Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

OLEH

NAMA : NIRMALA MELYANI LADO


NIM : 1706050076
KELAS : C

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2019
I. Judul : Osmoregulasi
II. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh salinitas air (lingkungan) yang
berbeda-beda terhadap kelangsungan hidup ikan.

III. Dasar Teori


1 Pengertian Osmosis
Pada hakekatnya osmosis adalah suatu proses difusi. Para ahli kimiamenyatakan bahwa
osmosis adalah difusi dari tiap pelarut melalui suatu selaputyang permeable diferensial. Seperti dikatakan di
atas, pelarut universal adalah air melalui selaput yang permeable secara diferensial dari suatu
tempatberkonsentrasi tinggi ke tempat berkonsentrasi rendah. Perlu ditekankan bahwa
“konsentrasi disini adalah konsentrasi pelarutnya, yaitu air dan bahan konsentrasidari zat
larut (molekul ion) dalam air itu. Pertukaran air diantara sel danlingkungannya adalah suatu
faktor yang begitu penting sehingga memerlukanpenamaan khusus yaitu osmosis (Kimball,
1994).Osmosis adalah difusi atau aliran-aliran substansi-substansi melalui suatumembran.
Jika membran cukup permeable (dapat dilalui dengan lancar) cairandan partikel terlarut, baik
molekul maupun ion dari dua larutan diantara membranyang berseberangan akan berpindah, bergerak
atau mengalir, (berdifusi) (Kordi,2008).Osmosis adalah peristiwa perpindahan masa dari
lokasi dengan potensisolvent tinggi, menuju lokasi berpotensi solvent rendah melalui
membrane semi permeable, umumnya yang disebut solvent disini adalah air dapat
dikatakanbahwa peristiwa osmosis adalah transfer solvent (dan bukan salut) sedangkantransfer salut
dikenal sebagai dialysis (arah aliran dari titik berpotensi solut tinggimenuju ke rendah (Wibisono,
2006).
Menurut Svendsen dan Anthony (1974), osmosis ialah perpindahanmolekul pelarut melewati
membran menuju ke daerah yang konsentrasi zat terlarutnya lebih tinggi untuk membran yang tidak
dapat ditembus. Perpindaha nini dapat dihalangi dengan pemindahan tekanan yang lebih pada zat pelarut.
2. Pengertian Osmoregulasi
Osmoregulasi adalah upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan
lingkungannya atau suatu proses pengaturan tekananosmose. Hal ini penting dilakukan terutama oleh
organisme perairan karena :1. Harus terjadi keseimbangan antara substansi, tubuh dan
lingkungan.2. Membran sel yang permeable merupakan tempat lewatnya beberapasubstansi
yang bergerak cepat.3. Adanya perbedaan tekanan osmosis antara cairan tubuh danlingkungan.(Kordi,
2008).Osmotik terjadi karena mekanisme ini memungkinkan bagi air tambahanuntuk diabsorbsi kembali
secara pasif, dan bagi urine, hiperosmotik untukdiproduksi air hanya mengikuti gradien osmosis.
Filtrat Glomerulus mengalir didalam loop henle kehilangan air. Osmoregulasi pada ikan berkerangka
tulang,cairan tubuh ikan mempunyai kandungan garam kira-kira satu persen. Ikanbersifat
hipo-osmotik terhadap air laut dan hiperosmotik terhadap air tawar (Ville,et. al., 1984).

3. Pengertian Difusi
Difusi ialah penyebaran, disini penyebaran molekul-molekul suatu zat;penyebaran itu ditimbulkan oleh
suatu gaya yang identik dengan energi kinetis tersebut (Dwidjoseputro, 1986).Difusi dapat terjadi
karena gerakan acak continue yang menjadi ciri khassemua molekul yang tidak terikat dalam
suatu zat padat. Tiap molekul bergeraksecara lurus sampai ia bertabrakan dengan molekul lainnya
(Kimball, 1994).Ini adalah perembesan zat dan ruang berkonsentrasi lebih tinggi ke ruangyang
berkonsentrasi lebih rendah. Perembesan itu mungkin tanpa lewat sekat,
berlangsung dalam protoplasma sendiri seperti dari satu ujung retikulumendoplasma ke ujung yang lain
(Yatim,2003).

4. Pengertian Transport Aktif


Menurut Kimball (1994), gerakan ion dan molekul melawan suatu gradient konsentrasi
ini disebut transport aktif (active transport ). Disebut aktif karena sel-sel itu harus
mempergunakan energi untuk transportasi melawan daya difusi yang positif.Menurut Marsland (1964),
mekanisme transport air. Banyak sel alami yang mengarahkan dari lingkungan air tawar dimana
berakhirnya tahapan gradient konsentrasi air menuju protoplasma dengan menggunakan energi.Menurut
Giese (1966), Ketika substansi berpindah melalui membran seldimulai dari gradien
konsentrasi, hingga yang lain keluar atau masuk dari sel,salah satunya tidak seperti pergerakan difusi
sederhana.

