Anda di halaman 1dari 11

NAMA : ORIHON AGNES ASIMA SIMANJUNTAK

NIM : 201000298

KELAS : C

BAB III

EJAAN DAN PUNGTUASI

3.1 Pengertian Ejaan

Kata ejaan berasal dari kata dasar eja, yang berarti melafalkan huruf-huruf atau lambang-lambang
bunyi bahasa. Dalam suatu bahasa sistem ejaan lazimnya mempunyai tiga aspek, yaitu aspek
fonologis, yang menyangkut pelambangan fonem dengan huruf dan penyusunan abjad; aspek
morfologis menyangkut perlambangan satuan-satuan morfemis; dan aspek sintaksis, menyangkut
pelambangan ujaran dengan tanda baca. Atas dasar keterangan itu, pengertian ejaan dapat ditinjau
dari dua segi, yakni segi khusus dan segi umum. Secara khusus ejaan dapat diartikan sebagai
pelambangan bunyi-bunyi bahasa dengan huruf, baik berupa huruf demi huruf, maupun huruf yang
sudah disusun menjadi kata, frasa atau kalimat. Sedangkan secara umum, ejaan berarti keseluruhan
dan penggabungannya, yang dilengkapi pula dengan penggunaan tanda baca. Maka, ejaan itu pada
dasarnya mencakup penulisan huruf, penulisan kata, termasuk singkatan, akronim, lambang
bilangan dan penggunaan tanda baca.

3.1.1 Fungsi Ejaan

Ejaan berfungsi untuk membantu pemahaman pembaca di dalam mencerna informasi yang
disampaikan secara tertulis. Dalam hal ini fungsi praktis itu dapat dicapai bila semua ketentuan yang
terdapat di dalam kaidah telah diterapkan dengan baik. Untuk menunjang pembakuan bahasa, baik
yang menyangkut pembakuan tata bahasa maupun kosakata, dalam peristilahan pembakuaan ejaan
lebih dahulu dilaksanakan karena ejaan berfungsi sebagai:

1. landasan pembakuan bahasa,

2. landasan pembakuan kosakata dan peristilahan, serta

3. Alat penyaring masuknya unsur bahasa lain kedalam bahasa Indonesia.

3.1.2 Kaidah Ejaan

Kaidah ejaan berbeda dengan kaidah bahasa, karena ejaan dasar kesepakatan para ahli bahasa dan
persetujuan dari masyarakat bahasanya atau oleh suatu negara . Setelah ejaan itu resmi berlaku,
para pengguna bahasa diharapkan menaati kaidah yang telah disepakati tersebut. penyusunan
kaidah haruslah memperoleh bahasa tertentu. Sebelum kesepakatan itu Kaidah ejaan bersifat
normatif karena melibatkan pertimbangan salah dan benar berdasarkan norma tertentu. Misalnya,
kata asing passive dan active, menurut kaidah diserap menjadi pasif dan aktif. Jika pemakaian itu
mengikuti kaidah, penulisan itu dipandang benar. Tetapi jika ditulis dengan pasiv dan aktiv,
penulisan itu tentu dipandang salah karena tidak menaati kaidah yang telah disepakati. Sedangkan
kaidah bahasa, tidak ditentukan berdasarkan kesepakatan, tetapi titik tolak penentuannya adalah
hasil penelitian yang berpijak pada sejumlah data tertentu. Sebab itu, kaidah bahasa tidak
mempertimbangkan benar salahnya suatu pemakaian bahasa. Jika dalam kenyataan terdapat
pemakaian yang tidak sesuai dengan kaidah, maka pemakaian dinilai menyimpang dari kaidah.
Kenyataan itu tidak dipandang salah karena faktanya memang ada di dalam pemakaian bahasa.

kaidah bahasa itu tidak bersifat normatif, tetapi bersis deskriptif. Meskipun terdapat perbedaan,
kaidah ejaan dan kaidah bahasa tidak saling bertentangan karena pada hakikatnva keduanya bertitik
tolak pada dasar yang sama, yaitu sifat-sifer khas bahasa tertentu.

