Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH FILSAFAT ILMU

MAKALAH
Dianjurkan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu Statistika

Oleh:
Nur ‘Ain Dai
Robbiyatul A. Suleman

PROGRAM STUDI STATISTIKA


UNIVERSITAS NAHDATUL ULAMA GORONTALO
TAHUN 2019

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tonggak Awal Kehadiran Filsafat Ilmu


Yunani adalah tonggak kelahiran filsafat ilmu dan juga kiblat dari segala
ilmu. Pada abad ke-5 SM, seorang Sophist di Yunani menanyakan
kemungkinan reliabilitas dan objektivitas ilmu. Lalu seorang Sophist bernama
Georgias berpendapat bahwa tidak ada yang bena-benar wujud, karena jika
sesuatu ada tidak dapat diketahui, dan jika ilmu bersifat nisbi, tidak dapat
dikomunikasikan. Seorang Sophist lainnya, yaitu Protagoras berpandangan
bahwa tidak ada satu pendapat pun yang dapat dikatakan lebih benar dari
yang lain, karena setiap pendapat adalah hanyalah sebuah penilaian yang
berakar dari pengalaman yang dilaluinya.
Pendapat pertama, lebih menyangkal hadirnya kebenaran yang nisbi,
sedangkan pendapat yang kedua sesungguhnnya menolak hadirnya
kebenaran tunggal. Filsafat ilmu juga mengurai adanya kebenaran tunggal
dan plural secara mendasar.Keraguan para ilmuwan terdahulu memang tidak
selamanya tepat. Tugas ilmuwan berikutnya adalah mendudukkan persoalan
agar lebih bermakna. Plato, mengikuti ustadznya Socrates, mencoba
untuk menjawab keraguan para Sophist meperumpamakan keberadaan alam
semesta yang bersifat tetap dan bentuk-bentuknya yang tak terlihat, atau ide-
ide, yang melaluinya ilmu pasti dan tetap.
Sementara jika mengandalkan indera-persepsi akan menghasilkan
pendapat-pendapat yang inkonsisten dan mubham (meragukan atau tidak
dapat dipertanggug jawabkan) Aristoteles mengikuti Plato mengenai ilmu
abstrak adalah ilmu yang lebih ahli atas ilmu-ilmu yang lainnya, namun tidak
setuju dengan metode dalam mencapainya. Aristoteles berpendapat bahwa
hampir seluruh ilmu berasal dari pengalaman. Mahzab Epicurian dan Stoic
sepakat dengan pandangan Aristoteles bahwa ilmu pengetahuan bersumber
dari indera-persepsi. Akan tetapi kedua mahzab itu menentang keduanya
gagasan Aristoteles dan Plato yang berpandangan bahwa filsafat harus dinlai
sebagai sebuah bimbingan praktis untuk menjalani hidup.

