dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam
ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam
memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Ciri-ciri ragam bahasa lisan :
1. Memerlukan beberapa teman berbicara (tidak sendiri).
2. Menyesuaikan dengan keadaan yang ada, situasi dan juga waktu.
3. Perlunya intonasi dalam berbicara dan bahasa tubuh yang di gunakan.
4. Berlangsungnya dengan gesit dan cepat.
5. Seringnya pembicaraannya berlangsung dengan tidak menggunakan alat bantu.
6. Kesalahan dalam berbicara dapat di ketahui dan di perbaiki.
7. Gerakan pada tubuh dan juga mimik wajah serta intonasi yang di gunakan dalam
penyampaiannya sangatlah membantu.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan
pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan,
ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam
lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-
cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis,
ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-
masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.
2. Ragam bahasa tulis
Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak
ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang
diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi
pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis
diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan,
struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam
struktur kalimat.
Ciri-ciri ragam bahasa tulis :
1. Tidak di perlukannya adanya kehadiran orang lain.
2. Tidak terpengaruh dengan adanya ruang dan waktu.
3. Kosa kata yang di gunakan harus di pilih dengan cermat dan teliti.
4. Dalam membentuk kata dan kalimat haruslah sesempurna mungkin.
5. Struktur kalimat yang terbentuk haruslah lengkap.
halnya dengan nama jenis dari nama geografi, maka tidak perlu menggunakan huruf kapital.
Kata yang terdapat dalam nama buku, majalah, surat kabar, judul karangan, menggunakan
huruf kapital untuk huruf pertama. Namun, jika di depan nama tersebut
terdapat di, ke, dari, dan, yang, maka tidak perlu menggunakan huruf kapital.
Untuk menunjukkan hubungan kekerabatan yang dipakai sebagai kata ganti maupun sapaan,
maka perlu menggunakan huruf kapital di huruf pertama, contoh: “Silakan masuk, Bu!”. Dalam
nama resmi suatu badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dari dokumen
resmi menggunakan huruf kapital di awal, kecuali yang memakai kata dan. Terakhir, huruf
kapital dalam huruf pertaman dipakai ketika mengandung unsur singkatan untuk nama gelar,
pangkat, dan sapaan.
3. Huruf miring
Penggunaan huruf miring untuk: pertama, menuliskan nama buku, majalah, dan surat
kabar yang dikutip dalam suatu tulisan. Kedua, menuliskan nama ilmiah maupun istilah
asing, kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Ketiga, menegaskan atau
mengkhususkan pada huruf, bagian kata, kelompok kata maupun kata.
4. Penulisan kata
Penulisan kata di sini dibagi atas kata dasar dan kata turunan. masing- masing dijelaskan
sebagai berikut.
1. Kata dasar. Penulisan kata dasar merupakan satu kesatuan.
2. Kata turunan. Kata turunan di jelaskan lagi dalam bentuk imbuhan, baik awalan, akhiran,
maupun sisipan harus dituliskan dengan cara serangkai dengan kata dasar. Selanjutnya,
gabungan kata, di mana imbuhan dituliskan dengan cara serangkai dengan gabungan kata
yang mendahului atau mengikuti. Apabila semua gabungan kata mendapatkan imbuhan
secara bersamaan, maka penulisannya dengan cara serangkai, contoh dipermasalahkan.
3. Apabila salah satu unsur yang terkandung dalam partikel asing atau gabungan kata
digunakan sebagai kombinasi, maka partikel tersebut harus dituliskan serangkai dengan
yang menjadi kata dasar, contoh: antar kelas. Namun, apabila partikel tersebut diikuti
dengan kata yang memiliki huruf awal kapital, maka di antara kedua unsur tersebut
diberikan tanda penghubung (-). Dan jika kata “maha digunakan sebagai unsur gabungan
yang diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan termasuk kata dasar, maka gabungan kata
tersebut dituliskan secara terpisah.