3.2 Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia

3.2.1 Ejaan Van Ophuysen

Ejaan itu disusun oleh Charles Adrian Ophuysen, dan dibantu oleh Engku Nawawi gelar Soetan
Ma'moer dan Muhammad Taib Sutan Ibrahim.. Ejaan Van Ophuysen merupakan ejaan yang pertama
kali disusun secara sistematis yang dapat dijadikan pedoman oleh para penulis pada waktu itu
Karena, sebelum Ejaan Van Ophuysen disusun, para penulis umumnya memiliki aturan- aturan
sendiri dalam menuliskan konsonan, vokal, kata, kalimat dan pungtuasi. Sebagai akibatnya, sistem
ejaan yang digunakan pada waktu itu sangat beragam. Keragaman itu terjadi karena tidak ada ejaan
baku yang dapat digunakan sebagai pedoman. Sejak tahun 1901 itulah terdapat keseragaman ejaan
dan sedikit benyak dapat mengurangi kekacauan ejaan yang terjadi pada masa itu. Adapun hal yang
menonjol dalam Ejaan Van Ophuysen antara lain:

1. Huruf w ditulis dengan oe


Misalnya: Sukarno Soekarno
Putus Poetoes
2. Huruf j ditulis dj

Misalnya : jalan djalan

3. Gabungan konsonan kh ditulis dengan ch


Misalnya: akhir khatib

4. Huruf y ditulis dengan j


Misalnya: yakni ja'ni
Sajang sayang

5. Huruf c ditulis dengan tj


Misalnya : acara atjara

6. Huruf k pada akhir kata atau suku kata ditulis dengan tanda acara cacat koma di atas
Misalnya : rakyat ra'jat

3.2.2 Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)

Ejaan Republik lazim disebut Ejaan Soewandi karena disesuaikan dengan nama yang
memprakarsai penyusunan ejaan tersebut. Penyusunan ejaan baru ini dimaksudkan untuk
menyempurnakan Ejaan Van Ophuysen dan untuk menyederhanakan sistem ejaan bahasa
Indonesia. Pemakaian ejaan baru ini diresmikan dengan nama Ejaan Republik berdasarkan
ketetapan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 264/Bhg A, tanggal 19 Maret 1947.

Adapun perbedaan antara Ejaan Republik dengan Ejaan Van Ophuysen antara lain :

Ejaan Van Ophyusen Ejaan Republik


soemoer (oe) sumur(u)

Begitupun, Ejaan Republik masih memiliki beberapa kelemahan seperti huruf-huruf f, v, x ,y, z,sj
(sy), dan ch (kh) yang lazim digunakan untuk menulis kata-kata asing tidak dibicarakan dalam
ejaan tersebut, sehingga tetap menjadi persoalan dalam bahasa Indonesia pada masa itu. Ejaan
Republik ini berlaku sampai tahun 1972.

3.2.3 Ejaan Pembaharuan

Ejaan Pembaharuan atau Ejaan Prijono Katoppo merupakan ejaan yang direncanakan untuk
memperbaharui Ejaan Republik gagasan pembaharuan ejaan itu dikemukakan oleh Prof. Dr.
Prijono dalam kertas kerjanya yang berjudul Dasar-dasar Ejaan Bahasa Indonesia dengan Huruf
Latin, pada saat Kongres Bahasa Indonesia II mulai tanggal 23 Oktober - 2 November 1954 di
Medan. Sebagai tindak lanjut hasil keputusan kongres tersebut dibentuklah Panitia
Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri P dan K Nomor
448/S, tanggal 19 Juli 1956 yang diketuai oleh Prof. Prijono. Sebelum Prof. Prijono
menyelesaikan tugas penyusunan ejaan tersebut kemudian diangkat menjadi Menteri P dan K,
sehingga dia menyerabkan kepemimpinan panitia kepada E. Katoppo. Pada tahun 1957 panitia
lanjutan itu berhasil merumuskan patokan- patokan ejaan baru, Akan tetapi, hasil kerja panitia
itu tidak pernah diumumkan secara resmi sehingga ejaan itu pun belum pernah diberlakukan.
Hasil usulan panitia ini menetapkan teori satu lambang menggambarkan satu bunyi, misalnya ;dj
diubah menjadi j, tj diubah menjadi c.

