Anda di halaman 1dari 5

Home Kumpulan Makalah

Makalah Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu

By Tongkrongan Islami

Makalah Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu

Rahmat Nawir

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari sejarah perkembangan filsafat ilmu,
sehingga muncullah ilmuwan yang digolongkan sebagai filosof dimana mereka meyakini adanya
hubungan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat ilmu. Filsafat ilmu yang dimaksud adalah sistem
kebenaran ilmu sebagai hasil dari berpikir radikal, sistematis, dan universal.[1] Oleh sebab itu, filsafat
ilmu hadir sebagai upaya menata kembali peran dan fungsi Iptek sesuai dengan tujuannya, yakni
memfokuskan hubungan (inter konektivitas) antara berbagai macam ilmu pengetahuan.

Makalah Sejarah Perkembangan Filsafat

Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Oleh sebab itu, epistimologi banyak mengalami
perkembangan seiring dengan pesat atau majunya tingkat peradaban manusia.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada pernyataan di atas maka penulis memberika rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan?


2. Apa tantangan yang dihadapi ilmu keIslaman dewasa ini?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Perjalanan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dari masa ke masa, semula adalah muncul di
Yunani pada abad keenam sebelum Masehi. Ilmu pengetahuan yang banyak berkaitan dengan dunia
materi pada waktu itu masih bersatu dengan dunia filsafat yang banyak memusatkan perhatiannya pada
dunia metafisika (dunia di balik materi). Ilmu dan filsafat masih berada dalam satu tangan. Phytagoras,
Aristoteles, Ptolemy, Galen, Hyppocrates misalnya, mereka adalah disamping seorang filosof juga
seorang ilmuwan.

Ketika ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di ambil alih oleh para ilmuwan Muslim melalui
penerjemahan karya-karya klasik Yunani secara besar-besaran ke dalam Bahasa Arab dan Persia di “Darul
Hikmah” (Rumah Ilmu Pengetahuan) Bagdad pada abad ke-VIII hingga abad ke-XIII Masehi, seperti : Abu
Yahya al-Batriq berhasil menterjemahkan ilmu kedokteran dan filsafat Yunani karya besar Aristoteles dan
Hyppocrates. Hunain Ibn Ishaq berhasil menterjemahkan buku : “Timacus” karya Plato, buku “Prognotik”
karya Hyppocrates, dan buku “Aphorisme” karya penting dari Galen. Ghasta Ibn Luka (Luke) al-Ba’labaki
berhasil menterjemahkan ilmu kedokteran dan matematika hasil karya dari : Diophantus, Theodosius,
Autolycus, Hypsicles, Aristarchus dan karya Heron. Dan juga Tsabit Ibn Qurra al-Harrani (826-900)
berhasil menterjemahkan ilmu-ilmu kedokteran dan matematika Yunani karya besar dari : Apoloonius,
Archimedes, Euclid, Theodosius, Ptolemy, Galen dan Eutocius.[2] Dan masih banyak karya besar lainnya
yang tak dapat disebutkan satu persatu.

Pada masa periode Islam ini, kematerian ilmu pengetahuan yang semula hanya bersatu dengan dunia
filsafat, akhirnya masuk pula kesatuan agama di dalamnya. Hal ini dapat dilihat pada para tokoh muslim
seperti : Ibn Rusyd, Ibn Sina, al-Ghazali, al-Biruni, al-Kindi, al-Farabi, al-Khawarizmi dan yang lainnya,
mereka adalah disamping sebagai seorang filosof, ilmuwan juga seorang agamawan (teolog maupun ahli
dalam bidang hukum Islam).[3]

Perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, adalah terjadinya kilas balik transformasi Ilmu dari Timur
(Islam) ke dunia Barat (Eropa). Hal itu terjadi berkat kerja keras orang-orang Eropa yang belajar di
Universitas-Universitas Andalusia, Cordova dan Toledo (Spanyol Islam), seperti : Michael Scot, Robert
Chester, Adelard Barth, Gerard dan Cremona dan yang lainnya. Terjadinya kerja sama Islam – Kristen di
Sicilia yang pernah dikuasai Islam tahun 831 hingga tahun 1091, dimana Ibu Kota Sicilia pernah dijadikan
tempat penterjemahan buku-buku karya ulama Muslim ke dalam bahasa Latin, sehingga melahirkan
renaisans di Italia.[4] Juga terjadinya kontak Islam – Kristen selama perang salib. Sejak peristiwa ini, ilmu
pengetahuan dan filsafat yang telah dikuasai oleh dunia Islam dibawa kembali ke dunia Barat (Eropa) dan
sebagai akibatnya, Eropa keluar dari masa kegelapan dan memasuki masa renaisans dan selanjutnya
perkembangan ilmu pengetahuan memasuki abad modern dengan kemajuan teknologinya yang cepat
dan spektakuler. Sifat ilmu pengetahuan yang semula masih bersatu dalam kesatuan filsafat dan agama,
pada masa renaisans Eropa hingga memasuki zaman modern seperti saat ini, ilmu pengetahuan telah
lepas dari ikatan agama dan pengaruh filsafat. Ilmu pengetahuan hanya memusatkan perhatiannya
kepada dunia materi, kekayaan materilah yang diyakini akan membawa kebahagiaan hidup dan yang bisa
memecahkan segala problematika yang dihadapi. Dari pengaruh mengumpulkan materi, kekayaan, harta
benda inilah yang mendorong bangsa-bangsa Eropa seperti Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris dan
Perancis berlomba-lomba merebut wilayah Islam yang membentang dari Atlantik hingga Pasifik, dari
India Selatan, memasuki jantung Afrika sampai Siberia, Albania dan Bosnia dan lain-lainnya, harus
mengakui akan kekuatan Barat (Eropa) baik dari segi politik, ekonomi, militer maupun kemajuan dalam
bidang ilmu pengetahuannya. Faktor kemajuan ilmu pengetahuan inilah yang menjadi tantangan dan
ancaman besar bagi dunia Islam setelah menyadari kekalahannya atas peristiwa invansi Mesir oleh
Napoleon pada tahun 1789.

Dari perjalan sejarah tersebut lahirlah pemisahan antara agama dan ilmu pengetahuan, yang di istilahkan
oleh para ilmuan sebagai “Sekulerisasi Sains”. Paham sekulerisasi yang berkembang dalam kemajuan
ilmu pengetahuan modern secara ontologis, membuang segala sesuatu yang bersifat religius dan bersifat
mistis karena dipandang tidak relefan dalam ilmu pengetahuan. Mitos dan religi disejajarkan dan
dipandang sebagai pra ilmiah yang bergayut dengan dunia intuisi (dunia rasa). Dalam pandangan sekuler
di alam ini tidak ada yang sakral melainkan semuanya profan, jadi sekulerisme juga bermakna
desakralisasi.[5] Jadi menurut sekulerisme bahwa pendidikan dan soal-soal sipil lainnya harus jauh dari
unsur-unsur keagamaan.[6] Di mana pemikiran sekulerisasi melahirkan pandangan yang mekanistik
mengenai pandangan realitas dari pandangan dunia yang tidak tempat bagi roh atau nilai-nilai
kerohanian.[7] Sekulerisme ilmu memandang bahwa alam ini tidak mempunyai maksud dan tujuan
karena alam adalah benda mati yang netral, karena orientasi dan tujuan alam manusialah yang
menentukannya dan menyebabkan eksploitasi alam dilakukan untuk kepentingan manusia semata
melalui daya yang dimiliki sehingga mengabaikan ekosistem alam, yang konsekuensinya dapat bereaksi
yang bisa berakibat mencelakakan manusia.[8]

Dalam epistemologi sekulerisme menganggap bahwa ilmu itu menjadi semacam mahluk hidup yang
tidak dapat di intervensi ekosistemnya, jadi ilmu diproduksi dan disebarkan oleh manusia, lalu
dikokohkan menjadi Rigorous Science (ilmu yang ketat) karena ketatnya alam dalam ilmu maka
menjadilah sebuah disiplin, yang mempunyai aturan-aturan yang ketat untuk menjadi pengetahuan yang
solid.[9]

