Allah memilih manusia untuk mendiami bumi ciptaan-Nya. Alquran juga berada dalam kondisi bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang paling baik (ahsan taqwim). Ketika ditiupkan ruh ke dalam tubuh nenek moyang manusia, Adam as, para malaikat disuruh sujud hadir sebagai penghormatan. Tidak hanya sampaí di situ, Tuhan juga memberikan manusia ilmu pengetahuan, kemauan, dan penguasaan (amanah) bumi yang menjadi pusat kegiatan makhluk Allah di alam ini. Segala apa yang ada di langit dan di bumi, semuanya memiliki keter- kepentingan dengan kepentingan manusia. Manusia juga diberi ganjaran pahala bagi yang mampu menjalankan peran kemanusiaannya tersebut. Tujuan utama manusia adalah untuk menentukan tujuan Allah. Ini merupakan misi utama mereka dihidupkan oleh Pencipta alam semesta ini. Hal tersebut benar-benar yang oleh Allah di dalam surah as-Zariyat 56. Oleh Fakhr ad-Din ar-Razi dijejelaskan di dalam kitab Tafsir-nya bahwa ayat ini mengandung hikmah yang sangat banyak. Di antaranya, Allah menyebutkan dan memberitahukan kepada jin dan manusia bahwa tujuan hidup mereka adalah untuk beribadah kepada-Nya. Untuk tujuan ini, Allah mengutus para nabi dan rasul agar memberitahukan bagaimana mereka harus beribadah kepada-Nya. Dalam kaitan ini pun fungsi Naki dan Rasul itu sendiri adalah untuk beribadah kepada Allah di sampine mengajari manusia dan jin bagaimana cara-cara beribadah tersebu Penegasan ayat ini kepada jin dan manusia bukan berarti makhluk yang lain seperti malaikat tidak beribadah kepada Allah. Pendapat seperti ini keliru, sebab Allah di dalam surah al-Anbiya' ayat 26 dan al-A'raf 206 menjelaskan bahwa malaikat juga melakukan ibadah. Kandungan dari surah az-Zariyah ayat 56 di atas adalah untuk jin dan manusia karena mereka sering lalai dalam menjalankan tujuan pen- ciptaan mereka, Nash Alquran dan Sunnah tidak pernah menjelaskan bahwa ada malaikat yang kafir dan fasik karena meninggalkan ibadahnya sebagaimana yang terjadi pada manusia dan jin. Kedua makhluk ini banyak melakukan kefasikan, kekafiran, kesvirikan, dan tidak mau ibadahnya hanya kepada Allah. Tatkala tujuan manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya, maka seyogianya ia menjadikan seluruh hidupnya dalam rangka lillahi Ta'ala (hanya untuk Allah). Hal itu bukan berarti ia harus mengisi seluruh waktunya dengan salat atau berzikir lafzhi tanpa berhenti. Tidak demikian! Adapun yang diamksud dengan hal ini adalah manusia harus menjalankan geluruh aspek kehidupannya sesuai dengan tuntunan syariat yang dibebankan kepadanya. Tuntunan itu dijalankannya hanya sebagai sebuah pengabdian secara ikhlas kepada-Nya berdasarkan rida dan kehendak-Nya. Oleh sebab itu, ja salat hanya karena Allah, ia puasa hanya karena Allah, ia menuntut ilmu hanya karena Allah, dan ia mencari nafkah untuk keluarganya hanya karena mengikut perintah Allah, dan seterusnya. Semua itu dinitkannya untuk beribadah kepada Tuhan yang menciptakannya dan menciptakan segala makhluk ini. Dengan sikap seperti ini maka ia akan selalu bisa memperbaiki niat dan mengontrol perilakunya agar sesuai dengan kehendak Allah dan menjadi ibadah kepada-Nya. Inilah yang dimaksud sikap ihsan yang disabdakan Nabi Muhammad saw. Hakikat ihsan menurut istilah tersebut mengandung arti bahwa dalanı menyembah Allah seseorang harus bersungguh-sungguh, serius, penuh keikhlasan, dan tawaduk. Dalam batinya harustumbuh keyakinan balıwa Allah seakan-akan berada di hadapan- mya dan melihat-Nya. Dengan kata lain, dia harus merasa bahwa Allah selamanya hadir dan menyaksikan una perbuatannya Karena itiL ja tidak akan melaksanakan maksiat kepada-Nya. Ibn Qayyim mengatakan bahwa dalam hal menjalankan ibadah kepada Allah sebagai tujuan hidup manusia, maka ia harus memperhatikan dua