tersebut, cakupan bahasan ejaan meliputi (1)

pemakaian huruf vokal dan konsonan, huruf kapital dan kursif, (2) penulisan dan

bentukan kata, (3) penulisan unsur serapan, afiksasi, dan kata asing, dan (4)

penempatan dan pemakaian tanda baca. Semua aspek tersebut ditata dalam

kaidah ejaan yang disebut Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)

sejak tahun 1972.


D. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan berupa penelitan hukum normatif dengan

metode pendekatan yuridis normatif yang menitkberatkan penggunaan bahan

atau materi penelitan dengan data kepustakaan. Penelitan ini juga menggunakan

pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Penelitan ini

termasuk penelitian deskriptf analitis yaitu penelitan yang menggabarkan dan

menganalisis permasalahan yang berhubungan dengan EYD dan PUEBI. Dalam

penelitan ini, perolehan data dilakukan melalui tahapan studi kepustkaan dengan

menggunakan data sekunder, yaitu mencoba untuk menemukan undang-undang,

jurnaljurnal, dan teori-teori serta penemuan yang berhubungan erat dengan

pokok permasalahan yang akan menganalisis terkait perubahan EYD dan

PUEBI.

Penelitian ini dilakukan dengan metode kepustakaan dan metode komparatif.

Tujuan dari penelitian komparatif ialah untuk menemukan persamaan-persamaan

dan/atau perbedaanperbedaan dari dua(atau lebih) objek. Penelitian seperti ini

bisa juga dilakukan pada sebuah objek, tetapi dalam kurun waktu berbeda.

Adapun, seperti telah disebutkan di atas, objek yang akan dianalisis dalam

penelitian ini ialah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Menelaah Ejaan Yang Disempurnakan

a. Pengertian dan Ejaan Yang Disempurnakan

EYD (Ejaan yang Disempurnakan) adalah tata bahasa dalam Bahasa

Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai

dari pemakaian dan penulisan huruf capital dan huruf miring, serta penulisan

unsur serapan. EYD disini diartikan sebagai tata bahasa yang

disempurnakan. Dalam penulisan karya ilmiah perlu adanya aturan tata

bahasa yang menyempurnakan sebuah karya tulis. Karena dalam sebuah

karya tulis memerlukan tingkat kesempurnaan yang mendetail. Singkatnya

EYD digunakan untuk membuat tulisan dengan cara yang baik dan benar.

Ejaan bahasa Indonesia yang berlaku dari tahun 1972 hingga 2015

menggantikan Ejaan Baru, serta kembali berlaku sejak tahun 2022

menggantikan Ejaan Bahasa Indonesia.[1] Ejaan ini menggantikan Ejaan

Republik atau Ejaan Soewandi pada tahun 1972 dan Ejaan Bahasa

Indonesia (EBI) pada tahun 2022. EYD pertama kali diberlakukan dan
diresmikan pada tanggal 26 Agustus 1972. Pemberlakuan pemakaian EYD

diperkuat dengan keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972. Ejaan ini

sempat digantikan oleh Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) sejak tahun 2015

hingga bulan Agustus 2022, ketika istilah "Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan" kembali digunakan.

Sebagaimana yang temuat dalam Surat Keputusan Presiden no. 57

tanggal 16 Agustus 1972 pengertian ejaan yang disempurnakan (EYD)

adalah ejaan dalam penulisan kata-kata/kalimat dalam Bahasa Indonesia.

EYD adalah aturan dasar atau pedoman ejaan dalam bahasa Indonesia yang

pernah digunakan di Indonesia. Sebelum menggunakan EYD, negara kita

sempat menggunakan berbagai pedoman ejaan salah satunya adalah ejaan

Suwandi Sejak diberlakukannya EYD ada beberapa penulisan huruf dalam

ejaan Suwandi yang diubah seperti :

• J menjadi Y

• Dj menjadi j

• Nj menjadi ‘Ny

• Ch menjadi Kh

• Tj menjadi C

• Sj menjadi Sy

b. Fungsi Ejaan Yang Disempurnakan


Ejaan tidak hanya digunakan untuk menulis suatu kata/kalimat dengan

benar tetapi juga memiliki fungsi yang cukup penting dalam penulisan

Bahasa Indonesia. Adanya fungsi ejaan yaitu:

• Sebagai pembakuan dalam membuat tata bahasa.

