Anda di halaman 1dari 19

Nama : Muhammad Juniar Revanska Kusuma

NIM : 205060101111034

Kelas : Bahasa Indonesia A2

Jurusan : Teknik Sipil

Judul : Ejaan Bahasa Indonesia, Penggunaan Diksi dan Istilah dalam


Ragam Ilmiah

Ejaan Bahasa Indonesia, adalah ejaan dalam Bahasa Indonesia yang


berlaku untuk pedoman umum ejaan Bahasa Indonesia. Ejaan adalah
penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang
distandardisasikan. Lazimnya, ejaan mempunyai tiga aspek, yakni aspek
fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan
abjad. Ejaan ada dua macam, yakni ejaan fenetis dan ejaan fomenis. Ejaan fenotis
merupakan ejaan yang berusaha menyatakan setiap bunyi bahasa dengan huruf,
serta mengukur dan mencatatnya dengan alat pengukur bunyi bahasa (diagram).
Berlaku sejak tahun 2015 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015, Bahasa Indonesia
mengalami perkembangan dalam bahasanya karena kemajuan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan budaya. Penggunaannya juga semakin luas dalam berbagai jenis
pemakaian, baik secara lisan maupun tulisan, juga untuk memaksimalkan fungsi
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, perlu menyempurnakan Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Karena itu, kita memerlukan buku rujukan yang
dapat dijadikan pedoman dan acuan berbagai kalangan pengguna bahasa
Indonesia, terutama dalam pemakaian bahasa tulis, secara baik dan benar.
Pedoman tersebut menjadi acuan dalam pemakaian huruf, penulisan kata,
pemakaian tanda baca dan penulisan unsur serapan.
Perkembangan ejaan bahasa Indonesia dibagi menjadi tujuh ejaan, dimulai
dari ejaan van Ophuijsen penyederhanaan huruf vokal e,i,o menjadivokal a dan u,
Belanda merasa perlu mengurangi pengaruh Islam (budaya Arab) di nusantara
dengan cara mengganti cara penulisan bahasa Melayu karena mereka merasa
takut dengan militansi umat Islam. Alasan ketiga, pemerintah kolonial memiliki
program politik etis di Nusantara. Ejaan van Ophuijsen digantikan oleh Ejaan
Soewandi atau Ejaan Republik, Ejaan Republik diresmikan sebagai acuan ejaan
baku bahasa Melayu untuk mengurangi pengaruh dominasi Belanda yang
diwakili dalam ejaan van Ophuijsen, huruf oe disederhanakan menjadi u, hamzah
(‘) ditulis dengan k sehingga tidak ada lagi kata ra’yat dan ta’ tetapi menjadi
rakyat dan tak, kata ulang ditulis dengan angka 2 seperti pada anak2, ber-dua2-
an, ke-laki2-an dan lainnya. Ejaan Pembaharuan direncanakan untuk
memperbarui Ejaan Republik. Pembaruan ejaan ini dilandasi oleh rasa prihatin
Menteri Moehammad Yamin akan kondisi bahasa Indonesia yang belum
memiliki kejatian. Konsonan dari gabungan konsonan ng menjadi satu huruf ŋ.
Misalnya, mengalah menjadi meŋalah. Konsonan dari gabungan konsonan
njmenjadi satu huruf ń. Misalnya, menjanjimenjadimeńańi. Konsonan dari
gabungan konsonan sjmenjadi satu hurufš. Misalnya, sjarat menjadišarat.
Perubahan penulisan gabungan huruf vokal (diftong) dari gabungan vokal ai, au
dan oimenjadiay, aw, dan oy. Misalnya, balai, engkau, dan amboi menjadi balay,
engkaw, dan amboy. Ejaan Melindo merupakan bentuk penggabungan aturan
penggunaan huruf Latin di Indonesia dan aturan penggunaan huruf latin oleh
Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1959. Hal ini bermula dari peristiwa
Kongres Bahasa Indonesia Kedua yang dilaksanakan tahun 1954 di Medan,
Malaysia keinginan untuk menyatukan ejaan. gabungan konsonan nj pada kata
njanji, ditulis dengan huruf nc, sehingga menjadi huruf yang baru. Gabungan
konsonan tj pada kata tjara, diganti dengan c. Diftong oi seperti pada kata koboi
ditulis menjadi koboy dan lainnya. Ejaan Baru, Lembaga Bahasa dan