2
Mereka berpendapat sebaliknya bahwa filsafat adalah akhir dari kehidupan.
Aquinas seorang filsuf dan teologitali pada abad ke-13 mengungkapkan
bahwa sudah berupaya mensintesiskan keyakinan Nasrani dengan ilmu
pengetahuan dalam cakupan yang lebih luas. Dia memanfaatkan sumber-
sumber beragam seperti karya-karya filsuf Aristoteles, cendekiawan Muslim
dan Yahudi untuk menyusun dasar-dasar keilmuan. Pemikiran Aquinas pada
masa-masa awal itu sangat memengaruhi perkembangan teologi Nasrani dan
kosmos filsafat barat. Para pemikir barat, sering bercampuraduk antara ilmu
danagama.
Seiring perkembangan pemikiran, teolog sering bersinggungan dengan
filsafat. France Bacon dengan metode induksi yang ditampilkannya pada abad
19 dapat dikatakan sebagai peletak dasar fisafat ilmu khazanah bidang filsafat
secara umum. Namun, sebenarnya filsafat ilmu meluas pada abad ke-20.
Sebagian ahli filsafat berpandangan bahwa perhatian yang besar terhadap
perandan fungsi filsafat ilmu mulai mengedepan tatkala ilmu pengetahuan dan
teknologi (Iptek) mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dalam hal ini, ada
semacam kekhawatiran yang muncul pada kalangan ilmuwan dan filsuf,
termasuk juga kalangan agamawan, bahwa kemajuan iptek dapat
mengancam eksistensi umat manusia, bahkan alam beserta isinya. Para filsuf
mulai muncul lantaran melihat perkembangan iptek berjalan terlepas dari
asumsi-asumsi dasar filsufnya seperti landasan ontologi, epistemologis dan
aksiologis yang cenderung berjalan sendiri-sendiri. Untuk memahami gerak
perkembangan iptek yang sedemikian itulah, maka kehadiran filsafat ilmu
sebagai pada awal pertumbuhannya sebagai upaya meletakkan kembali
peran dan fungsi iptek sesuai dengan tujuan semula, yakni mendasarkan diri
dan menaruh perhatian khusus terhadap kebahagiaan umat manusia.
Setelah kurangnya ketertarikan dalam ilmu rasional dan saintifik, filsuf
skolatik, Aquinas dan beberapa filsuf abad pertengahan berusaha membantu
untuk mengembalikan konfidensi terhadap rasio dan pengalaman,
mencampur metode-metode rasional dengan iman dalam sebuah sistem
keyakinan integral. Filsafat ilmu semakin kompleks. Struktur ilmu pun juga
berubah seiring dengan perkembangan masyarakat. Suatu perspektif tertentu
dipakai tidak hanya satu disiplin ilmu, artinya bisa jadi beberapa disiplin ilmu
memakai objek formal yang sama. Maka bisa dipahami, pernyataan

3
Qomaruddin Hidayat, bahwa ilmu-ilmu yang pada awalnya merupakan anak
cabang dari filsafat, dewasa ini ilmu-ilmu yang sudah menjadi dewasa, bahkan
beranak-cucu ini cenderung mengadakan “reuni”, dalam hal ini disebut
reunifikasi. Karena itu dengan filsafat ilmu, beberapa disiplin ilmu ternyata bisa
“pulang-kembali” (dikelompokkan) pada pola pikir (epistemologi) yang sama.
Struktur fundamental juga bisa dipahami sebagai “kerangka‟ paradigm
akeilmuan asumsi filsuf. Sebagaian besar penelitian keilmuan merupakan
usaha terus-menerus untuk menafsirkan dan memahami seluk-beluk alam
lewat kerangka kerja teoritik yang disusun terlebih dulu oleh ilmuwan/ peneliti.
Teori-teori yang fundamentalah yang lebih memerankan peran yang sangat
berarti didalam menentukan arti data yang sedang diteliti. Arti penting data-
data yang terkumpulkan dari lapangan akan segera berubah maknanya
ketika revousi ilmu pengetahuan terjadi. Tema-tema yang paling penting
dalam filsafat ilmu baruadalah penekannanya pada penelitian yang
berkesinambungan dan bukannya hasil-hasil yang diterima sebagai inti pokok
kegiatan ilmu pengetahuan. Tahap berpikir yang dilandasi teori, keraguan,
logika, dan rasionalitas itulah gema filsafat ilmu.

B. Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu


Pemikiran filsafat ilmu banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Secara
periodisasi filsafat ilmu barat adalah zaman kuno, zaman abad pertengahan,
zaman modern dan masa kini. Periodisasi filsafat ilmu Cina adalah zaman
kuno, zaman pembauran, zaman neokonfusionisme dan zaman modern dan
dikenal dengan sebutan periode weda, biracarita, sutra-sutra dan skolastik.
Yang terpenting dalam filsafat ilmu India adalah bagaimana manusia
berteman dengan dunia bukan untuk menguasai dunia. Sedangkan filsafat
ilmu Islam dikenaldengan periode mutakalimin dan filsafat ilmu Islam.
Filsafat mulai beranjak sejak zaman purba yakni pada abad ke-6 sebelum
Masehi (600 < SM- > 500 setelah masehi), yang diawali oleh runtuhnya mite-
mite dan dongeng-dongeng yang selama ini menjadi pembenaran terhadap
setiap gejala alam. Orang Yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai
sistem kepercayaan bahwa segala sesuatunya harus diterima sebagai
sesuatu yang bersumber pada mitos atau dongeng-dongeng. Dalam sejarah
filsafat biasanya filsafat Yunani dimajukan sebagai pangkal sejarah filsafat