• Pemilihan kosa kata serta istilah menjadi lebih baku.

• Sebagai penyaring unsur bahasa asing ke Bahasa Indonesia sehingga tidak

menghilangkan makna aslinya.

• Membantu mencerna informasi dengan lebih cepat dan mudah, karena

penulisan bahasa yang teratur. Dalam ejaan, terdapat beberapa aturan yang

digunakan dalam mengatur huruf abjad, huruf vokal, huruf konsonan, huruf

diftong, gabungan huruf konsonan, huruf kapital, huruf miring, dan huruf

tebal.

Perubahan penggunaan EYD menjadi PUEBI telah ditetapkan dalam

Peraturan Menteri dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 50 Tahun

2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Adapun latar

belakang yang membelakangi perubahan ini antara lain :

1. Adanya Kemajuan dalam Berbagai Ilmu Kemajuan yang terjadi dalam

Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, membuat penggunaan bahasa

Indonesia semakin meluas baik secara tulisan maupun lisan.

2. Memantapkan Fungsi Bahasa Indonesia Ejaan dalam bahasa Indonesia

perlu disempurnakan untuk memantapkan fungsi bahasa Indonesia sebagai

bahasa kesatuan.
Perubahan ejaan yang terjadi tidak mengubah keseluruhan isi dari EYD.

Perbedaan yang mendasar dari perubahan EYD dengan PUEBI yaitu :

1. Penambahan huruf vokal diftong ei, dalam EYD hanya ada tiga yaitu ai,

au, dan ao.

2. Pada PUEBI huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur nama

orang, termasuk julukan sedangkan EYD hanya penulisan nama orang tidak

dengan julukan.

3. Pada PUEBI huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang

sudah ditulis miring sedangkan pada EYD tidak dipakai

4. Pada PUEBI partikel pun tetap ditulis terpisah, kecuali mengikuti unsur

kata penghubung, maka ditulis serangkai sedangkan dalam EYD partikel

yang sudah lazim ditulis serangkai.

5. Pada PUEBI penggunaan bilangan sebagai unsur nama geografi ditulis

dengan huruf, sesangkan pada EYD tidak diatur

6. Penggunaan titik koma (;) pada EYD digunakan tanpa penggunaan kata

dan, sedangkan dalam PUEBI penggunaan titik koma (;) tetap menggunakan

kata dan.

7. Penggunaan tanda titik koma (;) pada PUEBI dipakai pada akhir perincian

berupa klausa, sedangkan pada EYD tidak diatur

8. Penggunaan tanda hubung (-) pada PUEBI tidak dipakai di antara huruf

dan angka, jika angka tersebut melambangkan jumlah huruf, sedangkan pada

EYD tidak diatur


9. Tanda hubung (-) pada PUEBI digunakan untuk menandai bentuk terikat

yang menjadi objek bahasan, sedangkan pada EYD tidak diatur.

10. Penggunaan tanda kurung [( )] dalam perincian pada EYD hanya

digunakan pada perincian ke kanan atau dalam paragraf, tidak dalam

perincian ke bawah, sedangkan pada PUEBI tidak.

11. Penggunaan tanda elipsis ( … ) dalam EYD dipakai dalam kalimat yang

terputus-putus, sedangkan dalam PUEBI tanda elipsis digunakan untuk

menulis ujaran. Perubahan dalam pedoman EYD ke PUEBI berupa

penambahan, penghilangan, pengubahan, dan pemindahan klausul. Jumlah

yang tercatat dalam perubahan tersebut adalah 20 penambahan, 10

penghilangan, 4 pengubahan, dan 2 pemindahan.

Terdapat 20 penambahan klausul:

1) Penambahan informasi pelafaan penggunaan diakritik é dan è.