5. Organ Osmoregulasi
Adapun organ-organ tubuh yang berperan sebagai tempatberlangsungnya osmoregulasi adalah
insang, saluran pencernaan, intergumen(kulit) dan organ eksresi pada kelenjar antena (Mantel dan
Farmer 1983, dalamKordi dan Andi, 2007).Menurut Yunus (2009), organ osmoregulasi yaitu :
a. InsangPada Insang, sel-sel yang berperan dalam osoregulasi adalah sel-selchloride yang
terletak pada dasar lembaran-lembaran insang. Perubahan ionpada sel-sel Chlorida
osearodrom berbeda dengan patdrom. Pada diadromselama migrasi antara air tawar dan air
laut membran dan mitokondria selmengalami perubahan besar sehingga dapat bersifat seperti
oseadrom bilaberada di air laut dan potadrom bila di air tawar.
b. GinjalGinjal melakukan dua fungsi utama : (1) mengeksresikan sebagian besar produk
akhir metabolisme tubuh, (2) Mengatur konsentrasi cairan tubuh.
c. UsusSetelah air masuk divalent tetap di dalam usus sebagai cairan rectal agar osmolaritas
usus sama dengan darah.d. Hormon osmoregulasiOrgan yang terlibat dalam osmoregulasi diatur oleh
hormon, kelenjar yangbertanggung jawab terhdap proses osmoregulasi antar lain pituitary, ginjal
danurophisis.

6. Pola Regulasi Air dan Ion Pada Ikan


Regulasi ion dan air pada ikan terjadi hipertonik atau isotonic tergantungpada perbedaan
(lebih tinggi, lebih rendah atau sama) konsentrasi cairan tubuhdengan konsentrasi media hidupnya. Perbedaan
tersebut dapat dijadikansebagai strategi dalam menangani komposisi cairan ekstraseluler dalam tubuhikan.
Untuk ikan potadorm yang bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannyadalam proses
osmoregulasi, air bergerak kedalan tubuh dan ion-ion keluar lingkungan dengan cara difusi. Keseimbangan
cairan tubuhnya dapat terjadidengan cara meminum sedikit air atau bahkan tidak minum sama
sekali.Kelebihan air dalam tubuhnya dapat dikurangi dengan membuangnya dalambentuk urine. Untuk
ikan-ikan oseandrom yang bersifat hipoosmotik terhadaplingkungannya, air mengalir dari kulit ke
lingkungan, sedangkan ion-ion masuk kedalam tubuh secara difusi. Sedangkan untuk ikan-ikan
euryholine memilikikemampuan untuk dengan cepat menyeimbangkan tekanan osmotic dalamtubuhnya
dengan media hipoosmotik namun karena kondisi lingkungan perairan tidak selalu tetap, maka proses
osmoregulasi seprti halnya ikan potadrom danoseanodrom tetap terjadi (Kaneko,et al ., 2002, dalam
Chan, 2010)
Hewan vertebrata air yang hidup dilaut memiliki permasalahan tekananosmotic yang
berbeda dari mereka yang hidup di air tawar. Ikan air lautmengalami permasalah kehilangan air
karena tubuhnya hipotonik terhadapmediumnya, sedangkan ikan air tawar mengalami permasalah kemasukan
air dari lingkungannya karena cairan tubuhnya hipertonik terhadap mediumnya.Pada ikan laut,
air keluar melalui insang dan bersama urine, dan untukkompensasinya ikan laut meminum air dari
lingkungannya. Karena ikan lautkehilangan airnya, maka kompensasinya ikan laut meminum banyak air
secaraterus menerus akibatnya garam dan mineral masuk ke dalam tubuh secara terusmenerus. N+dan
Cl+diadsorbsi melalui usus dan dieliminasi melalui insangdengan transport aktif. Mg2+dan SO42-
dikeluarkan melalui ginjal dan urine. Padaikan air tawar, yaitu ikan mujaher (Oreochromis
mascambicus) transport iondilakukan oleh sel-sel klorida pada membran operkular ( Fosket
danScheffeg ,1982 dikutip oleh Nielsen 1990 dalam Yuwomo dan Purnama, 2001).
7. NaCl
Natrium klorida, juga dikenal dengan garam dapur, atau halit, adalah senyawa kimia
dengan rumus molekul NaCl. Senyawa ini adalah garam yang paling memengaruhi salinitas
laut dan cairan ekstraselular pada banyak organisme multiselular. Sebagai komponen utama
pada garam dapur, natrium klorida sering digunakan sebagai bumbu dan pengawet makanan.
Sodium Chlorida atau Natrium Chlorida (NaCl) yang dikenal sebagai garam adalah zat yang
memiliki tingkat osmotik yang tinggi. Zat ini pada proses perlakuan penyimpanan benih
recalsitran berkedudukan sebagai medium inhibitor yang fungsinya menghambat proses
metabolisme benih sehingga perkecambahan pada benih recalsitran dapat terhambat. Dengan
kemampuan tingkat osmotik yang tinggi ini maka apabila NaCl terlarut di dalam air maka air
tersebut akan mempunyai nilai atau tingkat konsentrasi yang tinggi yang dapat mengimbibisi
kandungan air (konsentrasi rendah)/low concentrate yang terdapat di dalam tubuh benih
sehingga akan diperoleh keseimbangan kadar air pada benih tersebut. Hal ini dapat terjadi
karena H2O akan berpindah dari konsentrasi yang rendah ke tempat yang memiliki
konsentrasi yang tinggi. Hal ini merupakan hal yang sangat menguntungkan bagi benih
recalsitran, karena sebagaimana kita ketahui benih recalsitran yaitu benih yang memiliki
tingkat kadar air yang tinggi dan sangat peka terhadap penurunan kadar air yang rendah.
Kadar air yang tinggi menyebabkan benih recalsitran selalu mengalami perkecambahan dan
berjamur selama masa penyimpanan atau pengiriman ketempat tujuan. Namun dengan
perlakuan konsentrasi sodium chlorida (NaCl) maka hal ini dapat teratasi.

