NIM : 205060101111034
Huruf kapital disebut juga huruf besar, adalah huruf yang berukuran dan
berbentuk khusus dan lebih besar dari huruf biasa, huruf kapital dipakai sebagai
huruf pertama awal kalimat, sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk
julukan, dipakai pada awal kalimat dalam petikan langsung, sebagai huruf
pertama setiap kata nama agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk sebutan dan
kata ganti untuk Tuhan, sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan,
keturunan, keagamaan, atau akademik yang diikuti nama orang, termasuk gelar
akademik yang mengikuti nama orang, sebagai huruf pertama unsur nama gelar
kehormatan, keturunan, keagamaan, profesi, serta nama jabatan dan kepangkatan
yang dipakai sebagai sapaan, sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan
pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama
orang tertentu, nama instansi atau nama tempat, sebagai huruf pertama nama
bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama tahun, bulan, hari dan hari besar atau hari raya, sebagai huruf pertama
nama geografi, sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur bentuk
ulang sempurna) dalam nama negara, lembaga, badan, organisasi, atau dokumen,
kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata (termasuk unsur
kata ulang sempurna) di dalam judul buku, karangan, artikel, dan makalah serta
nama majalah dan surat kabar, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang,
dan untuk, yang tidak terletak pada posisi awal. Sebagai huruf pertama unsur
singka- tan nama gelar, pangkat atau sapaan. Huruf kapital juga dipakai sebagai
huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, kakak,
adik, dan paman, serta kata atau ungkapan lain yang dipakai dalam penyapaan
atau pengacuan.
Huruf miring (dalam cetakan) atau tanda garis bawah (pada tulisan
tangan/ketikan) digunakan sebagai tanda judul buku, nama majalah, dan surat
kabar yang dipakai dalam kalimat. Contoh: Masalah itu sudah dibahas Sutan
Takdir Alisjabana dalam bukunya yang berjudul Tata Bahasa Baru Bahasa
Indonesia. Berbeda dengan itu, judul artikel, judul syair, judul karangan dalam
sebuah buku (bunga rampai), dan judul karangan atau naskah yang belum
diterbitkan, penulisannya tidak menggunakan huruf miring, tetapi menggunakan
tanda petik sebelum dan sesudahnya. Dengan kata lain, penulisan judul-judul itu
diapit dengat tanda petik. Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan
yang sudah ditulis miring, dipakai untuk menegaskan bagianbagian karangan,
seperti judul buku, bab, atau subbab.
Penulisan kata, kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan seperti “Saya pergi
ke sekolah”. Kata berimbuhan, Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta
gabungan awalan dan akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya. Bentuk
terikat ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Bentuk ulang, Bentuk
ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya
contoh; anak-anak, biri-biri.
Gabungan kata, unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk,
termasuk istilah khusus, ditulis terpisah. Gabungan kata yang dapat menimbulkan
salah pengertian ditulis dengan membubuhkan tanda hubung (-) di antara unsur-
unsurnya. Misalnya: anak-istri pejabat. Gabungan kata yang penulisannya
terpisah tetap ditulis terpisah jika mendapat awalan atau akhiran. Misalnya,
bertepuk tangan. Gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus
ditulis serangkai. Misalnya, dilipatgandakan. Pemenggalan kata yang digunakan
untuk jeda sebuah kata, misalnya bu-ah dll. Partikel, partikel -lah, -kah, dan -tah
ditulis satu dengan kata yang mendahuluinya. Partikel pun ditulis terpisah dari
kata yang mendahuluinya dan partikel per yang berarti ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis
terpisah dari kata yang mengikutinya.
Istliah singkatan berbeda dengan akronim. Singkatan ialah kependekan
yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik dilafalkan huruf demi huruf
maupun dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya, seperti UB, bpk. Dan
lainnya. Akronim ialah kependekan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan
suku kata, atau gabungan huruf awal dan suku kata, yang ditulis dan dilafalkan
seperti halnya kata biasa. Misalnya pemilu, pilkada dan lainnya.
Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Ditulis
dengan angka Arab atau Romawi. Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan
dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika dipakai secara
berurutan seperti dalam perincian. Pada awal kalimat angka ditulis dengan huruf,
angka yang menunjukkan bilangan besar dapat ditulis sebagian dengan huruf
supaya lebih mudah dibaca. Angka dipakai untuk menyatakan (a) ukuran
panjang, berat, luas, isi, dan waktu serta (b) nilai uang. Juga dipakai untuk
menomori alamat, seperti jalan, rumah, apartemen, atau kamar. Dan banyak lagi.
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya,
sedangkan -ku, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya, “Rumah itu telah kujual.” kata sandang si dan sang ditulis terpisah dari
kata yang mengikutinya, contohnya “Toko itu memberikan hadiah kepada si
pembeli.”
Tanda baca ialah tanda yang digunakan dalam sistem ejaan. Tanda baca
dapat membantu pembaca untuk memahami makna tulisan dengan tepat. Tanda
baca sangat penting dalam penulisan, karena membantu untuk memahami makna
tulisan tersebut. Penggunaan tanda titik (.), tanda titik digunakan pada akhir
kalimat yang bukan pertanyaan dan seruan, di belakang angka atau huruf dalam
suatu bagan, ikhtisar atau daftar, dipakai untuk memisahkan angka jam, menit,
dan detik yang menunjukkan waktu, dipakai untuk memisahkan angka jam,
menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu, dipakai dalam daftar pustaka
diantara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau
tanda seru dan tempat terbit, Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan
ribuaan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah, dipakai pada penulisan
singkatan, dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan,
dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah dianggap umum.
Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih, hanya dipakai satu tanda titik
dan tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Tanda koma (,),tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu
perincian atau pembilangan, dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu
dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti, tetapi, melainkan.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat, apabila
anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya, dipakai di belakang
ungkapan atau kata penghubung antara kalimat yang terdapat pada awal kalimat,
seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan
meskipun begitu, dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti, o, ya, wah, aduh,
dan kasiahan, atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan seperti, Bu, Dik,
atau Mas dari kata lain yang terdapat di dalam sapaan. Tanda koma digunakan
untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat, dipakai
untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam
kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru,
dipakai di antara nama dan alamat, bagian-bagian alamat, tempat dan tinggal,
nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan, dipakai untuk
memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka, ipakai
di antara tempat penerbitan, nama penerbit, dan tahun penerbitan, dipakai di
antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya, untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga, dipakai di muka
angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka,
dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi,
dipakai untuk menghindari salah baca/salah pengertian di belakang keterangan
yang terdapat pada awal kalimat.
Tanda titik koma (;),Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata
penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk
setara, digunakan untuk akhiri pertanyaan perincian dalam kalimat yang berupa
frasa atau kelompok kata. Dalam hubungan itu, sebelum perincian terakhir tidak
perlu digunakan kata dan, digunakan untuk memisahkan dua kalimat setara atau
lebih apabila unsur-unsur setiap bagian itu dipisah oleh tanda baca dan kata
penghubung. Tanda titik dua (:),titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan
lengkap uang diikuti rangkaian atau pemerian, dipakai sesudah kata atau
ungkapan yang memerlukan pemerian, dalam naskah drama sesudah kata yang
menunjukkan pelaku dalam percakapan dan titik dua dipakai di antara jilid atau
nomor dan halaman, bab dan ayat dalam kitab suci, judul dan anak judul suatu
karangan, serta nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Tanda hubung (-), tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang
terpisah oleh pergantian baris, menyambung awalan dengan bagian kata yang
mengikutinya atau akhiran dengan bagian kata yang mendahuluinya pada
pergatian baris, digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang, hubung
digunakan untuk menyambung bagian-bagian tanggal dan huruf dalam kata yang
dieja satu-satu, dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur
bahasa aing.