2) Penambahan keterangan: Huruf x pada posisi awal kata diucapkan

3) Penambahan diftong “ei”, misalnya pada kata “survei”.

4) Penambahan penjelasan unsur nama orang, yaitu yang termasuk julukan

ditulis dengan huruf kapital, misalnya: Jenderal Kancil dan Dewa Pedang.

5) Penambahan penjelasan unsur nama orang yang bermakna „anak dari‟

(seperti bin, binti, boru, dan van) tidak ditulis dengan huruf kapital.

6) Penambahan cara pembedaan unsur nama geografi yang menjadi bagian

nama diri dan nama jenis.

7) Penambahan contoh gelar lokal, misalnya daeng, datuk, dan tubagus.


8) Penambahan penjelasan penulisan kata atau ungkapan lain yang

digunakan sebagai penyapaan ditulis dengan huruf kapital, misalnya: “Hai,

Kutu Buku, sedang menulis apa?”

9) Penambahan catatan bahwa nama diri dalam bahasa daerah atau bahasa

asing tidak perlu ditulis dengan huruf miring.

10) Penambahan klausul “Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian

tulisan yang sudah ditulis dengan huruf miring”.

11) Penambahan contoh bagian karangan yang ditulis dengan huruf tebal.

12) Penambahan catatan pada butir : Imbuhan yang diserap dari unsur asing,

seperti -isme, - man, -wan, atau -wi, ditulis serangkai dengan bentuk

dasarnya.

13) Penambahan klausul “Singkatan nama diri dan gelar yang terdiri atas dua

huruf atau lebih tidak dipenggal”. Selain itu juga ditambahkan contoh dan

catatan.

14) Penambahan keterangan “Partikel pun yang merupakan unsur kata

penghubung ditulis serangkai” dan dilengkapi pula dengan contoh

pemakaiannya dalam kalimat.

15) Penambahan klausul “Bilangan yang digunakan sebagai unsur nama

geografi ditulis dengan huruf”, misalnya Kelapadua, Simpanglima, dan

Tigaraksa.

16) Penambahan klausul penggunaan tanda hubung antara (1) kata dengan

kata ganti Tuhan, (2) huruf dan angka, dan (3) kata ganti dengan singkatan.
17) Penambahan klausul “Tanda hubung digunakan untuk menandai bentuk

terikat yang menjadi objek bahasan. Misalnya: Kata pasca- berasal dari

bahasa Sanskerta. Akhiran - isasi pada kata betonisasi sebaiknya diubah

menjadi pembetonan”.

18) Penambahan klausul “Tanda petik dipakai untuk mengapit judul sajak,

lagu, film, sinetron, artikel, naskah, atau bab buku yang dipakai dalam

kalimat”.

19) Penambahan klausul pada pemakaian garis miring miring pada PUEBI

ialah “Tanda garis miring dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau

kelompok kata sebagai koreksi atau pengurangan atas kesalahan atau

kelebihan di dalam naskah asli yang ditulis orang lain”.

20) Penambahan atau pendetailan banyak unsur serapan dari bahasa Arab.

Terdapat 10 pengurangan/penghilangan:

1) Penghilangan keterangan: * Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.

2) Catatan pada bagian “Gabungan Huruf Konsonan” EYD yang

menyatakan bahwa “Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain

ditulis sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, kecuali

jika ada pertimbangan khusus” dihilangkan.

3) Penghilangan klausul “Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada

kata, seperti keterangan, catatan, dan misalnya yang didahului oleh

pernyataan lengkap dan diikuti oleh paparan yang berkaitan dengan

pernyataan lengkap itu.


4) Penghilangan bagian 3c, yaitu klausul “Ungkapan asing yang telah

diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata

Indonesia.

5) Penghilangan klausul bahwa bukan huruf tebal yang dipakai untuk

menegaskan, melainkan huruf miring.

6) Penghilangan klausul penggunaan huruf tebal dalam kamus.

7) Penghilangan bagian B.1.b, yaitu klausul “Imbuhan dirangkaikan dengan

tanda hubung jika ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata dasar yang

bukan bahasa Indonesia.