8. Pengaruh Salinitasi Terhadap pH terhadap ikan


pH air mempengaruhi tingkat perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam
kurang produktif malahan dapat membunuh hewanbudidaya. Pada pH rendah (luasanan yang tinggi)
kandungan oksigen terlarut berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas
pernafasannaik, selera makan akan berkurang. Hal yang sebaliknya terjadi pada suasana basa.
Sebagian besar biota aquatic sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH seluta 7 –8,5. Nilai pH
sangat mempengaruhi proses biokimiaperairan misalnya, proses nitrifikasi akan berakhir jika
pH rendah (Novotny andOle, 1994 dalam Kordi, 2009).Salinitas akan berpengaruh terhadap
tekanan osmatik air. Semakin tinggi salinitas, akan semakin besar pula tekanan asmatiknya.
Biota yang hidup di air harus mampu menyesuaikan dirinya terhadap tekanan osmotic dari
lingkungannya. Penyesuaian ini memerlukan banyak energi yang diperoleh darimakanan dan digunakan untuk
keperluan tersebut (Kordi dan Andi, 2007).
IV. Alat dan Bahan

*Alat :
 Toples
 Timbangan
 Stopwatch

*Bahan :
 Nacl
 Air
 Empedu Sapi
 Ikan Lele

V. Prosedur Kerja

*Pengamatan Empedu :
 Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
 Diisi 2,5 ml air kedalam toples yang telah disediakan
 Ditimbang berat Nacl sesuai dengan toleransi yang diinginkan dan dilarutkan
kedalam air
 Ditimbang empedu sapi untuk mengetahui berat awalnya (W0)
 Empedu yang telah ditimbang kemudian dimasukan kedalam toples yang telah
berisi larutan Nacl dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu : 0 ppt, 20 ppt,
dan 40 ppt.
 Diamati perubahan empedu setiap 20 menit selama 2 jam
 Ditimbang berat akhir (Wt)

*Toleransi Salinitas :
 Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
 Diisi air sebanyak 2,5 ml kedalam baskom (toples) yang telah disediakan
 Ditimbang Nacl sesuai dengan toleransi yang diinginkan dan dilarutkan
kedalam air
 Ditimbang ikan lele yang telah disiapkan untuk mengetahui berat awalnya (W0)
 Ikan lele yang telah ditimbang kemudian dimasukan kedalam toples yang telah
berisi larutan Nacl dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu : 0 ppt, 20 ppt,
dan 40 ppt.
 Diamati tingkah laku ikan lele setiap 20 menit selama 2 jam
 Ditimbang berat akhir (Wt)
VI. Hasil

*Data Kuantitatif Empedu


NO Konsentrasi NaCl Berat Empedu (gr)
Berat awal Berat Akhir
(W0) (Wt)
1 0% 1,74 2,76
2 0,2 % 14,20 3,52

3 0,4 % 253,95 311,49

*Data Kuantitaif Ikan Lele


NO Konsentrasi NaCl Berat Ikan lele (gr)
Berat awal Berat Akhir
(W0) (Wt)
1 0% 2,89 4,50
2 0,2 % 4,20 6,66

3 0,804 % 137,17 204,47

*Data Kualitatif
 20 menit pertama : Empedu putih memudar
 20 menit ke II : Empedu putih Pucat dan warna air tetap
 20 menit ke III : Empedu bagian atas putih, bagian bawah kuning
 20 menit ke IV : Empedu makin mengembang dan warna air menajdi
Kuning
 20 menit ke V : Empedu makin Pucat dan makin mengembang
 20 menit ke VI : Empedu makin berwarna putih pucat bercampur
kuning dan air menjadi kuning

*Data Kualitatif Ikan lele


 20 menit I : Bergerak
 20 menit ke II : Bergerak (lompat pada menit ke 30) dan lompat
keluar dari baskom pada menit yang ke 35
 20 menit ke III : Melompat (menit ke 41), 42, 45, 48, 53, 58,
59(melompat)
 20 menit ke IV : Melompat pada menit ke 80, 86, 89, 94
 20 menit ke V : melompat pada menit ke 109
 20 menite ke VI : melompat pada menit ke 115
VII. Pembahasan