Tanda pisah ( – ), dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat
yang memberi penjelasan di luar bangun utama kalimat, untuk menegaskan
adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi
lebih jelas, dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat dengan arti
‘sampai dengan’ atau sampai ke’. Tanda tanya (?), tanya dipakai pada akhir
kalimat tanya. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan
bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan
kebenarannya. Tanda seru (!), dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau
pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan
kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun emosi yang kuat. Tanda elipsis (…),
elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus, elipsis dipakai untuk
menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naska ada bagian yang
dihilangkan. Tanda petik (“ “), dipakai untuk mengapit petikan langsung yang
berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Tanda petik dipakai
untuk mengapit judul puisi, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat,
dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus. Tanda petik tunggal (‘ ‘), tunggal dipakai untuk
mengapit petikan-petikan yang terdapat di dalam petikan lain. Tanda petik
tunggal dipakai untuk mengapit makna kata atau ungkapan. Tanda kurung (( )),
kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan, dipakai
untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama kalimat,
dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan, dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang merinci urutan
keterangan. Tanda kurung siku ([ ]), dipakai untuk mengapit huruf, kata atau
kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat, atau bagian kalimat
yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan
itu memang terdapat di dalam naskah asli. Tanda Garis Miring (/), tanda garis
miring di dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penadaan masa satu tahun
yang terbagi dalam dua tahun takwim atau tahun ajaran. Tanda garis miring
dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap, dan ataupun. Tanda Penyingkat atau
Apostrof (‘), penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian
angka tahun. Dalam perkembangannya bahasa Indonesia menyerap unsur dari
berbagai bahasa, baik dari bahasa daerah, seperti bahasa Jawa, Sunda, dan Bali,
maupun dari bahasa asing, seperti bahasa Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda,
Cina, dan Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya unsur serapan dalam bahasa
Indonesia dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, unsur asing yang
belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti force majeur, de
facto, de jure, dan l’exploitation de l’homme par l’homme. Unsur-unsur itu
dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi cara pengucapan dan
penulisannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur asing yang penulisan dan
pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini,
penyerapan diusahakan agar ejaannya diubah seperlunya sehingga bentuk
Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Diksi adalah pilihan kata yang tepat dalam penggunaannya untuk
mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek yang diharapkan. Ketepatan
dalam pemilihan dan penempatan kata dalam kalimat sangat menentukan
keberhasilan sebuah tulisan. Pembuatan karya sastra memerlukan teknik yang
menggabungkan dari beberapa aspek, termasuk salah satunya penggunaan diksi.
Fungsi diksi adalah agar pemilihan kata dan cara penyampaiannya dapat
dilakukan dengan tepat sehingga orang lain mengerti maksud yang disampaikan.
Diksi juga berfungsi untuk menghiasi suatu kalimat. Jenis pilihan kata ini
dibedakan berdasarkan makna yang ingin disampaikan, Makna denotatif yang
dimaksud adalah makna yang sebenarnya atau makna asli, contohnya “anak
ayam”. Bisa juga diartikan sebagai makna asal atau makna dari sumber aslinya
sebuah kata maupun kalimat. Makna konotatif yang terdapat dalam susunan kata
maupun kalimat merupakan makna kiasan dan berarti makna yang bukan
sebenarnya, contohnya “anak emas”. Jenis konteks dibagi menjadi dua, Konteks
linguistik adalah hubungan antara unsur bahasa yang satu dengan unsur bahasa