8) Penghilangan klausul “Bentuk-bentuk terikat dari bahasa asing yang

diserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti pro, kontra, dan anti, dapat

digunakan sebagai bentuk dasar.

9) Penghilangan klausul “Kata tak sebagai unsur gabungan dalam

peristilahan ditulis serangkai dengan bentuk dasar yang mengikutinya, tetapi

ditulis terpisah jika diikuti oleh bentuk berimbuhan.

10) Penghilangan klausul “Kata ganti itu (-ku, -mu, dan –nya) dirangkaikan

dengan tanda hubung apabila digabung dengan bentuk yang berupa

singkatan atau kata yang diawali dengan huruf kapital”.

Terdapat 4 perubahan:

1) Perubahan “bukan bahasa Indonesia” menjadi “dalam bahasa daerah atau

bahasa asing” ditulis dengan huruf miring.


2) Pada Bag II.F. terdapat perubahan judul. Jika pada EYD, judul pada

bagian ini ialah “Kata Depan di, ke, dan dari”, pada PUEBI judulnya diubah

menjadi “Kata Depan”

3) Perubahan klausul “Tanda hubung- dipakai untuk merangkai unsur bahasa

Indonesia dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing” dari hanya “bahasa

asing” pada EYD, misalnya “di-sowan-i.

4) Perubahan klausul “Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang

memerinci satu urutan keterangan” menjadi “Tanda kurung dipakai untuk

mengapit huruf atau angka yang digunakan sebagai penanda pemerincian”.

Terdapat 2 pemindahan:

1) Pemindahan bagian B.2. yaitu klausul “Jika bentuk dasarnya berupa

gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang

langsung mengikuti atau mendahuluinya” ke bagian D.3. (Gabungan Kata).

2) Pemindahan bagian B.3. yaitu klausul “ Jika bentuk dasar yang berupa

gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata

itu ditulis serangkai” ke bagian D.4. (Gabungan Kata).

Akronim

adalah kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata, atau

bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar. Misal rudal

untuk peluru kendali (KBBI Edisi Ketiga). Perihal akronim dalam perspektif

ilmu bahasa dan aplikasinya dalam teknologi informasi telah dijelaskan oleh

Zahariev.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online kependekan yang

berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan

dilafalkan sebagai kata yang wajar (misal mayjen mayor jenderal, rudal

peluru kendali, dan sidak inspeksi mendadak). Akronim terlalu pendek

kurang disukai karena berisiko ditemui akronim yang sama tetapi berbeda

makna. Sebaliknya, akronim yang terlalu panjang dapat merepotkan.

Kesesuaian dengan kata-kata atau makna yang diwakili merupakan hal

penting, di samping perlunya akronim itu mudah diucapkan. Konflik

pengertian dengan kata lain atau akronim lain dapat menimbulkan

komplikasi yang tidak perlu. Pembentukan akronim dalam perspektif etika

bahasa dapat mengacu pada pendapat Wittgenstein (1889-1951, filsuf

bahasa, matematika, dan logika) yang menyatakan bahwa perkataan adalah

sebuah tindakan moral, sehingga perkataan yang benar adalah yang didasari

dengan etika, moralitas, dan logika yang baik.

c. Sejarah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ejaan adalah kaidah cara

menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk

tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Di Indonesia, ejaan yang

digunakan dalam bahasa Indonesia diubah, dikembangkan, dan

disempurnakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Usaha tersebut menghasilkan

Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015

tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Perubahan,

pengembangan, dan penyempurnaan ejaan dalam bahasa Indonesia telah


terjadi selama 114 tahun, dimulai dari tahun 1901 sampai dengan tahun 2015

saat lalu. Selama perubahan itu, berbagai julukan disematkan pada pedoman

ejaan bahasa Indonesia untuk memberikan gambaran berdasarkan tahun

perubahannya.

Pada tahun 1966, panitia untuk menyusun ejaan baru bagi bahasa

Indonesia dibentuk. Panitia itu bekerja atas dasar Surat Keputusan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan No. 062 Tahun 67, pada tanggal 19 September

1967. Pada, tahun 1967, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK, sekarang

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa) mengeluarkan Ejaan Baru

(Ejaan LBK) yang merupakan hasil kerja panitia bentukan LBK tersebut.

Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis

oleh panitia Ejaan Malindo.

Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh

Menteri Pendidikan Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung

persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli

dari kedua negara tentang ejaan yang baru. Pada tanggal 16 Agustus 1972,

berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem

ejaan Latin bagi bahasa Indonesia dan bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah

bahasa Melayu Malaysia). Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dinamai

Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk

memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke

XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaian ejaan baru untuk

bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan


Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan

Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Ejaan Bahasa Indonesia

yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan

daripada Ejaan Suwandi atau Ejaan Republik yang dipakai sejak bulan Maret

1947.

Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan

Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan

buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan"

dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan

"Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan

"Pedoman Umum Pembentukan Istilah". Buku pedoman tersebut menjadi

pedoman EYD edisi pertama. Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan

Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menjadi

aturan EYD edisi kedua yang menyempurnakan EYD edisi pertama (1975).

Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, yang

menjadi aturan EYD edisi ketiga. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri

ini, maka EYD edisi kedua (1987) diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pada tahun 2015, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan


Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 yang

menyempurnakan EYD edisi ketiga (2009), serta mengubah istilah EYD

menjadi Ejaan Bahasa Indonesia (EBI). Pada tahun 2022, Keputusan Kepala

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Nomor 0424/I/BS.00.01/2022

dikeluarkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Keputusan

menteri tersebut pada intinya mengembalikan istilah EBI menjadi EYD, atau

yang lebih tepatnya Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan Edisi

Kelima, sehingga menganggap bahwa EBI merupakan EYD edisi keempat.

Dalam keputusan tersebut pula, beberapa pedoman dalam Pedoman Umum

Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) direvisi.

d. Pemakaian Huruf

1. Huruf Abjad Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri

atas huruf berikut.Nama setiap huruf disertakan disebelahnya.

2. Huruf Vokal Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia

terdiri atas huruf a, i, u, e, dan o. Contoh pemakaian huruf vokal dalam kata.

3. Huruf Konsonan Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa

Indonesia adalah huruf yang selain huruf vokal yang terdiri atas huruf-huruf

b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

4. Huruf Diftong Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang

dilambangkan dengan ai, au, dan oi. Contoh pemakaian dalam kata Ejaan

Yang Disempurnakan | Bahasa Indonesia 3

5. Gabungan Huruf Konsonan Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat

gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu : kh, ng, ny, dan sy.

Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.


e. Penulisan Huruf

Dua hal yang harus diperhatikan dalam penulisan huruf berdasarkan

EYD, yaitu:

Penulisan Huruf Besar, Penulisan Huruf Miring. Lebih jelasnya dapat

dilihat pada pembahasan berikut.

1. Penulisan Huruf Besar (Kapital) Kaidah penulisan huruf besar dapat

digunakan dalam beberapa hal,yaitu Digunakan sebagai huruf pertama kata

pada awal kalimat. Misalnya : Dia menulis surat di kamar Tugas bahasa

Indonesia sudah dikerjakan. Digunakan sebagai huruf pertama petikan

langsung. Misalnya : Ayah bertanya, “Apakah mahasiswa sudah libur?”.

“Kemarin engkau terlambat”, kata ketua tingkat. Digunakan sebagai huruf

pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, kata ganti

Tuhan, dan nama kitab suci. Misalnya : Allah Yang Maha kuasa lagi Maha

penyayang Terima kasih atas bimbingan-Mu ya Allah. Digunakan sebagai

huruf pertama nama gelar kehormatan , keturunan, keagamaan yang diikuti

nama orang. Misalnya : Raja Gowa adalah Sultan Hasanuddin Kita adalah

pengikut Nabi Muhammad saw. Ejaan Yang Disempurnakan . Digunakan

sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama

orang, pengganti nama orang tertentu, nama instansi, dan nama tempat.

