Sejarah EYD
Bahasa Indonesia pernah merumuskan berbagai system ejaan diantaranya ejaan Van opuijsen
(1901), ejaan soewandi (1947), ejaan pembaharuan (1957), ejaan melindo (1972), ejaan LBK
(1966), dan ejaan yang disempurnakan (1972). Perubahan itu disebabkan pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut
1. Pertimabangan teknis, yang menghendaki agar setiap fonem dilambangkan oleh satu
huruf.
2. Pertimbangan praktis, yang menghendaki agar disesuaikan dengan keperluan seperti
mesin tukis atau keadaan percetakan
3. Pertimbangan ilmiah, yang menghendaki agar perlambangan mencerminkan studi
yang mendalam tentang kenyataan linguistic maupun social yang berlaku.
4. Pertimbangan konotatif, yang menghendaki bagaimana bunyi it menunjukkan
perbedaan makna.
5. Pertimbangan politis, karena ada kepentingan-kepentingan di dalamnya, karena
pemerintah pada waktu itu mengharuskan untuk menertibkan penggunaan tata istilah,
serta
6. banyaknya elemen yang sulit direalisasikan oleh bangsa Indonesia.
Pengaruh EYD terhadap Masyrakat Indonesia ialah terbentuknya kekhasan dan keunikan
bahasa Indonesia yang mencerminkan jati diri bangsa, Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-
nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan, Bahasa mandiri dan Bangsa yang
mandiri serta berbeda dengan bahasa asing
1) Bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan jenis
kelamin. Bila kita ingin menyatakan jenis kelamin, cukup diberikan kata keterangan jenis
kelamin, misalnya:
3) Bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan waktu.
Kaidah pokok inilah yang juga membedakan bahasa Indonesia dengan bahasa asing lainnya.
Dalam bahasa Inggris,misalnya, kita temukan bentuk kata eat (untuk menyatakan sekarang),
eating (untuk menyatakan sedang), dan eaten (untuk menyatakan waktu lampau).
I.Ejaan
. Setelah perubahan ejaan yang ini yang dikenal dengan ejaan Soewandi, muncullah reaksi
setelah pemulihan kedaulatan (1949) yang melahirkan ide yang muncul dalam Kongres
Bahasa Indonesia II di Medan (1954). Waktu itu pejabat Mentri Pendidikan dan kebudajaan
adalah Mr. Muh. Yamin yang memutuskan :
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van Ophuijsen.
Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui
sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
Perubahan selanjutnya ialah ejaan pembaruan oleh Prijono sebagai Dekan Fakultas
Universitas Indonesia yang menonjolkan beberapa huruf baru. Kemudian pada Kongres II di
Singapura dicetuskan suatu resolusi untuk menyatukan ejaan bahasa Melayu di semenanjung
Melayu dengan bahasa Indonesia di Indonesia.
Perubahan ejaan ini melakukan perubahan penting pada huruf <e>dengan pemberian tanda
aksen aigu, bunyi <ng>, <tj>, <nj>, <dj>diganti dengan lambing <ƞ>, <tj>, <ń>, dan <j>,
huruf <j diganti dengan <y>, vocal rangkap /ai/, /au/,/dan /oi/
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun
1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Pada
tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa
Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua),
menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa
pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Sejak saat itulah
konsep ini diberi nama ejaan yang Disempurnakan. Jika dianalogkan dengan Ejaan Van
Ophuijsen dan Ejaan Soewandi, ejaan yang disempurnakan dapat disebut sebagai Ejaan
Mashuri karena Mashurilah yang dengan sepenuh tenaga sebagai Mentri pendidikan dan
kebudayaan, memperjuangkan sampai diresmikan oleh Presiden.
(7) awalan ‘di-‘ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada
contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara ‘di-‘ pada
dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
(8) Sebelumnya “oe” sudah menjadi “u” saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan
Republik. Jadi sebelum EYD, “oe” sudah tidak digunakan.
1. Faktor-faktor yang Menyebabkan ejaan yang digunakan di Indonesia perlu
mengalami perubahan-perubahan hingga ditetapkannya Ejaan yang
Disempurnakankan
Ejaan digunakan dalam bahasa tulis. Di dalamnya berisi kaidah yang mengatur
Secara teknis ejaan yang dimaksud sebagai cara penulisan huruf, penulisan kata, penulisan
kalimat. Dan penulisan tanda-tanda baca atau pungtiasi. Seperti yang telah dijelaskan di
pembahasan sebelumnya, bahwa bahasa Indonesia pernah merumuskan berbagai system
ejaan diantaranya ejaan Van opuijsen (1901), ejaan soewandi (1947), ejaan pembaharuan
(1957), ejaan melindo (1972), ejaan LBK (1966), dan ejaan yang disempurnakan (1972).