yang lain. Konteks linguistik mencakup konteks hubungan antara kata dengan
kata dalam frasa atau kalimat, hubungan antara frasa dalam sebuah kalimat atau
wacana, dan juga hubungan antara kalimat dalam wacana, misalnya: rumah ayah
mengandung pengertian “milik”, rumah batu mengandung pengertian dari atau
bahannya dari batu. Lalu, Konteks nonlinguistik mencakup dua hal, yaitu
hubungan antara kata dan barang atau hal, dan hubungan antara bahasa dan
masyarakat atau disebut juga konteks sosial. Konteks sosial ini mempunyai
peranan yang sangat penting dalam penggunaan kata atau bahasa. Jenis pilihan
kata berdasarkan leksikal dibedakan berdasarkan makna leksikalnya atau makna
kamus karena berasal dari kamus bahasa Indonesia. Yang pertama sinonim,
disebut juga padanan kata atau persamaan kata karena memiliki makna yang
sama, seperti bodoh dan dungu. Antonim disebut juga sebagai lawan kata atau
perbedaan kata karena memiliki makna yang berlawanan, seperti cerdas dan
bodoh. Homonim merupakan jenis kata yang memiliki makna yang berbeda
namun lafal atau pengucapan dan ejaannya sama contohnya rapat dan bisa, lalu
ada homofon yang memiliki lafal sama, namun makna dan ejaannya berbeda
seperti bank dan bang. Homograf merupakan jenis kata atau diksi yang memiliki
ejaan yang sama namun makna dan lafalnya berbeda, seperti apel. Polisemi
merupakan jenis kata yang ejaan dan lafalnya yang sama namun memiliki banyak
arti dan pengertian jika digunakan dalam konteks kalimat yang berbeda, seperti
kepala bagian. Hipernim merupakan kata umum yang menjadi penyebutan kata
lainnya karena dapat mewakili kata lainnya contohnya bunga dan warna.
Sedangkan hiponim adalah kata yang terwakili maknanya oleh kata hipernim,
seperti mawar dan merah. Tujuan penggunaan diksi diantaranya adalah, membuat
orang yang membaca atau pun mendengar karya sastra menjadi lebih paham
mengenai apa yang ingin disampaikan oleh pengarang, komunikasi lebih efektif,
melambangkan ekspresi yang ada dalam gagasan secara verbal (tertulis mau pun
terucap), membentuk ekspresi atau pun gagasan yang tepat sehingga dapat
menyenangkan pendengar atau pun pembacanya. Ada dua syarat yang harus
dipenuhi dalam pemilihan kata agar tepat maknanya. Kedua syarat itu adalah
ketepatan dan kesesuaian. Ketepatan yang dimaksud adalah kemampuan kata
untuk bisa mewakili gagasan secara tepat. Sebaliknya, kesesuaian adalah
pemakaian kata yang cocok dengan situasi kebahasaan tersebut. Pada situasi
yang resmi, pemakaian kata yang digunakan tentu berbeda dengan pilihan kata
yang digunakan saat mengobrol dengan teman. Pemilihan kata yang tepat akan
menjamin kepahaman lawan bicara, sesuai dengan situasi yang dihadapi. Hakikat
diksi akan efektif apabila pilihan kata yang kita buat, baik dalam bahasa lisan
maupun tulisan memperhatikan pendengar/pembaca dan tujuan yang akan
dikatakan. Seorang penulis sebelum menulis seharusnya dapat menempatkan
dirinya seperti pembaca sehingga tidak salah dalam memilih kata. Ide yang
disampaikan dengan kesalahan dalam pemilihan kata akan menyebabkan
pembaca atau pendengar tidak merasa nyaman. Penggunaan bahasa Indonesia
sebagai alat komunikasi lisan hanya terdapat sedikit hambatan komunikasi,
namun tidak halnya dengan komunikasi tulisan, terutama penggunaan bahasa
Indonesia sebagai ilmu pengetahuan. Keragaman makna kosakata bahasa
Indonesia menuntut penulis dalam perangkaian kata sehingga mudah dipahami
maknanya. Kesalahan dalam merangkai kata menjadi kalimat terjadi akibat
kesalahan diksi. Diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang harus dipakai
untuk mencapai suatu gagasan, cara membentuk kelompok kata yang tepat atau
penggunaan ungkapan dan gaya bahasa yang baik dipakai dalam situasi tertentu.
Diksi yang tepat dan sesuai mungkin hanya bisa digunakan oleh orang yang
memiliki perbendaharaan kata yang luas. Ketetapan pilihan kata yang harus
diperhatikan oleh setiap orang sehingga tidak akan menimbulkan kesalah
pahaman, mulai dari memilih kata denotatif apabila ingin menyampaikan
pengertian dasar, memilih kata konotatif apabila menghendaki reaksi emosional
tertentu. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim,
membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya dan menghindari
menggunakan kata-kata ciptaan sendiri.
