Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

DIKSI DAN GAYA BAHASA

Bahasa terdiri atas beberapa tataran gramatikal antara lain kata, frase, klausa, dan kalimat. Kata
merupakan tataran terendah & kalimat merupakan tataran tertinggi. Ketika Anda menulis, kata
merupakan kunci utama dalam upaya membentuk tulisan. Oleh karena itu, sejumlah kata dalam
Bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik, agar ide dan pesan seseorang dapat mudah
dimengerti. Dengan demikian, kata-kata yang digunakan untuk berkomunikasi harus dipahami
dalam konteks alinea dan wacana. Kata sebagai unsur bahasa, tidak dapat dipergunakan dengan
sewenang-wenang. Akan tetapi, kata-kata tersebut harus digunakan dengan mengikuti kaidah-
kaidah yang benar.
Menulis merupakan kegiatan yang mampu menghasilkan ide-ide dalam bentuk tulisan
secara terus-menerus & teratur (produktif) serta mampu mengungkapkan gambaran, maksud,
gagasan, perasaan (ekspresif). Oleh karena itu, ketrampilan menulis / mengarang
membutuhkan grafologi, struktur bahasa, & kosa kata. Salah satu unsur penting dalam
mengarang adalah penguasaan kosa kata. Kosa kata merupakan bagian dari diksi. Ketepatan
diksi dalam suatu karangan merupakan hal yang tidak dapat diabaikan karena ketidaktepatan
penggunaan diksi pasti akan menimbulkan ketidakjelasan makna.
Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan “cerita”
mereka. Diksi bukan hanya berarti pilih-memilih kata. Istilah ini bukan saja digunakan untuk
menyatakan gagasan / menceritakan suatu peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya
bahasa, ungkapan-ungkapan.

I. PENGERTIAN DIKSI (PILIHAN KATA)


Diksi bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan sebuah cerita.
Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata melainkan digunakan untuk menyatakan
gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-
ungkapan dan sebagainya.
Agar dapat menghasilkan cerita yang menarik melalui pilihan kata maka diksi yang baik
harus memenuhi syarat, seperti :
1) Ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan suatu gagasan.
2) Seorang pengarang harus mempunyai kemampuan untuk membedakan secara tepat
nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan
untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa bagi pembacanya.
3) Menguasai berbagai macam kosakata dan mampu memanfaatkan kata-kata tersebut
menjadi sebuah kalimat yang jelas, efektif dan mudah dimengerti.
Contoh Paragraf :
1) Hari ini Aku pergi ke pantai bersama dengan teman-temanku. Udara disana sangat
sejuk. Kami bermain bola air sampai tak terasa hari sudah sore. Kamipun pulang
tak lama kemudian.
2) Liburan kali ini Aku dan teman-teman berencana untuk pergi ke pantai. Kami
sangat senang ketika hari itu tiba. Begitu sampai disana kami sudah disambut oleh
semilir angin yang tak henti-hentinya bertiup. Ombak yang berkejar-kejaran juga
seolah tak mau kalah untuk menyambut kedatangan kami. Kami menghabiskan
waktu sepanjang hari disana, kami pulang dengan hati senang.
Kedua paragraf diatas punya makna yang sama. Tapi dalam pemilihan diksi pada
contoh paragraph kedua menjadi enak dibaca, tidak membosankan bagi
pembacanya.

II. SYARAT-YARAT DIKSI


A. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah
makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang
terkandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut makna
konseptual. Kata makan misalnya, bermakna memasukkan sesuatu kedalam mulut,
dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti ini adalah makna denotatif.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari
sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna
konseptual. Kata makan dalam makna konotatif dapat berarti untung atau pukul.
Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap. Kata kamar kecil
mengacu kepada kamar yang kecil (denotatif) tetapi kamar kecil berarti juga jamban
(konotatif). Dalam hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah suatu makna kata adalah
makna denotatif atau konotatif.

B. Makna Umum dan Khusus


Kata ikan memiliki acuan yang lebih luas daripada kata mujair atau tawes. Ikan tidak
hanya mujair atau tidak seperti gurame, lele, sepat, tuna, baronang, nila, ikan koki dan
ikan mas. Sebaliknya, tawes pasti tergolong jenis ikan demikian juga gurame, lele, sepat,
tuna, dan baronang pasti merupakan jenis ikan. Dalam hal ini kata acuannya lebih luas
disebut kata umum, seperti ikan, sedangkan kata yang acuannya lebih khusus disebut kata
khusus, seperti gurame, lele, tawes, dan ikan mas.