Kesusastraan (LBK) menyusun program pembakuan bahasa Indonesia secara
menyeluruh. Program tersebut dijalankan oleh Panitia Ejaan Bahasa Indonesia
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Program tersebut berisi konsep ejaan
yang menjadi awal lahirnyaEYD. Pada intinya, hampir tidak ada perbedaan
berarti di antara ejaan LBK dengan EYD, kecuali pada rincian kaidahkaidah saja.
Ejaan Yang Disempurnakan atau dikenal dengan EYD, Konsep EYD akhirnya
dilengkapi pada pelaksnaan Seminar Bahasa Indonesia di Puncak pada tahun
1972. EYD merupakan hasil kinerja panitia yang diatur dalam surat keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Huruf diftong oi hanya ditemukan di
belakang kata. Bentuk gabungan konsonan kh, ng, ny, dan sy termasuk kelompok
huruf konsonan. Masih menggunakan dua istilah yaitu huruf besar dan huruf
kapital. Penulisan huruf hanya mengatur dua macam huruf yaitu huruf besar atau
huruf kapital dan huruf miring. Penulisan angka untuk menyatakan nilai uang
menggunakan spasi antara lambang dengan angka. Tanda petik dibedakan istilah
dan penggunaannya menjadi dua, yaitu tanda petik ganda dan tanda petik
tunggal. Terdapat tanda ulang berupa angka 2 biasa (bukan kecil di kanan atas [2
] atau juga bukan di kanan bawah [2]) yang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan
notula untuk menyatakan pengulangan kata dasar. Ada banyak hal yang diatur
dalam lampiran Peraturan Menteri ini berlaku sejak 31 Juli 2009 dan
menggantikan peraturan yang lama yakni Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tentang Penyempurnaan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang disempurnakan. Yang pertama, huruf diftong oi ditemukan pada posisi
tengah dan posisi akhir dalam sebuah kata, misalnya boikot dan amboi. Bentuk
kh, ng, ny, dan sy dikelompokkan menjadi gabungan huruf konsonan. Penulisan
huruf masih tetap mengatur dua macam huruf, yaitu huruf besar atau huruf
kapital dan huruf miring. Tanda garis miring terdapat penggunan tambahan, yaitu
tanda garis miring ganda untuk membatasi penggalan-penggalan dalam kalimat
untuk memudahkan pembacaan naskah. Pada tahun 2016 berdasarkan Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Anis Baswedan, aturan ejaan yang
bernama PUEYD diganti dengan nama Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
(Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia, 2016). Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia selanjutnya dikenal dengan singkatan PUEBI.
Saya akan memberi sedikit contoh dan sedikit penjelasan mulai dari
pemakaian huruf, abjad yang dipakai dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas
26 huruf seperti yang kita kenal mulai dari “A” hingga “Z” yang nama huruf dan
cara pengucapannya sudah diatur dengan menyatukan huruf vokal dan suara
dasar dari huruf konsonannya. Huruf vokal adalah huruf yang melambangkan
vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas lima huruf, yaitu a, e, i, o, dan u.
Untuk pengucapan (pelafalan) kata yang benar, diakritik dapat digunakan
jika ejaan kata itu dapat menimbulkan keraguan seperti diakritik (é) dilafalkan [e]
seperti kata “kécap”, (è) dilafalkan [ɛ] dan (ê) dilafalkan [ə]. Huruf konsonan,
huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas 21
huruf, yaitu b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z. Dengan
ketentuan Huruf q dan x khusus digunakan untuk nama diri dan keperluan ilmu.
Huruf x pada posisi awal kata diucapkan [s], seperti “xerofit”. Di dalam bahasa
Indonesia terdapat empat diftong yang dilambangkan dengan gabungan huruf
vokal ai, au, ei, dan oi.