Dalam praktikum tentang pengamatan empedu, hal pertama yang dilakukan


adalah mempersiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan seperti toples untuk tempat
air dan empedu, timbangan untuk menimbang empedu, stop watch untuk mengukur
waktu saat pengamatan, timbangan digital untuk menimbang NaCl, spatula untuk
menghomogenkan larutan NaCl. Bahan yang disiapkan adalah empedu sapi sebagai
bahan yang diuji. Penggunaan empedu adalah karena mempunyai lapisan semi permeable
yang selektif, ukurannya yang besar mempermudah pengamatan. Air sebagai pelarut
garam, NaCl untuk membuat larutan garam.
Hal kedua yang dilakukan setelah alat dan bahan siap adalah mengisi masing-masing
toples dengan air sebanyak 2,25 ml , pemakaian toples sendiri untuk mempermudah
pengamatan. Setelah air siap hal selanjutnya adalah mengambil NaCL dan ditimbang
menggunakan timbanan digital, Setelah selesai ditimbang, garam dimaksukkan atau
dilarutkan dengan air dalam masing-masing toples dan dihomogenkan menggunakan
spatula. Tujuan dari pelarutan garam adalah untuk membentuk salintas dengan
konsentrasi masing-masing 0%, 0,2%, dan 0,4%. Pada saat larutan salinitas sudah siap
maka empedu sapi diambil dan diletakkan di atas nampan untuk kemudian ditimbang
dengan menggunakan Mattler oz untuk diketahui berat empedu sapi sebelum diberi
perlakuan ( Wo). Penggunaan empedu sapi sendiri adalah karena memiliki lapisan semi
pemiabel yang selektif. Sesudah ditimbang empedu sapi dimasukkan dalam tiap-tiap
toples yang berisi larutan air garam untuk selanjutnya diamati. Pengamatan empedu sapi
dilakukan selama 2 jam. Sebab dalam waktu 2 jam diasumsikan sudah terjadi proses
Osmoregulasi, dan pada empedu sapi yang dimasukkan dalam larutan dengan konsentarsi
0%, 0,2%, dan 0,4% terjadi proses osmosis atau difusi. Setelah 2 jam empedu sapi
diambil dan diletakkan pada nampan untuk selanjutnya ditimbang untuk mengetahui
berat empedu sapi setelah diberi perlakuan ( Wt ) dan selanjutnya diperoleh hasil.
Dari hasil pengamatan kami, mengenai pengamatan empedu, diperoleh hasil
pengamatan dengan konsentrasi NaCl 0,0% didapat berat awal (W0) empedu 1,74 gram
dan berat akhir (Wt) empedu 2,76 gram. Pada konsentrasiNacl 0,2% didapat berat
awalnya 14,20 gram dan berat akhir 3,52 gram, pada konsentrasi NaCl 0,4% didapat
berat awal 253 gram dan berat akhir 311,49 gram.
Dari hasil pengamatan kami selama 2 jam dengan konsentrasi 0,0% yaitu pada 20
menit pertama sampai 20 menit keenam perubahan warna serta ukurannya tetap sama
yaitu : empedu makin mengemban, warna nya menjadi pucat, dan airnya menjadi kuing.
Dari hasil pengamatan kami selama 2 jam dengan kosnentasi 0,2% diperoleh hasil
pada 20 menit pertama empedu mulai berubah warna menjadi pudar dan warna air masih
belum berubah (tetap). Pada 20 menit ke dua terjadi perubahan yaitu empedu masih
mengambang dan warna nya berubah menjadi lebih pucat (putih pucat). Pada 20 menit ke
tiga empedu makin mengembang dan berubah warna menjadi lebih pucat dan larutan
berubah warna menjadi kuning, hal ini menandakan bahwa proses osmoregulasi sedang
berlangsung. Dan setelah diamati sampai batas waktu yang ditentukan atau 2 jam,
empedu masih mengambang dan warna air menjadi kuning di permukaannya
Dari hasil pengamatan kami pada konsentrasi 0,4% diperoleh hasil yaitu pada 20
menit pertama empedu berubah warna menjadi kebiruan, warna airnya kekuningan dan
ukurannya makin mengembang, bagian atas empedu menjadi pucat, dan bagian bawah
menjadi hijau tua. Pada 20 menit kedua, empedu makin mengembang atau makin
membesar,warna air makin meguning, dan warna empedu masih sama dengan warna
pada 20 menit pertama. Pada 20 menit ketiga, ukuran empedu makin mengembang dan
membesar, warna air pucat, warna empedu menjadi putih pucat dan bagian bawah
empedu menajdi hijau muda. Pada 20 menit keempat perubahannya masih sama seperti
pada 20 menit ke tiga. Begitupun pada 20 menit ke lima ukuran empedu makin membesar
dan warnanya makin pucat. Pada 20 menit ke enam, empedu semakin mengembang dan
ukurannya bertambah, warnanya menjadi putih pucat dan warna airnya menguning.
Menurut Banks (1981) dalam Yulfitrin (2003), komposisi cairan empedu terdiri dari
air, zat organik dan zat anorganik. Pigmen empedu terdiri dari dua bentuk yaitu billirubin
yang berwarna kuning dan biliverdin yang berwarna hijau.
Pada praktikum kali ini juga kami juga melakukan pengamatan tingkah laku ikan lele
yang diletakan dalam larutan NaCl dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 0%,
0,2% dan 0,4%. Pada konsentrasi 0% diperoleh hasil yaitu berat awal 2,89 gram dan berat
akhir 4,50 gram. Pada konsentrasi 0,2% diperoleh hasil yaitu berat awal 4,20 gram dan
berat akhir 6,66 gram. Pada konsentrasi 0,4% diperoleh hasil yaitu berat awal 137,17
gram dan berat akhir 204,47 gram. Dari hasil yang diperoleh, berat akhir lele lebih besar
dibandingkan dengan berat awal, hal ini menunjukan bahwa ikan lele mengalami
penambahan berat setelah dimasukan kedalam larutan NaCl.
Berdasarkan data kualitatif yang diperoleh yaitu 20 menit pertama ikan bergerak .
pada 20 menit ke II sebelumnya ikan diam dan kemudian ikan bergerak (lompat pada
menit ke 30) dan lompat keluar dari baskom (pada menit yang ke 35). Pada 20 menit ke
III ikan melompat (menit ke 41), 42, 45, 48, 53, 58,59(melompat). Pada 20 menit ke IV
ikan melompat pada menit ke 80, 86, 89, 94. Pada 20 menit ke V ikan melompat pada
menit ke 109. Pada 20 menit\ ke VI ikan melompat pada menit ke 115.
Dengan semakin meningkatnya perbedaan salinitas juga menimbulkan perbedaan
tekanan lingkungannya. Akibatnya larutan garam masuk ke dalam jaringan tubuh ikan
lele melalui membran semipermiabel dalam jumlah yang berlebihan, sehingga cairan
tubuh benih ikan lele menjadi lebih pekat. Semakin pekat cairan dalam tubuh ikan nila
maka kemampuan darah untuk mengikat DO menjadi berkurang, akibatnya ikan tersebut
akan mati.Tetapi pada percobaan ini, hasil yang didapatkan bertolak belakang dengan
teori, ikan lele yang direndam tidak mati padahal sudah direndam didalam larutan yang
mengandung NaCl. Hal ini diakibatkan karna faktor koresi Yaitu kurangnya ketelitian
saat mengamati tingkah laku dan saat melakukan pengamatan karena ikannya diam jadi
praktikan mengganggu ikan (disentuh meja, dan di geser wadahnya sehingga bergerak)
dan itu kesalahan mestinya tidak boleh di ganggu.
VIII. Penutup

*Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : Dengan
semakin meningkatnya perbedaan salinitas juga menimbulkan perbedaan tekanan
lingkungannya. Akibatnya larutan garam masuk ke dalam jaringan tubuh ikan lele
melalui membran semipermiabel dalam jumlah yang berlebihan, sehingga cairan tubuh
ikan lele menjadi lebih pekat. Semakin pekat cairan dalam tubuh ikan maka kemampuan
darah untuk mengikat DO menjadi berkurang, akibatnya ikan tersebut akan mati tetapi
dan kelangsungan hidupnya menurun.
*Saran
Saran kedepannya agar mahasiswa lebih aktif lagi dan lebih serius dalam
melakukan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Effendie,2002. Biologi Dasar. Media Press. Jakarta.


Eliyta. 2011. Osmoregulasi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Gunarso,w. 2009. Dasar-dasar Fisiologi. Erlangga. Jakarta.
Kimball. 2006. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Nugrahani, Wina Pratiwi. 2012. Anatomi Ikan Lele. http://id.scribd.com/
doc/109908648/Laporan-Anatomi-Ikan-Dan-Kadal,
diakses pada tanggal 26 Juni 2019
Ngalemi Ginting. 2014. Fisiologi Hewan.Universitas Jambi. Jambi
Rasyid. 2012. Osmoregulasi. Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan
I. Judul : Respirasi

II. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk dapat mengetahui pengaruh perlakuan
suhu yang berbeda terhadap proses respirasi pada ikan.

III. Dasar Teori


1. Pengertian Respirasi
Proses peningkatan oksigen dan pengeluaran karbondioksida oleh darah
melalui permukaan alat pernafasan organism dengan lingkungannya dinamakan
pernafasan (respirasi). Sistem organ yang berperan dalam hal ini adalah insang.
Oksigen merupakan bahan pernafasan yang dibutuhkan oleh sel untuk berbagai
reaksi metabolisme. Bagi ikan, oksigen diperlukan oleh tubuhnya untuk
menghasilkan energi melalui oksidasi lemak dan gula (Triastuti et.al,. 2009).
Pertukaran gas oksigen dan karbondioksida dalam tubuh makhluk hidup
disebut pernafasan atau respirasi. O2 dapat keluar masuk jaringan melalui difusi.
Pada dasarnya metabolisme yang normal dalam sel-sel makhluk hidup
memerlukan oksigen dan karbondiokdisa. Pada hewan vertebrata terlalu besar
untuk dapat terjadinya interaksi secara langsung antara masing-masing sel tubuh
dengan lingkungan luar tubuhnya. Untuk itu organ-organ tertentu yang bergabung
dalam sistem pernafasan dikhususkan untuk melakukan pertukaran gas pernafasan
bagi keperluan seluruh sel tubuhnya (Rida, 2008).

2. Jenis-Jenis Respirasi
Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara organisme dan
lingkungannya dikenal sebagai respirasi aerob. Respirasi anaerob.
Karbondioksida yang diberikan dari organisme tertentu tidak ada oksigen yang
diambil. Kebutuhan oksigen diperoleh dari susunan karbohidrat dan lemak dalam
tubuh. Inilah yang disebut dengan respirasi anaerob (Weichert, 1959).
Menurut Imam Abror (2010), respirasi dapat digolongkan menjadi 2 jenis
berdasarkan persediaan O2 di udara, yaitu respirasi aerob dan anaerob. Respirasi
aerob merupakan proses respirasi yang membutuhkan O2, sebaliknya respirasi
anaerob merupakan respirasi yang berlangsung tanpa membutuhkan O2.
Perbedaan antara keduanya akan terlihat pada proses tahapan reaksi dalam
respirasi. Proses transpor gas-gas secara keseluruhan berlangsung secara difusi.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respirasi


Menurut Affandi (2002) dalam Anwar et.al, (2009), faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen terbagi menjadi dua, yaitu faktor luar
dan dalam. Faktor luar dipengaruhi oleh tekanan parsial oksigen dan suhu.
Peningkatan suhu pada batas tertentu akan diikuti dengan peningkatan laju
metabolisme. Sedangkan faktor dari dalam adalah yang berkaitan langsung
dengan ikan itu sendiri, seperti ukuran ikan, aktifitas, kondisi kesehatan ikan, dan
seks.
Menurut Mattians, dkk (1998) dalam Ratningsih (2008), respirasi pada
ikan berhubungan luas dengan permukaan organ respirasi, darah, dan kemampuan
dari organisme untuk mendeteksi pengurangan oksigen pada lingkungan dan
upaya penyesuaian fisiologis untuk mengimbangi kekurangan oksigen. Sedangkan
menurut Chahaya (2003) dalam Ratningsih (2008), partikel-partikel bahan
organic terlarut yang ikut terhisap bersama air secara terus-menerus dapat
mengganggu proses respirasi pada ikan. Bereaksinya partikel tersebut dengan
fraksi tertentu dari lender insang menyebabkan lender yang berfungsi sebagai
pelindung diproduksi lebih banyak sehingga terjadi penumpukan lendir yang
menutupi lamella insang. Berkurangnya oksigen terlarut dan terhambatnya proses
respirasi pada ikan mengakibatkan menurunnya laju konsumsi oksigen.

