Anda di halaman 1dari 9

BAB II

EJAAN BAHASA INDONESIA

A. PERKEMBANGAN EJAAN DALAM BAHASA INDONESIA T T

Ejaan dalam bahasa tulis di dalamnya berisi kaidah yang mengatur; (1)

bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran, dan (2) bagaimana

hubungan antar lambang-lambang itu baik pemisahan atau penggabungan dalam suatu

bahasa.

Secara teknis ejaan dimaksud sebagai cara penulisan huruf, penulisan kata,

penulisan kalimat, dan penulisan tanda-tanda baca atau pungtuasi.

Ejaan yang pernah dirumuskan untuk kepentingan tulis-menulis di Indonesia adalah

sebagai berikut:

1. Ejaan Van Ophuysen (1901).

Ejaan Van Ophuysen ditetapkan pada tahun 1901 dan diterbitkan dalam sebuah

buku Kitab Logat Melajoe. Sejak ditetapkannya itu, Ejaan Van Ophuysen pun

dinyatakan berlaku. Sesuai dengan namanya ejaan yang disusun oleh Ch.A.Van

Ophuysen, dengan dibantu oleh Engku Nawawi gelar Soetan Ma’moer dan

Moehammad Taib Soetan Ibrahim melakukan penyempurnaan ejaan dalam berbagai

nama dan bentuk.

Sebelum Ejaan Van Ophuysen disusun para penulis pada umumnya mempunyai

aturan sendiri-sendiri dalam menuliskan konsonan, vokal, kata, kalimat, dan tanda

baca. Oleh karena itu, sistem ejaan yang digunakan pada waktu itu sangat beragam.

Terbitnya Ejaan Van Ophuysen sedikit banyak mengurangi kekacauan ejaan

yang terjadi pada masa itu.

Beberapa hal yang cukup menonjol dalam Ejaan Van Ophuysen antara lain

sebagai berikut:
a. Huruf Y ditulis dengan J
Sayang Sajang Yakin Jakin
b. Huruf U ditulis dengan OE
Umum Oemoem Sempurna Sempoerna
c. Huruf K pada akhir kata atau suku kata ditulis dengan tanda koma diatas
Rakyat Ra’yat Rusak Rusa’
a. Huruf J ditulis DJ
Jakarta Djakarta Raja Radja
b. Huruf c ditulis dengan tj
Cara Tjara Curang Tjurang
c. Gabungan konsonan kh ditulis dengan ch
Khawatir Chawatir Akhir Achir

2. Ejaan Soewandi (1947).

Ejaan Soewandi disebut juga dengan Republik ialah ejaan baru yang disusun

oleh Mr. Soewandi. Penyusunan ejaan baru dimaksudkan untuk menyempurnakan

ejaan yang berlaku sebelumnya yaitu Ejaan Van Ophuysen juga untuk

menyederhanakan sistem ejaan bahasa Indonesia.

Pada tanggal 19 Maret 1947, setelah selesai disusun ejaan baru itu diresmikan

dan ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 264/Bhg.A, tanggal 19 Maret 1947. Ejaan

baru itu diresmikan dengan nama Ejaan Republik.

Ejaan Republik lazim disebut Ejaan Soewandi karena nama itu disesuaikan

dengan nama orang yang memprakarsainya. Seperti kita ketahui, Soewandi

merupakan nama Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan ketika ejaan itu

disusun oleh karena itu, kiranya wajar jika ejaan yang disusunnya juga dikenal

sebagai Ejaan Soewandi.


Terdapat perbedaan Ejaan Republik dan Ejaan Van Ophuysen

yang tampak mencolok dalam kedua ejaan itu dapat diperhatikan dalam uraian

dibawah ini:

No Perbedaan
Ejaan Van Ophuysen Ejaan Republik
1 OE Oemoem U Umum
2 ‘ / OE Ma’loem K/U Maklum
3 - Rata-rata 2 Rata 2
4 ẽ ẽkor E Ekor

Kelemahan dalan Ejaan Soewandi atau Republik diantaranya adalah masih

berlaku dalam Ejaan Republik ialah digunakan e pepet sebagai bunyi pelancar kata

khususnya pada kata-kata baru yang asalnya tidak menggunakan e pepet

Contoh :

Penggunaan Huruf E
Kritik Keritik Pabrik Paberik Praktik Peraktik
 

3. Ejaan Pembaharuan (1957).

Ejaan pembaharuan merupakan suatu yang direncanakan untuk memperbaharui

Ejaan Republik dibentuk pada tanggal 19 juli 1956. Konsep Ejaan pembaharuan

dikenal dengan ejaan Prijono-Katoppo, sebuah nama yang di ambil dari dua nama

tokoh yang pernah mengetuai panitia ejaan itu.