Gabungan huruf konsonan dengan kh, ng, ny, dan sy masing-masing


melambangkan satu bunyi konsonan.

Huruf kapital disebut juga huruf besar, adalah huruf yang berukuran dan
berbentuk khusus dan lebih besar dari huruf biasa, huruf kapital dipakai sebagai
huruf pertama awal kalimat, sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk
julukan, dipakai pada awal kalimat dalam petikan langsung, sebagai huruf
pertama setiap kata nama agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk sebutan dan
kata ganti untuk Tuhan, sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan,
keturunan, keagamaan, atau akademik yang diikuti nama orang, termasuk gelar
akademik yang mengikuti nama orang, sebagai huruf pertama unsur nama gelar
kehormatan, keturunan, keagamaan, profesi, serta nama jabatan dan kepangkatan
yang dipakai sebagai sapaan, sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan
pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama
orang tertentu, nama instansi atau nama tempat, sebagai huruf pertama nama
bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama tahun, bulan, hari dan hari besar atau hari raya, sebagai huruf pertama
nama geografi, sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur bentuk
ulang sempurna) dalam nama negara, lembaga, badan, organisasi, atau dokumen,
kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata (termasuk unsur
kata ulang sempurna) di dalam judul buku, karangan, artikel, dan makalah serta
nama majalah dan surat kabar, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang,
dan untuk, yang tidak terletak pada posisi awal. Sebagai huruf pertama unsur
singka- tan nama gelar, pangkat atau sapaan. Huruf kapital juga dipakai sebagai
huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, kakak,
adik, dan paman, serta kata atau ungkapan lain yang dipakai dalam penyapaan
atau pengacuan.
Huruf miring (dalam cetakan) atau tanda garis bawah (pada tulisan
tangan/ketikan) digunakan sebagai tanda judul buku, nama majalah, dan surat
kabar yang dipakai dalam kalimat. Contoh: Masalah itu sudah dibahas Sutan
Takdir Alisjabana dalam bukunya yang berjudul Tata Bahasa Baru Bahasa
Indonesia. Berbeda dengan itu, judul artikel, judul syair, judul karangan dalam
sebuah buku (bunga rampai), dan judul karangan atau naskah yang belum
diterbitkan, penulisannya tidak menggunakan huruf miring, tetapi menggunakan
tanda petik sebelum dan sesudahnya. Dengan kata lain, penulisan judul-judul itu
diapit dengat tanda petik. Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan
yang sudah ditulis miring, dipakai untuk menegaskan bagianbagian karangan,
seperti judul buku, bab, atau subbab.
Penulisan kata, kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan seperti “Saya pergi
ke sekolah”. Kata berimbuhan, Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta
gabungan awalan dan akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya. Bentuk
terikat ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Bentuk ulang, Bentuk
ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya
contoh; anak-anak, biri-biri.
Gabungan kata, unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk,
termasuk istilah khusus, ditulis terpisah. Gabungan kata yang dapat menimbulkan
salah pengertian ditulis dengan membubuhkan tanda hubung (-) di antara unsur-
unsurnya. Misalnya: anak-istri pejabat. Gabungan kata yang penulisannya
terpisah tetap ditulis terpisah jika mendapat awalan atau akhiran. Misalnya,
bertepuk tangan. Gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus
ditulis serangkai. Misalnya, dilipatgandakan. Pemenggalan kata yang digunakan
untuk jeda sebuah kata, misalnya bu-ah dll. Partikel, partikel -lah, -kah, dan -tah
ditulis satu dengan kata yang mendahuluinya. Partikel pun ditulis terpisah dari
kata yang mendahuluinya dan partikel per yang berarti ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis
terpisah dari kata yang mengikutinya.
Istliah singkatan berbeda dengan akronim. Singkatan ialah kependekan
yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik dilafalkan huruf demi huruf
maupun dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya, seperti UB, bpk. Dan
lainnya. Akronim ialah kependekan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan
suku kata, atau gabungan huruf awal dan suku kata, yang ditulis dan dilafalkan
seperti halnya kata biasa. Misalnya pemilu, pilkada dan lainnya.
Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Ditulis
dengan angka Arab atau Romawi. Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan
dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika dipakai secara
berurutan seperti dalam perincian. Pada awal kalimat angka ditulis dengan huruf,
angka yang menunjukkan bilangan besar dapat ditulis sebagian dengan huruf
supaya lebih mudah dibaca. Angka dipakai untuk menyatakan (a) ukuran
panjang, berat, luas, isi, dan waktu serta (b) nilai uang. Juga dipakai untuk
menomori alamat, seperti jalan, rumah, apartemen, atau kamar. Dan banyak lagi.
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya,
sedangkan -ku, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya, “Rumah itu telah kujual.” kata sandang si dan sang ditulis terpisah dari
kata yang mengikutinya, contohnya “Toko itu memberikan hadiah kepada si
