Anda di halaman 1dari 12

BAHASA INDONESIA BAKU (STANDAR)

"Bahasa baku penting bagi sebuah negara, apalagi bagi Indonesia," kata Prof Dr
Benny Hoedoro Hoed, pakar bahasa dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia, dalam sebuah diskusi di Lembaga Pers Dr Soetomo, Jalan Kebon Sirih, Jakarta
Pusat, Jumat (23/10). Menurutnya, bahasa baku memiliki fungsi mempersatukan negara
Indonesia yang terdiri dari 400 bahasa daerah. Bahasa Indonesia baku diperlukan untuk
memperlancar atau memfasilitasi komunikasi pada tataran nasional. "Bahasa Indonesia baku
berfungsi sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa kebanggaan bangsa
Indonesia," tutur Benny.
Apa yang terjadi di Indonesia ini termasuk hal istimewa dibanding beberapa negara
lain yang mengalami kesulitan menetapkan bahasa persatuan. Dia mencontohkan, di India
ada bahasa Hindi dan Inggris, di Belgia menggunakan bahasa Belanda dan Perancis. Lalu
ada tiga bahasa yang dipakai di Swiss, yakni Italia, Perancis, dan Jerman. Kanada ada
bahasa Inggris dan Perancis. Bahasa baku menurut UU No 24/2009 adalah bahasa yang
dianggap dapat digunakan sebagai bahasa di bidang pendidikan, administrasi negara,
upacara resmi, karya tulis, hukum, peradilan, dan berbagai ranah yang dapat dipandang
resmi.
Ada beberapa hal penting yang perlu dipahami dalam pembahasan Bahasa Indonesia
Baku, antara lain :

A. Pengertian Bahasa Indonesia Baku

Apakah maksud bahasa Indonesia baku ? Bahasa Indonesia baku adalah bahasa yang
tunduk pada ketatapan yang telah dibuat dan disepakati bersama mengenai mengenai ejaan,
tata bahasa, kosa kata, dan istilah. Oleh karena itu, bahasa Indonesia yang baku (baik dan
benar) harus memperhatikan penulisannya atau ejaannya, pengucapannya, struktur atau tata
bahasanya, penggunaan kata-katanya, penggunaan istilahnya, penyusunan kalimat dan
penalarannya. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa bahasa Indonesia baku adalah bahasa
Indonesia yang pemakaianya mengikuti atau sesuai dengan kaidah, aturan, dan norma yang
berlaku dalam bahasa Indonesia.

Terkait dengan pemakaian bahasa Indonesia baku, maka ada beberapa referensi atau
kaidah yang perlu dipedomani dalam pemakaian Bahasa Indonesia, antara lain ;
1. Ejaan yang disempurnakan (EYD) yang berisi tentang kaidah atau aturan penulisan
dalam bahasa Indonesia. Misalnya tentang pemakaian huruf, pemakaian huruf
kapital dan huruf miring, penulisan kata, penulisan unsur serapan, penulisan
singkatan, pemakaian tanda baca atau pungtuasi, dan lain-lain.
2. Buku Tata Bahasa Indonesia Baku. Buku ini berisi tentang pedoman penyusunan
atau kaidah tata bahasa Indonesia yang benar, baik dalam hal struktur kata, frase,
klausa, dan utamanya struktur kalimat. Dengan adanya buku pedoman tersebut,
maka kita akan mudah untuk menyusun atau membuat kalimat dengan struktur atau
tata bahasa yang benar.
3. Dalam bidang kosa kata, Depdiknas dalam hal ini Pusat Bahasa telah menyusun
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai referensi atau rujukan penggunaan
kosa kata bahasa Indonesia. Kamus tersebut memuat hampir seluruh kosa kata dalam
bahasa Indonesia baik kosa kata baku, kosa kata umum, kosa kata khusus, istilah
teknis dan non-teknis, dan sebagainya.
4. Dalam bidang peristilahan, Depdiknas dalam hal ini Pusat Bahasa juga telah
membuat dan menyusun buku pedoman pembentukan istilah. Buku ini dibuat dan
terbitkan sehubungan dengan semakin pesatnya perkem-bangan bahasa Indonesia,
khususnya istilah.