Perubahan itu disebabkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut
1. Pertimabngan teknis, yang menghendaki agar setiap fonem dilambangkan oleh satu
huruf.
2. Pertimbangan praktis, yang menghendaki agar disesuaikan dengan keperluan seperti
mesin tukis atau keadaan percetakan
3. Pertimbangan ilmiah, yang menghendaki agar perlambangan mencerminkan studi
yang mendalam tentang kenyataan linguistic maupun social yang berlaku.
4. Pertimbangan konotatif, yang menghendaki bagaimana bunyi it menunjukkan
perbedaan makna.
5. Pertimbangan politis, karena ada kepentingan-kepentingan di dalamnya, karena
pemerintah pada waktu itu mengharuskan untuk menertibkan penggunaan tata istilah,
serta
6. Abnyaknya elemen yang sulit direalisasikan oleh bangsa Indonesia.
Dari beberapa proses perubahan ejaan bahasa Indonesia dari ejaan Van Ophuijsen ke ejaan
yang Disempurnakan, dapat disimpulkan
– Yang pertama pada ejaan Van Ophuijsen. pada ejaan ini perlu diubah karena masih
kurang praktis pada penggunaan bahasa. Dimana bahasa pada Van Ophuijsen masih
menggunakan nama bahasa Melayu. Selain itu penggunaan tanda diakritik masih
menimbulkan kesulitan bagi pemakainya.
– Kedua pada ejaan soewandi masih melakukan pengubahan pada tanda diakritik atau
bahkan dihilangkan, akan tetapi, ada lambing hamzah yang diganti dengan huruf <k>. ejaan
Soewandi ternyata masih kurang praktis karena belum ada penggantian bunyi pada huruf-
huruf koma wasla dan koma ain pada kata-kata yang berbunyi sentak.
– Ejaan berikutnya adalah ejaan pembaharuan yang diubah karena kekurangannya pada
penggunaan huruf-huruf baru.
– Kemudian muncullah Ejaan Melindo, yang ternyata sama halnya pada ejaan
pembaharuan yang masih menggunakan huruf baru. Namun huruf baru yang digunakan ini
terdapat beberapa huruf yang tidak dapat dituliskan pada mesin tik.
– Sehingga pada Ejaan LBK muncullah konsep baru dengan menghilangkan tanda-tanda
diakritik agar huruf dapat ditulis dan diketik dengan mudah
Dari beberapa sebab pengubahan ejaan diatas yang diciptakan melalui berbagai pertemuan,
perjanjian, kongres-kongres,maupun dalam seminar, tidak memunculkan konsep yang praktis
jadi salah satu tujuan pengubahan ini, agar masyrakat Indonesia dapat bersatu. Maksudnya
dengan ejaan yang disempurnakan dapat memperstatukan sekelompok orang menjadi satu
masyarakat bahasa. Yang kedua, Pemberi kekhasan agar dapat menjadi pembeda dengan
masyarakat pemakai bahasa lainnya. Ketiga, Pembawa Kewibawaan yang dapat
memperlihatkan kewibawaan pemakainya.
Pengertian EYD
EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) adalah tata bahasa dalam Bahasa Indonesia yang
mengatur penggunaan Bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian dan penulisan
huruf kapital dan huruf miring, serta penulisan unsur serapan.
Huruf kecil digunakan pada posisi-posisi yang tidak menggunakan huruf besar (huruf
kapital). Akan tetapi, perlu diperhatikan adanya penggunaan huruf kecil yang perlu
ditekankan, misalnya penulisan nama jenis, bukan nama produk, dan bukan nama tempat
dalam geografi.
Huruf miring digunakan dalam cetakan. Dalam tulisan tangan atau ketikan yang dicetak
miring, diberi garis bawah tunggal.
Huruf miring digunakan untuk:
1. Menuliskan nama buku, nama majalah, nama surat kabar, yang dikutip dalam karangan.
2. Menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
3. Menuliskan istilah ilmiah, atau ungkapan asing, kecuali yang disesuaikan ejaannya.
Huruf tebal digunakan dalam cetakan. Huruf tebal ini berfungsi untuk menandai kata-kata
yang dianggap penting, atau perlu mendapat perhatian, seperti: judul dan sub judul dalam
karangan, nama (judul) tabel, atau kata yang menuntut perhatian khusus.
Pelafalan huruf terdiri atas pelafalan bahasa Indonesia dan pelafalan singkatan asing.
Penulisan kata dan partikel. Penulisan kata mencakup: kata dasar, kata turunan, kata ulang,
gabungan kata, bentuk singkatan dan akronim, kata dasar dan kata berimbuhan.
Penulisan kata dasar sering dihadapkan pada penulisan baku dan tidak baku.
Penulisan kata ulang secara lengkap dengan dengan menggunakan tanda (-).