4
barat, karena dunia barat (Eropa Barat) dalam alam pikirannya berpangkal
kepada pemikiran Yunani.
Pada masa itu ada keterangan-keterangan tentang terjadinya alam
semesta serta dengan penghuninya, akan tetapi keterangan ini berdasarkan
kepercayaan. Ahli-ahli pikir tidak puas akan keterangan itu lalu mencoba
mencari keterangan melalui budinya. Mereka menanyakan dan mencari
jawabannya apakah sebetulnya alam itu. Ciri yang menonjol dari Filsafat
Yunani Kuno di awal kelahirannya adalah ditunjukkannya perhatian terutama
pada pengamatan gejala kosmik dan fisik sebagai ikhtiar guna menemukan
suatu asas-mula (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya segala gejala.
Terdapat tiga faktor yang menjadikan filsafat Yunani ini lahir, yaitu:
a. Bangsa Yunani yang kaya akan mitos (dongeng).
b. Karya sastra Yunani yang dapat dianggap sebagai pendorong kelahiran
filsafat Yunani.
c. Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di
lembah sungai Nil.
Tokoh-tokoh pada masa Yunani Kuno antara lain, yaitu:
a. Thales (625-545 SM)
b. Anaxagoras (±499-20 SM )
c. Democritos (460-370 SM)
d. Pythagoras (± 572-497 SM)
e. Xenophanes (570 SM)
f. Heraclitos (535 – 475 SM)
g. Parmenides (540-475 SM)
h. Empledoces (490-435 SM)
i. Anaximandros (640-546 SM)
j. Zeno (490-430 SM)
Memasuki abad pertengahan (100-1600 M) dimana peran para sufi (filsuf
Islam) mulai membuka nuansa pikir para filsuf barat untuk sadar bahwa hidup
bukan saja berpatokan pada faham rasionalisme dan empirisme semata lewat
penelitian indera, tapi kendali utamanya berada pada rasa (qalbu) yang akan
mempengaruhi subjektivisme dengan objektivisme yang bersetara dengan
positivisme hingga relativisme dengan kajian-kajiannya tidak akan berhenti.
Sumbangan para filsuf Islam berjasa relatif besar karena mereka semua

5
menerjemahkan karya klasik Yunani ke dalam bahasa Arab dan karya
terjemahan inilah yang dipelajari oleh dunia barat, sehingga memunculkan
reformasi (renaissance), mereka adalah Al Kindi (800-870), Al Farabi (872-
950), Ibnu Sina (980-1037), Al Ghazali (1059-1111), Ibnu Bajjah (1062-1138),
dan Ibnu Rusyd (1126-1198). Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam
telah berkembang sebelum dunia barat berkembang, dan terlebih dulu filsuf
Islam (para sufi) maju dan berkembang.