4. Sumber O2 dalam Air


Menurut Effendi (2003), sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi
oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktifitas fotosintesis dari
tumbuhan air dan fitoplankton. Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat
terjadi secara langsung pada kondisi air diam (stagnant). Difusi juga dapat terjadi
karena agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau ombak
dan air terjun. Namun, pada hakikatnya difusi oksigen dari atmosfer ke perairan
berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air. Oleh karena
itu, sumber utama oksigen di perairan adalah fotosintesis.
Menurut Cole (1983) dalam Sutimin (2011), salah satu sumber oksigen
terlarut yang penting dalam perairan adalah oksigen di atmosfer yang terlarut
dalam massa air pada permukaan air yang dihasilkan melalui proses difusi.
Sedangkan menurut Boyd et.al, (1991) dalam Sutimin (2011), sebagian besar
oksigen dalam ekosistem perairan berasal dari fotosintesis oleh fitoplankton. Pada
perairan dangkal, suplai oksigen didominasi oleh tanaman tepi, makrofita, dan
alga bentik.
Oksigen dalam perairan juga berasal dari faktor biologis, diantaranya
adalah aktifitas klorofil pada tanaman dari perifiton di sungai mengalir. Alga
planktonik di dalam kolam atau danau, dan tanaman air berbunga. Di pesisir yang
membentang di perairan. Hal ini juga menyebabkan kelimpahan oksigen apabila
tumbuhan air berlimpah dari cahaya matahari (Arrignon, 1995).

5. DO (Oksigen Terlarut)
Dilihat dari jumlahnya, oksigen (O2) terlarut adalah salah satu jenis gas
terlarut dalam air dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu menempati urutan
kedua setelah nitrogen. Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya
ikan, oksigen menempati urutan teratas. Oksigen yang diperlukan ikan untuk
pernafasannya harus terlarut dalam air. Hanya jenis ikan tertentu, seperti lele,
gurami, dan tambakan yang mampu menghirup oksigen di udara bebas karena
mempunyai alat pernafasan tambahan (Kordi, 2004).
Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/L. Oksigen
merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang
terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air,
dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (alfifut) serta semakin
kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Effendi, 2003).
Kandungan oksigen terlarut (DO = Dissolved Oxygen) minimal 4 ppm
(part per million). Beberapa ikan hidup dengan baik pada kandungan oksigen
kurang dari 4 ppm, terutama ikan-ikan yang mempunyai alat pernafasan
tambahan, yang memungkinkannya mengambil oksigen langsung dari udara
bebas seperti lele (Clarias sp.), sepat (Trichogaster sp.), gabus (Channa striata),
foman (Channa micropeites), gurami (Osphronemus gouramy), tambakan
(Helostoma femminoki), dan betook (Anabas testudineus) (Kordi, 2008).

6. Mekanisme Masuknya O2 di Perairan


Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi secara langsung
pada kondisi air diam (stagnant). Difusi juga dapat terjadi karena agitasi atau
pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau ombak dan air terjun. Namun
pada hakikatnya difusi oksigen dari atmosfer ke perairan berlangsung relatif
lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air oleh karena itu, sumber utama
oksigen di perairan adalah fotosintesis ( Effendi, 2003 ).
Menurut Salmin (2005 ), kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung
dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air,
dan udara seperti arus, gelombang, dan pasang surut. Sedangkan menurut Odum
(1971) dalam Salmin (2005), menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut
akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin
tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan kadar oksigen lebih tinggi karena
adanya proses difusi antara air dan udara.

7. Konsumsi O2 dalam Perairan


Peningkatan suhu sebesar 10% akan meningkatkan oksigen sebesar 10%
dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi
kadar oksigen terlarut hingga mencapai O2 (anaerob) . Hubungan antara kadar
oksigen terlarut jenuh dan suhu menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu
kelarutan oksigen semakin berkurang . Kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga
berkurang dengan meningkatnya salinitas (Effendi, 2003). Menurut Lazzati
(2011), konsentrasi oksigen terlarut merupakan parameter yang sangat penting
dalam menentukan kualitas perairan tambak. Konsentrasi oksigen ditentukan oleh
keseimbangan antara produksi dam konsumsi olsigen dalam ekosistem . Oksigen
diproduksi oleh komunitas autotrof melalui pernafasan. Di samping itu, oksigen
juga diperlukan untuk perombakan bahan organik dalam ekosistem.
Menurut Salmin (2005), oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO)
dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernafasan, proses metabolisme atau
pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi. Untuk pertumbuhan dan
pembiakan, di samping itu oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan
organik dan anorganik dalam proses aerobik.

8. Fase-Fase Respirasi
Dalam vertebrata terdapat 2 fase respirasi yaitu eksternal dan internal.
Respirasi eksternal digunakan untuk menunjukkan pertukaran gas antara darah
dengan lingkungan, Respirasi internal sama dengan pertukaran gas antara darah
dan jaringan atau sel di dalam tubuh. Respirasi eksternal biasanya terdapat pada
kapiler insang tetapi beberapa struktur seperti kulit lainya (Weichert, 1959).
Berdasarkan Rida (2008), ada dua tahap pernapasan, tahap pertama
oksigen masuk ke dalam dan pengeluaran karbondioksida keluar tubuh melalui
organ-organ pernafasan disebut respirasi eksternal, dan pengangkutan gas-gas
pernapasan dari organ-organ pernapasan ke jaringan tubuh atau sebaliknya di
lakukan oleh sistem sirkulasi . Tahap kedua adalah pertukaran O2 dari cairan
tubuh (darah) dengan CO2 dari sel-sel dalam jaringan disebut respirasi internal.