Dalam usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia baku, peme-rintah


melalui dinas atau lembaga yang berkompeten (Pusat Bahasa) telah menyusun buku kaidah
tentang pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar (baku).

Dari uraian di atas perlu kita dipahami, bahwa dalam berbahasa Indonesia yang baik
dan benar (baku) ada beberapa pedoman, rujukan, dan referensi yang harus kita perhatikan
dan kita gunakan, yaitu berupa kaidah EYD, KBBI, Tatabahasa Indonesia Baku, pedoman
pembentukan istilah, dan pedoman atau kaidah pemakaian bahasa lisan atau tulisan lainnya
yang telah ditulis oleh para ahli bahasa. Masalahnya sekarang tergantung pada masyarakat
Indonesia dan bangsa Indonesia seluruhnya, apakah kita termasuk orang yang taat asas dan
mau menerapkan kaidah-kaidah tersebut dalam berbahasa Indonesia atau justru sebaliknya.
Jika kita memahami, mengerti, menguasai, memperhatikan, dan taat azas dengan kaidah
bahasa Indonesia baku, maka kita akan dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar,
dan demikian juga sebaliknya.
Apakah yang dimaksud bahasa Indonesia yang baik dan benar ? Bahasa yang baik
adalah bahasa Indonesia yang pemakaiannya sesuai dengan norma kemasyarakatan di saat
dan dimana kita berbahasa. Contoh ; Jika kita berada di pasar, maka bahasa yang kita
gunakan adalah bahasa Indonesia yang ada di pasar. Kemudian, jika kita di rumah maka
yang kita gunakan adalah bahasa Indonesia yang ada di rumah. Sedangkan bahasa yang
benar adalah bahasa yang pemakaiannya sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang
berlaku (taat asas), seperti ; kaidah EYD, KBBI, Tata Bahasa Indonesia, Tata Istilah, dan
menggunakan kaidah bahasa lisan jika berbahasa Indonesia secara lisan, serta menggunakan
kaidah/ aturan bahasa tulis jika berbahasa tulis.

B. Ciri dan Fungsi Bahasa Indonesia Baku

Bahasa Indonesia Baku (standar) memiliki beberapa ciri utama. Adapun ciri-ciri
Bahasa Bahasa Indonesia Baku dimaksud adalah :

1. Memiliki sifat kemantapan dinamis.

Kata mantap di sini berarti memiliki kaidah yang tetap atau ada keseragaman norma. Kata
dinamis berarti ada peluang untuk perubahan sesuai dengan perubahan kebudayaan
dan bahasa.

2. Memiliki sifat kecendekiaan.

Cendekia di sini artinya mampu mengungkapkan proses pemikiran yang rumit dalam
berbagai bidang ilmu, teknologi, dan hubungan antarmanusia.

Bangsa Indonesia adalah bangsa majemuk yang terdiri dari berberapa suku (bahkan
ratusan suku) yang masing-masing memiliki bahasa daerah dan budaya sendiri-sendiri. Oleh
karena itu Bahasa Indonesia baku memiliki peranan dan fungsi yang sangat penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti dikemukakan oleh Anton M. Muliono (1988)
dalam “Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia”, menyatakan, bahwa fungsi bahasa
Indonesia baku adalah sebagai berikut :

1. Fungsi pemersatu.
2. Fungsi penanda kepribadian/ pemberikhasan.
3. Fungsi penambah wibawa.
4. Fungsi sebagai kerangka acuan.
Dapat dijelaskan, bahwa dari sikap pemersatu tersebut, bahasa Indonesia baku
menghubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu. Dengan demikian bahasa
Indonesia baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bahasa dan meningkatkan
proses identifikasi penutur orang seorang dengan seluruh masyarakat itu.

Fungsi penanda kepribadian/ pemberikhasan yang diemban oleh Bahasa Indonesia


Baku (BIB) membedakan bahasa itu dari bahasa yang lain. Karena fungsi itu, bahasa baku
memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan.

Kepemilikan Bahasa Indonesia Baku juga membawa wibawa atau prestis. Fungsi
pembawa wibawa berkaitan dengan usaha seseorang untuk mencapai kesederajatan dengan
peradaban lain yang dikagumi lewat pemerolehan bahasa baku itu sendiri.