hal. Pertama, hatinya harus ikhlas hanya kepada Allah dan kedua harus sesuai dengan petunjuk yang diajarkan oleh Nabi saw (Sunnah). Ikhlas secara terminologis telah dirumuskan ulama. Niat ikhlas adalah pekerjaan hati. la harus ada di dalam setiap ibadah formal kepada Allah Siapa pun tidak mengetahui hati seseorang kecuali ia sendiri dan Tuhannya oleh sebab itu, ia harus selalu jujur kepada dirinya dan Tuhannya. Allah berfirman di dalam surah Ali Imran ayat 29. Sebaik apa pun amal manusia pada lahirnya namun tidak didasari oleh niat dan keikhlasan, maka amal tersebut akan sia-sia. Sebab, inti suatu amal ada di dalam hati, sementara anggota tubuh adalah pengejewantahan dari hati. Lawan dari niat adalah lalai, sementara lawan dari ikhlas adalah riya Lalai mengakibatkan amal menjadi sia-sia dan tidak diterima, sementara riya menghanguskan amal dan membakar amalnya dengan dosa. Dalam kaitan ini ada baiknya disimak beberapa firman Allah pada surah al-Baqarah ayat 265-266. Sebagaimana yang telah disebut- kan, selain harus ikhlas, ibadah mesti mengikut tuntunan yang diajarkan oleh Nabi saw. Jika ibadah formal tidak mengikuti tuntunan tersebut maka ia sia-sia bahkan bagi orang- otang yang membuat-buat ibadah tanpa dalil akan mendapat ancaman api neraka. Nabi saw. bersabda: Sesungguhnya, sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah dan sebaik-baik peturnjuk adalah petunjuk dari Rasulullah, seburuk-buruk perkara (agama) adalah bidah (sestaate yang dibuat-buat tanpa datil). Setiap bidah adalah sesat. Nabi saw bersabda: Barangsiapa mengada-adakan di dalam agama kami ini (aqidah dan Ibadah) sesuatu yang tidak darinya maka ia tertolak. Kemudian HR. Muslim lain juga mengemukakan: Aninya Seburuk buruk perbuatan adalah yang mengada ada (menambah- mambah), setiap yang mengada-ada adalah bidah setiap bidah adalah sesat, dan setiap yang sesat masuk neraka" Ketika manusia sudah menjalankan perannya sebagai makhluk yang mengabdi kepada Allah, maka Allah akan menjadikannya sebagai hamba Allah yang bersyukur dan bertakwa. Ini merupakan peringkat tertinggi yang diperoleh oleh hamba Allah. Buku 2 Manusia dalam Perspektif Islam
1. Hakekat dan Martabat manusia dalam Islam
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang misterius dan sangat menarik. Dikatakan misterius karena semakin dikaji semakin terungkap betapa banyak hal-hal mengenai manusia yang belum terungkapkan. Dan dikatakan menarik karena manusia sebagai subjek sekaligius sebagai objek kajian yang tiada henti-hentinya terus dilakukan manusia khususnya para ilmuwan. Oleh karena itu ia telah menjadi sasaran studi sejak dahulu, kini dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya. 2. Kelebihan Manusia dari Makhluk Lainnya, Fungsi dan Tanggung Jawab Manusia dalam Islam Bertitik tolak dan rumusan singkat itu, menurut ajaran Islam, manusia, dibandingkan dengan mahluk lain, mempunyai berbagai ciri utamanya adalah: 1) Mahluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang paling baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurma. Firman Allah : Artinya: "sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya," (OS. At-Tin :4). 2) Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman kepada Allah. Sebab sebelum ruh (ciptaan) Allah dipertemukan dengan jasad di rahim ibunya, ruh yang berada di alam ghaib itu ditanyai Allah, sebagaimana tertera dalam Al-Qur'an: Artinya:" apakah kalian mengakui Aku sebagai Tuhan kalian? (para ruh itu menjawab) "ya, kami akui (kami saksikan) Engkau adalah Tuhan kami"). (QS. Al-A'raf: 172). 3) Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya dalam Al-Qur'an surat az- Zariyat: Artinya: "Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-Ku. "(QS. Az-Zariyat: 56) 4) Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Hal itu dinyatakan Allah dalam firman-Nya. Di dalam surat al-Baqarah: 30 dinyatakan bahwa Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Perkataan "menjadi khalifah" dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah menjadikan manusia wakil atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus dunia dengan jalan melaksanakan segala yang diridhai-Nya di muka bumi ini (H.M. Rasjidi, 1972:71). 5) Disamping akal, manusia dilengkapi Allah dengan perasaan dan kemauan atau kehendak. Dengan akal dan kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh kepada Allah, menjadi muslim. Tetapi dengan akal dan kehendaknya juga manusia dapat tidak percaya, tidak tunduk dan tidak patuh kepada kehendak Allah, bahkan mengingkari-Nya, menjadi kafir. Karena itu di dalam Al-Qur'an ditegaskan oleh Allah: Artinya: "Dan katakan bahwa kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Barangsiapa yang mau beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang tidak ingin beriman, biarlah ia kafir. " (QS. Al-Kahfi : 29) 6) Secara individual manusia bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur'an yang Artinya: "Setiap orang terikat (bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya."(Qs. At-Thur: 21) 7) Berakhlaq adalah ciri utama manusia dibandingkan makhluk lain. Artinya manusia adalah makhluk yang iberikan Allah kemampuan untuk membedakan yang baik dengan yang buruk. Dalam Islam kedudukan akhlak sangat penting, ia menjadi komponen ketiga dalam Islam. Kedudukan ini dapat dilihat di dalam sunnah Nabi yang mengatakan bahwa beliau diutus hanyalah untuk menyempumakan akhlak manusia yang mulia. Hanya manusialah yang dapat menentukan tuntutan dan sifat nalurinya, mengendalikan keinginan dan kebutuhan fisiologisnya untuk berbuat baik atau jahat, patuh atau tidak patuh kepada hukum-hukum Tuhan. Ali Syari'ati lalu memberikan rumusan tentang filsafat manusia sebagai berikut: Pertama, manusia tidak saja sama, tetapi bersaudara. Perbedaan antara persamaan dan persaudaraan adalah jelas. Persamaan menunjuk pada istilah hukum, sedang persaudaraan menunjuk pada esensi yang identik dalam diri seluruh ummat manusia terlepas dari latar belakang ras, jenis kelamin dan wama kulit. Persaudaraan berarti seluruh ummat manusia berasal dari asal-usul yang sama. Kedua, terdapat persamaan antara pria dan wanita, karena mereka berasal dari sumber asal yang sama yakni dari Tuhan, kendatipun dalam beberapa aspek terdapat perbedaan- perbedaan (karena qadratnya atau karena bawaan sejak lahir). Ali syari'ati tidak dapat memberi penafsiran yang mengatakan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk (kiri) Adam. Menurut Ali syari'ati wanita diciptakan dari esensi (hal pokok) yang sama dengan pria. Beliau mengutip firman Tuhan dalam surat Al-Qiyamah (75):37-39 yang terjemahan (lebih kurang) sebagai berikut, "Bukankah manusia itu dahulu berasal dari mani yang dipancarkan ke dalam rahim (37), kemudian menjadi segumpal darah; lalu Allah menciptakan dan menyempumakan (proses kejadian) nya. Dan dari padanya Allah menjadikan laki-laki dan perempuan? Di dalam Al-Qur'an surat an-Nisa'(4) ayat I disebutkan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan dari satu nafs (nafsin wahidatin): jenis yang satu dan sama). Karena itu kedudukannya sama: yang satu tidak memiliki keunggulan terhadap yang lain. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa Al-Qur'an tidak menyebut dengan jelas penciptaan Hawa (perempuan) dari tulang rusuk Adam (laki-laki). Dalam ayat yang dikutip di atas Al- Qur'an menyatakan kedudukan perempuan sama dengan kedudukan laki-laki. Akibatnya, hak dan kewajiban perempuan sama dan seimbang dengan hak dan kewajibanlaki-laki. Ketiga, manusia mempunyai derajad lebih tinggi dibandingkan dengan Malaikat karena pengetahuan yang dimilikinya. Yang dimaksud adalah pengetahuan tentang nama-nama. Allah telah mengajarkan tentang nama-nama pada manusia, dan dengan demikian manusia memberi nama pada (benda) di dunianya, menyebutkan segala sesuatu dengan tepat. Tuhanlah yang menjadi guru pertama manusia, dan pendidikan manusia pertama bermula dengan menyebutkan nama-nama. Dengan kemampuan menyebut nama-nama itu dan dengan keberhasilan manusia menjawab pertanyaan Tuhan terbukti bahwa manusia lebih unggul dari Malaikat dan dari ciptaan Tuhan lainnya. Ilmu pengetahuanlah yang menjadi sumber keunggulan manusia dan karena itu pula ia mendapat amanah menjadi khalifah. Oleh karena pengetahuan itulah maka Malaikat bersujud kepada Adam (manusia) kecuali iblis. Keempat, manusia mempunyai fenomena dualistis: terdiri dari tanah dan ruh (ciptaan) Tuhan. Karena fenomena dualistis itu, seperti telah disebut di atas, manusia bebas untuk memilih. Dengan kebebasannya manusia bisa ke mana saja dapat memilih apa saja, tetapi harus mempertanggung jawabkan pilihannya itu. Manusia adalah satu-satunya makluk yang bertanggung jawab terhadap nasib dan masa depannya, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Manusia adalah pembuat sejarah. Kehidupannya berjalan melalui lima tahap, masing-masing tahap disebut "alam" yaitu: 1) Di alam gaib (alam ruh/arwah) 2) Di alam rahim 3) Di alam dunia (yang fana ini) 4) Di alam barzakh dan 5) Di alam akhirat (yang kekal = abadi) yakni alam tahapan terakhir hidup dan kehidupan (ruh) manusia. Dari kelima tahapan kehidupan manusia itu tahap kehidupan ketiga yakni tahap kehidupan di dunia merupakan tahap kehidupan yang menentukan (melalui iman, takwa, amal dan sikap) nasib manusia dalam tahap-tahap kehidupan selanjutnya (4 dan 5) dan tempatnya di akhirat nanti. Tidak sedikit ayat Al-Qur'an yang berbicara tentang manusia, bahkan manusia adalah makhluk pertama yang disebut dua kali dalam rangkaian wahyu pertama (Q.S. Al- Alaq:1-5). Di satu sisi manusia sering mendapat pujian Tuhan. Dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain, ia mempunya kapasitas yang paling tinggi (Q.S. Hud :3), mempunyai kecenderungan untuk dekat kepada Tuhan melalui kesadarannya tentang kehadiran Tuhan yang terdapat jauh di bawah alam sadarnya (Q.S. Ar-Rum: 43). Manusia diberi kebebasan dan kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk memilih jalannya masing- masing (Q.S. Al-Ahzab: 72; al-lhsan :2-3). Namun di sisi lain, (Q.S. Ibrahim 34), sangat banyak membantah (Q.S. Al-Hajj : 67) dan kelemahan lain yang telah disebut di depan. Dengan mengemukakan sisi pujian dan celaan tidak berarti bahwa ayat-ayat Al-Qur'an bertentangan satu sama lain, tetapi hal itu menunjukkan potensi manusiawi untuk menempati tempat terpuji, atau meluncur ke tempat tercela. Al-Qur'an tidak memandang manusia sebagai makhluk yang tercipta secara kebetulan, atau tercipta dari kumpulan atom, tapi diciptakan setelah sebelumnya direncanakan untuk mengemban tugas mengabdi dan menjadi khalifah yang telah disebutkan di atas. "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi"(Q.S. Al-Baqarah :30). Untuk mengemban tugas sebagai khalifah manusia dibekali Tuhan potensi dan kekuatan positif untuk mengubah corak kehidupan di dunia ke arah yang lebih baik (Q.S. Ar-Ra'd: 11). Ditundukkan dan dimudahkan Allah baginya untuk mengelola dan memanfaatkan alam semesta (Q.S. Al-Jatsiyah: 12-13). Antara lain, ditetapkan arah yang harus ia tuju(Q.S. Az-Zariyat :56) serta dianugerahkan kepadanya petunjuk untuk menjadi pelita dalam perjalanannya (Q.S. al- Baqarah:38), dan ditetapkan tujuan hidupnya, yakni mengabdi kepada lahi (Q.S. Az-Zariyat : 56). (M. Quraish Shihab, 1992: 69-70).