Anda di halaman 1dari 9

Teori Thorndike dalam Belajar

A. Biografi Thorndike

Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan


Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan
meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational
Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911),
Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order
(1940)

B. Teori Thorndike dalam Belajar

Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat
diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans)
yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik

Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara


peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu
perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk
beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan
karena adanya perangsang

Thorndike memplokamirkan teorinya dalam belajar ia mengungkapkan bahwasanya


setiap makhluk hidup itu dalam tingkah lakunya itu merupakan hubungan antara stimulus dan
respon adapun teori thorndike ini disebut teori koneksionisme. Belajar adalah pembentukan
hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya. Dalam artian dengan adanya stimulus itu
maka diharapkan timbulah respon yang maksimal teori ini sering juga disebut dengan teori trial
and error dalam teori ini orang yang bisa menguasai hubungan stimulus dan respon sebanyak-
banyaknya maka dapat dikatakan orang ini merupakan orang yang berhasil dalam belajar.
Adapun cara untuk membentuk hubungan stimulus dan respon ini dilakukan dengan ulangan-
ulangan.

Dalam teori trial and error ini, berlaku bagi semua organisme dan apabila organisme ini
dihadapkan denagan keadaan atau situasi yang baru maka secara otomatis oarganisme ini
memberikan respon atau tindakan-tindakan yang bersifat coba-coba atau bias juga berdasarkan
naluri karena pada dasarnya disetiap stimulus itu pasti ditemukakn respon. Apabila dalam
tindakan-tindakan yang dilakukan itu menelurkan perbuatan atau tindakan yang cocok atau
memuaskan maka tindakan ini akan disimpan dalam benak seseoarang atau organisme lainya
karena dirasa diantatara tindakan-tindakan yang paling cocok adalah itu, selama yang telah
dilalakukan dalam menanggapi stimulus dan situasi baru. Jadi dalam teori ini pengulangan-
pengulangan respon atau tindakan dalam menanggapi stimulus atau situasi baru itu sangat
penting sehingga seseorang atau organisme mampu menemukan tindakan yang tepat dan
dilakukan secara terus menerus agar lebih tajam dan tidak terjadi kemunduran dalam tindakan
atau respon terhadap stimulus.
Dalam membuktikan teorinya thorndike melakukan percobaan terhadap seekor kucing
yang lapar dan kucing itu ditaruh dalam kandang, yang mana kandang tersebut terdapat celah-
celah yang kecil sehingga seekor kucing itu bisa melihat makakanan yang berada diluar kandang
dan kandang itu bisa terbuka dengan sendiri apabila seekor kucing tadi menyentuh salah satu
jeruji yang terdapat dalam kandang tersebut. mula-mula kucing tersebut mengitari kandang
bebarapa kali sampai ia menemukan jeruji yang bisa membuka pintu kandang kucing ini
melakuakn respon atu tindakan dengan cara coba-coba ia tidak maengetahui jalan keluar dari
kandang tersebut, kucing tadi melakukan respon yang sebanyak-banyaknya sehingga
menemukan tindakan yang cocok dalam situasi baru atau stimulus yang ada. Thrndike
melakukan percobaan ini berkali-kali pada kucing yang sama dan situasi yang sama pula.
Memang pertama kali kucing tersebut, dalam menemuka jalan keluar membutuhkan waktu yang
lama dan pastinya mengitari kandang dengan jumblah yang banyak pula, akan tetapi karena sifat
dari setiap organisme itu selalu memegang tindakan yang cocok dalam menghadapi situasi atau
stimulus yang ada, maka kucing tadi dalam menemukan jeruji yang menyebabkan kucing tadi
bisa keluar dari kandang ia pegang tindakan ini sehingga kucing tadi dalam keluar untuk
mendaptkan makanan tidak lagi perlu mengitari kandang karena tindakan ini dirasa tidak cocok,
akan tetapi kucing tadi langsung memegang jeruji yang menyebabkannya bisa keluar untuk
makan.

C. Hukum-Hukum Belajar

1) Hukum kesiapan “Law of Readiness”

Dalam belajar seseorang harus dalam keadaan siap dalam artian seseorang yang belajar
harus dalam keadaan yang baik dan siap, jadi seseorang yang hendak belajar agar dalam
belajarnya menuai keberhasilan maka seseorang dituntut untuk memiliki kesiapan, baik fisik dan
psikis, siap fisik seperti seseorang tidak dalam keadaan sakit, yang mana bisa menagganggu
kualitas konsentrasi. Adapun contoh dari siap psikis adalah seperti seseorang yang jiwanya tidak
lagi terganggu, seperti sakit jiwa dan lain-lain.