Misalnya : Wakil Presiden Yusuf Kalla memberi bantuan mobil Laksamana

Muda Udara Abd. Rahman telah dilantik. Digunakan sebagai huruf pertama

unsur nama orang. Misalnya : Ibrahim Naki Nofayanti. Digunakan sebagai

huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan nama bahasa. Misalnya : bangsa
Indonesia suku Sunda. Digunakan sebagai huruf pertama nama tahun, bulan,

hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya : tahun Hijriyah hari Jumat

bulan Desember hari Lebaran. Digunakan sebagai huruf pertama nama geografi

unsur nama diri. Misalnya : Laut Jawa Jazirah Arab Asia Tenggara Tanjung

Harapan 10. Digunakan sebagai huruf pertama semua unsur nama negara,

lembaga pemerintah, ketatanegaraan, dan nama dokumen resmi, kecuali

terdapat kata penghubung. Misalnya : Republik Indonesia Majelis

Permusyawaratan Rakyat. Digunakan sebagai huruf pertama penunjuk

kekerabatan atau sapaan dan pengacuan. Misalnya : Surat Saudara sudah saya

terima. Mereka pergi ke rumah Pak Lurah. Digunakan sebagai huruf pertama

kata ganti Anda. Misalnya : Surat Anda telah saya balas Sudahkah Anda

sholat? Ejaan Yang Disempurnakan. Digunakan sebagai huruf pertama unsur

singkatan nama gelar, pangkat dan sapaan. Misalnya : Dr. Ibrahim Naki Abdul

Manaf Husain, S.H. Digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk

ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga pemerintah dan

ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Misalnya: Perserikatan Bangsa-Bangsa

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Digunakan sebagai huruf pertama

semua kata di dalam judul, majalah, surat kabar, dan karangan ilmiah lainnya,

kecuali kata depan dan kata penghubung. Misalnya : Bacalah majalah Bahasa

dan Sastra. Ia menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum Perdata”

Penulisan Huruf Miring Huruf miring digunakan untuk : Menuliskan nama

buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya : Buku

Negara kertagama karangan Prapanca. Majalah Suara Hidayatullah sedang

dibaca. Menegaskan dan mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, dan


kelompok kata. Misalnya : Huruf pertama kata abad adalah a. Dia bukan

menipu, tetapi ditipu

Penulisan Kata Ada bebrapa hal yang pelru diperhatikan dalam penulisan kata,

yaitu : Kata Dasar Kata dasar adalah kata yang belum mengalami perubahan

bentuk, yang ditulis sebagai suatu kesatuan. Misalnya : Ejaan Yang

Disempurnakan. Dia teman baik saya. Kata Turunan (Kata berimbuhan)

Kaidah yang harus diikuti dalam penulisan kata turunan, yaitu : Imbuhan

semuanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnya Membaca Menulis

Awalan dan akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti

atau mendahuluinya jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata. Misalnya :

Bertepuk tangan Sebar luaskan. Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata

dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, kata itu ditulis serangkai.

Misalnya : Menandatangani Keanekaragaman. Jika salah satu unsur gabungan

kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.

Misalnya : Antarkota Mahaadil. Kata Ulang Kata ulang ditulis secara lengkap

dengan menggunakan tanda (-). Jenis jenis kata ulang yaitu : Dwipurwa yaitu

pengulangan suku kata awal. Misalnya = Laki : Lelaki Dwilingga yaitu

pengulangan utuh atau secara keseluruhan. Misalnya = Laki : Laki-laki

Dwilingga salin suara yaitu pengulangan variasi fonem. Misalnya = Sayur :

Sayur-mayur. Pengulangan berimbuhan yaitu pengulangan yang mendapat

imbuhan. Misalnya =Main : Bermain-main.

