Anda di halaman 1dari 5

Buku 1 manusia dan martabatnya

1. Tujuan Penciptaan Manusia


Allah memilih manusia untuk mendiami bumi ciptaan-Nya.  Alquran juga berada
dalam kondisi bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang paling baik (ahsan taqwim). 
Ketika ditiupkan ruh ke dalam tubuh nenek moyang manusia, Adam as, para malaikat
disuruh sujud hadir sebagai penghormatan.  Tidak hanya sampaí di situ, Tuhan juga
memberikan manusia ilmu pengetahuan, kemauan, dan penguasaan (amanah) bumi yang
menjadi pusat kegiatan makhluk Allah di alam ini.  Segala apa yang ada di langit dan di
bumi, semuanya memiliki keter- kepentingan dengan kepentingan manusia.  Manusia
juga diberi ganjaran pahala bagi yang mampu menjalankan peran kemanusiaannya
tersebut.  Tujuan utama manusia adalah untuk menentukan tujuan Allah.  Ini merupakan
misi utama mereka dihidupkan oleh Pencipta alam semesta ini.  Hal tersebut benar-benar
yang oleh Allah di dalam surah as-Zariyat 56.
Oleh Fakhr ad-Din ar-Razi dijejelaskan di dalam kitab Tafsir-nya bahwa ayat ini
mengandung hikmah yang sangat banyak. Di antaranya, Allah menyebutkan dan
memberitahukan kepada jin dan manusia bahwa tujuan hidup mereka adalah untuk
beribadah kepada-Nya. Untuk tujuan ini, Allah mengutus para nabi dan rasul agar
memberitahukan bagaimana mereka harus beribadah kepada-Nya. Dalam kaitan ini pun
fungsi Naki dan Rasul itu sendiri adalah untuk beribadah kepada Allah di sampine
mengajari manusia dan jin bagaimana cara-cara beribadah tersebu Penegasan ayat ini
kepada jin dan manusia bukan berarti makhluk yang lain seperti malaikat tidak beribadah
kepada Allah. Pendapat seperti ini keliru, sebab Allah di dalam surah al-Anbiya' ayat 26
dan al-A'raf 206 menjelaskan bahwa malaikat juga melakukan ibadah.
Kandungan dari surah az-Zariyah ayat 56 di atas adalah untuk jin dan manusia
karena mereka sering lalai dalam menjalankan tujuan pen- ciptaan mereka, Nash Alquran
dan Sunnah tidak pernah menjelaskan bahwa ada malaikat yang kafir dan fasik karena
meninggalkan ibadahnya sebagaimana yang terjadi pada manusia dan jin. Kedua makhluk
ini banyak melakukan kefasikan, kekafiran, kesvirikan, dan tidak mau ibadahnya hanya
kepada Allah.
Tatkala tujuan manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya, maka
seyogianya ia menjadikan seluruh hidupnya dalam rangka lillahi Ta'ala (hanya untuk
Allah). Hal itu bukan berarti ia harus mengisi seluruh waktunya dengan salat atau berzikir
lafzhi tanpa berhenti. Tidak demikian! Adapun yang diamksud dengan hal ini adalah
manusia harus menjalankan geluruh aspek kehidupannya sesuai dengan tuntunan syariat
yang dibebankan kepadanya. Tuntunan itu dijalankannya hanya sebagai sebuah
pengabdian secara ikhlas kepada-Nya berdasarkan rida dan kehendak-Nya. Oleh sebab
itu, ja salat hanya karena Allah, ia puasa hanya karena Allah, ia menuntut ilmu hanya
karena Allah, dan ia mencari nafkah untuk keluarganya hanya karena mengikut perintah
Allah, dan seterusnya. Semua itu dinitkannya untuk beribadah kepada Tuhan yang
menciptakannya dan menciptakan segala makhluk ini. Dengan sikap seperti ini maka ia
akan selalu bisa memperbaiki niat dan mengontrol perilakunya agar sesuai dengan
kehendak Allah dan menjadi ibadah kepada-Nya. Inilah yang dimaksud sikap ihsan yang
disabdakan Nabi Muhammad saw.
Hakikat ihsan menurut istilah tersebut mengandung arti bahwa dalanı
menyembah Allah seseorang harus bersungguh-sungguh, serius, penuh keikhlasan, dan
tawaduk. Dalam batinya harustumbuh keyakinan balıwa Allah seakan-akan berada di
hadapan- mya dan melihat-Nya. Dengan kata lain, dia harus merasa bahwa Allah
selamanya hadir dan menyaksikan una perbuatannya Karena itiL ja tidak akan
melaksanakan maksiat kepada-Nya.