C. Kata abstrak dan kata konkret.


Kata yang acuannya semakin mudah diserap pancaindra disebut kata konkret, seperti
meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata tidak mudah
diserap pancaindra, kata itu disebut kata abstrak, seperti gagasan dan perdamaian. Kata
abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu
membedakan secara halus gagasan yang sifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata
abstrak terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam suatu karangan. Karangan
tersebut dapat menjadi samar dan tidak cermat.

D. Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama,
tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau
kemiripan. Kita ambil contoh cermat dan cerdik kedua kata itu bersinonim, tetapi kedua
kata tersebut tidak persis sama benar.
Kesinoniman kata masih berhubungan dengan masalah makna denotatif dan
makna konotatif suatu kata.

E. Kata Ilmiah dan kata popular


Kata ilmiah merupakan kata-kata logis dari bahasa asing yang bisa diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia. Kata-kata ilmiah biasa digunakan oleh kaum terpelajar, terutama
dalam tulisan-tulisan ilmiah, pertemuan-pertemuan resmi, serta diskusi-diskusi khusus.
Yang membedakan antara kata ilmiah dengan kata populer adalah bila kata
populer digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Dari pernyataan diatas dapat
disimpulkan, kata-kata ilmiah digunakan pada tulisan-tulisan yang berbau pendidikan.
Yang juga terdapat pada penulisan artikel, karya tulis ilmiah, laporan ilmiah, skripsi, tesis
maupun desertasi.
Agar dapat memahami perbedaan antara kata ilmiah dan kata populer, berikut
daftarnya:
Kata Ilmiah Kata populer
Analogi Kiasan
Final Akhir
D
perbedaan perlakuan
iskriminasi
Prediksi Ramalan
Kontradiksi Pertentangan
Format Ukuran
Anarki Kekacauan
Biodata biografi singkat
Bibliografi daftar pustaka

III. PEMBENTUKAN KATA


Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan dari luar bahasa Indonesia. Dari
dalam bahasa Indonesia terbentuk kosakata baru dengan dasar kata yang sudah ada,
sedangkan dari luar terbentuk kata baru melalui unsur serapan.

A. Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata


Pada bagian berikut akan diperlihatkan kesalahan pembentukan kata, yang sering kita
temukan, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis.
1) Penanggalan awalan meng-
2) Penanggalan awalan ber-
3) Peluluhan bunyi /c/
4) Penyengauan kata dasar
5) Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang tidak luluh
6) Awalan ke- yang kelirupemakaian akhiran –ir
7) Padanan yang tidak serasi
8) Pemakaian kata depan di, ke, dari, bagi, pada,, daripada dan terhadap
9) Penggunaan kesimpulan, keputusan, penalaran, dan pemukiman
10) Penggunaan kata yang hemat
11) Analogi
12) Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia
13)
2.3 Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata
14)
15)
         Pada bagian berikut akan diperhatikan kesalahan kasalahan penbentukan
kata, baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis.
16)
17)         A.Penganggalan Awalan Me-
        Penganggalan pada judul cerita dalam surat kabar diperbolehkan.
Namun, dalam teks beritanya awalan me- harus eksplisit. Dibawah ini
diperhatikan bentuk yang salah dan bentuk yang benar.
18)
Contoh:
1.a) Amerika serikat luncurkan pesawat bolak-balik Colombia (salah)
1. b) Amerika serikat meluncurkan pesawat bolak-balik Colombia (benar)
19)
        B.Penagnggalan Awalan Ber-
Kata-kata yang berawalan Ber- sering mengandalkan awalan Ber. Padahal
awalan Ber harus dieksplisitkan secara jelas. Berikut ini contoh salah dan
benar dalam pemakaian.
20)
Contoh:
1. a) Sampai jumpa lagi (salah)
1. b) Sampai berjumpa lagi (benar)
21)
22)           C.Peluluhan Bunyi /c/
          Kata dasar yang diawali bunyi c sering menjadi luluh apabila mendapat
awalan me. Padahal tidak seperti itu.
23)
Contoh:
1. a) Ali sedang menyuci mobil (salah)
1. b) ali sedang mencuci mobil (benar)
24)
          D.Penyengauan Kata Dasar
Ada gejala penyengauan bunyi awal kata dasar, penggunaan kata dasar ini
sebenarnya adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam tulis. Akhirnya
pencampuran antara ragam lisan dan ragam tulis menimbulkan suatu bentuk
kata yang salah dalam pemakaian.
25)
Contoh:
Nyopet, mandang, nulis, dan nambrak. Dalam bahasa Indonesia kita harus
menggunakan kata-kata mencopet,memandang, menulis, dan menembrak.
26)
27)          E.Bunyi /s/, /k/, p/, dan /t/ yang Tidak Luluh
Kata dasar yang bunyi awalnya s, k, p, atau t sering tidak luluh jika mendapat
awalan me atau pe. Padahal menurut kaidah buku bunyi-bunyi itu harus lebur
menjadi bunyi sengau.
28)
Contoh:
1. a) Semua warga neraga harus mentaati peraturan yang berlaku (salah)
1. b) Semua warga neraga harus menaati peraturan yang berlaku (benar)
29)
30)          F.Awalan Ke- yang Kelirugunaan
Pada kenyataan sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan ter sering
diberi awalan ke. Hal itu disebabkan oleh kekurang cermatan dalam memilih
awalan yang tepat.
31)
Contoh:
1. a) Pengendara mator itu meninggal karena ketambrak oleh kereta api (salah)
1. b) pengendara motor itu meninggal karena tertambrak oleh kereta api (benar)
Perlu tiketahui bahwa awalan ke hanya dapat menempel pada kata bilangan.
Selain di depan kata bilangan, awalan ke tidak dapat dipakai kecuali
pada kata kekasih, kehendak, dan ketua.
32)
33)            G.Pemakaian Akhiran –ir
Pemakaian kata akhiran –ir sangat produktif dalam penggunaan bahasa
Indonesia sehari-hari. Padahal, dalam bahasa Indonesia baku untuk akhiran –ir
adalah asi atau isasi.
34)
Contoh:
     a) Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu (salah)
     b) Saya sanggup mengkoordinasi kegiatan itu (benar)
35)
          H.Padanan yang Tidak Serasi
Terjadi ketika pemakaian bahasa yang kurang cermat memilih padanan yang
serasi, yang muncul dalam kehitupan sehari-hari adalah padanan yang tidak
sepadan atau yang tidak serasi. Hal itu, terjadi karena dua kaidah yang
berselang, atau yang bergabung dalam sebuah kalimat.
36)
Contoh:
a) karena modal dibank dibank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah
memperoleh kredit. (salah)
b) karena modal dibank terbatas, tidak semua pengusah lemah memperoleh
kredit (benar)
c) modal dibank terbatas sehingga, tidak semua pengusah lemah memperoleh
kredit (benar)
Bentuk-bentuk diatas adalah bentuk yang menggabungkan kata karena dan
sehingga, kata apabila dan maka, dan kata walaupun dan tetapi.
37)
          I.Pemakaia Kata Depan di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap
Dalam pemakaian sehari-hari, pemakaian kata di, ke, dari, bagi, dan daripada
sering dipertukarkan.
38)
Contoh:
a) putusan dari pada pemerintah itu melegakan hati rakyat. (salah)
b) putusan pemerintah itu melegakan hati rakyat. (benar)
39)
         J.Pemakaian Akronim (singkatan)
Yang dimaksud kata singkatan adalah PLO, UI, dan lain-lain. Sedangkan yang
dimaksud dengan bentuk singkat ialah lab (laboratorium), memo
(memeorandum) dan lain-lain. Pemakaian akronim dan singkatan dalam bahasa
Indonesia kadang-kadang tidak teratur.
40)
41)          k.Penggunaan Kesimpulan, Keputusan, Penalaran, dan Pemungkinan
Kata-kata kesimpulan bersaing pemakaiannya dengan kata simpulan; kata
keputusan bersaing pemakaiannya dengan kata purusan; kata pemukiman
bersaing dengan kata permukiman; kata penalaran bersaing dengan kata
pernalaran.
Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebenarnya mengikuti pola yang
rapi dan konsisten. Kalau kita perhaikan dengan saksama, bentukan kata itu
memiliki hubungan antara yang satu dengan yang lain.
42)
Contoh:
Tulis, menulis, penulis, penulisan, tulisan.
Pilih, memilih, pemilih, pemilihan, pilihan
43)
Ada lagi pembentukan kata yang mengikuti pola berikut
Contoh:
Tani, bertani, petani, pertanian
Mukim, bermukim, pemukim, permukiman
44)
Penggunaan Kata yang Hemat
Salah satu ciri pemakaian bahasa yang efektif adalah kpemakaian bahasa yang
hemat kata, tetapi padat isi. Namun dalam komunikasi sehari-hari sering kita
jumpai pemakaian kata yang tidak hemat (boros)
45)
Contoh:
Boros hemat
Sejak sejak atau dari
Agar supaya agar atau supaya
Mempunyai pendirian berpendirian
Perbandingan kata yang hemat dan kata boros
46)
47) .a) Apabila suatu reservoir masih mempunyai cadangan minyak, maka
diperlakukan tenaga dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar
(boros, salah)
 b) Apabila suatu reservoir masihmempunyai cadangan minyak, diperlukan tenga
dorong buatan untuk memproduksi munyak lebih besar. (salah)
 c) Untuk mengksplorasi dan mengeksploitas munyak dan gas bumi di mana
sebagai sumber devisa negaa diperlukan tenaga ahli yang terampil di bidang
geologi dan perminyakan. (benar)
48)
            M.Analogi
Di dalam dunia olahraga tertapat istilah petinju. Kata petinju berkorelasi dengan
kata bertinju berarti ‘orang yang (biasa) bertinju’, bukan ‘orang yang (biasa )
meninju’.
Dewasa ini dapat dijumpai banyak kata yang sekelompok dengan petinju, seperti
pesilat, petenis, pesenam dan lain-lain. Jika dilakukan demikian, akan teecipta
bentukan seperti berikut ini
Petinju ‘orang yang bertinju’
Pesilat ‘orang yang bersilat’
Petenis ‘orang yang bertenis’
Pesenam ‘orang yang bersenam’
49)
        N.Bentuk Jamak dalam Bahasa Indonesia
Dalam pemakaian sehari-hari kadang-kadang orang salah menggunakan bentuk
jamak bahsa Indonesia sehingga terjadi bentuk yang rancu atau kacau. Bentuk
jamak dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1)Bentuk jamak dengan melakukan pengulangan kata yang bersangkutan
seperti
Kuda-kuda
Meja-meja
Buku-buku
2)Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan seperti
Beberapa meja
Sekalian tamu