5. Bentuk ulang
Bentuk ulang dituliskan dengan lengkap dengan menggunakan tanda penghubung (-).
6. Gabungan kata
Gabungan kata dibagi menjadi 3, yaitu pertama, gabungan kata yang lazim disebut
dengan kata majemuk. Bahkan yang tergolong pada istilah – istilah yang bersifat khusus,
unsur – unsurnya dituliskan secara terpisah. Kedua, gabungan kata yang termasuk pada
istilah khusus yang memungkinkan dapat menimbulkan suatu kesalahan pengertian dapat
dituliskan dengan menggunakan tanda penghubung. Tujuannya untuk menegaskan
pertalian di antara unsur – unsur yang bersangkutan. Ketiga, gabungan kata yang
dituliskan dengan cara serangkai, contoh manasuka, matahari. Kata ganti ku-, kau-, -ku, -
mu, -nya. Penggunaan kata ku dan kaudituliskdan dengan cara serangkai dengan kata
yang mengikutinya. Penggunaan ku, mu, dan nyadituliskan dengan cara serangkai dengan
kata yang mendahului. Kata dengan di, ke, dan dari. Penggunaan kata depan di, ke,
dan dari, apabila diikuti kata yang menunjukkan tempat, maka dituliskan secara terpisah
dari kata yang mengikutinya. Namun, apabila kata tersebut lazim digunakan di dalam
gabungan kata, maka penggunaan di, ke, dan dari yaitu disambung.
7. Kata si dan sang
Penggunaan kata si dan sang ditulis secara terpisah dari kata – kata yang mengikutinya.
a. Partikel
Penulisan partikel pun harus ditulis secara terpisah dari kata – kata yng mendahuluinya.
Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata – kata yang mendahuluinya.
Selanjutnya, partikel per yang berarti “demi”, “tiap”, dan dimulai” penulisannya dengan
cara terpisah dari bagian kalimat yang mendahului maupun yang mengikuti.
b. Angka dan lambang bilangan
Dalam menuliskan lambang bilangan yang menyatakan tingkat dapat dituliskan
dengan menggunakan romawi maupun angka. Contoh: Hamengkubuwono IX, abad
ke-18. Kemudian lambang bilangan yang dinyatakan dengan satu maupun dua kata,
dapat ditulis dengan cara menggunakan huruf. Namun, berbeda ketika, lambang
bilangan yang digunakan secara beruntun, seperti yang terjadi dalam suatu perincian
dan pemaparan. Contoh: (1) Saya melihat film itu sudah empat kali; (2) Anggota yang
hadir dalam rapat, berjumlah 48 siswa, dan hasil suara menyatakan 25 orang setuju,
10 orang tidak setuju, dan 13 orang tidak memberikan suara.
Suatu lambang bilangan yang terletak pada awal kalimat, maka dituliskan dengan
menggunakan huruf. Susunan kalimat perlu juga untuk diubah. Tujuan pengubahan
tersebut yaitu untuk bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan cara satu maupun
dua kata dan tidak terdapat pada awal suatu kalimat. Contoh: (1) Dua orang anak
mengalami trauma; (2) Bu Lutfi mengundang 400 tamu.
c. Singkatan/ Akronim
Singkatan merupakan suatu bentuk yang dipendekkan, terdiri dari satu huruf atau
lebih. Singkatan yang menunjukkan nama gelar, jabatan, sapaan, atau pangkat
disertai dengan tanda titik. Singkatan yang merupakan nama resmi lembaga
pemerintah, organisasi, dan nama dokumen dan terdiri dari huruf awal kapital, tidak
perlu disertai dengan tanda titik, contoh: SMA. Sedangkan, singkatan umum yang
terdiri dari tiga huruf atau lebih, perlu disertai tanda titik, contoh: dll. Akronim
merupakan suatu singkatan yang berwujud gabungan huruf awal, gabungan suku
kata, maupun gabungan huruf dan suku kata dari deretan kata yang diperlakukan
sebagai kata. Contoh:
1. TNI Tentara Nasional Indonesia (merupakan akronim nama diri yang berupa
gabungan dari huruf awal dari deret kata, maka ditulis secara keseluruhan
menggunakan huruf kapital).
2. Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (merupakan akronim
nama diri yang dituli dengan huruf kapital di awal).
3. pemilu pemilihan umum (merupakan akronim yang bukan nama diri, sehingga
ditulis dengan huruf kecil semuanya).
d. Pemakaian Tanda Baca
- Tanda titik
Digunakan untuk akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Digunakan
pula di belakang alamat pengirim dan tanggal surat atau nama dan alamat
penerima surat.
- Tanda koma
Digunakan:
1. Diantara unsur – unsur dalam pembilangan atau rincian.
2. Memisahkan kalimat setara yang satu dengan yang berikutnya, disertai dengan
kata penghubung, antara lain sedangkan dan melainkan.
3. Memisahkan anak kalimat dengan induk kalimat, jika anak kalimat mendahului.
Namun jika anak kalimat mengiringi induk kalimat, maka tidak perlu
menggunakan koma.
4. Di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terletak pada
awal kalimat, dan termasuk oleh karena itu, jadi, lagi pula.
5. Memisahkan pertikan langsung dari bagian lain di dalam kalimat.
6. Di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikuti, untuk membedakan
dengan singkatan dari nama diri, keluarga, dan marga.
7. Mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
- Tanda hubung
Digunakan untuk menyambung unsur–unsur dari kata ulang. Selain itu, untuk
memperjelas hubungan bagian–bagian kata maupun ungkapan dan penghilang
pada bagian kelompok kata. Kemudian, digunakan untuk merangkaikan unsur
bahasa indonesia dengan unsur bahasa asing.
- Tanda titik dua
Dipakai pada:
1. Akhir pernyataan lengkap, jika kemudian diikuti dengan rangkaian.
2. Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan rangkaian.
3. Sesudah menunjukkan pelaku dalam teks drama.
4. Di antara jilid ataupun nomor dan halaman, di antara bab dan ayat di kitab suci,
di antara judul karangan, nama kota dan penerbit dari buku acuan.
2. TATA KATA DAN DIKSI
Diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk
mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan).
Penggunaan ketepatan pilihan kata ini dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang
terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah
kosakata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu
mengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.
Diksi dalam pembuatan karya sastra memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
1. membuat orang yang membaca ataupun mendengar karya sastra menjadi lebih paham
mengenai apa yang ingin disampaikan oleh pengarang;
2. membuat komunikasi menjadi lebih efektif;
3. melambangkan ekspresi yang ada dalam gagasan secara verbal (tertulis ataupun terucap);
Jenis-Jenis Paragraf
Jenis-jenis paragraf sangat beragam bila ditinjau dari berbagai sudut pandang. Adapun menurut
tujuannya, paragraf dapat dibedakan menjadi 3 antara lain; paragraf pembuka, paragraf
penghubung, dan paragraf penutup. Paragraf pembuka memiliki fungsi sebagai pengantar
untuk mencapai pokok permasalahan/topik yang akan dikembangkan/diuraikan. Oleh karena
itu, pada paragraf pembuka ini perlu dipikirkan sesuatu yang menarik perhatian pembaca
sehingga menarik minat dan perhatian pembaca dan pembacapun akan merasa kurang apabila
tidak menyelesaikan bacaan yang sedang dibacanya. Selain itu, paragraf pembuka juga
berberan sebagai pengantar dalam menyiapkan pikiran pembaca terhadap fokus permasalahan
yang akan dipaparkan. Implikasi dari hal tersebut menyarankan bahwa dalam penyusunan dan
penulisan paragraf pembuka ini menuntut penggunaan kalimat yang tidak terlalu panjang agar