Fungsi Bahasa Indonesia baku selanjutnya adalah sebagai kerangka acuan bagi
pemakaian bahasa dengan adanya norma dan kaidah (yang dikodifikasi) yang jelas. Norma
dan kaidah itu menjadi tolok ukur bagi benar tidaknya pemakaian bahasa seseorang atau
golongan Dengan demikian, penyimpangan norma atau kaidah dapat dinilai. Bahasa baku
juga menjadi bagi fungsii estetika bahasa yang tidak saja terbatas pada bidang susastra,
tetapi juga mencakup segala jenis pemakaian bahasa yang menarik perhatian karena
bentuknya yang khas, seperti dalam permainan, iklan, dan tajuk berita.

C. Sikap terhadap Bahasa Indonesia Baku

Selanjutnya tentang sikap terhadap Bahasa Indonesia Baku. Sikap bahasa (language
attitude) adalah pristiwa kejiwaaan dan merupakan bagian dari sikap (attitude) pengguna
bahasa pada umumnya. Sikap berbahasa merupakan reaksi penilaian terhadap bahasa
tertentu (Fishman, 1986). Sikap bahasa adalah posisi mental atau perasaan terhadap bahasa
itu sendiri atau orang lain (Kridalaksana, 1982:153). Kedua pendapat di atas menyatakan
bahwa sikap bahasa merupakan reaksi seseorang (pemakai bahasa) terhadap bahasanya
maupun bahasa orang lain. Seperti dikatakan Richard, et al. dalam Longman Dictionary of
Applied Linguistics (1985:155) bahwa sikap bahasa adalah sikap pemakai bahasa terhadap
keaneka-ragaman bahasanya sendiri maupun bahasa orang lain.

Menurut Anderson, sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif
berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan
kecenderungan seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya. Namun
sikap tersebut dapat berupa sikap positif dan negatif, maka sikap terhadap bahasa pun
demikian. Selanjutnya bagaimana sikap kita terhadap bahasa Indonesia Baku ? Tentu saja
sebagai manusia yang baik, beradat, merasa satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa, kita
harus bersikap positif terhadap bahasa Indonesia baku yaitu : 1. Sikap kesetiaan bahasa. 2.
Sikap kebanggaan bahasa. 3. Sikap kesadaran akan norma dan kaidah.

Garvin dan Mathiot (1968) menyatakan bahwa, sikap kesetiaan bahasa (language
loyalty) adalah sikap yang mendorong masyarakat suatu bahasa mempertahankan
bahasanya. Kesetiaan bahasa, adalah sikap yang mendorong suatu masyarakat bahasa dalam
mempertahankan kemandirian bahasanya. Kebanggaan Bahasa (language pride) yang
mendorong seseorang mengembang-kan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang
identitas dan kesatuan masyarakat. Kebanggaan bahasa, merupakan sikap yang mendorong
suatu masyarakat bahasa menjadikan bahasanya sebagai lambang identitas pribadi atau
kelompoknya sekaligus membedakannya dari orang atau kelompok lainnya. Kemudian
kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm) yang mendorong orang
menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun merupakan faktor yang sangat besar
pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan menggunakan bahasa (language use).

D. Pengguanaan Bahasa Indonesia Baku

Bahasa Indonesia Baku digunakan dalam bahasa lisan maupun tulisan. Jika secara
lisan, maka kita harus memperhatikan kaidah bahasa lisan, begitu pula jika berbahasa tulis,
maka kita harus memperhatikan kaidah bahasa tulis. Kemudian, jika ditinjau dari
pemakaian, bahwa Bahasa Indonesia Baku digunakan dalam :

1. Komunikasi resmi, yakni dalam surat-menyurat resmi/ dinas, pengumuman yang


dikeluarkan oleh instansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi, perundang-undangan, dan
sebagainya.

2. Wacana teknis, yakni dalam laporan resmi, dan karangan ilmiah; makalah, skripsi, tesis,
disertasi, tugas-tugas sekolah/ kuliah, dan lain.lain.

3. Pembicaraan di depan umum, yakni dalam berpidato, ceramah, kuliah, khotbah, dan
sebagainya.
4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati secara formal dan resmi. Misalnya;
pembicaraan dengan pimpinan, guru, dosen, pejabat, dan lain-lain.

