Anda di halaman 1dari 8

 

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang


     Bahasa Indonesia digunakan sebagai alat komunikasi dalam masyarakat Indonesia.  Seperti
yang diketahui bahwa kegiatan komunikasi dimulai dari hal yang ingin disampaikan oleh
komunikator, kemudian dilanjutkan dengan mengolah gagasan atau hal yang disampaikan
komunikator sehingga hal yang disampaikan komunikator tersebut dapat diterima oleh
komunikan dengan tepat. Dengan demikian, sebagai alat komunikasi, bahasa Indonesia harus
mampu menyampaikan maksud komunikator dengan tepat.  Maksud atau amanat
komunikasi ini bisa berupa informasi tentang fakta, peristiwa, ungkapan ide, pendapat, perasaan,
keinginan, dan sebagainya. Hal-hal itu dituangkan dalam aspek kebahasaan yang berupa kata,
kalimat, paragraf (komunikasi tulis) atau paraton (komunikasi lisan), ejaan dan tanda baca dalam
bahasa tulis, serta unsur-unsur prosodi (intonasi, nada, irama, tekanan, tempo) dalam bahasa
lisan.
     Sebagai bahasa yang hidup, bahasa Indonesia mempunyai variasi-variasi atau ragam-ragam,
yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri dalam proses komunikasi (Sloka,
2006:118). Variasi-variasi tersebut sejajar, dalam pengertian tidak ada yang lebih tinggi daripada
yang lain. Salah satu variasi tersebut “diangkat” untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu. Variasi
tersebut dinamakan bahasa baku atau standar. Variasi-variasi yang lain, yang disebut variasi
nonbaku atau nonstandard, tetap hidup dan berkembang sesuai dengan fungsinya, yaitu sebagai
alat komunikasi dalam situasi yang tidak resmi.
     Bahasa Indonesia yang digunakan dalam karya tulis ilmiah adalah bahasa baku.Sebagai
bahasa baku, terdapat standar tertentu yang harus dipenuhi dalam penggunaan ragam bahasa.
Standar tersebut meliputi penggunaan tata bahasa dan ejaan bahasa Indonesia yang
disempurnakan. Tata bahasa Indonesia yang baku salah satunya meliputi penggunaan kata, dan
EYD yang sesuai dengan kaidah baku. Kaidah tata bahasa Indonesia yang baku adalah kaidah
tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan berbahasa yang ditetapkan oleh Pusat Bahasa
Indonesia. Sementara itu, kaidah ejaan bahasa Indonesia yang baku adalah kaidah ejaan bahasa
Indonesia yang disempurnakan. Dengan demikian, bahasa yang digunakan harus sesuai kaidah-
kaidah kebahasaan termasuk dalam penggunaan ejaan. Kesalahan penggunaan bahasa bisa
menimbulkan interpretasi yang berbeda antara orang yang satu dengan yang lainnya.
             Oleh karena itu, melihat pentingnya penggunaan ejaan dengan tepat seperti yang telah
disampaikan diatas, maka dalam makalah ini penulis akan memaparkan tentang analisis
kesalahan penggunaan ejaan.

B.  Rumusan masalah


1.    Bagaimana penggunaan EYD yang benar?
2.    Kesalahan apa sajakah yang sering ditemukan dalam penggunaan ejaan pada karya ilmiah?
3.    Bagaimanakah revisi dari kesalahan penggunaan ejaan yang sesuai dengan ejaan bahasa
Indonesia yang disempurnakan?

C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui penggunaan EYD yang benar?
2.    Untuk mengetahui kesalahan yang sering ditemukan dalam penggunaan ejaan pada karya ilmiah.
3.    Untuk mengetahui revisi dari kesalahan penggunaan ejaan yang sesuai dengan ejaan bahasa
Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Penggunaan EYD yang Benar


-       Pengertian EYD
Ejaan yang disempurnakan adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan
ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Ejaan adalah
seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, kata, dan tanda
baca sebagai sarananya. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa. Ejaan merupakan
kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasademi keteraturan dan keseragaman bentuk,
terutama dalam bahasa tulis. 