Ragam bahasa ilmiah adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang
dipakai dalam penulisan karya ilmiah. Ragam bahasa ilmiah ini didapat sesuai
dengan sifat keilmuannya yang didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan,
penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode pendekatan rasional
pendekatan empiris dengan sistematika penulisan yang formal dan isinya dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam bahasa ragam ilmiah memiliki ciri
diantaranya, baku contohnya “Babi adalah sejenis hewan ungulata yang
bermoncong panjang dan berhidung lemper dan merupakan hewan yang aslinya
berasal dari Eurasia.”, cendikia yaitu mengungkapkan hasil berbikir secara
lengkap contohnya “Infeksi cendawan pembentuk mikoriza (CPM) akan
mempengaruhi serapan hara fosfor oleh tanaman inang melalui akar terutama
tanaman yang tumbuh pada tanah yang kekurangan fosfor yang dimungkinkan
oleh adanya hifa eksternal”, logis bahwa Ide atau pesan yang disampaikan
melalui bahasa Indonesia ragam ilmiah dapat diterima akal, kuantitatif yang
contohnya pengunaan kata “beberapa” tidak terlalu tepat dalam menjelaskan
jumlah objek, lugas/jelas seperti “saya minta maaf”, menghindari kalimat
fragmentaris atau kalimat yang belum selesai dan belum tersampaikan tujuan
yang jelas, bertolak dari gagasan yaitu kalimat berpatokan pada ide awal, formal
dan objektif contohnya “Daun tanaman kedelai yang mengalami khlorosis
disebabkan oleh kekurangan unsur nitrogen. Kata yang menunjukkan sikap
ekstrem dapat memberi kesan subyektif dan emosional. Kata seperti harus, wajib,
tidak mungkin tidak, pasti, selalu perlu dihindari”, ringkas/padat contohnya “saya
pergi ke pasar”, dan konsisten dimana penulisan harus sesuai asas dari awal
sampai akhir penulisan. Penggunaan bahasa ilmiah yang berupa karya tulis
ilmiah, misalnya, tesis, laporan penelitian, makalah, skripsi, dan disertasi adalah
contoh yang bersifat formal. Ragam bahasa yang digunakan dalam karya tulis
ilmiah adalah ragam bahasa baku. Bahasa dalam percakapan sehari-hari serta
percakapan lisan tidak tepat apabila digunakan untuk menyampaikan informasi
dan konsep-konsep yang berkadar ilmiah. Sama dengan bahasa ragam sastra
disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menimbulkan berbagai efek emosional,
imajinatif, estetik, dan lainnya, yang dapat membangkitkan rasa haru baik bagi
penulis maupun pembaca. Bahasa ragam ilmiah tidak membuat efek-efek
perasaan yang timbul, sifat bahasa ragam ilmiah yang khusus/spesifik tampak
pada pemilihan dan pemakaian kata serta bentuk-bentuk gramatika. Kata-kata
yang digunakan dalam bahasa ilmiah bersifat denotatif yang artinya, setiap kata
hanya mempunyai satu makna yang paling sesuai dengan konsep keilmuan
tersebut atau fakta yang disampaikan. Sama halnya dengan kalimat-kalimat yang
digunakan dalam bahasa ragam ilmiah bersifat logis. Hubungan antara bagian-
bagian kalimat dalam kalimat tunggal atau hubungan antara kata-kata dalam
kalimat majemuk mengikuti pola-pola bentuk yang logis.
Daftar Pustaka:
Agustina, T. (2019). Analisis Kesalahan Berbahasa pada Bahan Ajar. disastra, 60-
70.
Pertanyaan terkait topik “Ejaan Bahasa Indonesia, Penggunaan diksi, dan Istilah
dalam Ragam Ilmiah”
Jawaban