IV. DEFINISI
Definisi adalah suatu pernyataan yang menerangkan pengertian suatu hal atau konsep
istilah tertentu. Dalam membuat definisi hal yang perlu di perhatikan adalah tidak boleh
mengulang kata atau istilah yang kita definisikan.
Contoh definisi :
Majas personifikasi adalah kiasan yang menggambarkan binatang, tumbuhan, dan
benda-benda mati seakan hidup selayaknya manusia, seolah punya maksud, sifat,
perasaan dan kegiatan seperti manusia.
Definisi terdiri dari :
1) Definisi nominalis
Definisi nominalis adalah menjelaskan sebuah kata dengan kata lain yang lebih
umum di mengerti. Umumnya di gunakan pada permulaan suatu pembicaraan atau
diskusi.
Definisi nominalis ada enam macam, yaitu : (1) definisi sinonim, (2) definisi simbolik,
(3) definisi etimologik, (4) definisi semantik, (5) definisi stipulatif, dan (6) definisi
denotatif.
 Definisi sinonim, yaitu penjelasan dengan memberikan persamaan kata atau memberikan
penjelasan dengan kata yang lebih dimengerti.
 Definisi simbolis, yaitu penjelasan dengan memberikan persamaan pernyataan berbentuk simbol-
simbol. Definisi simbolis digunakan dalam bidang matematika termasuk juga logika untuk
memberi penjelasan secara simbolis.
 Definisi etimologis, yaitu penjelasan dengan memberikan asal usulnya kata.
 Definisi semantis, yaitu penjelasan tanda dengan suatu arti yang telah dikenal.
 Definisi stipulatif, yaitu penjelasan dengan cara pemberian nama atas dasar kesepakatan bersama.
Definis stipulatif banyak digunakan dalam lapangan ilmu pengetahuan.
 Definisi denotatif, yaitu penjelasan term dengan cara menunjukkan atau memberikan contoh suatu
benda atau hal yang termasuk dalam cakupan term.
Definisi denotatif terdiri dari dua macam, yaitu :
1. Definisi ostensif, yakni memberi batasan sesuatu dengan memberikan contoh.
2. Definisi enumeratif, yakni memberi batasan sesuatu term dengan memberikan perincian satu demi
satu secara lengkap mengenai hal-hal yang termasuk dalam cakupan term tersebut.

Dalam membuat definisi nominalis diperlukan tiga persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :


1. Apabila sesuatu kata hanya mempunyai satu sesuatu arti tertentu, hal ini harus selalu dipegang.
Juga kata-kata yag sangat biasa diketahui umum, hendaknya dipakai juga menurut arti dan
pengertiannya yang sangat biasa.
2. Jangan menggunakan kata untuk mendefinisikan jika tidak tahu artinya secara tepat dan terumus
jelas. Bilamana muncul keragu-raguan mengenai sesuatu term, harus diberi terlebih dahulu
definisinya dengan teliti dan hati-hati.
3. Apabila arti dan pengertian sesuatu term menjadi suatu obyek pembicaraan, definisi nominalis
atau definisi taraf pertamanya harus sedemikian rupa sehingga dapat secara tetap diakui oleh
kedua pihak yang berdebat.