Pengubahan yang lain seperti huruf j misalnya pada kata jang diubah menjadi y (yang), dan
penulisan diftong dituliskan berdasarkan pelafalannya, misalnya santai santay, amhoi -> amboy,
dan kalau -> kalaw.

3.2.4 Ejaan Melindo

Jika ejaan pembaharuan tidak diberlakukan karena alasan teknis seperti mesin cetak, maka ejaan
Melindo gagal diresmikan pemakaiannya karena alasan ketegangan politik antara Indonesia
dengan Malaysia (1962).

Sesuai dengan namanya, Melindo ialah akronim dari Malayu-Indonesia disusun atas kerja sama
antara pihak Indonesia. Permasalahan yang terdapat dalam Ejaan Melindo pada dasarnya tidak
jauh berbeda dengan konsep Ejaan Pembaharuan yaitu menggunakan sistem fonemis (satu
fonem satu tanda).

3.2.5 Ejaan Baru (LBK)

Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK), kini menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa pada waktu itu sebagai Panitia Penyusunan Ejaan yang berusaha merumuskan suatu
konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru atau Ejaan LBK. Ejaan Baru ini pada
dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh Panitia Ejaan Melindo. Panitia
penyusunan ejaan ini diketuai oleh Anton M. Moeliono, berdasarkan Surat Keputusan Menteri P
dan K No. 062/67, tanggal 19 September 1967

Konsep ejaan yang dihasilkan oleh panitia itu disusun berdasarkan beberapa pertimbangan :

- Pertimbangan teknis, menghendaki agar perkembangan secara teknis itu disesuaikan


dengan keperluan praktis, seperti keadaan percetakan dan mesin tulis.
- Perkembangan ilmiah, pertimbangan menghendaki agar perkembangan itu mencerminkan
studi yang mendalam mengenai kenyataan bahasa dan masyarakat pemakainya.(Mustakim,
1992:11)
Hasil yang menonjol dari ejaan baru antara lain:

1. Dj diubah j
Perdjaka perjaka
Djalan jalan
2. Tj diubah menjadi c
Tjinta cinta
3. J diubah menjadi y
Jang yang
4. Sj diubah menjadi sy
Sjair syair
5. Nj diubah menjadi ny
Punja punya
6. Huruf e taling dan e pepet penulisannya tidak dibedakan.
Misalkan :
Me’lati melati
Cop’et copet
Te’kat tekad

Karena menimbulkan bermacam reaksi dari para ahli bahasa dan masyarakat umum tentang
perubahan ejaan tersebut, maka Ejaan Baru ini belum dapat dilaksanakan.

3.2.6 Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EyD)

Konsep-konsep dasar yang ditetapkan dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EyD)
merupakan kelanjutan dari Ejaan Baru atau Ejaan LBK. Disebut sebagai Ejaan yang Disempurnakan
karena memang ejaan itu merupakan hasil penyempurnaan dari beberapa ejaan yang pernah
disusun sebelumnya.

EyD dinyatakan mulai berlaku sejak penggunaannya diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia,
Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1972, dengan Kepres No. 57 Tahun 1972. Selanjutnya, Menteri
Pendiddikan dan Kebudayaan pada tanggal 31 Agustus 1976 meresmikan berlakunya pemakaian
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempernakan dan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah di seluruh Indonesia. Penyusunan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
disempurnakan itu diketuai oleh Amran Halim berdasarkan Surat Keputusan Menteri P dan K No.
0156/P/1972 pada tanggal 12 Oktober 1972.