C. Fase-fase Perkembangan Filsafat Ilmu dari Zaman ke Zaman


1. Pra Yunani Kuno (abad 15-7 SM)
2. Zaman Yunani kuno (abad-7 - 2 SM)
3. Zaman Pertengahan (Abad 2 - 14 M)
4. Masa Renaissance (14-17 M)
5. Zaman Modern (17-19 M)
Berikut adalah penjelasan singkat dari masing-masing periode :
1. Pra Yunani Kuno (abad 15-7 SM)
Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia. Yakni ketika belum
mengenal peralatan seperti yang dipakai sekarang ini. Pada masa itu
manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Masa zaman batu
berkisar antara 4 juta tahun sampai 20.000 tahun SM. Mereka pada
mulanya hidup dari mengumpulkan biji-bijian dan buah-buahan. Sejak itu
mereka menemukan pengetahuan dan menjadi penghasil makanan
sehingga memiliki kelebihan persediaan. Mereka juga mulai mampu
mengatur waktu kerja dan istirahat sesuai dengan waktu nalam dan siang.
Perkembangan kehidupan manusia lainnya, yaitu mulai berkelompok dan
mengukur waktu serta perhitungan hari. Lalu, manusia sampai kezaman
logam (metal age).
Pada zaman Fir‟aun, dimesir telah ditemukan dasar-dasar pertanian,
survei pertanian, dan kalkulasi banjir Sungai Nil. Perdagangan mulai
tumbuh dengan subur sehingga muncul kebutuhan akan angka-angka.
Penulisan dengan gambarpun mulai dikenal sehingga peradaban mulai
memperlihatkan perkembangannya yang pesat.
Pelajaran tulis menulis dan pentatan ilmu pengetahuan dilakukan pada
daun-daun papirus dan di dinding kuil dalam bentuk tulisan Heirogliph di

6
Negeri Mesir Kuno, juga tulisan-tulisan paku terdapat pada batu-batu bata
di Assyiria, dan Babylonia. Evolusi ilmu pengetahuan dapat diruntut melalui
sejarah perkembangan pemikiran yang terjadi di Yunani, Babilonia, Mesir,
China, Timur Tengah dan Eropa.
Sisa peradaban manusia yang ditemukan pada masa ini antara lain:
alat-alat dari batu, tulang belulang dari hewan, sisa beberapa tanaman,
gambar-gambar digua-gua, tempat-tempat penguburan, tulang belulang
manusia purba.
2. Zaman Yunani kuno (abad 7-2 SM)
Zaman Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat,
karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan ide-
ide atau pendapatnya, Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudangnya
ilmu dan filsafat, karena Yunani pada masa itu tidak mempercayai mitologi-
mitologi. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman-
pengalaman yang didasarkan pada sikap menerima saja (receptive
attitude) tetapi menumbuhkan rasasenang menyelidiki secara kritis (quiring
attitude). Sikap inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli-
ahli pikir yang terkenal sepanjang masa.
Pada Zaman Yunani kuno terdapat tiga periode masa sejarah Filsafat,
yaitu masa awal, masa keemasan, serta masa Helenitas dan Romawi.
Masa awal filsafat Yunani Kuno ditandai tercatatnya tiga nama filosof yang
berasal dari daerah Miletos, antara lain: Thales, Ananximandros,
Anaximenes,Hipocrates, Pythagoras, Democritus, Socrates, Plato dan
Aristoteles
Perhatiannya adalah pada alam dan kejadian alamiah, terutama dalam
hubungannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Namun mereka
yakin bahwa terhadap perubahan-perubahan itu terdapat suatu asas yang
menentukan, tetapi di antara mereka menyebut asas yang berbeda. Thales
menyebutnya asas air, Anaximandros dengan asas yang tidak terbatas (to
apeiron), dan Anaximandres dengan asas udara.
Dilanjutkan pada masa keemasan Yunani Kuno yang ditandai oleh
sejumlah nama besar yang sampai sekarang tidak pernah dilupakan oleh
kalangan pemikir, termasuk pemikir masa kini yang berbeda pendapat.
Nama besar yang pertama dipimpin Perikles yang tinggal di Athena.