9. Hubungan Suhu dengan Respirasi


Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas reaksi kimia,
evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan
kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, N2, CH4, dan sebagainya (Huslam
(1995) dalam Effendi (2003). Selain itu peningkatan suhu juga meningkatan
kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air dan selanjutnya
mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar
100C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme
akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai dengan
penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak
mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan
proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).
Menurut Giese (1968), tingkat pernafasan dan suspensi sel meningkatnya
suhu dalam batas-batas zona biokinetik suhu bkoefisien (Q10). Respirasi
umumnya ditemukan dalam kisaran 2 sampai 4 dan menunjukan suhu 100C.
Peningkatan suhu meningkatkan laju reaksi dua kali lipat sampai empat kali lipat
suhu yang lebih tinggi dari suhu optimal di zona biokinetik menyebabkan
respirasi ikan .

10. Perbedaan Organ Respirasi Ikan Domersal dan Ikan Pelagis


Beberapa ikan laut (pelagis) membiarkan mulutnya terbuka dan
menggunakan gerakan majunya untuk mengalirkan air melalui insang. Proses ini
disebut ventilasi dorong , jika gerakan makeret melebihi 6,4 meter/detik maka
gerakan memompa operculum menjadi lambat dan kalau melebihi 0,6 meter/detik
gerakan ini berhenti dan ikan tergantung pada ventitasi dorong (Villee et al,
1984).
Ikan dasar dari atlantik toadfish (osamus) memiliki permukaan insang
sekitar 2 cm2/g dari berat badan. Lain lagi nilainya sekitar 4 cm2 /g pada makarel
memiliki luas permukaan insang sampai 10 cm2/g. Tapi luas permukaan insang ini
tergantung tingkat aktifitas dan rata-rata konsumsi oksigen. Pernapasan pada kulit
terjadi melalui kapiler darah di bawah lapisan kulit (Suryani, 2010).
IV. Alat dan Bahan
*Alat :
 Toples
 Gelas ukur
 Erlen meyer
 Termometer
 Hotplate

*Bahan :
 Air
 Ikan Nila

V. Prosedur Kerja
 Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
 Diukur air menggunakan gelas ukur sebanyak 225 ml
 Dimasukan kedalam Erlenmeyer kemudian dipanaskan diatas hotplate
 Ditunngu media air sampai pada suhu yang sudah ditetapkan yaitu : 28 0C,
300C, dan 320C.
 Dimasukan ikan nila kedalam baskom/toples yang telah disiapkan.
 Diamkan ikan selama 5 menit agar ikan beradaptasi
 Diamati perubahan tingkah laku dengan cara menghitung gerakan operculum
ikan setiap 10 menit selama 30 menit
VI. Hasil

NO Suhu Air (0C) Jumlah bukaan overkulum per 10


menit
10 menit I 10 menit II 10 menit
III
1 28(0C) 577 kali 693 kali 764 kali

2 30(0C) 881 kali 830 kali 874 kali

3 32(0C) 751 kali 740 kali 818 kali


VII. Pembahasan
Dalam praktikum fisiologi kali ini, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
menyiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan adalah toples, gelas ukur,
erlemmeyer, thermometer, hotplate, dan stopwatch. Sedangkan bahan-bahan yang
digunakan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus), air tawar.
Bersadarkan hasil pengamatan kami, pada ikan nila yang dimasukan kedalam
toples dengan suhu air 280C yaitu pada 10 menit pertama bukaan overkulum 577
kali, pada 10 menit kedua yaitu 693 kali, dan pada 10 menit ketiga yaitu 764 kali.
Pada suhu ini, dapat dilihat bukaan overkulum ikan nila mengalami peningkatan
jumlah bukaan dari 10 menit pertama sampai 10 menit ke tiga.
Pada ikan nila yang dimasukan kedalam toples dengan suhu air 300C, didapatkan
hasil yaitu pada 10 menit pertama bukaan overkulum sebanyak 881 kali, pada 10
menit kedua yaitu 830 kali, dan pada 10 menit ke tiga yaitu 874 kali. Pada suhu ini,
dapat dilihat bahwa jumlah bukaan overkulum mengalami peningkatan jumlah
bukaan dari 10 menit pertama sampai 10 menit ketiga.
Pada ikan nila yang dimasukan kedalam toples dengan suhu air 320C, didapatkan
hasil yaitu pada 10 menit pertama bukaan overkulum sebanyak 751 kali, pada 10
menit kedua yaitu 740 kali, dan pada 10 menit ketiga yaitu sebanyak 818 kali. Pada
suhu ini, tidak terjadi peningkatan jumlah overkulum seperti pada suhu 280C
dan300C. Hal ini dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan, bahwa jumlah bukaan
overkulum pada 10 menit pertama lebih banyak dari jumlah bukaan overkulum pada
10 menit kedua.
Menurut Salmin (2005), oksigen terlarut (DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup
untuk pernafasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Kadar oksigen dalam air
akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin
tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena
adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis.