Di samping perubahan huruf dalam ejaan lama menjadi penulisan huruf yang kita kenal sekarang ini
dan beberapa ketentuan lainnya, dalam EyD secara umum diatur hal - hal sebagai berikut,
yaitu:pemakaian huruf, penulisan kata, penulisan tanda baca, penulisan singkatan dan akronim,
penulisan angka dan lambang bilangan, dan penulisan unsur serapan. termasuk huruf kapital dan
huruf miring.

3.3 Pungtuasi

Penggunaan tanda baca yang benar dalam tulisan atau karangan, baik karangan ilmiah maupun fiksi
mutlak dibutuhkan untuk membantu para pembaca memahami karangan atau tulsan tersebut.
Pengabaian penggunaan tanda baca dapat mengubah pengertian yang didukung sebuah kalimat.
Tanda baca sangat berperan untuk membantu pembaca memahami bahasa tulisan

3.3.1 Tanda Titik (.)


1. Tanda titik dugunakan di akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.

Misalnya : Saya akan menjemputmu nanti sore

2.Tanda titik digunakan pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.

Prof. Ridwan Azhar

Dr. Rahman Ritonga

3.Tanda titik digunakan pada akhir singkatan nama orang

Misalnya : K.H Zainuddun M.Z.

M.U. Ritonga

4.Tanda titik digunakan pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah umum. Singkatan yang
terdiri dari tiga huruf atau lebih dipakai pada satu tanda titik.

Dsb. (dan sebagainya) a.n. (atas nama)

d.a. (dengan alamat)

5.Tanda titik digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.

Misalnya : pukul 21.19

6.Tanda titik tidak digunakan untuk memisahkan angka ribuan, jutaan dan seterusnya yang tidak
menunjukkan jumlah.

Misalnya : Nomor rekening 22-33-4567. (tanda titik mengakhiri kalimat)

7.Tanda titik digunakan dibelakang angka huruf dalam suatu ithisar atau daftar.

Misalnya :

1. Latar Belakang
2. Pendahuluan
3. Tujuan
1.2.1 Jangka Pendek
1.2.2 Jangka Panjang

8.Tanda titik tidak digunakan dalam singkatan yang terdiri dari huruf awal kata, suku kata atau
gabungan keduanya, yang terdapat di dalam nama dan lembaga-lembaga nasional di dalam akronim
yang sudah diterima oleh masyarakat.

Misalnya : TNI ( Tentara Nasional Indonesia )

9.Tanda titik digunakan pada judul buku (film), karangan, tabel dan sebagainya.

Misalnya : Rapat Pimpinan Reaksi

Layar Terkembang

10.Tanda titik tidak digunakan di belakang alamat pengirim dan tanggal surat, atau nama dan alamat
penerima surat
Misalnya : Medan, 17 Agustus 2007