pembeli.”
Tanda baca ialah tanda yang digunakan dalam sistem ejaan. Tanda baca
dapat membantu pembaca untuk memahami makna tulisan dengan tepat. Tanda
baca sangat penting dalam penulisan, karena membantu untuk memahami makna
tulisan tersebut. Penggunaan tanda titik (.), tanda titik digunakan pada akhir
kalimat yang bukan pertanyaan dan seruan, di belakang angka atau huruf dalam
suatu bagan, ikhtisar atau daftar, dipakai untuk memisahkan angka jam, menit,
dan detik yang menunjukkan waktu, dipakai untuk memisahkan angka jam,
menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu, dipakai dalam daftar pustaka
diantara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau
tanda seru dan tempat terbit, Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan
ribuaan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah, dipakai pada penulisan
singkatan, dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan,
dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah dianggap umum.
Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih, hanya dipakai satu tanda titik
dan tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Tanda koma (,),tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu
perincian atau pembilangan, dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu
dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti, tetapi, melainkan.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat, apabila
anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya, dipakai di belakang
ungkapan atau kata penghubung antara kalimat yang terdapat pada awal kalimat,
seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan
meskipun begitu, dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti, o, ya, wah, aduh,
dan kasiahan, atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan seperti, Bu, Dik,
atau Mas dari kata lain yang terdapat di dalam sapaan. Tanda koma digunakan
untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat, dipakai
untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam
kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru,
dipakai di antara nama dan alamat, bagian-bagian alamat, tempat dan tinggal,
nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan, dipakai untuk
memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka, ipakai
di antara tempat penerbitan, nama penerbit, dan tahun penerbitan, dipakai di
antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya, untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga, dipakai di muka
angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka,
dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi,
dipakai untuk menghindari salah baca/salah pengertian di belakang keterangan
yang terdapat pada awal kalimat.
Tanda titik koma (;),Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata
penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk
setara, digunakan untuk akhiri pertanyaan perincian dalam kalimat yang berupa
frasa atau kelompok kata. Dalam hubungan itu, sebelum perincian terakhir tidak
perlu digunakan kata dan, digunakan untuk memisahkan dua kalimat setara atau
lebih apabila unsur-unsur setiap bagian itu dipisah oleh tanda baca dan kata
penghubung. Tanda titik dua (:),titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan
lengkap uang diikuti rangkaian atau pemerian, dipakai sesudah kata atau
ungkapan yang memerlukan pemerian, dalam naskah drama sesudah kata yang
menunjukkan pelaku dalam percakapan dan titik dua dipakai di antara jilid atau
nomor dan halaman, bab dan ayat dalam kitab suci, judul dan anak judul suatu
karangan, serta nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Tanda hubung (-), tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang
terpisah oleh pergantian baris, menyambung awalan dengan bagian kata yang
mengikutinya atau akhiran dengan bagian kata yang mendahuluinya pada
pergatian baris, digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang, hubung
digunakan untuk menyambung bagian-bagian tanggal dan huruf dalam kata yang
dieja satu-satu, dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur
bahasa aing.
Tanda pisah ( – ), dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat
yang memberi penjelasan di luar bangun utama kalimat, untuk menegaskan
adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi
lebih jelas, dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat dengan arti
‘sampai dengan’ atau sampai ke’. Tanda tanya (?), tanya dipakai pada akhir
kalimat tanya. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan
bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan
kebenarannya. Tanda seru (!), dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau
pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan
kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun emosi yang kuat. Tanda elipsis (…),
elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus, elipsis dipakai untuk
menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naska ada bagian yang
dihilangkan. Tanda petik (“ “), dipakai untuk mengapit petikan langsung yang
berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Tanda petik dipakai
untuk mengapit judul puisi, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat,
dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus. Tanda petik tunggal (‘ ‘), tunggal dipakai untuk
mengapit petikan-petikan yang terdapat di dalam petikan lain. Tanda petik
tunggal dipakai untuk mengapit makna kata atau ungkapan. Tanda kurung (( )),
kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan, dipakai
untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama kalimat,
dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan, dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang merinci urutan
keterangan. Tanda kurung siku ([ ]), dipakai untuk mengapit huruf, kata atau
kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat, atau bagian kalimat
yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan
itu memang terdapat di dalam naskah asli. Tanda Garis Miring (/), tanda garis
miring di dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penadaan masa satu tahun
yang terbagi dalam dua tahun takwim atau tahun ajaran. Tanda garis miring
dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap, dan ataupun. Tanda Penyingkat atau
Apostrof (‘), penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian
angka tahun. Dalam perkembangannya bahasa Indonesia menyerap unsur dari
berbagai bahasa, baik dari bahasa daerah, seperti bahasa Jawa, Sunda, dan Bali,
maupun dari bahasa asing, seperti bahasa Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda,
Cina, dan Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya unsur serapan dalam bahasa
Indonesia dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, unsur asing yang
belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti force majeur, de
facto, de jure, dan l’exploitation de l’homme par l’homme. Unsur-unsur itu
dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi cara pengucapan dan
penulisannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur asing yang penulisan dan
pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini,
penyerapan diusahakan agar ejaannya diubah seperlunya sehingga bentuk
Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Diksi adalah pilihan kata yang tepat dalam penggunaannya untuk
mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek yang diharapkan. Ketepatan
dalam pemilihan dan penempatan kata dalam kalimat sangat menentukan
keberhasilan sebuah tulisan. Pembuatan karya sastra memerlukan teknik yang
menggabungkan dari beberapa aspek, termasuk salah satunya penggunaan diksi.
Fungsi diksi adalah agar pemilihan kata dan cara penyampaiannya dapat
dilakukan dengan tepat sehingga orang lain mengerti maksud yang disampaikan.
Diksi juga berfungsi untuk menghiasi suatu kalimat. Jenis pilihan kata ini
dibedakan berdasarkan makna yang ingin disampaikan, Makna denotatif yang
dimaksud adalah makna yang sebenarnya atau makna asli, contohnya “anak
ayam”. Bisa juga diartikan sebagai makna asal atau makna dari sumber aslinya
sebuah kata maupun kalimat. Makna konotatif yang terdapat dalam susunan kata
maupun kalimat merupakan makna kiasan dan berarti makna yang bukan
sebenarnya, contohnya “anak emas”. Jenis konteks dibagi menjadi dua, Konteks
linguistik adalah hubungan antara unsur bahasa yang satu dengan unsur bahasa
yang lain. Konteks linguistik mencakup konteks hubungan antara kata dengan
kata dalam frasa atau kalimat, hubungan antara frasa dalam sebuah kalimat atau
wacana, dan juga hubungan antara kalimat dalam wacana, misalnya: rumah ayah
mengandung pengertian “milik”, rumah batu mengandung pengertian dari atau
bahannya dari batu. Lalu, Konteks nonlinguistik mencakup dua hal, yaitu
hubungan antara kata dan barang atau hal, dan hubungan antara bahasa dan
masyarakat atau disebut juga konteks sosial. Konteks sosial ini mempunyai
peranan yang sangat penting dalam penggunaan kata atau bahasa. Jenis pilihan
kata berdasarkan leksikal dibedakan berdasarkan makna leksikalnya atau makna
kamus karena berasal dari kamus bahasa Indonesia. Yang pertama sinonim,
disebut juga padanan kata atau persamaan kata karena memiliki makna yang
sama, seperti bodoh dan dungu. Antonim disebut juga sebagai lawan kata atau
perbedaan kata karena memiliki makna yang berlawanan, seperti cerdas dan
bodoh. Homonim merupakan jenis kata yang memiliki makna yang berbeda
namun lafal atau pengucapan dan ejaannya sama contohnya rapat dan bisa, lalu
ada homofon yang memiliki lafal sama, namun makna dan ejaannya berbeda
seperti bank dan bang. Homograf merupakan jenis kata atau diksi yang memiliki
ejaan yang sama namun makna dan lafalnya berbeda, seperti apel. Polisemi
merupakan jenis kata yang ejaan dan lafalnya yang sama namun memiliki banyak
arti dan pengertian jika digunakan dalam konteks kalimat yang berbeda, seperti
kepala bagian. Hipernim merupakan kata umum yang menjadi penyebutan kata
lainnya karena dapat mewakili kata lainnya contohnya bunga dan warna.
Sedangkan hiponim adalah kata yang terwakili maknanya oleh kata hipernim,
seperti mawar dan merah. Tujuan penggunaan diksi diantaranya adalah, membuat
orang yang membaca atau pun mendengar karya sastra menjadi lebih paham
mengenai apa yang ingin disampaikan oleh pengarang, komunikasi lebih efektif,
melambangkan ekspresi yang ada dalam gagasan secara verbal (tertulis mau pun
terucap), membentuk ekspresi atau pun gagasan yang tepat sehingga dapat