Disamping sesorang harus siap fisik dan psikis seseorang juga harus siap dalam
kematangan dalam penguasaan pengetahuan serta kecakapan-kecakapan yang mendasarinya.

2) Hukum Latihan”Law of Exercise”

Untuk menghasilkan tindakan yang cocok dan memuaskan untuk merespon suatu
stimulus maka seseorang harus mengadakan percobaan dan latihan yang berulang-ulang, adapun
latihan atau pengulangan prilaku yang cocok yang telah ditemukan dalam belajar, maka ini
merupakan bentuk peningkatan existensi dari perilaku yang cocok tersebut agar tindakan tersebut
semakin kuat(Law of Use). Dalam suatu teknik agar seseorang dapat mentrasfer pesan yang telah
ia dapat dari sort time memory ke long time memory ini di butuhkan pengulangan sebanyak-
banyak nya dengan harapan pesan yang telah di dapat tidak mudah hilang dari benaknya.

Adapun dalam percobaan Throndike pada seekor kucing yang lapar yang ditaruh dalam
kandang, pertama-tama kucing tadi membutuhkan waktu yang lama untuk mengetahui pintu
kandang tersebut dan untuk menemukan pintu tersebut membutuhkan pecobaan tingkah laku
yang berulang-ulang dan membutuhkan waktu yang relative lama untuk mendapatkan tingkah
laku yang cocok, sehingga kucing tadi untuk keluartidak membutuhkan waktu yang lama.

3) Hukum Akibat “Law of Effect”

Setiap organisme memiliki respon sendiri-sendiri dalam menghadapi stimulus dan situasi
yang baru, apabila suatu organisme telah menetukan respon atau tindakan yang melahirkan
kepuasan dan keocokan dengan situasi maka hal ini pasti akan di pegang dan dilakuakn sewaktu-
waktu ia di hadapakan dengan situasi yang sama. Sedangkan tingkah laku yang tidak melahirkan
kepuasaan dalam menghadapi situasi dan stimulus maka respon yang seperti ini aka ditinggalkan
selama-lamanya oleh pelaku. Hal ini terjadi secara otomatis bagi semua binantang (otomatisme).

Hukum belajar ini timbul dari percobaan thorndike pada seekor kucing yang lapar dan
ditaruh dalam kandang, yang ditaruh makanan diluar kandang tersebut tepat didepan pintu
kandang. Makanan ini merupakan effect positif atau juga bisa dikatakan bentuk dari ganjaran
yang telah diberikan dari respon yang dilakukan dalam menghadapi situsai yang ada.

Thorndike mengungkapkan bahwa organisme itu sebagai mekanismus yang hanya bertindak
jika ada perangsang dan situasi yang mempengaruhinya. Dalam dunia pendidikan Law of Effect
ini terjadi pada tindakan seseoranng dalam memberikan punishment atau reward . Akan tetapi
dalam dunia pendidikan menurut Thorndike yang lebih memegang peranan adalah pemberian
reward dan inilah yang lebih dianjurkan. Teori Thorndike ini biasanya juga disebut teori
koneksionisme karena dalam hukum belajarnya ada “Law of Effect” yang mana disini terjadi
hubungan antara tingkah laku atau respon yang dipengaruhi oleh stimulus dan situasi dan tingkah
laku tersebut mendatangkan hasilnya(Effect).

D. Prinsip-Prinsip Belajar yang Dikemukakan oleh Thorndik

1. Pada saat seseorang berhadapan dengan situasi yang baru, berbagai respon yang ia lakukan.
Adapun respon-respon tiap-tiap individu berbeda-beda tidak sama walaupun menghadapi
situasi yang sama hingga akhirnya tiap individu mendapatkan respon atau tindakan yang
cocok dan memuaskan. Seperti contoh seseorang yang sedang dihadapkan dengan problema
keluarga maka seseorang pasti akan menghadapi dengan respon yang berbeda-beda walaupun
jenis situasinya sama, misalnya orang tua dihadapkan dengan prilaku anak yang kurang
wajar.

2. Dalam diri setiap orang sebenarnya sudah tertanam potensi untuk mengadakan seleksi
terhadap unsur-unsur yang penting dan kurang penting, hingga akhirnya menemukan respon
yang tepat. Seperti orang yang dalam masa pekembangan dan menyongsong masa depan
maka sebenarnya dalam diri orang tersebut sudah menegetahui unsur yang penting yang
harus dilakukan demi mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan.

3. Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang sama. Seperti apabila
seseorang dalam keadaan stress karena diputus oleh pacarnya dan ia mengalami ini bukan
hanya kali ini melainkan ia pernah mengalami kejadian yang sama karena hal yang sama
maka sudah barang tentu ia akan merespon situasi tersebut seperti yang ia lakukan seperti
dahulu yang ia lakukan.

E. Aplikasi Teori Behavioristik terhadap Pembelajaran Siswa

Aplikasi Teori Thorndike


· Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak disiapkan mentalnya terlebih
dahulu. Misalnya anak disuruh duduk, reward dan punishment sehingga memberikan
motivasi proses belajar mengajar yang rapi, tenang dan sebagainya.
· Guru mengadakan ulangan yang teratur, bahkan dengan ulangan yang ketat atau sistem
drill.
· Guru memberikan bimbingan, pemberian hadiah, dan pujian.

Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme
akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran
yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi
ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun
melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks.

Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu
ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini
adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat
penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau
penilaian didasari atas perilaku yang tampak.

Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membuthkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti :

Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan
bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya.
Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi
peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa
yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan
menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu motivasi dari luar,
dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan denga
tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar
yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru
dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
F. Kelemahan-kelemahan dari teori Thorndike

1. Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan otomatisme belaka disamakan dengan
hewan. Meskipun banyak tingkah laku manusia yang otomatis, tetapi tidak selalu bahwa
tingkah laku manusia itu dapat dipengaruhi secara trial and error. Trial and error tidak
berlaku mutlak bagi manusia.

2. Memandang belajar hanya merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respon. Sehingga
yang dipentingkan dalam belajar ialah memperkuat asosiasi tersebut dengan latihan-latihan,
atau ulangan-ulangan yang terus menerus.

3. Karena belajar berlangsung secara mekanistis, maka penegertian tidak dipandangnya sebagai
suatu yang pokok dalam belajar. Mereka mengabaikan pengertian sebagai unsur yang pokok
dalam belajar.

4. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan
ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti
kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai
dengan potensi yang ada pada diri mereka.

Penerapan Teori Belajar Thorndike :

1. Sebelum memulai proses belajar mengajar, pendidik harus memastikan siswanya siap
mengikuti pembelajaran tersebut. Jadi setidaknya ada aktivitas yang dapat menarik
perhatian siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
2. Pembelajaran yang diberikan sebaiknya berupa pemebelajaran yang kontinu. Hal ini
dimaksudkan agar materi lampau dapat tetap diingat oleh siswa.
3. Dalam proses belajar, pendidik hendaknya menyampaikan materi dengan cara yang
menyenangkan, contoh dan soal latihan yang diberikan tingkat kesulitannya bertahap,
dari yang mudah sampai yang sulit. Hal ini agar siswa mampu menyerap materi yang
diberikan.
4. Pengulangan terhadap penyampaian materi dan latihan, dapat membantu siswa mengingat
materi terkait lebih lama.
5. Supaya peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran, proses harus bertahap dari
yang sederhana hingga yang kompleks.
6. Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan yang belum
baik harus segera diperbaiki.
7. Materi yang diberikan kepada peserta didik harus ada manfaatnya untuk kehidupan anak
kelak setelah dari sekolah
8. Cara mengajar yang baik bukanlah hanya mengharapkan murid tahu apa yang telah di
ajarkan, tetapi guru harus tahu apa yang hendak diajarkan. Dengan ini guru harus tahu
materi apa yang harus diberikan, respon apa yang diharapkan dan kapan harus memberi
hadiah atau membetulkan respons yang salah.
9. Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik dan harus
terbagi dalam unit – unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut
bermacam – macam situasi.

Biografi Clark Leonard Hull


Menurut artikel yang ditulis Kartika Ningsih (2010: 1) Clark Leonard Hull dilahirkan di
Akron, New York pada 24 Mei 1884. Ia dibesarkan di Michigan, dan mendiami satu kelas
selama bertahun-tahun. Clark Leonard Hull mempunyai masalah kesehatan di mata, Orang
tuanya miskin, dan ia pun pernah menderita polio. Pendidikan yang ditempuhnya beberapa kali
terputus karena sakit dan masalah keuangan. Tetapi setelah lulus, dia memenuhi syarat sebagai
guru dan menghabiskan banyak waktunya untuk mengajar di sekolah negeri yang kecil di Sickle,
Michigan.
Clark Leonard Hull adalah seorang tokoh dari teori belajar behaviorisme. Clark Leonard
Hull tertarik dengan teori belajar yang membuat dia menghasilkan beberapa buku yang
berhubungan dengan teori belajar, antara lain Mathematico Deductive Theory of Role Learning
yang ditulis bersama-sama dengan Hovland, Perkins, dan Fitch. Principles of Behavior and
Essentials of Behavior dan buku terakhir yang ditulisnya adalah A Behavior System. Clark
Leonard Hull meninggal pada 10 Mei 1952, di New Haven, Connecticut.