3.3.2 Tanda Koma (,)

1. Tanda koma digunakan untuk memisahkan unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan.
Misalnya : Ibu membeli sayur, beras, dan gula. Alat yang dapat digunakan untuk
membersihkan noda itu adalah detergent, sabun, atau rinso.
2. Tanda koma digunakan untuk memisahkan kata atau ungkapan penghubung antar dari
bagian kalimat seperti jadi, oleh karena itu, padahal, dengan demikian, dan sebagainya.
Misalnya : Sungguhpun demikian, aku masih mencintainya.
Jadi, kita harus lebih berhati-hati! Padahal, dia masih berumur lima belas tahun.
3. Tanda koma digunakan untuk memisahkan ungkapan seruan (kata seru) dengan kata lain
dalam suatu kalimat.
Misalnya : O, dia rupanya yang menikahimu!
Astaga, saya baru ingat! Jangan marah ya, aku cuma bercanda!
4. Tanda koma digunakan untuk memisahkan nama dan alamat, bagian-bagian alamat, tempat
dan tanggal serta nama tempat dan wilayah atau negara yang ditulis berurut ke samping
Misalnya : Yth. Dekan Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara,
Kompleks Perumahan Dosen, Medan Susanti, Marlina, Komunikasi Sastra, Medan.
5. Tanda koma digunakan untuk memisahkan kalimat majemuk setara yang satu dari kalimat
majemuk setara berikutnya yang didahului oleh kata, seperti tetapi, dan melainkan.
Misalnya: Saya sudah lapar, tetapi aku tidak punya uang.
Dia bukan pacar saya, melainkan kemanakan saya
6. a. Tanda koma digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mendahului induk kalimat.
Misalnya : Karena sakit, dia tidak pergi.
Kalau dia datang, saya akan pergi.
b. Sebaliknya, tanda koma tidak digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk
kalimat bila anak kalimat tersebut mengiringi induk kalimat
Misalnya: Dia tidak pergi karena sakit.
Saya akan pergi kalau dia datang.
7. Tanda koma digunakan untuk memisahkan petike langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya: Katanya, "Saya akan dijemput"
"Saya akan dijemput", kata Amir.
8. Tanda koma digunakan untuk mengapit keterangan tambahan, keterangan penjelas
(aposisi).
Misalnya :Gusdur, Presiden RI yang ke- 4, kemarin pergi berkunjung ke Amerika.
Semua mahasiswa, baik pria maupun wanita harus mematuhi disiplin kampus.
Di Medan, misalnya, jalan-jalan utama sering macet tidak seperti dulu lagi.
9. Tanda koma digunakan di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya, untuk
membedakan dari singkatan nama keluarga atau marga.
Misalnya: MU. Ritonga, S.S.
Hj. R. Rambe, S.Sos. Ambar, S.Ag.
Abdul Hana, S.H.
10. Tanda koma digunakan di muka angka persepuluhan dan di antara rupiah dan sen dalam
bilangan.
Misalnya: Rp 1.500.000,00.
Rp 5.450.240,25.
3.3.3 Tanda titik koma (;)
1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian- bagian kalimat yang sejenis
dan setara.
Misalnya : Hujan makin deras; kami berteduh di bawah pohon.
2. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu
kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Misalnya : Ibu menyiram bunga di halaman; ayah mencuci mobil di garasi, dan Ani
sedang memberi akan ayam di halaman belakang.
3.3.4 Tanda titik dua (:)
1. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau
pemerian.
Misalnya : Kita membutuhkan barang-barang yang berikut : meja, kursi, lemari, dan satu
set komputer.
2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya : Ketua : Adli Ritonga
Sekretaris : Sarah
Acara diadakan pada :
Hari : Senin
Tempat : Auditorium USU
Pukul : 11.30 WIB.
3. Tanda titik dua dipakai dalam teks drama kata yang menunjukkan pelaku dalam
percakapan
Misalnya :
Direktur : “Antarkan saya ke bandara!”
Supir : “Baik, pak”
4. Tanda titik dua dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang
mengakhiri pernyataan.
Misalnya : Saya memerlukan dana, transpor, dan pakaian!
5. Tanda titik dua dipakasi (:) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan
ayat kitab-kitab suci atau (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan
Misalnya :
(i) Gatra, 1(1999) 50:6
(ii) Surah Albaqarah : 24
(iii) Karangan Untung, Bulan Berkaca :
Sebuah renungan sudah terbit
3.3.5 Tanda Hubung (-)
1. Tanda hubung menyambung suku kata dasar atau awalan yang terpisah oleh pergantian
baris.
Misalnya : ... dengan me-
Berbeda pendapat
2. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya : murid-murid
3. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal
Misalnya : K-e-m-e-r-d-e-k-a-a-n
31-8-2007
4. Tanda hubung dapat dipakai misalnya untuk memperjelas hubungan bagian-bagian
ungkapan.
Misalnya : ber-kolusi dengan pejabat
Tiga-puluh-lima-ribuan
5. Tanda hubung dipakai untuk merangkai (a) se dengan kata berikutnya yang dimulai
dengan huruf kapital; (b) ke dengan angka, (c) angka dengan-an.
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur
bahasa asing.
3.3.6 Tanda pisah (--)
1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberikan penjelasan
khusus di luar bangun kalimat.
Misalnya: Krisis ini -- saya merasa pesimis dapat diselesaikan.
-- rakyat akan terus menderita
2. Tanda pisah menegaskan adanya posisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat
menjadi lebih tegas.
Misalnya : Krisis yang melanda bangsa ini - multidimensi, walaupun pergantian presiden
– telah mengubah kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal yang berarti sampai dengan
atau di antara dua nama kota yang berarti ke', atau 'sampai'.
Misalnya : 2001 - 2010
Tanggal 10-20 April 2007
Medan-Penang
3.3.7 Tanda elipsis (...)
1. Tanda elipsis menggambarkan kalimat yang terputus-putus.
Misalnya : Bila demikian... ya, kita harus bersabar!
2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya: Masalah-masalah disintegrasi.., akan diteliti lebih lanjut.
3.3.8 Tanda seru (!)

Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa ketidakpercayaan, atau
rasa emosi yang kuat, dan kalimt perintah.

Misalnya: Alangkah sadisnya perampok itu!

3.3.9 Tanda kurung (())


1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan.
Misalnya : PAD (Pendapatan Asli Daerah) sudah ditelap oleh mereka.
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan.
Misalnya : Mengenai masalah itu (lihat Bab II) menunjukkan tingkat kerusakan yang
tinggi.
3. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu seri keterangan. Angka
atau huruf itu dapat juga diikuti oleh kurung tutup saja.
Misalnya: Kegagalan itu disebabkan oleh faktor-faktor : 1) Lemahnya SDM (Sumber
Daya Manusia). 2) Lemahnya displin.

3.3.10 Tanda kurung siku ([])


1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menjadi
isyarat bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah awal.
Misalnya : Hewan itu ter [r] evolusi yang cepat.
2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung.
Misalnya : (Bahasa Indonesia baku [lihat bab II] tidak disinggung lagi).
3. Dalam penulisan ilmiah bidang linguistik kurung siku dipakai untuk menunjukkan
transkipsi fonetik.
Misalnya : Bahasa Inggris : climbing->[klami] Bahasa Indonesia : mendaki= [m ndaki]

3.3.11 Tanda petik (“....”)


1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan naskah, atau
bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas garis.
Misalnya : "Itukan salahnya," kata Sarah
2. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang masih kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus.
Misalnya: Martial Law 'hukum rimba'
Kata bagas 'rumah' atau 'dalam' (bahasa Batak) tergantung ada penggunaan
intonasinya.
3.3.12 Tanda ulang (...2) (angka 2 biasa)
Tanda ulang angka 2 dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk
menyatakan pengulangan kata dasar.
Misalnya : murid2
Dalam karangan ilmiah ulangan kata harus ditulis selengkapnya tidak diperkenankan
memakai angka dua.
Misalnya : murid-murid
3.3.13 Tanda garis miring ( / )
1. Tanda garis miring dipakau dalam penomoran kode surat.
Misalnya : No.07/LK/2002
2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, per, atau nomor alamat.
Misalnya : putra/putri
3.3.14 Tanda penyikat (apostrof)(‘)
Tanda apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata.
Misalnya : Dia’lah pergi untuk selamanya (’lah=telah)
3.3.15 Huruf miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat
kabar yang dikutip dalam karanan.
Misalnya : Buku inilah Bahasa Baku karangan J.S. Badudu
2. Huruf miring menegaskan atau mengkhususkan huruf,bagian kata, atau kelompok kata.
Misalnya : Buku Inilah Bahasa Baku karangan J.S Badudu
3.3.16 Angka dari lambang bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor dalam tulisan lazim
digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab : 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9
Angka Romawi : I,II,III,IV,V,VI,VII,VIII,IX,X
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan
waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas
Misalnya : 0,6 sentimeter 2 jam 30 menit
10 kilogram pukul 13.00
3.4 Penulisan Huruf Besar dan Huruf Miring