Ibn Qayyim mengatakan bahwa dalam hal menjalankan ibadah kepada Allah
sebagai tujuan hidup manusia, maka ia harus memperhatikan dua hal. Pertama, hatinya
harus ikhlas hanya kepada Allah dan kedua harus sesuai dengan petunjuk yang diajarkan
oleh Nabi saw (Sunnah). Ikhlas secara terminologis telah dirumuskan ulama.
Niat ikhlas adalah pekerjaan hati. la harus ada di dalam setiap ibadah formal kepada Allah
Siapa pun tidak mengetahui hati seseorang kecuali ia sendiri dan Tuhannya oleh sebab
itu, ia harus selalu jujur kepada dirinya dan Tuhannya. Allah berfirman di dalam surah Ali
Imran ayat 29.
Sebaik apa pun amal manusia pada lahirnya namun tidak didasari oleh niat dan
keikhlasan, maka amal tersebut akan sia-sia. Sebab, inti suatu amal ada di dalam hati,
sementara anggota tubuh adalah pengejewantahan dari hati. Lawan dari niat adalah lalai,
sementara lawan dari ikhlas adalah riya Lalai mengakibatkan amal menjadi sia-sia dan
tidak diterima, sementara riya menghanguskan amal dan membakar amalnya dengan
dosa. Dalam kaitan ini ada baiknya disimak beberapa firman Allah pada surah al-Baqarah
ayat 265-266.
Sebagaimana yang telah disebut- kan, selain harus ikhlas, ibadah mesti mengikut
tuntunan yang diajarkan oleh Nabi saw. Jika ibadah formal tidak mengikuti tuntunan
tersebut maka ia sia-sia bahkan bagi orang- otang yang membuat-buat ibadah tanpa dalil
akan mendapat ancaman api neraka. Nabi saw. bersabda:
Sesungguhnya, sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah dan sebaik-baik peturnjuk
adalah petunjuk dari Rasulullah, seburuk-buruk perkara (agama) adalah bidah (sestaate
yang dibuat-buat tanpa datil). Setiap bidah adalah sesat.
Nabi saw bersabda:
Barangsiapa mengada-adakan di dalam agama kami ini (aqidah dan Ibadah) sesuatu yang
tidak darinya maka ia tertolak.
Kemudian HR. Muslim lain juga mengemukakan: Aninya Seburuk buruk
perbuatan adalah yang mengada ada (menambah- mambah), setiap yang mengada-ada
adalah bidah setiap bidah adalah sesat, dan setiap yang sesat masuk neraka" Ketika
manusia sudah menjalankan perannya sebagai makhluk yang mengabdi kepada Allah,
maka Allah akan menjadikannya sebagai hamba Allah yang bersyukur dan bertakwa. Ini
merupakan peringkat tertinggi yang diperoleh oleh hamba Allah.
Buku 2 Manusia dalam Perspektif Islam

1. Hakekat dan Martabat manusia dalam Islam


Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang misterius dan sangat menarik.
Dikatakan misterius karena semakin dikaji semakin terungkap betapa banyak hal-hal
mengenai manusia yang belum terungkapkan. Dan dikatakan menarik karena manusia
sebagai subjek sekaligius sebagai objek kajian yang tiada henti-hentinya terus dilakukan
manusia khususnya para ilmuwan. Oleh karena itu ia telah menjadi sasaran studi sejak
dahulu, kini dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji
manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan
lingkungan hidupnya.
2. Kelebihan Manusia dari Makhluk Lainnya, Fungsi dan Tanggung Jawab Manusia dalam
Islam
Bertitik tolak dan rumusan singkat itu, menurut ajaran Islam, manusia,
dibandingkan dengan mahluk lain, mempunyai berbagai ciri utamanya adalah:
1) Mahluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang paling baik, ciptaan Tuhan
yang paling sempurma. Firman Allah : Artinya: "sesungguhnya Kami telah
menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya," (OS. At-Tin :4).
2) Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin dikembangkan)
beriman kepada Allah. Sebab sebelum ruh (ciptaan) Allah dipertemukan dengan jasad
di rahim ibunya, ruh yang berada di alam ghaib itu ditanyai Allah, sebagaimana
tertera dalam Al-Qur'an: Artinya:" apakah kalian mengakui Aku sebagai Tuhan
kalian? (para ruh itu menjawab) "ya, kami akui (kami saksikan) Engkau adalah Tuhan
kami"). (QS. Al-A'raf: 172).
3) Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya dalam Al-Qur'an surat az-
Zariyat: Artinya: "Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi
kepada-Ku. "(QS. Az-Zariyat: 56)
4) Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Hal itu dinyatakan
Allah dalam firman-Nya. Di dalam surat al-Baqarah: 30 dinyatakan bahwa Allah
menciptakan manusia untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Perkataan "menjadi
khalifah" dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah menjadikan manusia
wakil atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus dunia dengan jalan melaksanakan
segala yang diridhai-Nya di muka bumi ini (H.M. Rasjidi, 1972:71).
5) Disamping akal, manusia dilengkapi Allah dengan perasaan dan kemauan atau
kehendak. Dengan akal dan kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh kepada
Allah, menjadi muslim. Tetapi dengan akal dan kehendaknya juga manusia dapat
tidak percaya, tidak tunduk dan tidak patuh kepada kehendak Allah, bahkan
mengingkari-Nya, menjadi kafir. Karena itu di dalam Al-Qur'an ditegaskan oleh
Allah: Artinya: "Dan katakan bahwa kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu.
Barangsiapa yang mau beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang tidak
ingin beriman, biarlah ia kafir. " (QS. Al-Kahfi : 29)
6) Secara individual manusia bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Hal ini
dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur'an yang Artinya: "Setiap orang terikat
(bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya."(Qs. At-Thur: 21)
7) Berakhlaq adalah ciri utama manusia dibandingkan makhluk lain. Artinya manusia
adalah makhluk yang iberikan Allah kemampuan untuk membedakan yang baik
dengan yang buruk. Dalam Islam kedudukan akhlak sangat penting, ia menjadi
komponen ketiga dalam Islam. Kedudukan ini dapat dilihat di dalam sunnah Nabi
yang mengatakan bahwa beliau diutus hanyalah untuk menyempumakan akhlak
manusia yang mulia.
Hanya manusialah yang dapat menentukan tuntutan dan sifat nalurinya,
mengendalikan keinginan dan kebutuhan fisiologisnya untuk berbuat baik atau jahat,
patuh atau tidak patuh kepada hukum-hukum Tuhan.
Ali Syari'ati lalu memberikan rumusan tentang filsafat manusia sebagai berikut:
Pertama, manusia tidak saja sama, tetapi bersaudara. Perbedaan antara persamaan dan
persaudaraan adalah jelas. Persamaan menunjuk pada istilah hukum, sedang persaudaraan
menunjuk pada esensi yang identik dalam diri seluruh ummat manusia terlepas dari latar
belakang ras, jenis kelamin dan wama kulit. Persaudaraan berarti seluruh ummat manusia
berasal dari asal-usul yang sama.
Kedua, terdapat persamaan antara pria dan wanita, karena mereka berasal dari sumber
asal yang sama yakni dari Tuhan, kendatipun dalam beberapa aspek terdapat perbedaan-
perbedaan (karena qadratnya atau karena bawaan sejak lahir). Ali syari'ati tidak dapat
memberi penafsiran yang mengatakan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk (kiri)
Adam. Menurut Ali syari'ati wanita diciptakan dari esensi (hal pokok) yang sama dengan
pria. Beliau mengutip firman Tuhan dalam surat Al-Qiyamah (75):37-39 yang terjemahan
(lebih kurang) sebagai berikut, "Bukankah manusia itu dahulu berasal dari mani yang
dipancarkan ke dalam rahim (37), kemudian menjadi segumpal darah; lalu Allah
menciptakan dan menyempumakan (proses kejadian) nya. Dan dari padanya Allah
menjadikan laki-laki dan perempuan? Di dalam Al-Qur'an surat an-Nisa'(4) ayat I
disebutkan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan dari satu nafs (nafsin wahidatin):
jenis yang satu dan sama). Karena itu kedudukannya sama: yang satu tidak memiliki
keunggulan terhadap yang lain. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa Al-Qur'an tidak
menyebut dengan jelas penciptaan Hawa (perempuan) dari tulang rusuk Adam (laki-laki).
Dalam ayat yang dikutip di atas Al- Qur'an menyatakan kedudukan perempuan sama
dengan kedudukan laki-laki. Akibatnya, hak dan kewajiban perempuan sama dan
seimbang dengan hak dan kewajibanlaki-laki.
Ketiga, manusia mempunyai derajad lebih tinggi dibandingkan dengan Malaikat karena
pengetahuan yang dimilikinya. Yang dimaksud adalah pengetahuan tentang nama-nama.