-       Ruang lingkup EYD mencakup lima aspek yaitu :


1.        Pemakaian Huruf
Ejaan bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) dikenal paling banyak menggunakan huruf
abjad. Sampai saat ini jumlah huruf abjad yang digunakan sebanyak 26 buah.
a.          Huruf Abjad
b.         Huruf Vokal
c.          Huruf Konsonan
d.         Huruf Diftong
e.          Gabungan Huruf Konsonan
2.    Penulisan Huruf
a.  Penulisan Huruf Besar (Kapital)
     Kaidah penulisan huruf besar dapat digunakan dalam beberapa hal, yaitu :
1)   Digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. 
       2)   Digunakan sebagai huruf pertama petikan langsung.
3)   Digunakan sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang    berhubungan dengan nama Tuhan,
kata ganti Tuhan, dan nama kitab suci.
4)    Digunakan sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan , keturunan, keagamaan yang diikuti
nama orang.
5)    Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang,
pengganti nama orang tertentu, nama instansi, dan nama tempat.
6)    Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama orang. 
7)    Digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa,  dan nama bahasa. 
8)    Digunakan sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan   peristiwa sejarah.
9)    Digunakan sebagai huruf pertama nama geografi unsur nama diri. 
10)  Digunakan sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah,
ketatanegaraan, dan nama dokumen resmi, kecuali terdapat kata penghubung. 
11)  Digunakan sebagai huruf pertama penunjuk kekerabatan atau sapaan dan pengacuan.
12)  Digunakan sebagai huruf pertama kata ganti Anda. 
13)   Digunakan sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat dan sapaan. 
14)   Digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama
badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
15)   Digunakan sebagai huruf pertama semua kata di dalam judul, majalah, surat kabar, dan
karangan ilmiah lainnya, kecuali kata depan dan kata penghubung. 

b. Penulisan Huruf Miring


 Huruf miring digunakan untuk : 
1)  Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
2)  Menegaskan dan mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, dan kelompok kata.

  3.      Penulisan Kata


Ada bebrapa hal yang pelru diperhatikan dalam penulisan kata, yaitu :
1)       Kata Dasar
Kata dasar adalah kata yang belum mengalami perubahan bentuk, yang ditulis sebagai suatu
kesatuan.
2)   Kata Turunan (Kata berimbuhan) Kaidah yang harus diikuti dalam penulisan kata turunan,
yaitu :
-          Imbuhan semuanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
-          Awalan dan akhrian ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya
jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata.
-          Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, kata itu
ditulis serangkai.
-          Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis
serangkai.
3)      Kata Ulang
Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda (-) Jenis jenis kata ulang yaitu :
-  Dwipurwa yaitu pengulangan suku kata awal.  Misalnya = Laki :  Lelaki
-  Dwilingga yaitu pengulangan utuh atau secara keseluruhan. Misalnya = Laki : Laki-laki
-  Dwilingga salin suara yaitu pengulangan variasi fonem. Misalnya = Sayur : Sayur-mayur
-  Pengulangan berimbuhan yaitu pengulangan yang mendapat imbuhan. Misalnya = Main :
Bermain-main
4.       Penulisan Unsur Serapan
Dalam hal penulisan unsur serapan dalam bahasa Indonesia, sebagian ahli bahasa Indonesia
menganggap belum stabil dan konsisten. Dikatakan demikian karena pemakai bahasa Indonesia
sering begitu saja menyerap unsur asing tanpa memperhatikan aturan, situasi, dan kondisi yang
ada. Pemakai bahasa seenaknya menggunakan kata asing tanpa memproses sesuai dengan aturan
yang telah diterapkan. Penyerapan unsur asing dalam pemakaian bahasa indonesia dibenarkan,
sepanjang : (a) konsep yang terdapat dalam unsur asing itu tidak ada dalam bahasa Indonesia,
dan (b) unsur asing itu merupakan istilah teknis sehingga tidak ada yang layak mewakili dalam
bahasa Indonesia, akhirnya dibenarkan, diterima, atau dipakai dalam bahasa Indonesia.
Sebaliknya apabila dalam bahasa Indonesia sudah ada unsur yang mewakili konsep tersebut,
maka penyerapan unsur asing itu tidak perlu diterima. Menerima unsur asing dalam
perbendaharaan bahasa Indonesia bukan berarti bahasa Indonesia ketinggalan atau miskin
kosakata. Penyerapan unsur serapan asing merupakan hal karena setiap bahasa mendukung
kebudayaan pemakainya. Sedangkan kebudayaan setiap penutur bahasa berbeda-beda anatar satu
dengan yang lain. Maka dalam hal ini dapat terjadi saling mempengaruhi yang biasa disebut
akulturasi. Sebagai contoh dalam masyarakat penutur bahasa Indonesia tidak mengenal konsep
“radio” dan “televisi”, maka diseraplah dari bahasa asing (Inggris). Begitu pula sebaliknya, di
Inggris tidak mengenal adanya konsep “bambu” dan “sarung”, maka mereka menyerap bahasa
Indonesia itu dalam bahasa Inggris. Berdasarkan taraf integritasnya, unsur serapan dalam bahasa
Indonesia dikelompokkan dua bagian, yaitu :
• Secara adopsi, yaitu apabila unsur asing itu diserap sepenuhnya secara utuh, baik tulisan
maupun ucapan, tidak mengalami perubahan. Contoh yang tergolong secara adopsi, yaitu :
editor, civitas academica, de facto, bridge.
 • Secara adaptasi, yaitu apabila unsur asing itu sudah disesuaikan ke dlaam kaidah bahasa
Indonesia, baik pengucapannya maupun penulisannya. Salah satu contoh yang tergolong secara
adaptasi, yaitu : ekspor, material, sistem, atlet, manajemen, koordinasi, fungsi.