2) Definisi realis
Definisi realis adalah penjelasan tentang isi yang terkandung dalam sebuah istilah,
bukan hanya menjelaskan tentang istilah. Definisi realis ada dua macam, yaitu :
a) Definisi esensial, yaitu penjelasan dengan cara menguraikan perbedaan antara
penjelasan dengan cara menunjukkan bagian-bagian suatu benda (definisi
analitik) dengan penjelasan dengan cara menunjukkan isi dari suatu term yang
terdiri atas genus dan diferensia (definisi konotatif).
b) Definisi diskriptif
yaitu penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat khusus yang menyertai hal
tersebut dengan penjelasan dengan cara menyatakan bagaimana sesuatu hal
terjadi.
a. Definisi Esensial. 
Definisi esensial adalah penjelasan dengan cara menguraikan bagian-bagian yang menyusun
sesuatu hal. Bagian-bagian ini antara satu dengan yang lain dapat dibedakan secara nyata atau
hanya beda dalam akal pikiran. Definisi esensial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Definisi analitis, yakni menunjukkan bagian-bagian sesuatu benda yang mewujudkan esensinya.
Definisi ini disebut juga definisi esensial fisik, karena dengan cara analisis fisik.
2. Definisi konotatif, yakni menunjukkan isi dari suatu term yang terdiri dari genus dan diferensia.
Definisi ini disebut juga definisi esensial matafisik, memberikan jawaban yang terdasar dengan
menunjukkan predikabel substansinya. Definisi konotatif sangat ideal, namun sayangnya tidak
semua hal dapat didefinisikan semacam ini. Definisi konotatif dicapai dengan melalui langkah-
langkah, yaitu memperbandingkan hal yang hendal didefinisikan dengan semua hal-hal lain,
menunjukkan jenis atau golongan yang memuat hal tadi, dan menunjukkan ciri-ciri yang
membedakan hal tadi dari semua hal-hal lain yang termasukgolongan yang sama.
b. Definisi Deskriptif.
Definisi deskriptif adalah penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki oleh hal
yang didefinisikan. Definisi deskriptif dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Definisi aksidental, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan jenis dari halnya dengan sifat-sifat
khusu yang menyertai hal tersebut, atau dengan kata lain penjelasan yang disusun dari genus dan
propium.
2. Definisi kausal, yakni penjelasan dengan cara menyatakan bagaimana sesuatu hal terjadi
atauterwujud. Hal ini berarti juga memaparkan asal mula atau perkembangan dari hal-hal yang
ditunjuk oleh suatu term. Definisi ini disebut juga definisi genetik.
3) Definisi praktis
Definisi praktis adalah penjelasan tentang sesuatu hal yang di jelaskan dari segi
kegunaan atau tujuan. Dibedakan atas tiga macam.
a) Definisi operasional, yaitu penjelasan dengan cara menegaskan langkah-langkah
pengujian serta menunjukkan bagaimana hasil yang dapat di amati.
b) Definisi fungsional, yaitu penjelasan sesuatu hal dengan cara menunjukkan
kegunaan dan tujuannya.
c) Definisi persuasif, yaitu penjelasan dengan cara merumuskan suatu pernyataan
yang dapat mempengaruhi orang lain, bersifat membujuk orang lain.

V. KATA SERAPAN
Kata serapan adalah kata yang di adopsi dari bahasa asing yang sudah sesuai dengan EYD.
Kata serapan merupakan bagian perkembangan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia telah
banyak menyerap terutama dalam unsur kosa kata. Bahasa asing yang masuk dan memberi
pengaruh terhadap kosa kata bahasa Indonesia antara lain dari bahasa Sansekerta, bahasa
Belanda, bahasa Arab, bahasa Inggris dan ada juga dari bahasa Tionghoa. Analogi dan
Anomali kata serapan dalam bahasa Indonesia. Penyerapan kata ke dalam bahasa
Indonesia terdapat 2 unsur, yaitu:
a) Keteraturan bahasa (analogi) : dikatakan analogi apabila kata tersebut memiliki bunyi
yang sesuai antara ejaan dengan pelafalannya.
b) Penyimpangan atau ketidakteraturan bahasa (anomali) : dikatakan anomali apabila kata
tersebut tidak sesuai antara ejaan dan pelafalannya.
IV. ANALOGI
Karena analogi adalah keteraturan bahasa, tentu saja lebih banyak berkaitan dengan
kaidah-kaidah bahasa, bisa dalam bentuk sistem fonologi, sistem ejaan atau struktur
bahasa. Ada beberapa contoh kata yang sudah sesuai dengan sistem fonologi, baik melalui
proses penyesuaian ataupun tidak, misalnya :

Indonesia Aslinya
Aksi action(Inggris)
Bait bait (Arab)
boling bowling (Inggris)
dansa dance (Inggris)
derajat darrajat (Arab)
ekologi ecology (Inggris)
fajar fajr (Arab)
insane insane (Arab)

Menurut taraf integrasinya unsur pinjaman ke dalam bahasa asing dapat dibagi
dua golongan. Pertama unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam
bahasa Indonesia. Unsur seperti ini di pakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi
penulisan dan pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua unsur pinjaman
yang pengucapan dan tulisannya telah di sesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.