Teori Belajar Behaviorisme yang Dikemukakan oleh Clark Leonard Hull dan
Penerapanya dalam Pendidikan Jasmani
Menurut Asri Budiningsih (2002: 17) teori belajar yang dikembengkan Clark Leonard Hull
menggunakan hubungan antara stimulus dan respons sehingga dapat dimasukkan kedalam
kategori teori belajar behaviorisme. Perbedaan teori belajar behaviorisme Clark Leonard Hull
dengan teori belajar behaviorisme pada tokoh-tokoh lain adalah terletak pada kentalnya pengaruh
teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin pada teori belajar behaviorismenya.
Pada teori belajar behaviorisme Clark Leonard Hull, semua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga kelangsungan hidup, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan
biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia. Sehingga
dalam kenyataanya teori tersebut tidak banyak digunakan dalam kehidupan praktis, namun masih
sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di labolatorium (Asri Budiningsih, 2002: 19-
20).
Baharuddin (2007: 83-84) menerangkan bahwa dalam teori belajar behaviorisme Clark
Leonard Hull stimulus (S) mempengaruhi organisma (O) dan menghasilkan respons (R), respon
yang dihasilkan tergantug karakteristik dari stimulus (S) dan organisme (O). Dalam teori belajar
behaviorisme Clark Leonard Hull terdapat variable intervening taitu variabel yang dapat
mempengaruhi perilaku seperti dorongan, inisiatif, dan kebiasaan. Teori tersebut disebut teori
mengurai dorongan (drive reduction theory). Perbedaan teori belajar behaviorisme Clark
Leonard Hull dengan teori belajar behaviorisme pada tokoh-tokoh lain adalah bahwa pemenuhan
dorongan mempunyai peran yang sangat penting dalam perilaku manusia. Konsep yang sangat
penting dalam belajar behaviorisme Clark Leonard Hull adalah Kebutuhan (Need), Dorongan
(Drive) dan Perkuatan (Reinforcement)
Kebutuhan merupakan suatu keadaan dimana terjadi penyimpangan pada seseorang atau
organisme, dimana penyimpangan tersebut pada umumnya merupakan hal-hal yang digunakan
untuk kelangsungan hidupnya. Jika kebutuhan tersebut timbul maka organisme akan bertindak
untuk memenuhi kebutuhannya, hal tersebut dinamakan mereduksi kebutuhan dan teori belajar
tersebut disebut teori reduksi kebutuhan atau need reduction theory.
Dalam pendidikann jasmani, kebutuhan yang timbul dalam diri siswa akan menyebabkan
terbentuknya suatu perilaku yang akan mereduksi kebutuhan secara berangsur-angsur. Stimulus
yang dapat menimbulkan respons adalah stimulus yang mengenai saraf sensoris atau reseptor
kemudian menimbulkan impuls yang masuk afferent, yaitu saraf gerak dan dapat mengaktifkan
otot-otot maskuler. Semakin tinggi kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses pembelajaran,
maka akan semakin kuat pula usaha siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Suatu
kebutuhan harus ada dalam diri siswa yang sedang belajar, setiap objek, kejadian, atau situasi
dapat mempunyai nilai yang perlu diketahui, apabila hal itu dihubungkan dengan penurunan atau
kekurangan pada diri individu tentang pengetahuan akan objek, kejadian, atau situasi maka
individu tersebut akan lebih terstimuli untuk melakukan respons. Apabila kebutuhan yang terjadi
dalam individu terpenuhi dengan baik maka hubungan antara stimulus dan respons akan semakin
menguat.
Dalam teori belajar behaviorisme Clark Leonard Hull, diungkapkan bahwa dorongan
biologis merupakan kebutuhan utama seseorang, hal ini sesuai dengan teori evolusi yang
dikemukakan oleh Charles Darwin. Berpangkal dari teori tersebut, kemudian dorongan di
kembangkan lagi menjadi tidak hanya pemenuhan kebutuhan biologis, namun juga pemenuhan
kebutuhan seperti uang, perhatian, afeksi, apresiasi sosial dan lain sebagainya.
Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dorongan dapat dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu dorongan positif dan dorongan negatif. Pemberian semangat dan
pujian merupakan contoh dorongan yang bersifat positif, sedangkan kelelahan dan penghentian
aktivitas jasmani merupakan contoh dorongan negatif. Dalam proses pendidikan jasmani di
sekolah pemberian semangat dan pujian merupakan suatu hal yang sangat penting untuk
dilakukan oleh guru, pemberian semangat dan pujian, siswa akan lebih terangsang untuk
melakukan aktivitas pendidikan jasmani dengan sungguh-sungguh dan selalu ingin bisa
melakukan berbagai gerakan yang dipelajari. Sesuatu yang dapat memperkuat hubungan antara
stimulus dengan respons, sangat diperlukan selama proses pembelajaran pendidikan jasmani.
Kelelahan yang ditimbulkan karena aktivitas fisik dalam pembelajaran pendidikan jasmani
menyababkan respons yang diharapkan dalam pembelajaran menjadi terganggu dan siswa
membutuhkan istirahat, sebagai contoh: jika siswa dilatih melakukan lompat jauh secara
berulang-ulang, maka suatu ketika siswa akan mencapai titik terjauh, setelah siswa melakukan
istirahat maka hasil yang akan dicapai berikutnya akan cenderung lebih baik dari yang pertama.
Menurut B.R Hergenhahn (2008: 143) bahwa “penguatan adalah reduksi dorongan”,
berdasarkan kalimat tersebut maka dapat diketahui bahwa ternyata penguatan merupakan bagian
dari dorongan, dalam pembelajaran pendidikan jasmani, langkah yang dapat dilakukan setelah
melakukan dorongan salah satunya adalah melakukan penguatan. Penguatan dapat ditingkatkan
jika respons yang dilakukan terhadap stimulus dapat memuaskan pelaku, seperti contohnya
ketika siswa melakukan gerakan smash dalam bolavoli, bila hasil smasannya berhasil maka
siswa tersebut menjadi semakin semangat melakukan gerakan smash, bahkan mereka cenderung
ingin mencoba garakan smash yang lebih sulit. Berdasarkan contoh tersebut, maka seharusnya
guru pendidikan jasmani di sekolah berusaha menyusun RPP yang sekiranya dapat memperoleh
suatu hasil respon yang memuaskan siswa.
Kebiasaan juga merupakan sesuatu yang dapat memperkuat hubungan antara stimulus dan
respons. Kebiasaan merupakan salah satu konsep Clark Leonard Hull yang penting dalam
meningkatkan kemempuan siswa dalam menerima stimulus dan mengolah menjadi respons.
Dalam pendidikan jasmani, kebiasaan merupakan suatu hal yang sangat penting terutama untuk
siswa baru. Biasanya siswa baru di suatu sekolah masih mengalami kesulitan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya termasuk mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani,
namun seiring berjalannya waku dan dengan pembiasaan yang dikondisikan secara baik oleh
guru pendidikan jasmani, siswa menjadi terbiasa menerima materi yang disampaikan di
lingkungan yang baru tersebut, sehingga kecepatan penerimaan stimulus dan pelaksanaan
respons yang dilakukan siswa menjadi semakin meningkat.
Dari semua teori-teori belajar behaviorisme, teori Clark Leonard Hull terbukti merupakan
salah satu teori yang paling provokatif dengan riset-risetnya, khususnya dalam penyelidikan
mengenai peranan penguatan didalam penegakan reaksi-reaksi bersyarat atau reaksi
terkondisikan. Clark Leonard Hull juga diakui sebagai salah seorang ahli teori belajar
behaviorisme yang paling awal berusaha merumuskan teori belajar secara kuat. Prinsip utama
dalam teori belajar behaviorisme Clark Leonard Hull adalah bahwa suatu kebutuhan harus ada
pada seseorang, sebelum proses belajar itu terjadi dan apa yang dipelajari itu harus diamati oleh
orang lain yang lebih tahu, sebagai seseorang yang dapat memuaskan kebutuhannya. Terdapat
beberapa hal yang sangat penting dalam proses belajar dari Clark Leonard Hull, yaitu adanya
motivation (motivasi intensif) dan drive stimulus reduction (pengurangan stimulus
pendorongan).

Anda mungkin juga menyukai