Pedoman baku kata ulang:
1. Pengulangan kata dasar.
2. Pengulangan kata berimbuhan.
3. Pengulangan gabungan kata.
4. Pengulangan kata berubah bunyi.
Penulisan gabungan kata mengikuti kaidah sebagai berikut:
1. Gabungan kata yang berupa kata majemuk, bagian-bagiannya dituliskan terpisah.
2. Gabungan kata serangkai.
3. Gabungan kata terikat dan kata bebas.
Penulisan kata depan di dan ke dituliskan terpisah dari kata yang mengikutinya, sedangkan
awalan di- dan ke- dituliskan serangkai dengan kata yang mengiringinya.
Kata depan di diikuti kata depan benda (tempat), menyatakan arah atau tempat, sedangkan
awalan di- diikuti kata kerja.
Penulisan partikel kah, lah, dan tah, ditulis serangkai dengan kata yang mendahului.
Partikel pun, per ditulis terpisah dengan kata yang mendahului. Kelompok kata yang sudah
padu sebagai satu kata, pun ditulis serangkai, yakni: (1) adapun, (2) andaipun, (3)
bagaimanapun, (4) biarpun, (5) kalaupun, (6) kendatipun, (7) maupun, (8) meskipun, (9)
sungguhpun, (10) walaupun, (11) sekalipun, (12) ataupun.
Penulisan kata ganti aku, saya, kita, kau, kamu, engkau, dia, dan mereka yang digunakan
secara lengkap seperti itu harus ditulis terpisah. Akan tetapi, kata ganti yang dipendekkan:
aku menjadi –ku, kamu menjadi-mu, engkau menjadi kau- atau dia menjadi –nya harus ditulis
serangkai.
Kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah.
Ada tiga macam kata serapan, yakni:
1. kata asing yang sudah diserap sepenuhnya ke dalam bahasa indonesia, misalnya: iklan, kab,
perlu, waktu, kamar, dan lain-lain.
2. Kata asing yang dipertahankan karena sifat keinternasionalannya, penulisan dan
pengucapannya masih mengikuti cara asing. Misalnya time out, check in, gigabyte, dan lain-
lain.
3. Kata asing yang berfungsi untuk memperkaya peristilahan, ditulis sesuai dengan EYD.
Misalnya komputer, kalkulasi, infiltrasi, bisnis, dan lain-lain.
Penyesuaian ejaan unsur serapan dilakukan dengan kaidah yang sudah baku.
Penyesuaian akhiran asing, akhiran dari bahasa asing diserap sebagai bagian kata yang utuh.
Penulisan angka dan lambang bilangan ada dua yakni: angka dan bilangan satuan, dan
lambang bilangan tingkat.
Penulisan lambang bilangan ada tiga cara, yaitu angka arab, angka romawi, dan huruf.
Berikut cara penulisan angka dituliskan dengan huruf, atau sebaliknya, yakni:
1. Lambang bilangan dituliskan dengan angka jika berfungsi sebagai: ukuran, satuan waktu,
nilai uang, nomor (nama) jalan, rumah, kamar, alamat yang bukan dokumen resmi. Contoh: 5
sentimeter, kamar 14, 25 liter, 30 kilogram, dan lain-lain.
2. Bilangan dalam perincian dituliskan dengan angka.
3. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata dituliskan dengan huruf,
sedangkan yang dinyatakan lebih dari dua kata dituliskan dengan angka.
Bentuk singkat adalah bentuk pendek yang diambil atau dipotong dari bentuk
lengkanya. Penulisannya menggunakan huruf kecil semua.
Singkatan adalah bentuk pendek yang diambil dari huruf-huruf pertama suatu frasa.
Singkatan dieja huruf demi huruf. Penulisannya huruf kapital semua tanpa titik.
Akronim adalah bentuk pendek yang diambil dari sebuah frasa. Susunan akronim ber variasi.
Kata dasar dipenggal dengan aturan:
1. Kalau ditengah kata dasar ada dua huruf vokal, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf
vokal itu.
2. Jika di tengah kata dasar ada huruf konsonan di antara dua huruf vokal, maka pemenggalan
dilakukan sebelum huruf konsonan itu.
3. Jika di tengah kata dasar terdapat tiga huruf konsonan berurutan yang bukan gabungan
konsonan, pemenggalan dilakukan di antara konsonan pertama, termasuk gabungan huruf
konsonan dengan huruf yang kedua.
4. Kalau di tengah kata dasar terdapat tiga huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan
antara konsonan yang pertama, termasuk gabungan huruf konsonan dengan huruf yang
kedua.
Pemenggalan kata berimbuhan:
1. Imbuhan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk dan partikel-partikel seperti
kah dan lah yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, pemenggalan kata
dipisahkan sebagai satu kesatuan.
2. Sisipkan –el-, -em-, dan –er- dalam pemenggalan tidak diperhitungkan sebagai satu kesatuan,
melainkan sebagian dari kata.