VI. ANOMALI
Indonesia Aslinya

bank bank (Inggris)


Intern intern (Inggris)
qur’an qur’an (Arab)
jum’at jum’at (Arab)

Kata-kata di atas merupakan beberapa contoh kata serapan dengan unsur anomali. Bila
kita amati, maka akan dapat di simpulkan bahwa lafal yang kita keluarkan dari mulut
dengan ejaan yang tertera, tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Hal yang tidak
sesuai adalah : bank=(nk), jum’at=(’).
Kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia secara utuh tanpa
mengalami perubahan penulisan memiliki kemungkinan untuk di baca bagaimana
aslinya, sehingga timbul anomali dalam fonologi. Contoh :
Indonesia Aslinya
Expose Expose
Export Export
exodus Exodus

Kata kadang-kadang tidak hanya terdiri dari satu morfem, ada juga yang terdiri
dari dua morfem atau lebih. Sehingga penyerapannya dilakukan secara utuh. Misalnya :
Indonesia Aslinya
Federalisme federalism (Inggris)
Bilingual bilingual (Inggris)
Dedikasi dedication (Inggris)
Edukasi education (Inggris)

Kreatifitas dalam memilih kata merupakan kunci utama bagi seorang pengarang
maupun untuk penulisan gagasan serta ungkapan.
Penguasaan dalam mengolah kata juga menjadi faktor penting untuk
menghasilkan tulisan yang indah dan enak di baca. sehingga makna dengan tepat pada
setiap pilihan kata yang ingin disampaikan.

Catatan :
1) Diksi adalah kemampuan penulis untuk mendapatkan kata agar dalam pembacaan
dan pengertiannya tepat.
2) Kata ilmiah adalah kata-kata logis dari bahasa asing yang bisa diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia.
3) Pembentukan kata atau istilah adalah kata yang mengungkapkan makna konsep,
proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.
4) Definisi adalah suatu pernyataan yang menerangkan pengertian suatu hal atau
konsep istilah tertentu.
5) Kata serapan adalah kata yang di adopsi dari bahasa asing yang sudah sesuai dengan
EYD.

VII. GAYA BAHASA


Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan perasaan atau pikiran dengan bahasa
sedemikian rupa, sehingga kesan dan efek terhadap pembaca atau pendengar dapat
dicapai semaksimal dan seintensif mungkin.
Berikut adalah berbagai ragam gaya bahasa dan contoh penggunaannya dalam Bahasa
Indonesia.
A. GAYA BAHASA PENEGASAN
1. Alusio
Gaya bahasa yang menggunakan peribahasa yang maksudnya sudah dipahami umum.
Contoh :
Dalam bergaul hendaknya kau waspada.
Jangan terpedaya dengan apa yang kelihatan baik di luarnya saja.
Segala yang berkilau bukanlah berarti emas.
2. Antitesis
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan paduan kata-kata yang artinya
bertentangan.
Contoh :
Tinggi-rendah harga dirimu bukan elok tubuhmu yang menentukan, tetapi
kelakuanmu.
3. Antiklimaks
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa hal berturut-turut, makin lama
makin rendah tingkatannya.
Contoh :
Kakeknya, ayahnya, dia sendiri, anaknya dan sekarang cucunya tak luput dari
penyakit keturunan itu.
4. Klimaks
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa hal berturut-turut, makin lama
makin tinggi tingkatannya.
Contoh :
Di dusun-dusun, di desa-desa, di kota-kota, sampai ke ibu kota, hari proklamasi ini
dirayakan dengan meriah.
5. Antonomasia
Gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata tertentu untuk menggantikan nama
seseorang. Kata-kata ini diambil dari sifat-sifat yang menonjol yang dimiliki oleh
orang yang dimaksud.
Contoh :
Si Pelit den Si Centil sedang bercanda di halaman rumah Si Jangkung.
6. Asindeton
Gaya bahasa penegasan yang menyebutkan beberapa hal berturut-turut tanpa
menggunakan kata penghubung.
Contoh :
Buku tulis, buku bacaan, majalah, koran, surat-surat kantor semua dapat anda beli di
toko itu.
7. Polisindeton
Gaya bahasa yang menyebutkan beberapa hat berturut-turut dengan menggunakan
kata penghubung (kebalikan asindeton).