Dengan demikian, Bahasa Baku Bahasa Indonesia dimaksud mencakup bahasa baku
secara lisan dan tulisan. Dalam bahasa lisan harus memperhatikan kaidah bahasa lisan,
sedangkan dalam bahasa tulis juga harus memperhatikan ejaan atau kaidah penulisan.
Selanjutnya unsur Bahasa Baku Bahasa Indonesia tersebut meliputi unsur bahasa yang
terkecil fonem/ huruf, morfem/ bentukan kata/ kosa kata, sintaksis/ kalimat, paragraph/
alenia, sampai dengan unsur bahasa terbesar dan tertinggi, yakni wacana/ karangan.

Berikut ini beberapa contoh pemakaian bahasa Indonesia baku, khususnya bidang
Kosakata dan kalimat.

Kata tidak baku Kata baku


sayur mayur sayur-mayur
ramah tamah ramah-tamah
berkejar kejaran berkejar-kejaran
jalan2 jalan-jalan
dayaserap daya serap
tatabahasa tata bahasa
mejatulis meja tulis
keretaapi cepat kereta api cepat
mana kala manakala
dari pada daripada
segi tiga segitiga
halal bihalal halalbihalal
mata hari matahari
sapu tangan saputangan
olah raga olahraga
duka cita dukacita
a moral amoral
catur tunggal caturtunggal
dwi warna dwiwarna
ekstra kurikuler ekstrakurikuler
non migas nonmigas
sub bagian subagian
ultra modern ultramodern
pasca sarjana pascasarjana
peri bahasa pribahasa
semi professional semiprofessional
semi permanen semipermanen
non RRC non-RRC
non Indonesia non-Indonesia
Yang maha kuasa Yang Mahakuasa
Tuhan Yang Mahaesa Tuhan Yang Maha Esa
Yang Mahapenyayang Yang Maha Penyayang
resiko risiko
efektip efetif
tehnologi teknologi
metoda metode
prosentase persentase
kondite konduite
kwitansi kuitansi
formil formal
rasionil rasional
idial ideal
survey survai
karir karier
mass media media massa
ambulan ambulans
hipotesa hipotesis
analisa analisis
aktifitas aktivitas
komplek kompleks
presidentil presidensial
taxi taksi
apotik apotek
praktek praktik
Nopember November
Pebruari Februari
Sdr Sdr.
M, Hum M. Hum.
Kol Kol.
a/n a.n.
d.k.k. dkk.
NIP. 131160125 NIP 131260125
telfon telepon
Ny. Dias Anggun. M, Kes. Ny. Dias Anggun, M.Kes.
Brilian SH, MH Brilian, S.H., M.H.
millenium ke-III millenium III
sejak dari sejak atau dari
agar supaya agar atau supaya
demi untuk demi atau untuk
adalah merupakan adalah atau merupakan
tujuan daripada saya kemari tujuan saya kemari
mendeskripsikan tentang mendeskripsikan
daftar nama-nama peserta daftar nama peserta
namun demikian namun
sangat besar sekali sangat besar
berulang kali berkali-kali
namun, walaupun namun atau walaupun
legalisir legalisasi
propinsi provinsi
Berikut ini beberapa contoh pemakaian kalimat baku vs tidak baku, teratur vs tidak
teratur, efektif vs tidak efektif
Kalimat tidak baku
1. Semua peserta daripada pertemuan itu sudah pada hadir.
2. Kami menghaturkan terima kasih atas kehadirannya.
3. Mengenai masalah ketunaan karya perlu segera diselesaikan dengan tuntas.
4. Sebelum mengarang terlebih dahulu tentukanlah tema karangan.
5. Pertandingan itu akan berlangsung antara regu A melawan regu B.
6. Kita perlu pemikiran-pemikiran untuk memecahkan masalah-masalah yang ber-
kaitan dengan pelaksanaan pengembangan kota.
7. Bilang dulu dong sama saya punya bini.
8. Memang kebangetan itu anak belum mandi sudah makan bubur.
9. Pengendara motor dilarang lewat jalan ini kecuali yang pakai helm.
10. Permintaan para langganan belum ada yang dipenuhi karena persediaan barang
sudah habis.
11. Persoalan yang diajukan oleh Bapak Kapala Sekolah diulas kembali oleh bersa-
ma Bapak Ketua Komite.
12. Berhubung itu, mengemukakannya pula minat baca kaum remaja semakin menu-
run.
13. Presiden lantik lima duta besar.
14. Sampai jumpa lagi di Ibu Kota tercinta.
15. Ketika saya datang, mereka sudah kumpul di rumah ibu.
16. Kita harus dapat merubah kebiasaan yang kurang terpuji, menjadi kebiasaan
yang baik.
17. Para ilmiawan dari berbagai bidang sepakat untuk lebih mendalami bidangnya
masing-masing
18. Untuk membina mental generasi muda diperlukan peranan aktif para rohaniawan
19. Gunawan Ginting menduduki juara I dalam kejuaraan itu.
20. Kau datang pada saat ku sedang sibuk.
Kalimat baku
1. Semua peserta pertemuan itu sudah hadir.
2. Kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran Saudara.
3. Masalah ketunaankaryaan perlu segera diselesaikan dengan tuntas.
4. Sebelum mengarang, tentukanlah tema karangan.
5. Pertandingan itu akan berlangsung antara regu A dan regu B.
6. Kita memerlukan pemikiran untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan
pelaksanaan pengembangan kota.
7. Bicarakan dahulu dengan istri saya.
8. Memang keterlaluan anak itu, belum mandi sudah makan bubur.
9. Pengendara motor dilarang melewati jalan ini, kecuali mereka yang memakai
helm.
10. Permintaan para pelanggan belum ada yang dipenuhi karena persediaan barang
sudah habis.
11. Soal yang diajukan oleh Kapala Sekolah diulas kembali oleh Ketua Komite.
12. Sehubungan dengan itu, dikemukakannya pula, bahwa minat baca kaum remaja
makin menurun.
13. Presiden melantik lima duta besar.
14. Sampai berjumpa lagi di Ibu Kota tercinta.
15. Ketika saya datang, mereka sudah berkumpul di rumah ibu.
16. Kita harus dapat mengubah kebiasaan yang kurang terpuji, menjadi kebiasaan
yang baik.
17. Para ilmuwan dari berbagai bidang sepakat untuk lebih mendalami bidangnya
masing-masing
18. Untuk membina mental generasi muda diperlukan peranan aktif para
rohaniwan.
19. Gunawan Ginting meraih gelar juara I dalam kejuaraan itu.
20. Engkau datang pada saat aku sedang sibuk.

E. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Pada tahun 2019, Presiden menerbitkan Peraturan Presiden nomor 63 tahun 2019
tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. Apa kiranya yang diatur dan apa imbasnya kepada
komunikasi kita dalam kehidupan sehari-hari? Inti peraturan tersebut ada pada Bab II,
Bagian 1, Pasal 2, tentang “Ketentuan Penggunaan Bahasa Indonesia”. Dicantumkan dalam
Bab II, Bagian 1, bahwa “Penggunaan Bahasa Indonesia harus memenuhi kriteria Bahasa
Indonesia yang baik dan benar”. Berikut akan dibahas kriteria bahasa Indonesia yang baik
dan benar.

Berbahasa Indonesia yang baik berarti bahwa kita harus menggunakan bahasa
Indonesia sesuai dengan konteks berbahasa yang selaras dengan nilai sosial masyarakat.
Peraturan ini berkaitan penggunaan ragam bahasa secara tulis dan lisan untuk kebutuhan
berkomunikasi. Ragam bahasa dari sisi penggunaan bahasa ada dua, yaitu ragam formal dan
ragam nonformal. Ada dua hal yang kita perhatikan dalam kalimat ini. Pertama, berbahasa
sesuai dengan konteksnya dan, kedua, berbahasa selaras dengan nilai sosial masyarakat. Hal
itu yang menjadi alasan mengapa Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan berbasis teks
dalam pengajaran berbahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa lainnya. Bahasa
diperkenalkan kepada siswa dalam konteksnya dan tidak sebagai satuan-satuan kata yang
berdiri sendiri. Dengan demikian, siswa dihadapkan dengan konsep-konsep bahasa sejak
awal. Misalnya, perbedaan penggunaan kata cuma dan hanya. Adapun, bahasa Indonesia
yang baik berkaitan dengan nilai sosial masyarakat. Artinya, pada saat menggunakan
bahasa, wajib diperhatikan kepada siapakah kita berkomunikasi. Berkomunikasi dengan
teman tentu akan berbeda dengan berkomunikasi dengan orang tua. Kata aku digunakan
kepada teman-teman dan kata saya digunakan kepada orang yang lebih tua atau yang
dihormati. Dalam hal ini, kesantunan berbahasa mulai diajarkan.