Penulisan Unsur Serapan Dalam hal penulisan unsur serapan dalam

bahasa Indonesia, sebagian ahli bahasa Indonesia menganggap belum stabil

dan konsisten. Dikatakan demikian karena pemakai bahasa Indonesia sering


begitu saja menyerap unsur asing tanpa memperhatikan aturan, situasi, dan

kondisi yang ada. Pemakai bahasa seenaknya menggunakan kata asing tanpa

memproses sesuai dengan aturan yang telah diterapkan. Berdasarkan taraf

integritasnya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dikelompokkan dua

bagian, yaitu : 1. Secara adopsi, yaitu apabila unsur asing itu diserap

sepenuhnya secara utuh, baik tulisan maupun ucapan, tidak mengalami

perubahan. Contoh yang tergolong secara adopsi, yaitu : editor, civitas

academica, de facto, bridge. 2. Secara adaptasi, yaitu apabila unsur asing itu

sudah disesuaikan ke dlaam kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapannya

maupun penulisannya. Salah satu contoh yang tergolong secara adaptasi, yaitu :

ekspor, material, sistem, atlet, manajemen, koordinasi, fungsi.

Jenis dan Fungsi Tanda Baca

Tanda titik (.) Fungsi dan pemakaian tanda titik: Untuk mengakhiri sebuah

kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan, Pada akhir singkatan nama orang,

Diletakan pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat dan sapaan, Pada

singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat umum, Dibelakang angka atau

huruf dalam suatu bagan, ikhtisar atau daftar, dll.

Tanda Koma (,) Fungsi dan pemakaian tanda koma antara lain:  Memisahkan

unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilang,  Memisahkan anak

kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mendahului induk

kalimat,  Memisahkan petikan langsung dari bagian lain dakam kalimat, dll.

6.3. Tanda Seru (!) Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan berupa

seruan atau perintah atau yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaa,


atau rasa emosi yang kuat. 6.4. Tanda Titik Koma (;) Fungsi dan pemakaian titik

koma adalah: Memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis atau setara,

Memisahkan kalimat yang setara didalam satu kalimat majemuk sebagai

pengganti kata penghubung.

Tanda Titik Dua (:) Tanda Titik Dua digunakan dalam hal-hal sebagai berikut:

Pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian, Pada

kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian, Dalam teks drama sesudah kata

yang menunjukan pelaku dalam percakapan, Di antara jilid atau nomor buku/

majalah dan halama,n antara bab dan ayat dalam kitab suci, atau antara judul dan

anak judul suatu karangan.

Tanda Hubung (-) Tanda hubung dipakai dalam hal-hal seperti berikut:

Menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh pergantian baris, Menyambung

unsur-unsur kata ulang, Merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa

asing.

Tanda Elipsis (…) Tanda elipsis dipergunakan untuk menyatakan hal-hal seperti

berikut: Mengambarkan kalimat yang terputus-putus, Menunjukan bahwa satu

petikan ada bagian yang dihilangkan.

Tanda Tanya (?) Fungsi dan Kegunaan tanda tanya (?): Tanda tanya selalunya

dipakai pada setiap akhir kalimat tanya. Tanda tanya yang dipakai dan diletakan

didalam tanda kurung menyatakan bahwa kalimat yang dimaksud disangsikan

atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

Tanda Kurung ( ) Tanda kurung dipakai dalam ha-hal berikut: Mengapit

tambahan keterangan atau penjelasan, Mengapit keterangan atau penjelasan


yang bukan bagian pokok pembicaraan, Mengapit angka atau huruf yang

memerinci satu seri keterangan.

Tanda Kurung Siku ( {..} ) Tanda kurung siku digunakan untuk: Mengapit huruf,

kata atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada akhir kalimat atau

bagian kalimat yang ditulis orang lain, Mengapit keterangan dalam kalimat

penjelas yang sudah bertanda kurung.

Tanda Petik (“…”) Fungsi tanda petik adalah: Mengapit petikan lagsung yang

berasal dari pembicaraan, naskah atau bahan tertulis lain Mengapit judul syair,

karangan, bab buku apabila dipakai dalam kalimat Mengapit istilah kalimat yang

kurang dikenal

Tanda Petik Tunggal (‘..’) Tanda Petik tunggal mempunyai fungsi: Mengapit

petikan yang tersusun di dalam petikan lain, Mengapit terjemahan atau

penjelasan kata atau ungkapan asing.