Contoh :
Buku tulis, majalah, dan surat-surat kantor dapat di beli di toko itu.
8. Elipsis
Gaya bahasa yang menggunakan kalimat elips (kalimat tak lengkap), yakni kalimat
yang predikat atau subjeknya dilesapkan karena dianggap sudah diketahui oleh
lawan bicara.
Contoh :
“Kalau belum jelas, akan saya jelaskan lagi.”
“Saya khawatir, jangan-jangan dia ….”
9. Eufemisme
Gaya bahasa atau ungkapan pelembut yang digunakan untuk tuntutan tatakrama
atau menghindari kata-kata pantang (pamali, tabu), atau kata-kata yang kasar dan
kurang sopan.
Contoh :
Putra Bapak tidak dapat naik kelas karena kurang mampu mengikuti pelajaran.
Pegawai yang terbukti melakukan korupsi akan dinonaktifkan.
10. Hiperbolisme
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan sesuatu hal dengan melebih-lebihkan
keadaan yang sebenarnya.
Contoh :
Suaranya mengguntur membelah angkasa.
Air matanya mengalir menganak sungai.
11. Interupsi
Gaya bahasa penegasan yang mempergunakan kata-kata atau frase yang disisipkan di
tengah-tengah kalimat.
Contoh :
Saya, kalau bukan karena terpaksa, tak mau bertemu dengan dia lagi.
12. Inversi
Gaya bahasa dengan menggunakan kalimat inversi, yakni kalimat yang predikatnya
mendahului subjek. Hal ini sengaja dibuat untuk memberikan ketegasan pada
predikatnya.
Contoh :
Pergilah ia meninggalkan kampung halamannya untuk mencari harapan baru di kota.
13. Koreksio
Gaya bahasa yang menggunakan kata-kata pembetulan untuk mengoreksi
(menggantikan kata yang dianggap salah).
Contoh :
Setelah acara ini selesai, silakan saudara-saudara pulang. Eh, maaf, silakan saudara-
saudara mencicipi hidangan yang telah tersedia.
14. Metonimia
Gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata atau sebuah nama yang
berhubungan dengan suatu benda untuk menyebut benda yang dimaksud. Misal,
penyebutan yang didasarkan pada merek dagang, nama pabrik, nama penemu, dun
lain sebagainya.
Contoh :
Ayah pergi ke Bandung mengendarai Kijang.
Udin mengisap Gentong, Husni mengisap Gudang Garam.
15. Paralelisme
Gaya bahasa pengulangan seperti repetisi yang khusus terdapat dalam puisi.
Pengulangan di bagian awal dinamakan anafora, sedang di bagian akhir disebut
epifora.
Contoh Anafora :
Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lampus
Contoh Epifora :
Rinduku hanya untukmu
Cintaku hanya untukmu
Harapanku hanya untukmu
16. Pleonasme
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata yang sebenarnya tidak perlu
karena artinya sudah terkandung dalam kata sebelumnya.
Contoh :
Benar! Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, bahwa Tono berkelahi di
tempat itu.
Dia maju dua langkah ke depan.
17. Parafrase
Gaya bahasa penguraian dengan menggunakan ungkapan atau frase yang lebih
panjang daripada kata semula. Misal, pagi-pagi digantikan ketika sang surya merekah
di ufuk timur; materialistis diganti dengan gila harta benda.
Contoh :
”Pagi-pagi Ali pergi ke sawah.” dijadikan “Ketika mentari membuka lembaran hari,
anak sulung Pak Sastra itu melangkahkan kakinya ke sawah.”
18. Repetisi
Gaya bahasa penegasan yang mengulang-ulang sebuah kata berturut-turut dalam
suatu wacana. Gaya bahasa jenis ini sering dipakai dalam pidato atau karangan
berbentuk prosa.
Contoh :
Harapan kita memang demikian, dan demikian pula harapan setiap pejuang.
Sekali merdeka, tetap merdeka!
19. Retoris
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kalimat tanya, tetapi sebenannya tidak
bertanya.
Contoh :
Bukankah kebersihan adalah pangkal kesehatan?
Inikah yang kau namakan kerja?
20. Sinekdoke
Gaya bahasa ini terbagi menjadi dua yaitu : (a) Pars pro toto (gaya babasa yang
menyebutkan sebagian untuk menyatakan keseluruhan) dan (b) Totem pro parte
(gaya bahasa yang menyebutkan keseluruhan untuk menyatakan sebagian).
Contoh Pars pro toto :
Setiap kepala diwajibkan membayar iuran Rp1.000,00.
Sudah lama ditunggu-tunggu, belum tampak juga batang hidungnya.
Contoh Totem pro parte :
Cina mengalahkan Indonesia dalam babak final perebutan Piala Thomas.
21. Tautologi
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata yang sama artinya dalam satu
kalimat
Contoh :
Engkau harus dan wajib mematuhi semua peraturan.
Harapan dan cita-citanya terlalu muluk.