menyenangkan pendengar atau pun pembacanya. Ada dua syarat yang harus
dipenuhi dalam pemilihan kata agar tepat maknanya. Kedua syarat itu adalah
ketepatan dan kesesuaian. Ketepatan yang dimaksud adalah kemampuan kata
untuk bisa mewakili gagasan secara tepat. Sebaliknya, kesesuaian adalah
pemakaian kata yang cocok dengan situasi kebahasaan tersebut. Pada situasi
yang resmi, pemakaian kata yang digunakan tentu berbeda dengan pilihan kata
yang digunakan saat mengobrol dengan teman. Pemilihan kata yang tepat akan
menjamin kepahaman lawan bicara, sesuai dengan situasi yang dihadapi. Hakikat
diksi akan efektif apabila pilihan kata yang kita buat, baik dalam bahasa lisan
maupun tulisan memperhatikan pendengar/pembaca dan tujuan yang akan
dikatakan. Seorang penulis sebelum menulis seharusnya dapat menempatkan
dirinya seperti pembaca sehingga tidak salah dalam memilih kata. Ide yang
disampaikan dengan kesalahan dalam pemilihan kata akan menyebabkan
pembaca atau pendengar tidak merasa nyaman. Penggunaan bahasa Indonesia
sebagai alat komunikasi lisan hanya terdapat sedikit hambatan komunikasi,
namun tidak halnya dengan komunikasi tulisan, terutama penggunaan bahasa
Indonesia sebagai ilmu pengetahuan. Keragaman makna kosakata bahasa
Indonesia menuntut penulis dalam perangkaian kata sehingga mudah dipahami
maknanya. Kesalahan dalam merangkai kata menjadi kalimat terjadi akibat
kesalahan diksi. Diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang harus dipakai
untuk mencapai suatu gagasan, cara membentuk kelompok kata yang tepat atau
penggunaan ungkapan dan gaya bahasa yang baik dipakai dalam situasi tertentu.
Diksi yang tepat dan sesuai mungkin hanya bisa digunakan oleh orang yang
memiliki perbendaharaan kata yang luas. Ketetapan pilihan kata yang harus
diperhatikan oleh setiap orang sehingga tidak akan menimbulkan kesalah
pahaman, mulai dari memilih kata denotatif apabila ingin menyampaikan
pengertian dasar, memilih kata konotatif apabila menghendaki reaksi emosional
tertentu. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim,
membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya dan menghindari
menggunakan kata-kata ciptaan sendiri.
Ragam bahasa ilmiah adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang
dipakai dalam penulisan karya ilmiah. Ragam bahasa ilmiah ini didapat sesuai
dengan sifat keilmuannya yang didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan,
penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode pendekatan rasional
pendekatan empiris dengan sistematika penulisan yang formal dan isinya dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam bahasa ragam ilmiah memiliki ciri
diantaranya, baku contohnya “Babi adalah sejenis hewan ungulata yang
bermoncong panjang dan berhidung lemper dan merupakan hewan yang aslinya
berasal dari Eurasia.”, cendikia yaitu mengungkapkan hasil berbikir secara
lengkap contohnya “Infeksi cendawan pembentuk mikoriza (CPM) akan
mempengaruhi serapan hara fosfor oleh tanaman inang melalui akar terutama
tanaman yang tumbuh pada tanah yang kekurangan fosfor yang dimungkinkan
oleh adanya hifa eksternal”, logis bahwa Ide atau pesan yang disampaikan
melalui bahasa Indonesia ragam ilmiah dapat diterima akal, kuantitatif yang
contohnya pengunaan kata “beberapa” tidak terlalu tepat dalam menjelaskan
jumlah objek, lugas/jelas seperti “saya minta maaf”, menghindari kalimat
fragmentaris atau kalimat yang belum selesai dan belum tersampaikan tujuan
yang jelas, bertolak dari gagasan yaitu kalimat berpatokan pada ide awal, formal
dan objektif contohnya “Daun tanaman kedelai yang mengalami khlorosis
disebabkan oleh kekurangan unsur nitrogen. Kata yang menunjukkan sikap
ekstrem dapat memberi kesan subyektif dan emosional. Kata seperti harus, wajib,
tidak mungkin tidak, pasti, selalu perlu dihindari”, ringkas/padat contohnya “saya
pergi ke pasar”, dan konsisten dimana penulisan harus sesuai asas dari awal
sampai akhir penulisan. Penggunaan bahasa ilmiah yang berupa karya tulis
ilmiah, misalnya, tesis, laporan penelitian, makalah, skripsi, dan disertasi adalah
contoh yang bersifat formal. Ragam bahasa yang digunakan dalam karya tulis
ilmiah adalah ragam bahasa baku. Bahasa dalam percakapan sehari-hari serta
percakapan lisan tidak tepat apabila digunakan untuk menyampaikan informasi
dan konsep-konsep yang berkadar ilmiah. Sama dengan bahasa ragam sastra
disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menimbulkan berbagai efek emosional,
imajinatif, estetik, dan lainnya, yang dapat membangkitkan rasa haru baik bagi
penulis maupun pembaca. Bahasa ragam ilmiah tidak membuat efek-efek
perasaan yang timbul, sifat bahasa ragam ilmiah yang khusus/spesifik tampak
pada pemilihan dan pemakaian kata serta bentuk-bentuk gramatika. Kata-kata
yang digunakan dalam bahasa ilmiah bersifat denotatif yang artinya, setiap kata
hanya mempunyai satu makna yang paling sesuai dengan konsep keilmuan
tersebut atau fakta yang disampaikan. Sama halnya dengan kalimat-kalimat yang
digunakan dalam bahasa ragam ilmiah bersifat logis. Hubungan antara bagian-
bagian kalimat dalam kalimat tunggal atau hubungan antara kata-kata dalam
kalimat majemuk mengikuti pola-pola bentuk yang logis.
Daftar Pustaka:

Agustina, T. (2019). Analisis Kesalahan Berbahasa pada Bahan Ajar. disastra, 60-
70.

Akmaluddin. (2016). Problematika Bahasa Indonesia Kekinian: Sebuah Analisis.


Mabasan, 63-84.

Mijianti, Y. (2018). PENYEMPURNAAN EJAAN BAHASA INDONESIA.


Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia Volume 3, No. 1, 113-126.

Reskian, A. (2018). ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA KARANGAN.


Jurnal Bahasa dan Sastra.

SUPARNO. (2016, april 26). http://blog.unnes.ac.id/suparno/2016/04/26/ragam-


bahasa-ilmiah/. Retrieved maret 14, 2021, from blog.unnes.ac.id:
http://blog.unnes.ac.id/suparno/2016/04/26/ragam-bahasa-ilmiah/

Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia. (2016). Pedoman Umum Ejaan


Bahasa Indonesia. jakarta: Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia.

Pertanyaan terkait topik “Ejaan Bahasa Indonesia, Penggunaan diksi, dan Istilah
dalam Ragam Ilmiah”

1. Ejaan apa saja yang pernah digunakan di Indonesia?


2. Jelaskan perbedaan antara ragam ilmiah dan ragam populer!

Jawaban

Mulai dari ejaan van Ophuijsen penyederhanaan huruf vokal e,i,o


menjadivokal a dan u, Belanda merasa perlu mengurangi pengaruh Islam (budaya
Arab) di nusantara dengan cara mengganti cara penulisan bahasa Melayu karena
mereka merasa takut dengan militansi umat Islam. Alasan ketiga, pemerintah
kolonial memiliki program politik etis di Nusantara.
Ejaan van Ophuijsen digantikan oleh Ejaan Soewandi atau Ejaan
Republik, Ejaan Republik diresmikan sebagai acuan ejaan baku bahasa Melayu
untuk mengurangi pengaruh dominasi Belanda yang diwakili dalam ejaan van
Ophuijsen, huruf oe disederhanakan menjadi u, hamzah (‘) ditulis dengan k
sehingga tidak ada lagi kata ra’yat dan ta’ tetapi menjadi rakyat dan tak, kata
ulang ditulis dengan angka 2 seperti pada anak2, ber-dua2-an, ke-laki2-an dan
lainnya.
Ejaan Pembaharuan direncanakan untuk memperbarui Ejaan Republik.
Pembaruan ejaan ini dilandasi oleh rasa prihatin Menteri Moehammad Yamin
akan kondisi bahasa Indonesia yang belum memiliki kejatian. Konsonan dari
gabungan konsonan ng menjadi satu huruf ŋ. Misalnya, mengalah menjadi
meŋalah. Konsonan dari gabungan konsonan njmenjadi satu huruf ń. Misalnya,
menjanjimenjadimeńańi. Konsonan dari gabungan konsonan sjmenjadi satu
hurufš. Misalnya, sjarat menjadišarat. Perubahan penulisan gabungan huruf vokal
(diftong) dari gabungan vokal ai, au dan oimenjadiay, aw, dan oy. Misalnya,
balai, engkau, dan amboi menjadi balay, engkaw, dan amboy.
Ejaan Melindo merupakan bentuk penggabungan aturan penggunaan huruf
Latin di Indonesia dan aturan penggunaan huruf latin oleh Persekutuan Tanah
Melayu pada tahun 1959. Hal ini bermula dari peristiwa Kongres Bahasa
Indonesia Kedua yang dilaksanakan tahun 1954 di Medan, Malaysia keinginan
untuk menyatukan ejaan. gabungan konsonan nj pada kata njanji, ditulis dengan
huruf nc, sehingga menjadi huruf yang baru. Gabungan konsonan tj pada kata
tjara, diganti dengan c. Diftong oi seperti pada kata koboi ditulis menjadi koboy
dan lainnya.
Ejaan Baru, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) menyusun program
pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh. Program tersebut dijalankan
oleh Panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Program tersebut berisi konsep ejaan yang menjadi awal lahirnyaEYD. Pada
intinya, hampir tidak ada perbedaan berarti di antara ejaan LBK dengan EYD,
kecuali pada rincian kaidahkaidah saja.
Ejaan Yang Disempurnakan atau dikenal dengan EYD, Konsep EYD
akhirnya dilengkapi pada pelaksnaan Seminar Bahasa Indonesia di Puncak pada
tahun 1972. EYD merupakan hasil kinerja panitia yang diatur dalam surat
keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Huruf diftong oi hanya
ditemukan di belakang kata. Bentuk gabungan konsonan kh, ng, ny, dan sy
termasuk kelompok huruf konsonan. Masih menggunakan dua istilah yaitu huruf
besar dan huruf kapital. Penulisan huruf hanya mengatur dua macam huruf yaitu
huruf besar atau huruf kapital dan huruf miring. Penulisan angka untuk
menyatakan nilai uang menggunakan spasi antara lambang dengan angka. Tanda
petik dibedakan istilah dan penggunaannya menjadi dua, yaitu tanda petik ganda
dan tanda petik tunggal. Terdapat tanda ulang berupa angka 2 biasa (bukan kecil
di kanan atas [2 ] atau juga bukan di kanan bawah [2]) yang dapat dipakai dalam
tulisan cepat dan notula untuk menyatakan pengulangan kata dasar. Ada banyak
hal yang diatur dalam lampiran Peraturan Menteri ini berlaku sejak 31 Juli 2009
dan menggantikan peraturan yang lama yakni Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tentang Penyempurnaan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang disempurnakan. Yang pertama, huruf diftong oi ditemukan pada posisi
tengah dan posisi akhir dalam sebuah kata, misalnya boikot dan amboi. Bentuk
kh, ng, ny, dan sy dikelompokkan menjadi gabungan huruf konsonan. Penulisan
huruf masih tetap mengatur dua macam huruf, yaitu huruf besar atau huruf
kapital dan huruf miring. Tanda garis miring terdapat penggunan tambahan, yaitu
tanda garis miring ganda untuk membatasi penggalan-penggalan dalam kalimat
untuk memudahkan pembacaan naskah.
Pada tahun 2016 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Dr. Anis Baswedan, aturan ejaan yang bernama PUEYD diganti
dengan nama Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (Tim Pengembang