tidak membuat pembaca bingung dengan panjangnya paragraf yang merupakan kategori
paragraf pembuka tersebut. Dalam paragraf penghubung, masalah yang akan diuraikan
terdapat di dalam paragraf ini. Dalam paragraf penghubung berisi inti persoalan yang akan
dipaparkan secara panjang lebar, tentunya dengan memperhatikan penggunaan kata-kata dan
kalimat yang efektif dan efisien. Oleh karenanya, antara paragraf satu dengan paragraf lain dan
berikutnya harus saling terhubung secara logis sehingga memudahkan pembaca dalam
mengerti dan memahami apa sebenarnya yang akan disampaikan penulis. Paragraf penutup
merupakan akhir dari sebuah karangan. Dalam sebuah penyusunan dan penulisan suatu karya
ilmiah, paragraf penutup terdapat kesimpulan yang merupakan intisari dari pokok
permasalahan/topik yang dipaparkan dalam paragraf penghubung. Selain intisari dalam
paragraf penutup pada umumnya mengandung unsur penegasan dari pemaparan pokok
permasalahan/topik yang dijelaskan mengenai hal-hal yang dianggap penting pada paragraf
penghubung. Paragraf penutup berfungsi mengakhiri sebuah karangan sehingga
mengimplikasikan pada banyaknya kalimat/kata yang tidak terlalu panjang agar mudah untuk
dipahami dan dimengerti oleh pembaca.
Kriteria Paragraf yang Baik
Untuk membuat sebuah paragraf yang baik dan benar menurut ketentuan dan kaidah-kaidah
yang berlaku perlu diketahui tiga komponen yang disyaratkan sebagai sebuah paragraf yang
baik dan benar. Syarat pembentukan paragraf dimaksud menurut Sabarti Akhadiah, et.al.
terdapat tiga unsur yaitu kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan.
1. Kesatuan (Kohesi)
Tiap paragraf hanya mengandung satu gagasan pokok atau satu topik. Fungsi paragraf ialah
mengembangkan topik tersebut. Oleh sebab itu, dalam pengembangannya tidak boleh
terdapat unsur- unsur yang sama sekali tidak berhubungan dengan topik. Paragraf dianggap
mempunyai kesatuan, jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari topiknya atau
selalu relevan dengan topiknya. Semua kalimat terfokus pada topik dan mencegah masuknya
hal-hal yang tidak relevan.
2. Kepaduan (Koherensi)
Syarat kedua yang harus dipenuhi oleh sebuah paragraf ialah koherensi atau kepaduan.
Urutan pikiran yang teratur, akan memperlihatkan kepaduan. Jadi, kepaduan/koherensi
dititikberatkan pada hubungan antar kalimat dengan kalimat. Kepaduan paragraf dapat terlihat
melalui penyusunan kalimat secara logis dan melalui ungkapan-ungkapan (kata-kata) pengait
antar kalimat. Urutan yang logis tersebut akan terlihat pada pola susunan antar kalimat yang
terdapat pada paragraf tersebut. Kepaduan dalam sebuah paragraf dibangun dengan
memperhatikantiga hal, antara lain; pertama, unsur kebahasaan yang digambarkan antara lain
dengan; (1) repetisi atau pengulangan kata kunci, kata ganti, (2) kata transisi atau ungkapan
penghubung, (3) paralelisme, (4) pemerincian dan urutan isi paragraf. Kedua, perincian dapat
diurutkan secara kronologis (menurut urutan waktu), secara logis (sebab–akibat , akibat-sebab,
khusus-umum, umum-khusus), menurut urutan ruang (spasial), menurut proses, dan dapat
juga dari sudut pandangan yang satu ke sudut pandangan yang lain.
3. Kelengkapan
Suatu paragraf dikatakan lengkap, jika berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup untuk
menunjang kejelasan kalimat topik atau kalimat utama. Sebaliknya suatu paragraf dikatakan
tidak lengkap, jika tidak dikembangkan atau hanya diperluas dengan pengulangan-
pengulangan.