Kata kompleks yaitu kata yang terdiri dari dua unsur atau lebih, pemenggalan
berdasarkan pada unsur-unsur bentukan kata.
Tanda titik (.) digunakan pada:
1. Singkatan gelar akademik dan singkatan nama orang.
2. Angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan ribuan, jutaan, dan seterusnya.
Penggunaan tanda koma (,):
1. Wajib digunakan di antara unsur-unsur dalam suatu atau pembilangan.
2. Wajib digunakan untuk kalimat majemuk setara, baik majemuk setara berlawanan, gabungan,
urutan, maupun pilihan.
3. Kalimat yang diawali dengan anak kalimat dan diikuti induk kalimat.
4. Wajib digunakan untuk memisahkan kata transisi penghubung antar kalimat.
5. Dalam pedoman ejaan lama, kata yang biasa disebut kata seru selalu diikuti tanda seru.
6. Kata seru (fatis) seperti wah, ah, aduh, kasihan, o, dan ya harus diikuti koma.
7. Memisahkan unsur atau bagian alamat yang menyamping.
8. Digunakan di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya dan untuk
membedakannya dari singkatan nama keluarga atau marga.
9. Mengapit keterangan tambahan dan keterangan aposisi.
Penggunaan titik dua (:):
1. Digunakan pada kalimat lengkap yang diberi rincian berupa kata atau frasa.
2. Titik dua tidak digunakan sebelum rincian yang merupakan pelengkap kalimat yang
mengakhiri pernyataan.
3. Diganti dengan titik satu pada kalimat lengkap yang diikuti suatu rincianberupa kalimat
lengkap, dan tanda akhir rincian diakhiri titik.
Penggunaan tanda hubung (-):
1) Dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian ungkapan
2) Pada kata ulang.
Penggunaan tanda pisah (-):
1. Membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan khusus di luar bangun
kalimat, menegaskan adanya keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
2. Di antara dua bilangan atau tanggal yang berarti sampai dengan.
3. Di antara dua nama kota yang berarti ke atau sampai.
LOGIKA BERBAHASA
PENGERTIAN
Logika
Logika ialah ilmu berpikir yang tepat, logika sekedar menunjukkan adanya
kekeliruan didalam rantai proses pemikiran sehingga kekeliruan itu dapat dielakkan, maka
hakekat dari logika dapat pula disebut sebagai teknik berpikir.
Bahasa
Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer dan digunakan oleh suatu
anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengekspresikan dirinya. Bahasa juga dapat
dikatakan sebagai alat logika, karena bahasa berfungsi untuk mengekspresikan logika.
Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa logika berbahasa berarti penggunaan
logika didalam menyampaikan hasil pemikiran yang dituankan dalam bahasa. Penggunaan
bahasa sebagai alat logika harus memperhatikan perbedaan antara bahasa sebagai alat logika
dan bahasa sebagai alat kesusasteraan. Kita ambil contoh dari pernyataan “Lukisan itu tidak
jelek”, maka yang saya maksud lukisan itu belum dapat dikatakan indah, atau saya
bermaksud lukisan itu belum dapat dikatakan indah, namun saya tidak berani untuk
mengatakan bahwa lukisan itu jelek. Logika hanya dapat memperhitungkan penilaian-
penilaian yang isinya dirumuskan secara seksama, tanpa suatu nilai perasaan.
Penggunaan bahasa sebagai alat dari logika masih memiliki kekurangan. Contohnya
puisi yang diubah ke dalam bentuk prosa. Puisi tadi akan kehilangan nilai puisi-nya, pikiran
yang tadi muncul didalam puisi dengan indahnya tidak lagi menghantarkan maknanya kepada
si pembaca. Hakekat kesusastraan berada di atas hubungan dan batas-batas logika, bahkan
keindahana dalam puisi bertentangan syarat-syarat logika.
Jadi,bahasa memiliki dua fungsi yang dilihat dari segi perkembangannya. Bahasa
lebih mudah digunakan pada kesusastraan daripada sebagai alat pemikiran ilmiah umumnya
khususnya pada logika.
DAFTAR PUSTAKA
Widjino, Hs. 2012. Bahasa Indonesia: Mta Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan
Tinggi. Jakarta: PT Grasindo
http://wahyuajissaputra.blogspot.co.id/2015/05/rangkuman-bahasa-indonesia-widjono-
hs.html
https://irfansyahid.wordpress.com/2015/11/10/sejarah-eyd-ejaan-yang-disempurnakan/
https://sejarawan.wordpress.com/2007/10/05/situs-sangiran/
https://jurnal.untagsmg.ac.id/index.php/sa/article/download/153/210
http://www.academia.edu/8496383/BAHASA_DAN_LOGIKA_DALAM_LOGIKA