Pedoman Bahasa Indonesia, 2016). Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
selanjutnya dikenal dengan singkatan PUEBI.
Ragam bahasa ilmiah adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang
digunakan dalam pertemuan dan penulisan karya ilmiah. Dimana ragam bahasa
ilmiah ini diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya dan didasari oleh hasil
pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut
metode (pendekatan rasional pendekatan empiris) dengan sistematika penulisan
yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
atau keilmiahannya. Bahasa ragam ilmiah merupakan ragam bahasa berdasarkan
pengelompokkan menurut jenis pemakaiannya dalam bidang kegiatan sesuai
dengan sifat keilmuannya. Bahasa Indonesia harus memenuhi syarat diantaranya
benar (sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku), logis, cermat dan
sistematis. Pada bahasa ragam ilmiah, bahasa bentuk luas dan ide yang
disampaikan melalui bahasa itu sebagai bentuk dalam, tidak dapat dipisahkan.
Dalam bahasa ragam ilmiah memiliki ciri diantaranya, baku contohnya “Babi
adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung lemper
dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia.”, cendikia yaitu
mengungkapkan hasil berbikir secara lengkap contohnya “Infeksi cendawan
pembentuk mikoriza (CPM) akan mempengaruhi serapan hara fosfor oleh
tanaman inang melalui akar terutama tanaman yang tumbuh pada tanah yang
kekurangan fosfor yang dimungkinkan oleh adanya hifa eksternal”, logis bahwa
Ide atau pesan yang disampaikan melalui bahasa Indonesia ragam ilmiah dapat
diterima akal, kuantitatif yang contohnya pengunaan kata “beberapa” tidak
terlalu tepat dalam menjelaskan jumlah objek, lugas/jelas seperti “saya minta
maaf”, menghindari kalimat fragmentaris atau kalimat yang belum selesai dan
belum tersampaikan tujuan yang jelas, bertolak dari gagasan yaitu kalimat
berpatokan pada ide awal, formal dan objektif contohnya “Daun tanaman kedelai
yang mengalami khlorosis disebabkan oleh kekurangan unsur nitrogen. Kata
yang menunjukkan sikap ekstrem dapat memberi kesan subyektif dan emosional.
Kata seperti harus, wajib, tidak mungkin tidak, pasti, selalu perlu dihindari”,
ringkas/padat contohnya “saya pergi ke pasar”, dan konsisten dimana penulisan
harus sesuai asas dari awal sampai akhir penulisan. Penggunaan bahasa ilmiah
yang berupa karya tulis ilmiah, misalnya, tesis, laporan penelitian, makalah,
skripsi, dan disertasi adalah contoh yang bersifat formal.
Ragam penulisan populer biasa juga dikenal dengan ragam penulisan
jurnalistik. Ragam jurnalistik ini sering kita lihat dalam penulisan berbagai
artikel, berita, tajuk rencana, dan lain sebagainya yang terdapat di dalam koran
ataupun majalah. Beberapa ahli mengidentifikasi berbagai karakteristik bahasa
jurnalistik sebagai sebuah ragam bahasa khas jurnalistik yang memiliki beberapa
sifat, yaitu: bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas. Sederhana karena harus
dipahami secara mudah; komunikatif karena jurnalistik harus menyampaikan
berita yang tepat; dan ringkas karena keterbatasan ruang (dalam media cetak) dan
keterbatasan waktu (dalam media elektronik). Dengan ciri bahasa jurnalistik
sebagai berikut, Bahasa yang dipergunakan wartawan harus lugas, artinya bahasa
yang dipergunakan secara langsung pada sasaran makna yang ingin diungkapkan.
Seorang wartawan harus menghindari menggunakan bahasa yang kemungkinan
akan mempunyai banyak tafsir. Bahasa yang dipergunakan wartawan harus
lugas, artinya bahasa yang dipergunakan secara langsung pada sasaran makna
yang ingin diungkapkan. Seorang wartawan harus menghindari menggunakan
bahasa yang kemungkinan akan mempunyai banyak tafsir. Bahasa yang
dipergunakan wartawan harus lugas, artinya bahasa yang dipergunakan secara
langsung pada sasaran makna yang ingin diungkapkan. Seorang wartawan harus
menghindari menggunakan bahasa yang kemungkinan akan mempunyai banyak
tafsir. Ciri ini bermaksud bahwa sebuah berita surat kabar harus kronologis,
menyajikan keteraturan peristiwa dalam penulisan berita. Kesistematisan ini akan
bermanfaat bagi pembaca untuk secepatnya mendapatkan informasi yang
disampaikan surat kabar yang bersangkutan. Kesinambungan informasi menjadi
hak pembaca dalam mengetahui sebuah peristiwa. Bahasa jurnalistik harus
demokratis, bersifat netral, tidak membeda-bedakan posisi sumber berita.
Wartawan harus menyajikan berita secara seimbang dan tidak tendensius. Surat
kabar dikonsumsi untuk dibaca masyarakat. Agar masyarakat mau membacanya,
maka surat kabar itu harus menampilkan bahasa yang menarik dan merangsang
minat baca. Menarik tidak berarti tendensius atau menyajikan gosip. Menyajikan
berita dengan fakta yang jelas dan akurat adalah salah satu bagian yang
menjadikan pembaca mau membaca berita tersebut. Kalimat pendek dalam
bahasa jurnalistik dimaksudkan agar pokok persoalan yang diungkapkan segera
dapat dimengerti pembaca. Kalimat pendek yang lengkap dapat mengungkapkan
maksud penulis secara jelas. Kalimat majemuk sering dihindari dalam penulisan
jurnalistik. Agar laporan atau berita itu menarik dan terasa hidup, maka kalimat
aktif yang harus digunakan dalam menyajikan berita. Bahasa positif lebih banyak
diminati dibandingkan bahasa negatif. Dalam kegiatan jurnalistik bahasa positif
bisa dijadikan agar pembaca tertarik membaca berita yang dituliskan wartawan.

Anda mungkin juga menyukai