7
Athena menjadi pusat dari penganut berbagai aliran filsafat yang ada pada
masa itu. Pada masa itu terdapat pula pemikiran sofistik yang penganutnya
disebut kaum sofis, yaitu kaum yang pandai berpidato dan yang tidak lagi
menaruh perhatian utama pada alam, tetapi menjadikan manusia sebagai
pusat perhatian studinya. Tokohnya adaalah protogoras. Pemahamannya
memperlihatkan sifat-sifat relativisme, atau kebenaran bersifat relatif, tidak
ada kebenaran yang tetap dan definitif. Benar, baik, dan bagus selalu
berhubungan dengan manusia, tidak mandiri sebagai kebenaran mutlak.
Pemahaman seperti ini di tentang oleh Socretes (470-399 SM)
sebagaimana yang dikatakannya bahwa ia tidak memiliki ajaran sendiri,
sebagai seorang filosofyang terpenting adalah mengembangkan pemikiran
filosofisnya, seperti seorang bidan yang tidak melahirkan anaknya sendiri,
tetapi orang lain.
Pengetahuan ilmiah sampai di tangan orang-orang Yunani, juga di
Babylonia diperkirakan pada permulaan abad ke-7 SM. Sarjana-sarjana
Yunani memfilsafatkan ilmu dan menghasilkan teori-teori baru. Pemikir-
pemikir (filosof) Yunani seperti Thales, Ananximandros,
Anaximenes,Hipocrates, Pythagoras, Democritus, Socrates, Plato dan
Aristoteles. Warisan mereka dalam bidang ilmu dan filsafat merupakan
penambahan yang baru dan tak terdandingi dalam khazanah ilmu
pengetahuan.dunia mengenal teori-teori, seperti unsur-unsur kimia, teori
bilangan, pandangan Demokritos tentang atom, pandangan Hipercritos
tentang pengobatan, pandangan Pythagoras tentang matematika,
pandangan Plato tentang geometri, dan pandangan Aristoteles tentang
anatomi, botani, zoologi dan metalurgi. Diantara pemikiran aristoteles yang
radikal, yaitu bahwa alam semesta tidak dikendalikan oleh serba kebetulan,
magi, oleh keinginan tak terpikirkan kehendak dewa, tetapi oleh tingkah
laku alam semesta yang tunduk pada hukum-hukum rasional.
Masa ketiga adalah masa Helenitas dan Romawi. Ini adalah suatu masa
yang tidak dapat dilepaskan dari peranan Raja Alexander Agung. Raja ini
telah mampu mendirikan negara besar yang tidak sekedar meliputi seluruh
Yunani, tetapi daerah-daerah di sebelah timurnya. Kebudayaan Yunani
menjadi kebudayaan supranasional. Kebudayaan Yunani ini disebut
“Kebudayaan Helenitas”. Dalam bidang kebudayaan, selain akademia

8
lykeion, di buka juga sekolah-sekolah baru dan yang menjadi tekanan
pembelajarannya adalah masalah etika, yaitu bagaimana sebaiknya orang
mengatur tingkah lakunya agar hidup bahagia dalam kehidupan bersama.
Ada sejumlah aliran pada masa ini, seperti stiotisme, epikurisme,
skeptisisme, ekletisisme, dan neolplatonisme. Periode gemilang ilmu-ilmu
Helenis ini berakhir dengan meninggalnya Iskandar yang Agung disusul
oleh Aristoteles.
3. Zaman Pertengahan (Abad 2 - 14 M)
Zaman pertengahan (middle age) ditandai dengan para tampilnya
theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini adalah
hampir semuanya para theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan
aktivitas keagamaan. Atau dengan kata lain kegiatan ilmiah diarahkan
untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan pada masa ini adalah
Anchila Theologia (abdi agama).
Filsafat pada abad ini dikuasai dengan pemikiran keagamaan (Kristiani).
Puncak filsafat Kristiani ini adalah Patristik (Lt. “Patres”/Bapa-bapa Gereja)
dan Skolastik Patristik sendiri dibagi atas Patristik Yunani (atau Patristik
Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik Barat). Tokoh-tokoh Patristik
Yunani ini anatara lain Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes (185-
254), Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokoh-tokoh
dari Patristik Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397),
Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430). Ajaran-ajaran dari para
Bapa Gereja ini adalah falsafi-teologis, yang pada intinya ajaran ini ingin
memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam
dari manusia. Ajaran-ajaran ini banyak pengaruh dari Plotinos. Pada masa
ini dapat dikatakan era filsafat yang berlandaskan akal-budi “diabdikan”
untuk dogma agama.
Zaman Skolastik (sekitar tahun 1000), pengaruh Plotinus diambil alih
oleh Aristoteles. Pemikiran-pemikiran Ariestoteles kembali dikenal dalam
karya beberapa filsuf Yahudi maupun Islam.
Pengaruh Aristoteles demikian besar sehingga ia (Aristoteles) disebut
sebagai “Sang Filsuf” sedangkan Averroes yang banyak membahas karya
Aristoteles dijuluki sebagai “Sang Komentator”. Pertemuan pemikiran
Aristoteles dengan iman Kristiani menghasilkan filsuf penting sebagian