Tanda Garis Miring (/) Fungsi dan kegunaan garis miring Tanda garis miring

dipakai dalam penomoran kode surat, Tanda garis miring dipakai sebagai

pengganti kata atau, per atau nomor alamat.

Tanda Penyingkat (Apostrof) (‘) Tanda Apostrof menunjukan penghilangan

bagian kata.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

EYD (Ejaan yang Disempurnakan) adalah tata bahasa dalam Bahasa

Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai

dari pemakaian dan penulisan huruf capital dan huruf miring, serta penulisan

unsur serapan. EYD disini diartikan sebagai tata bahasa yang

disempurnakan. Dalam penulisan karya ilmiah perlu adanya aturan tata

bahasa yang menyempurnakan sebuah karya tulis. Karena dalam sebuah

karya tulis memerlukan tingkat kesempurnaan yang mendetail. Dari uraian

singkat di atas maka kita bisa menarik kesimpulan/penulis mencoba

memberikan kesimpulan berdasarkan data-data dan fakta dilapangan


menunjukkan masih banyak orang-orang tidak memahami pemakain bahasa

Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar. Jadi

dilhat dari fungsinya bahasa merupakan jantung dari kehidupan ini karena

tanpa bahasa kita tidak akan bisa berinteraksi sesama yang lain.

2. Saran

Sudah selayaknya kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia dapat

menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar khususnya dalam

bahasa tulis. Dengan adanya penjabaran tentang pamakaian EYD diharapkan

para pembaca dapat memahami dan menerapkan penggunaan EYD dalam

pembuatan suatu karya tulis. Dan semoga penjabaran ini dapat bermanfaat

bagi kita semua.

Mengingat begitu pentingnya pemahaman ejaan dalam mendukung

penggunaan bahasa Indonesia yang benar dan belum banyaknya masyarakat

pengguna bahasa Indonesia yang mengetahui perubahan ini, hendaknya

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia segera melakukan

sosialisasi perubahan EYD menjadi PUEBI ini. Dengan demikian, aturan

baru ini dapat diketahui dan diterapkan sebagaimana mestinya.Seperti kita

ketahui, aturan baru akan sia-sia tanpa sosialisasi.


DAFTAR PUSTAKA

ALAM, DAN ILMU PENGETAHUAN. "EJAAN YANG DISEMPURNAKAN."

BUDIANTO RM, D. A. V. I. D. ANALISIS KESALAHAN TANDA BACA DAN EJAAN

YANG DISEMPURNAKAN (EYD) DALAM KARANGAN PADA PEMBELAJARAN

BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V DI MI AL-ISLAM KOTA BENGKULU. Diss. IAIN

Bengkulu, 2019.

CAHYANI, NUNGKI ARDHIAH. "Analisis Perbedaan Ejaan Yang Disempurnakan (Eyd)

Dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (Puebi)." (2020).

Ernis, Poni. "Kesalahan Penggunaan EYD terhadap Paragraf Eksposisi." LITERATUR:

Jurnal Bahasa, Sastra dan Pengajaran 1.1 (2020): 31-38.

Karyati, Zetty. "Antara EYD dan PUEBI: suatu analisis komparatif." SAP (Susunan

Artikel Pendidikan) 1.2 (2016).

Khair, Ummul. "Analisis kesalahan Ejaan Yang Disempurnakan (eyd) Dalam Proposal

Skripsi Mahasiswa." ESTETIK 1.1 (2018): 31-54.

Kurniawan, Irwan. EYD Ejaan yang Disempurnakan. Nuansa Cendekia, 2023.

Syahputra, Edi, and Alvindi Alvindi. "Berlakunya Perubahan Ejaan yang disempurnakan

(EYD) menjadi Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)." Mahaguru: Jurnal

Pendidikan Guru Sekolah Dasar 3.1 (2022): 160-166.

Waridah, Ernawati. EYD & seputar kebahasa-Indonesiaan. Kawan Pustaka, 2008.

Wicaksono, Andie A. EYD. Andie Arif Wicaksono, 2004.


Wijaya, Laksmini. "Ejaan yang Disempurnakan." Jawa Barat: PM (2012).

Anda mungkin juga menyukai