Awalnya Profesor Prijono yang mengetuai panitia itu, lalu menyerahkan

kepemimpinannya kepada E. Katoppo karena masa itu Profesor Prijono diangkat

menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan sehingga tidak sempat lagi

melanjutkan tugasnya sebagai ketua panitia ejaan kemudian dilanjutkan oleh E.

Katoppo.
Hal-hal yang menarik dalam Ejaan Pembahuruan adalah disederhanakannya

huruf-huruf yang berupa gabungan konsonan dengan huruf huruf tunggal atau

bersifat fonemis artinya setiap fonem dalam ejaan itu di usahakan hanya di

lambangkan dengan satu huruf

Tampak seperti contoh di bawah ini :

Perubahan Penggunaan Penggabungan 2 Huruf Menjadi 1


Ng ŋ Nj ñ Sj Š
Dj J Tj Ts
Penggunaan Diftong
Satai Satay Harimau Harimaw Amboi Amboy

4. Ejaan Melayu-Indonesia/Melindo (1959).

Melindo ialah akronim dari Melayu-Indonesia, merupakan ejaan yang di susun

atas kerja sama antara pihak Indonesia Slamet Muljana dan pihak Persekutuan

Tanah Melayu (Malaysia) di pimpin oleh Syed Nasir bin Ismail. Yang tergabung

dalam Panitia Kerja Sama Bahasa Melayu-Bahasa Indonesia. Tahun 1959 berhasil

merumuskan ejaanya itu ejaan Melindo.

Awalnya Ejaan Melindo dimaksudkan untuk menyeragamkan ejaan yang di

gunakan di kedua negara tersebut, namun karena pada masa itu terjadi ketegangan

politik antara Indonesia dan Malaysia, Ejaan itupun akhirnya gagal diresmikan.

Sebagai akibatnya pemberlakuan ejaan itu tidak pernah di umumkan.

Hal-hal yang terdapat dalam konsep ejaan melindo tidak jauh beda dengan

ejaan pembaharuan, karena ejaan itu sama-sama berusaha menyederhanakan ejaan

dengan menggunakan system fonemis.

Hal yang berbeda ialah dalam ejaan Melindo gabungan konsonan tj, seperti

pada kata tjinta Di ganti dengan c menjadi cinta. Juga gabungan konsonan nj,

seperti pada kata njonja diganti dengan huruf nc yang sama sekali masih baru.
Perubahan Penggunaan Penggabungan 2 Huruf Menjadi 1
Perubahan Tj C Nj Njonja
Contoh Tjinta Cinta Ny Nyonya

5. Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan/LBK (1966).

Ejaan Baru (Ejaan LBK) merupakan lanjutan dari rintisan panitia ejaan melindo.

Pelaksananya pun terdiri dari panitia Ejaan LBK (Lembaga Bahasa dan Kasusaatraan,

atau Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa) juga dari panitia Ejaan bahasa

Melayu yang berhasil merumuskan ejaan yang disebut Ejaan Baru. Namun lebih di

kenal dangan ejaan LBK. Konsep Ejaan ini disusun berdasarkan beberapa

pertimbangan antara lain:

a. Pertimbangan Teknis yaitu pertimbangan yang menghendaki agar setiap fonem

di lambangkan dengan satu huruf.

b. Pertimbangan Praktis yaitu pertimbangan yang menghendaki agar perlambangan

secara teknis itu disesuaikan dengan keperluan praktis seperti keadaan

percetakan dan mesin tulis.

c. Pertimbangan Ilmiah yaitu Pertimbangan yang menghendaki agar perlambangan

itu mencerminkan studi yang mendalam mengenai kenyataan bahasa dan

masyarakat pemakainya.

Perubahan apakah yang terdapat dalam ejaan Baru

Perubahan Penggunaan Penggabungan 2 Huruf Menjadi 1


Dj J Tj C J Y
Remadja Ramaja Tjakap Cakap Njonja Nyonya
Djalan Jalan Batja Baca Sjarat Syarat
Perubahan Penggunaan Huruf
Ch Kh
Tachta Takhta
Ichlas Ikhlas
6. Ejaan Yang Disempurnakan (17 Agustus 1972).A

Ejaan Yang disempurnakan (EYD) diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia

Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1972 merupakan lanjutan dari ejaan baru atau

ejaan LBK. Pedoman ejaan bahasa Indonesia disebut pedoman umum, karena

dasarnya hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum. Namun ada hal-hal lain yang

bersifat khusus, yang belum diatur dalam pedoman itu yang di sesuaikan dengan

bertitik tolak pada pedoman umum itu. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) merupakan

hasil penyempurnaan dari beberapa ejaan yang disusun sebelumnya, terutama ejaan

Republik yang dipadukan pula dengan konsep konsep ejaan pembaharuan, ejaan

melindo dan ejaan baru.