9
besar dari ordo baru yang lahir pada masa Abad Pertengahan, yaitu, dari
ordo Dominikan dan Fransiskan.. Filsafatnya disebut “Skolastik”
(Lt.“scholasticus”, “guru”), karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam
sekolah-sekolah biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum
yang baku dan bersifat internasional. Inti ajaran ini bertema pokok bahwa
ada hubungan antara iman dengan akal budi.
Pada masa ini filsafat mulai ambil jarak dengan agama, dengan melihat
sebagai suatu kesetaraan antara satu dengan yang lain (Agama dengan
Filsafat) bukan yang satu “mengabdi” terhadap yang lain atau
sebaliknya.Peradaban dunia Islam terutama abad 7 yaitu Zaman bani
Umayyah telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi, 8 abad
sebelum Nicholas Covernicus (1473-1543)dan Galileo Galilie (1564-1642)
dan. Sedangkan peradaban Islam yang menaklukan Persia pada abad 8
Masehi, telah mendirikan Sekolah kedokteran dan Astronomi di
Jundishapur. Pada masa keemasan kebudayaan Islam, dilakukan
penerjemahan berbagai karya Yunani. Dan bahkan khalifah Al Makmun
telah mendirikan rumah Kebijaksanaan (House of Wisdom) / Baitul Hikmah
pada abad 9. Pada abad ini Eropa mengalami zaman kegelapan(dark age).
Filsafat abad pertengahan diakhiri oleh Nicolaus Cusanus (1401 –
1464). Nicolaus Cusanus membedakan tiga macam pengenalan, yaitu
pancaindra, rasio, dan intuisi. Pengenalan indrawi kurang sempurna. Rasio
membentuk konsep berdasarkan pengenalan indrawi. Adapun aktivitasnya
dikuasai prinsip nonkontradiksi (tidak mungkin sesuatu ada dan tiada).
Manusia tidak mengetahui apa pun (dogta ignotaria). Dengan intuisi,
manusia dapat mencapai segala sesuatu yang tidak terhingga. Allah
merupakan objek intuisi manusia. Dalam diri Allah seluruh hal yang
berlawanan akan mencapai kesatuan (coincidentia oppositrum).
Pengetahuan yang luas memvuat Nicolaus tidak sekedar menjadi
eksponen abad pertengahan. Ia juga mencintai eksperimen shingga
membawanya pada pemikiran ilmu masa modern.
Sampai dengan di penghujung Abad Pertengahan sebagai abad yang
kurang kondusif terhadap perkembangan ilmu, dapatlah diingat dengan
nasib seorang astronom berkebangsaan Polandia Nicholas Covernicus
yang dihukum kurungan seumur hidup oleh otoritas Gereja, ketika