3.4.1 Huruf Besar

Huruf besar atau huruf kapital digunakan sesuai dengan aturan atau ketentuan seperti
berikut ini.

1. Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya : produksinya sesuai dengan standar nasional Indonesia.
2. Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama nama orang
Misalnya : Abdullah
3. Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama petikan langsung
Misalnya: Ibu bertanya, "Kapan kita pergi ke Danau Toba? Ibu mengingatkan, “ Belajar
baik-baik Nak!"
4. Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama ungkapan yang berhubungan dengan
nama Tuhan dan kitab suci.
Misalnya: Allah, Islam, Kristen, Alquran, Weda, Injil Kita doakan dia mendapat petunjuk
dan perlindung- an untuk hamba-Nya.
5. Huruf besar dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya: Haji Mulkan, Imam Maliki, Nabi Adam Tengku Sulaiman, Sutan Perkasa Alam,
Baginda Laut .
6. Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama nama ja batan dan pangkat yang diikuti
nama orang.
Misalaya Walikota Rahudman Harahap Presiden Susilo Bambang Yudoyono Profesor
Hasanuddin.

Huruf besar tidak digunakan sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang
tidak diikuti nama orang.
Misalnya: Siapakah nama gubernur yang baru terpilih itu? Pak Budiman telah
dikukuhkan menjadi profesor. Dia bercita-cita menjadi menteri.
7. Huruf besar dipakai sebagai huruf pertama nama suku, bangsa, dan negara.
Misalnya: Indonesia merupakan negara terbesar keempat dunia berdasarkan jumlah
penduduknya. Batak adalah salah satu suku yang ada di Indonesia. Negara Jepang salah
satu negara maju di dunia.
8. Huruf besar dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, dan hai.
Misalnya: tahun Masehi tahun Hijiriah November, Januari, Maret, Senin, Selasa, Rabu,
Kamis .
9. Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama nama khas geografi.
Misalnya: Desa Tembung, Danau Toba, Gunung Sinabung, Selat Malaka, Samudera
Hindia, Candi Borobudur, Medan.
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, nama resmi
badan/ lembaga pe merintahan, dan ketatanegaraan.
Misalnya: Dewan Perwakilan Rakyat Majelis Permusyawaratan Rakyat Undang-Undang
Dasar 1945
11. Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama semua kata dalam penulisan nama buku,
majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata tugas, Misalnya: Dia berlangganan
surat kabar Analisa. Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa.
12. Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama kata sapaan ( kekerabatan yang
diucapkan secara langsung).
Misalnya: Apakah Saudara yang menutup pintu itu?
Kapan Bapak berangkat ke Jakarta?
Siapa nama Ibu yang sebenarnya?

3.4.2 Huruf Miring

Huruf miring digunakan dalam hal seperti berikut ini

1. Huruf miring dalam cetakan digunakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah,
dan surat kabar yang dikutip dalam karangan.
Misalnya: majalah Tempo,
surat kabar Waspada.
2. Huruf miring digunakan untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing yang masih
asing dalam bahasa In- donesia (belum disesuaikan ejaannya).
Misalnya: Belanda menguasai Indonesia dengan politik devide et impera.
Sistem kekerabatan masyarakat Batak terkenal dengan dalihan na tolu.

Anda mungkin juga menyukai