5. PENALARAN KARANGAN
Penalaran mempunyai beberapa pengertian, yaitu: (1) proses berpikir logis, sistematis,
terorganisasi dalam urutan yang saling berhubungan sampai dengan simpulan, (2)
menghubung-hubungkan fakta atau datasampai dengan suatu simpulan, (3) proses
menganalisis suatu topic sehingga menghasilkan suatu simpulan atau pengertian baru, (4)
proses mengkaji, membahas, atau menganalisis dengan menghubungkan variabel yang dikaji
sampai menghasilkan derajat hubungan dan simpulan, (5) pembahasan suatu masalah sampai
menghasailkan suatu simpulan atau pengertian baru.
Unsur-unsur penalaran karangan ilmiah:
1. Topik yaitu ide sentral dalam bidang kajian dan berisi sekurang-kurangnya dua variable.
2. Dasar pemikiran, pendapat, atau fakta dirumuskan dalam bentuk proposisi yaitu kalimat
pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau kesalahannya.
3. Proposisi mempunyai beberapa jenis, antara lain:
a. Proposisi empirik yaitu proposisi berdasarkan fakta. Misalnya: Rajin pangkal pandai.
b. Proposisi mutlak yaitu pembenaranyang tidak memerlukan pengujian. Missalnya:
Kursi adalah tempat untuk duduk.
c. Proposisi hipotetik yaitu persyaratan hubungan subjek dan predikat yang harus
dipenuhi. Misalnya: Jika dilamar, Icha akan menerimanya.
d. Proposisi kategoris yaitu tidak adanya persyaratan hubungan subjek dan predikat.
Misalnya: Tedi akan menikahi Komala.
e. Proposisi positif universal pernyataan positif yang mempunyai kebenaran mutlak.
Misalnya: Semua yang hidup mempunyai cinta.
f. Proposisi positif parsial yaitu pernyataan bahwa sebagian unsure pernyataan tersebut
bersifat positif. Misalnya: Sebagian mahasiswa ingin cepat lulus.
g. Proposisi negatif universal yaitu kebalikan dari proposisi positif universal. Misalnya:
Tidak ada cinta bagi yang mati.
h. Proposisi negatif parsial yaitu kebalikan darai proposisi positif parsial. Misalnya:
Sebagian pelajar tinggal kelas.
4. Proses berpikir ilmiah yaitu kegiatan yang dilakukan secara sadar, teliti, dan terarah
menuju suatu kesimpulan.
5. Logika yaitu metode pengujian ketepatan penalaran, penggunaan argumen (alasan),
argumentasi (pembuktian), fenomena, dan justifikasi (pembenaran).
6. Sistematika yaitu seperangkat proses atas bagian-bagian atau unsure-unsur proses
berpikir ke dalam suatu kesatuan.
7. Permasalahan yaitu pertanyaan yang harus dijawab (dibahas) dalam karangan.
8. Variabel yaitu unsur satuan pikiran dalam sebuah topik yang akan dianalisis.
9. Analisis (pembahasan, penguraian) dilakukan dengan mengidentifikasi, mengklarifikasi,
mencari hubungan (korelasi), membandingkan, dan lain-lain.
SUMBER REFERENSI
Sumber materi ragam bahasa
https://www.gurupendidikan.co.id/ragam-bahasa-indonesia/
https://saintif.com/ragam-bahasa-indonesia/
http://roisah.weebly.com/ragam-bahasa.html
https://www.dosenpendidikan.co.id/ragam-bahasa/
https://portal-ilmu.com/ejaan-yang-disempurnakan/
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Diksi
https://www.gurupendidikan.co.id/kalimat-efektif/
https://vhajrie27.wordpress.com/2010/03/19/paragraf-ilmiah/amp/
https://tuye3004kotabatak.wordpress.com/2011/04/23/penalaran-karangan/