Allah telah mengajarkan tentang nama-nama pada manusia, dan dengan demikian
manusia memberi nama pada (benda) di dunianya, menyebutkan segala sesuatu dengan
tepat. Tuhanlah yang menjadi guru pertama manusia, dan pendidikan manusia pertama
bermula dengan menyebutkan nama-nama. Dengan kemampuan menyebut nama-nama
itu dan dengan keberhasilan manusia menjawab pertanyaan Tuhan terbukti bahwa
manusia lebih unggul dari Malaikat dan dari ciptaan Tuhan lainnya. Ilmu pengetahuanlah
yang menjadi sumber keunggulan manusia dan karena itu pula ia mendapat amanah
menjadi khalifah. Oleh karena pengetahuan itulah maka Malaikat bersujud kepada Adam
(manusia) kecuali iblis.
Keempat, manusia mempunyai fenomena dualistis: terdiri dari tanah dan ruh (ciptaan)
Tuhan. Karena fenomena dualistis itu, seperti telah disebut di atas, manusia bebas untuk
memilih. Dengan kebebasannya manusia bisa ke mana saja dapat memilih apa saja, tetapi
harus mempertanggung jawabkan pilihannya itu. Manusia adalah satu-satunya makluk
yang bertanggung jawab terhadap nasib dan masa depannya, baik sebagai pribadi maupun
sebagai anggota masyarakat. Manusia adalah pembuat sejarah.
Kehidupannya berjalan melalui lima tahap, masing-masing tahap disebut "alam"
yaitu:
1) Di alam gaib (alam ruh/arwah)
2) Di alam rahim
3) Di alam dunia (yang fana ini)
4) Di alam barzakh dan
5) Di alam akhirat (yang kekal = abadi) yakni alam tahapan terakhir hidup dan
kehidupan (ruh) manusia.
Dari kelima tahapan kehidupan manusia itu tahap kehidupan ketiga yakni tahap
kehidupan di dunia merupakan tahap kehidupan yang menentukan (melalui iman, takwa,
amal dan sikap) nasib manusia dalam tahap-tahap kehidupan selanjutnya (4 dan 5) dan
tempatnya di akhirat nanti.
Tidak sedikit ayat Al-Qur'an yang berbicara tentang manusia, bahkan manusia
adalah makhluk pertama yang disebut dua kali dalam rangkaian wahyu pertama (Q.S. Al-
Alaq:1-5). Di satu sisi manusia sering mendapat pujian Tuhan. Dibandingkan dengan
makhluk-makhluk lain, ia mempunya kapasitas yang paling tinggi (Q.S. Hud :3),
mempunyai kecenderungan untuk dekat kepada Tuhan melalui kesadarannya tentang
kehadiran Tuhan yang terdapat jauh di bawah alam sadarnya (Q.S. Ar-Rum: 43). Manusia
diberi kebebasan dan kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk memilih jalannya
masing- masing (Q.S. Al-Ahzab: 72; al-lhsan :2-3).
Namun di sisi lain, (Q.S. Ibrahim 34), sangat banyak membantah (Q.S. Al-Hajj :
67) dan kelemahan lain yang telah disebut di depan. Dengan mengemukakan sisi pujian
dan celaan tidak berarti bahwa ayat-ayat Al-Qur'an bertentangan satu sama lain, tetapi hal
itu menunjukkan potensi manusiawi untuk menempati tempat terpuji, atau meluncur ke
tempat tercela.
Al-Qur'an tidak memandang manusia sebagai makhluk yang tercipta secara
kebetulan, atau tercipta dari kumpulan atom, tapi diciptakan setelah sebelumnya
direncanakan untuk mengemban tugas mengabdi dan menjadi khalifah yang telah
disebutkan di atas. "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
bumi"(Q.S. Al-Baqarah :30). Untuk mengemban tugas sebagai khalifah manusia dibekali
Tuhan potensi dan kekuatan positif untuk mengubah corak kehidupan di dunia ke arah
yang lebih baik (Q.S. Ar-Ra'd: 11). Ditundukkan dan dimudahkan Allah baginya untuk
mengelola dan memanfaatkan alam semesta (Q.S. Al-Jatsiyah: 12-13). Antara lain,
ditetapkan arah yang harus ia tuju(Q.S. Az-Zariyat :56) serta dianugerahkan kepadanya
petunjuk untuk menjadi pelita dalam perjalanannya (Q.S. al- Baqarah:38), dan ditetapkan
tujuan hidupnya, yakni mengabdi kepada lahi (Q.S. Az-Zariyat : 56). (M. Quraish Shihab,
1992: 69-70).

Anda mungkin juga menyukai