Konsekuensinya dari epistemologi sekuler pada segi aksiologisnya adalah ilmu itu bebas nilai atau ilmu
itu netral nilai, seperti pendapat Nurcholis Majid bahwa ilmu pengetahuan baik yang ilmiah maupun
yang sosial adalah netral, tidak menyandang nilai (bebas nilai) kebaikan atau kejahatan pada dirinya
sendiri. Nilainya diberikan manusia yang memiliki dan menguasainya.[10] Jadi manusia bebas
menggunakan ilmu pengetahuan itu baik untuk tujuan yang baik maupun yang tidak.

Bagi pendukung ilmu bebas nilai bahwa sumbangan yang paling besar dapat diberikan untuk kemajuan
dan kebaikan ummat manusia, ialah jika selama ilmu pengetahuan diberi kesempatan untuk berkembang
sesuai dengan ketentuan ilmu itu sendiri, jadi dengan memasukkan nilai kedalam ilmu maka akan
menyebabkan ilmu itu memihak dan akan menghilangkan keobyektifitasnya.[11]
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Perjalanan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan mengalami perubahan-perubahan paradigma,


masalah ini berkisar mengenai peranan Agama, apakah Agama di anggap perlu memasuki wilayah
keilmuan ataukah ilmu itu harus berdiri sendiri. Bagi ummat Islam dalam hal apapun Agama menjadi
tolak ukur atau pegangan dalam menetapkan setiap hal dalam kehidupan, ini bertujuan agar manusia
tidak hanya memperoleh kebahagiaan dunia saja tetapi akhirat juga.

2. Era modern sekarang ini tidak bisa dipungkiri bahwa ilmu pengetahuan dari baratlah yang
mendominasi perkembangan kemajuan zaman yang dimana tolak ukur keilmuan mereka adalah: Ilmu
pengetahuan hanya terpusat kepada yang sifatnya materi, materilah yang akan mwembawa dan
mewujudkan kebahagiaan hidup serta mampu memecahkan problematika hidup. Agama tidak
mempunyai hak dalam mengatur kehidupan manusia, menentukan setiap tindakan dan perbuatan
manusia, sehingga ini berdampak kepada setip perbuatan yang tujuannya hanya demi kepentingan nafsu
saja. Inilah yang menjadi tantangan ummat Islam dewasa ini, bagaimana caranya agar Agama bisa terus
mengiringi setiap perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan sehingga manusia dapat
memperoleh kebahagiaan dinia dan akhirat.

Daftar Pustaka

Amal,Taufik Adnan. Islam dan Tantangan Modernitas, Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman (Cet.
VI ; Bandung : Mizan, 1996), h. 38.

Ashari, H. Endang Saifuddin. Kuliah al-Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi. Jakarta:
Rajawali, 1980.

C. A. Qadir, Philosophy and science in The Islamic World diterjemahkan oleh Hasan Basari dengan judul
Filsasfat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam. Jakarta: Yayasan Obar Indonesia, 1991.

Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Jilid 2 ; Yogyakarta : Fak. Psikologi UGM, 1983.

Http://meetabied.wordpress.com/2009/11/02 Tantangan Ilmu-ilmu KeIslaman Dalam Perkembangan


Ilmu Pengetahuan Modern.

Madjid, Nurchalis. Islam Kemoderenan dan KeIndonesiaan. Bandung: Mizan, 1997.

Mahmud, Nasir. Epistimologi dan Studi Islam Kontemporer. t.tp. 2000

Nasutioan, Harun. Islam Rasional. Jakarta: PT: Bulan Bintang, 1992.


Qardhawi, Yusuf. Al-Tatharufu al-Ilmani fi Mawajahati al-Islami diterjemahkan oleh Nashani dengan judul
secular Ekstrim. Cet. I; Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar, 2000.

Sarton George. Introduction to The History of Science. Vol. 3 ; Washington D. C. : The Carbegie Institute,
1948.

Sumber: https://www.tongkronganislami.net/makalah-sejarah-perkembangan-filsafat-ilmu/

Anda mungkin juga menyukai