5.......Pemakaian Tanda Baca


-          Tanda Titik (.)
Penulisan tanda titik di pakai pada :
       Akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
       Akhir singkatan nama orang.
       Akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
       Singkatan atau ungkapan yang sudah sangat umum.Bila singkatan itu terdiri atas tiga hurus atau
lebih dipakai satu tanda titik saja.
       Dipakai untuk memisahkan bilangan atau kelipatannya.
       Memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
       Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
       Tidak dipakai pada akhir judulyang merupakan kepala karangan atau ilustrasi dan tabel. 

-          Tanda koma (,)


Kaidah penggunaan tanda koma (,) digunakan :
      Antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
      Memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata
tetapi atau melainkan.
      Memisahkan anak kalimat atau induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk
kalimatnya.
      Digunakan untuk memisahkan kata seperti : o, ya, wah, aduh, dan kasihan.
      Memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
      Dipakai diantara : (1) nama dan alamat, (2) bagina-bagian alamat, (3) tempat dan tanggal, (4)
nama dan tempat yang ditulis secara berurutan.
      Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan
angka.
      Dipakai antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari
singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
      Menghindari terjadinya salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
      Dipakai di antara bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
      Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
      Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam
kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau seru.

-       Tanda Titik Tanya ( ? )


Tanda tanya dipakai pada :
       Akhir kalimat tanya.
       Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang diragukan atau kurang
dapat dibuktikan kebenarannya.

-       Tanda Seru ( ! )


Tanda seru dugunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, dan rasa emosi yang kuat. 
-       Tanda Titik Koma ( ; )
Memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. üMemisahkan kalimat yang setara
dalam kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung. 
-       Tanda Titik Dua ( : )
Tanda titik dua dipakai :
         Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemberian.
         Pada akhir suatu pertanyaan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
         Di dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan
         Di antara jilid atau nomor dan halaman
         Di antara bab dan ayat dalam kitab suci
         Di antara judul dan anak judul suatu karangan.
         Tidak dipakai apabila rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri
pernyataan.
-       Tanda Elipsis (…)
Tanda ini menggambarkan kalimat-kalimat yang terputus-putus dan menunjukkan bahwa dalam
suatu petikan ada bagian yang dibuang. Jika yang dibuang itu di akhir kalimat, maka dipakai
empat titik dengan titik terakhir diberi jarak atau loncatan.
-       Tanda Garis Miring ( / )
Tanda garis miring ( / ) di pakai :
       Dalam penomoran kode surat.
       Sebagai pengganti kata dan,atau, per, atau nomor alamat.
-       Tanda Penyingkat atau Apostrof ( „)
       Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan sebagian huruf.
       Tanda Petik Tunggal ( „…‟ )
       Tanda petik tunggal dipakai :
       Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
       Mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
-       Tanda Petik ( “…” )
Tanda petik dipakai :
      Mengapit kata atau bagian kalimat yang mempunyai arti khusus, kiasan atau yang belum.
      Mengapit judul karangan, sajak, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.
      Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.

Anda mungkin juga menyukai