Hal-hal yang terdapat dalam EYD

No Perubahan Huruf
Ejaan Lama Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
1 Dj Djika/Wadjar J Jika/Wajar
2 Tj Tjakap/Pertjaya C Cakap/Percaya
3 Nj Njata/Sunji Ny Nyata/Sunyi
4 Ch Achir/ Chawatir Kh Akhir/Khawatir
Penggunaan Huruf F, V, Z sebagai Unsur Serapan dari Bahasa Asing
Khilaf Fisik Zakat Universitas
Penulisan Di
Sebagai Awalan Sebagai Kata Depan
1 Di Dicuci Di Di Kantor
2 Dibelikan Di Belakang
3 Dilatarbelakangi Di Depan
Penulisan Kata Ulang
Anak-anak Bersalam-salaman Bermain-main
NDO

B. PENULISAN EJAAN DAN TANDA BACA

1. Konsepsi Ejaan
EJAAN adalah keseluruhan pelambangan bunyi bahasa, penggabungan dan

pemisahan kata, penempatan tanda baca dalam tataran satuan bahasa. Pengertian

senada dengan KBBI (2005:205), Ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan

bunyi-bunyi dalam membentuk huruf serta penggunaan tanda baca dalam tataran

wacana.

Berdasarkan konsepsi ejaan tersebut, cakupan bahasan ejaan membicarakan

a. pemakaian huruf vokal dan konsonan,

b. penggunaan huruf kapital dan kursif,

c. penulisan kosakata dan bentukan kata,

d. penulisan unsur serapan afiksasi dan kosakata asing, dan

e. penempatan dan pemakaian tanda baca.

Kelima aspek ejaan tersebut ditata dalam kaidah ejaan yang disebut Ejaan

yang Disempurnakan (EYD) sejak 1972.

2. Kaidah Penempatan Ejaan dalam Penulisan

Dalam buku Pedoman Ejaan yang Disempurnakan penulisan ejaan dan tanda baca

diatur dalam kaidahnya masing-masing.

Penulisan ejaan yang diatur tersebut di antaranya

a. Pemakaian abjad, huruf vokal, huruf konsonan, dan abjad.

b. Persukuan, yaitu pemisahan suku kata,

c. Penulisan huruf besar,

d. Penulisan huruf miring,

e. Penulisan kata dasar, kata ulang, kata berimbuhan, gabungan kata,

f. Penulisan angka dan lambang bilangan,

g. Penempatan tanda baca atau pungtuasi, di antaranya

h. Tanda titik (.),

i. Tanda koma (,),


j. Tanda titik dua (:),

k. Tanda titik koma (;)

l. Tanda titik-titik/ellipsis (….),

m. Tanda Tanya (?),

n. Tanda seru (!),

o. Tanda kurung biasa ((….)),

p. Tanda hubung (-),

q. Tanda pisah (--),

r. Tanda petik tunggal (‘…’),

s. Tanda petik ganda (“…”),

t. Tanda kurung siku ([…]),

u. Tanda ulang angka dua (…..2),

v. Tanda apostrof (‘….)

Tanda baca di atas diaplikasikan dalam teks sesuai dengan kaidah yang berlaku

secara resmi. Kaidah ejaan itu akan dilampirkan dari buku Pedoman EYD.

3. Penempatan Ejaan dan Tanda Baca

Dalam buku Pedoman Ejaan yang Disempurnakan (disingkat Pedoman EYD)

penulisan ejaan dan tanda baca diatur dalam kaidahnya sebagai berikut.

a. Pemakaian abjad berupa huruf vokal, huruf konsonan,

b. Persukuan, yaitu pemisahan suku kata,

c. Penulisan huruf besar (kapital)

d. Penulisan huruf miring atau digarisbawahi (kursif),

e. Penulisan kata dasar, kata ulang, kata berimbuhan, dan gabungan kata,

f. Penulisan angka dan lambang bilangan, dan

g. Penempatan tanda baca (pungtuasi), di antaranya

1) Tanda titik (.),


2) Tanda koma (,),

3) Tanda titik koma (;),

4) Tanda titik dua (:),

5) Tanda titik-titik/ellipsis (…),

6) Tanda Tanya (?),

7) Tanda seru (!),

8) Tanda kurung biasa ((…)),

9) Tanda kurung siku ([…]),

10) Tanda hubung (-),

11) Tanda pisah (--),

12) Tanda petik tunggal (‘…’),

13) Tanda petik ganda (“…”),

14) Tanda garis miring (/),

15) Tanda ulang angka dua (2), dan

16) Tanda apostrof/penyingkat (‘).

Ke-16 penempatan tanda baca tersebut dideskripsikan sebagai berikut

dari

C. buku Pedoman EYD (Pusat Bahasa, 2009, cetakan ke-30: hlm. 15—39).N

Anda mungkin juga menyukai