10
mengemukakan temuannya tentang pusat peredaran benda-benda
angkasa adalah matahari (Heleosentrisme). Teori ini dianggap oleh otoritas
Gereja sebagai bertentangan dengan teori Geosentrisme (Bumi sebagai
pusat peredaran benda-benda angkasa) yang dikemukakan oleh
Ptolomeus semenjak zaman Yunani yang justru telah mendapat “mandat”
dari otoritas Gereja. Oleh karena itu dianggap menjatuhkan kewibawaan
Gereja.
4. Masa Renaissance (14-17 M)
Renaisance merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan
perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Jembatan
antara Abad pertengahan dan zaman Modern adalah zaman “Renaisanse”,
periode sekitar 1400-1700. Pada zaman ini pengetahuan arab dalam
kemunduran, Eropa mulai menggeliat dari tidurnya. Pada abad ke-13 M,
mereka mulai mengadakan penerjemahan dan mendirikan Universitas
seperti Oxford, Cambridge dan lain-lain. Filsuf-filsuf penting dari zaman ini
adalah Nicholas Macchiavelli (1469-1527), Thomas Hobbes (1588-1679),
Thomas More (1478-1535) dan Francis Bacon (1561-1626). Pembaharuan
yang sangat bermakna pada zaman ini adalah “antroposentrisme”nya.
Artinya pusat perhatian pemikiran tidak lagi kosmos seperti pada zaman
Yunani Kuno, atau Tuhan sebagaimana dalam Abad Pertengahan.Zaman
yang menyaksikan dilancarkannya tantangan gerakan reformasi terhadap
keesaan dan supremasi gereja katolik Roma, bersamaan dengan
berkembangnya humanisme.
Zaman ini juga merupakan penyempurnaan kesenian, keahlian, dan
ilmu yang diwujudkan dalam diri jenius serba bisa, Leonardo Da Vinci.
Penemuan percetakan (kira-kira 1440 M) oleh kolumbus memberikan
dorongan lebih keras untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali
sastra di Inggris, Prancis, dan Spayol diwakili Shakespeare, Spencer,
Rabelais, dan Ronsard. Pada masa itu, seni musik juga mengalami
perkembagan. Adanya penemuan para ahli perbintangan seperti
Covernicus dan Galileo menjadi dasar munculnya astronomi modern yang
merupakan titik balik dalam pemikiran ilmu dan filsafat.
Setelah Renaissence mulailah zaman Barok, pada zaman ini tradisi
rasionalisme ditumbuh-kembangkan oleh filsuf-filsuf antara lain; R.

11
Descartes (1596-1650), B. Spinoza (1632-1677) dan G. Leibniz (1646-
1710). Para Filsuf tersebut di atas menekankan pentingnya kemungkinan
kemungkinan akal-budi (“ratio”) didalam mengembangkan pengetahuan
manusia.
5. Zaman Modern (17-19 M)
Tidaklah mudah membuat garis batas yang tegas antara zaman
Renaisance dengan zaman modern. Sementara orang menganggap bahwa
zaman modern hanyalah perluasan Renaisance. Akan tetapi, pemikiran
ilmiah membawa manusia lebih maju kedepan dengan kecepatan yang
besar, berkat kemampuan-kemampuan yang dihasilkan oleh masa-masa
sebelumnya. Manusia maju dengan langkah raksasa dari zaman uap ke
zaman listrik, kemudian ke zaman atom, elektron, radio, televisi, roket dan
zaman ruang angkasa.
Zaman ini ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat
dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan
bercorak sufisme Yunani. Paham – paham yang muncul dalam garis
besarnya adalah Rasionalisme, Idialisme, dengan Empirisme. Paham
Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam
memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting pendukung
rasionalisme ini, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Sedangkan aliran Idialisme mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa, spirit.
Ide ini merupakan ide Plato yang memberikan jalan untuk memperlajari
paham idealisme zaman modern. Para pengikut aliran/paham ini pada
umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat kritisisismenya Immanuel
Kant. Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut Idealisme
subyektif merupakan murid Kant. Sedangkan Scelling, filsafatnya dikenal
dengan filsafat Idealisme Objektif .Kedua Idealisme ini kemudian
disintesakan dalam Filsafat Idealisme Mutlak Hegel.
Pada Paham Empirisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu dalam
pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. ini bertolak belakang dengan
paham rasionalisme. Mereka menentang para penganut rasionalisme yang
berdasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori.

12
DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, Suwardi. Dr.,M.Hum., 2012 Filsafat Ilmu. Yogyakarta: CAPS


Salam, Burhanuddin. 2004. Sejarah Filsafat Ilmu & Teknologi, Jakarta : Rineka
Cipta.
Suriasumantri, J.S. 1995. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta
Langaji, Abbas. 1998. Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu.
Bakhtiar, Amsal 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Utama.
Salam,Burhanuddin. 2004. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. Jakarta, PT.
Rineka Cipta.

13

Anda mungkin juga menyukai