Berbahasa Indonesia yang benar berarti bahwa harus digunakan bahasa Indonesia


yang sesuai dengan kaidah atau aturan bahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia meliputi
kaidah tata bahasa, kaidah ejaan, dan kaidah pembentukan istilah. Kaidah tata bahasa dan
kaidah pembentukan istilah berkaitan dengan bahasa Indonesia lisan dan tulis. Penggunaan
bahasa yang tidak memperhatikan kaidah tata bahasa akan membingungkan. Misalnya,
kesalahan tata bahasa dalam kalimat “Karena sering kebanjiran, gubernur melarang
pembangunan gedung di sana”.  Apakah “gubernur” yang sering kebanjiran atau “suatu
daerah”? Kesalahan seperti itu sering terjadi dalam kalimat majemuk. Kaidah
ketatabahasaannya adalah “Dalam kalimat majemuk bertingkat, subjek dalam anak kalimat
dapat dihilangkan jika induk kalimat dan anak kalimat mengandung subjek yang sama”.
Dalam kalimat contoh, subjek pada induk kalimat tidak sama dengan subjek pada anak
kalimat. Akibatnya, subjek pada anak kalimat wajib hadir. Kaidah pembentukan istilah
berkaitan penggunaan kata serapan. Seringkali, ditemukan ucapan “Selamat pagi. Selamat
menjalankan aktifitas hari ini”.

Pengguna bahasa tidak secara cermat membedakan penulisan  aktif  dan  aktivitas
karena dalam bahasa Indonesia bunyi [f] dan [v] tidak membedakan arti. Contoh lainnya,
dalam kalimat Pengakuannya menunjukkan sisi gentle dari dirinya. Seharusnya, istilah
yang digunakan adalah gentlemen. Kedua kata sifat ini berbeda arti. Kata gentle berarti
‘lemah lembut’, sedangkan gentlemen berarti ‘lelaki yang memiliki etika, moral, dan
berbudi bahasa halus’. Penggunaan istilah asing, sebaiknya, disertai dengan pengetahuan
tentang bahasa asing yang digunakan.
Adapun kaidah ejaan hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa Indonesia tulis dan
berkaitan dengan dua hal. Pertama, kaidah ejaan berkaitan dengan penulisan kata,
misalnya sekadar bukan *sekedar; di antara bukan *diantara sebaliknya ditonton bukan
*di tonton. Kedua, kaidah ejaan berkaitan dengan penggunaan tanda baca. Misalnya, “Yuk,
kita makan, Eyang”  akan berbeda artinya dengan “Yuk, kita makan Eyang”. Kalimat
pertama ‘mengajak eyang untuk makan bersama’, sedangkan kalimat kedua berarti
‘mengajak kita untuk memakan eyang’. Penggunaan koma yang kecil menghasilkan
perbedaan arti yang besar. 

Lalu, apakah itu berarti bahwa kita harus selalu berbahasa ragam formal? Pada saat
kita berbicara dengan tukang sayur atau kepada teman, kita tentu tidak perlu menggunakan
ragam formal. Permasalahannya adalah apakah pada saat berbahasa ragam nonformal, kita
harus tetap mengindahkan kaidah berbahasa? Jawabannya adalah ya! Menggunakan kaidah
dalam ragam nonformal berarti menggunakan pilihan kata yang sesuai dan tepat serta
menggunakan kaidah tata bahasa yang benar. Misalnya, pada saat membeli bakso, jangan
mengatakan, “*Bang, saya bakso pake bihun.” Kalimat itu bukan kalimat yang benar. Saya
bukan bakso, saya orang. Untuk menjadi kalimat yang baik dan benar, hanya dibutuhkan
satu kata, yaitu “mau” menjadi “Bang, saya mau bakso pake bihun.”   

Anda mungkin juga menyukai