Anda di halaman 1dari 3

Nama : Aisya Diva Nurmalia

NIM : P1337420120346

Anemia dan Gangguan Pembuluh Darah Perifer

A. Anemia

Anemia adalah keadaan dimana rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin
(HB) sehingga hematokrit(HT)/viskositas darah menjadi encer. Anemia menunjukkan suatu
gejala penyakit atau perubahan fungsi tubuh bukan suatu penyakit.

Tanda dan gejala


Kelelahan, BB menurun, letargi, membrane mukosa pucat

Patofisiologi
anemia salah satu adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah
berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan
nutrisi, terpaparnya bahan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui.
Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis. Lisis sel darah merah
terjadi dalam sel fagostik atau dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati dan
limpa.

Pemeriksaan diagnostik
 Pemeriksaan laboratorium hematolgis dilakukan secara bertahap sebagai berikut : Tes
penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
 Pemeriksaan rutin
merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan
trombosit.
 Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian
besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis defenitif meskipun ada beberapa
kasus
 yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.

Penatalaksanaan
 Modifikasi Diet
 Penanganan kondisi penyerta
 Terapi besi oral
 Terapi besi parenteral
B. Gangguan Pembuluh Darah Perifer

Penyakit arteri perifer (PAP) adalah gangguan suplai darah ke ekstremitas atas atau
bawah karena obstruksi. Mayoritas obstruksi disebabkan oleh aterosklerosis, namun dapat
juga disebabkan oleh trombosis emboli, vaskulitis, atau displasia fibromuskuler. Penyakit
arteri perifer meliputi arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterika dan semua percabangan
setelah melewati aortailiaka, termasuk ekstremitas bawah dan ekstremitas atas. PAP yang
paling banyak adalah penyakit arteri pada ekstremitas bawah.

Patofisiologi
Patofisiologi yang terjadi pada pasien PAP meliputi keseimbangan suplai dan
kebutuhan nutrisi otot skeletal. Patofisiologi PAP terjadi karena tidak normalnya regulasi
suplai darah dan penggantian struktur dan fungsi otot skelet. Regulasi suplai darah ke tungkai
dipengaruhi oleh lesi yang membatasi aliran (keparahan stenosis, tidak tercukupinya
pembuluh darah kolateral), vasodilatasi yang lemah (penurunan nitrit oksida dan penurunan
responsifitas terhadap vasodilator), vasokonstriksi yang lebih utama (tromboksan, serotonin,
angiotensin II, endotelin, norepinefrin), abnormalitas reologi (penurunan deformabilitas
eritrosit, peningkatan daya adesif leukosit, agregasi platelet, mikrotrombosis, peningkatan
fibrinogen).

Tanda dan gejala


 Rasa sakit ketika berjalan kaki (klaudikasio intermiten)
 Ketidaknyamanan otot ekstremitas bawah yang terjadi karena latihan atau aktivitas
dan hilang dengan istirahat dalam 10 menit.
 Terjadinya gangren
 Kelelahan otot, sakit atau kram saat aktivitas yang hilang dengan istirahat
 Nyeri pada regio glutea, paha, atau betis dengan klaudikasio, disfungsi ereksi
 Nyeri pada tungkai dan kaki saat istirahat, ulkus pada tungkai yang tidak sembuh,
nyeri pada lengan dengan klaudikasio, perbedaan tekanan darah pada lengan kanan
dan kiri lebih dari 15

Pemeriksaan diagnostik
1. USG Doppler
2. Angiografi
3. Tes darah

Penatalaksanaan

 Obat untuk kolesterol, misalnya simvastatin. Obat ini berfungsi menurunkan


kolesterol.
 Obat untuk hipertensi, misalnya obat jenis ACE inhibitor. Obat ini diberikan untuk
menurunkan tekanan darah.
 Obat pengencer darah, misalnya aspirin atau clopidogrel. Obat ini berfungsi untuk
mencegah penumpukan gumpalan darah di pembuluh arteri yang menyempit.
 Obat untuk melebarkan pembuluh darah, misalnya cilostazol atau pentoxifylline.
Obat ini mengembalikan aliran darah kembali lancar

Pencegahan

1. Sebaiknya hindari kebiasaan merokok.


2. Mengonsumsi makanan bergizi seimbang sangat baik untuk mencegah terjadinya
penyakit arteri perifer.
3. Tidak ada salahnya untuk rutin berolahraga selama 30 menit setiap 3-4 kali seminggu.

Sumber :
M. Baharudin, Moh Najib. 2016. Modul Keperawatan Medikal Bedah 1. Pusdik SDM
Kesehatan.
http://eprints.undip.ac.id/50496/3/Eka_Aryani_22010112110093_Lap_KTI_BAB_2.pdf

Anda mungkin juga menyukai