B. GAYA BAHASA PEMBANDINGAN


1. Alegori
Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua buah keutuhan berdasarkan
persamaannya secara menyeluruh.
Contoh :
Kami semua berdoa, semoga dalam mengarungi samudra kehidupan ini, kamu berdua
akan sanggup menghadapi badai dan gelombang.
2. Litotes
Gaya bahasa perbandingan yang menyatakan sesuatu dengan memperendah derajat
keadaan sebenarnya, atau yang menggunakan kata-kata yang artinya berlawanan dari
yang dimaksud untuk merendahkan diri.
Contoh :
Dari mana orang seperti saya ini mendapat uang untuk membeli barang semahal itu.
Silakan, jika kebetulan lewat, Saudara mampir ke pondok saya.
3. Metafora
Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal yang berbeda berdasarkan
persamaannya.
Contoh :
Gelombang demonstrasi melanda pemerintah orde lama.
Semangat juangnya berkobar, tak gentar menghadapi musuh.
4. Personifikasi atau Penginsanan
Gaya babasa perbandingan. Benda-benda mati atau benda-benda hidup selain manusia
dibandingkan dengan manusia, dianggap berwatak dan berperilaku seperti manusia.
Contoh :
Bunyi lonceng memanggil-manggil siswa untuk segera masuk kelas.
Nyiur melambai-lambai di tepi pantai.
5. Simile
Gaya bahasa perbandingan yang mempergunakan kata-kata pembanding (seperti,
laksana, bagaikan, penaka, ibarat, dan lain sebagainya) dengan demikian pernyataan
menjadi lebih jelas.
Contoh :
Hidup tanpa cinta bagaikan sayur tanpa garam.
Wajahnya seperti rembulan.
6. Simbolik
Gaya bahasa kiasan dengan mempergunakan lambang-lambang atau simbol-simbol untuk
menyatakan sesuatu. Misal, bunglon lambang manusia yang tidak jelas pendiriannya;
lintah darat lambang manusia pemeras; kamboja lambang kematian.
Contoh :
Janganlah kau menjadi bunglon.
7. Tropen
Gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata yang maknanya sejajar dengan pengertian
yang dimaksudkan.
Contoh :
Seharian ia berkubur di dalam kamarnya.
Bapak Presiden terbang ke Denpasar tadi pagi.

C. GAYA BAHASA PENENTANGAN


1. Anakronisme
Gaya bahasa yang mengandung uraian atau pernyataan yang tidak sesuai dengan
sejarah atau zaman tertentu. Misalnya menyebutkan sesuatu yang belum ada pada suatu
zaman.
Contoh :
Mahapatih Gadjah Mada menggempur pertahanan Sriwijaya dengan peluru kendali jarak
menengah.
2. Kontradiksio in terminis
Gaya bahasa yang mengandung pertentangan, yakni apa yang dikatakan terlebih dahulu
diingkari oleh pernyataan yang kemudian.
Contoh :
Suasana sepi, tak ada seorang pun yang berbicara, hanya jam dinding yang terus
kedengaran berdetak-detik.
2. Okupasi
Gaya bahasa pertentangan yang mengandung bantahan dan penjelasan.
Contoh :
Sebelumnya dia sangat baik, tetapi sekarang menjadi berandal karena tidak ada
perhatian dari orang tuanya.
Ali sebenarnya bukan anak yang cerdas, namun karena kerajinannya melebihi kawan
sekolahnya, dia mendapat nilai paling tinggi.
3. Paradoks
Gaya bahasa yang mengandung dua pernyataan yang bertentangan, yang membentuk
satu kalimat.
Contoh :
Dengan kelemahannya, wanita mampu menundukkan pria.
Tikus mati kelaparan di lumbung padi yang penuh berisi.

D. GAYA BAHASA SINDIRAN


1. Inuendo
Gaya bahasa sindiran yang mempergunakan pernyataan yang mengecilkan kenyataan
sebenarnya.
Contoh :
la menjadi kaya raya lantaran mau sedikit korupsi.
2. Ironi
Gaya bahasa sindiran paling halus yang menggunakan kata-kata yang artinya justru
sebaliknya dengan maksud pembicara.
Contoh :
”Eh, manis benar teh ini?” (maksudnya: pahit).
3. Sarkasme
Gaya bahasa sindiran yang menggunakan kata-kata yang kasar. Biasanya gaya bahasa ini
dipakai untuk menyatakan amarah.

Contoh :
”Jangan coba-coba mengganggu adikku lagi, Monyet!”
“Dasar goblok! Sudah berkali-kali diberi tahu, tetap saja tidak mengerti!”
4. Sinisme
Gaya bahasa sindiran semacam ironi, tetapi agak lebih kasar.
Contoh :
”Hai, harum benar baumu? Tolong agak jauh sedikit!”

Anda mungkin juga menyukai