Menurut Kordi (2004), suhu air akan mempengaruhi kekentalan viskositas air.
Perubahan suhu yang drastis dapat mematikan ikan karena terjadi perubahan daya
angkat darah. Seperti diketahui selera makan ikan, kisaran tubuh optimum bagi
kehidupan ikan adalah 25o - 52oC. Bila suhu rendah ikan akan kehilangan nafsu
makan, sehingga pertumbuhan terhambat, sebaliknya suhu terlalu tinggi ikan akan
stress bahkan mati kekurangan oksigen, karena beberapa pathogen berkembang baik
pada kondisi tersebut.
Pada praktikum kali ini, bukaan overkulum pada suhu 300C lebih banyak jumlah
nya dari pada jumlah bukaan overkulum pada suhu 320C. Hal ini tentunya sangat
menyimpang (bertolak belakang) dari teori yang kami pelajari bahwa semakin tinggi
suhu, maka laju metabolisme ikan akan meningkat sehingga gerkan membuka dan
menutupnya operculum ikan akan lebih cepat daripada suhu awal serta sebaliknya
pula jika suhu menurun maka semakin jarang pula ikan itu membuka serta menutup
mulutnya.
Hasil praktikum yang bertolak belakang dengan teori yang kami pelajari ini
mungkin juga faktor dari kelalaian kami pada saat praktikum, dan kesalahan dalam
menghitung jumlah bukaan overkulum pada ikan.
VIII. Penutup
*Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini, dapat disimpulkan bahwa : perlakuan suhu
yang berbeda terhadap proses respirasi ikan akan mempengaruhi frekuensi bukaan
overkulum karena semakin tinggi suhu, maka laju metabolisme ikan akan meningkat
sehingga gearkan membuka dan menutupnya operculum ikan akan lebih cepat
daripada suhu awal serta sebaliknya pula jika suhu menurun maka semakin jarang
pula ikan itu membuka serta menutup mulutnya.

*Saran
Saran saya agar kedepannya praktikan lebih serius lagi dan lebih teliti lagi dalam
melakukam pengamatan agar hasil yang didapat akurat dan tidak bertolak belakang dari
teori yang sudah dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA

Effendie,2002. Biologi Dasar. Media Press. Jakarta.


Eliyta. 2011. RESPIRASI. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Gunarso,w. 2009. Sistem respirasi pada hewan . Erlangga. Jakarta.
Kimball. 2006. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Nugrahani, Wina Pratiwi. 2012. Respirasi pada ikan air tawar. http://id.scribd.com/
doc/109908648/Laporan-fisiologi-ikan-nila,
diakses pada tanggal 26 Juni 2019
Ngalemi Ginting. 2014. Fisiologi Hewan.Universitas Jambi. Jambi
Rasyid. 2012. Sistem Respirasi. Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan
I. Judul : Sistem Pencernaan

II. Tujuan

Praktikum kali ini bertujuan untuk dapat mengetahi dan dapat menjelaskan
mekanisme pencernaan, mengerti cara penentuan daya cerna ikan terhadap makanan
dan waktu pengosongan lambung san faktor-faktor yang mempengaruhinya.
III. Dasar Teori
Setiap makhluk hidup membutuhkan zat-zat makanan yang di peroleh dari
lingkungannya. Setelah zat makanan di cerna atau di manfaatkan, sisanya akan di
buang kembali ke lingkungan, memerlukan suatu sistem transportasi atau sirkulasi.
Sistem transportasi dibutuhkan pula untuk membawa zat-zat dari suatu organ ke
organ lain yang membutuhkan. Sistem transportasi atau sirkulasi pada tubuh manusia
sebenarnya meliputi sistem peredaran darah dan sistem peredaran getah bening.
Ikan merupakan salah satu jenis hewan vertebrata yang bersifat poikiloterm (berdarah
dingin). Ikan memiliki ciri khas pada tulang belakang, insang dan siripnya serta
tergantung pada air sebagai medium untuk kehidupannya. Ikan memiliki kemampuan
di dalam air untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan
tubuhnya sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh
arah angin.
Ikan di definisikan sebagai hewan bertulang belakang yang hidup di air dan secara
sistematik ditempatkan pada filum chordata dengan karakteristik memiliki insang
yang berfungsi untuk mengambil oksigen terlarut dari air dan sirip digunakan untuk
berenang. Ikan dapat ditemukan hampir disetiap perairan di dunia dengan bentuk dan
karakter yang berbeda-beda (Rasyid, 2012).
Sistem pencernaan (digestive system) adalah sistem yang terdiri dari pencernaan
saluran dan organ-organ lain yang membantu tubuh memecah dan menyerap
makanan. Organ-organ dalam system pencernaan di luar saluran pencernaan (disebut
organ pencernaan aksesori) adalah lidah, kelenjar ludah, hati, pancreas dan kandung
empedu. Bagian dari system saraf (yang disebut system saraf eneterik) dan perdaran
darah juga berperan penting dalam system pencernaan (Rasyid, 2012).
Proses digesti memerlukan waktu dalam mencerna atau memecah makanannya.
Laju digesti adalah laju kecepatan pemecahan makanan dari molekul yang kompleks
ke molekul yang lebih sederhana dan kemudian akan diabsorpsi oleh tubuh dalam
bentuk glukosa, asam lemak, gliserol serta nutrisi-nutrisi lain. Laju digesti yang
terjadi didalam lambung dapat diukur dengan mengetahui laju pengosongan isi
lambung (Kimball,2006).
Struktur alat pencernaan berbeda-beda dalam berbagai jenis hewan, tergantung
pada tinggi rendahnya tingkat organisasi sel hewan tersebut serta jenis makanannya.
Pada hewan invertebrata alat pencernaan makanan umumnya masih sederhana,
dilakukan secara fagositosis dan secara intrasel, sedangkan pada hewan vertebrata
alat pencernaanya sudah sempurna yang dilakukan secara ekstrasel (Gunarso, 2009).
Alat pencernaan ikan terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan.
Saluran pencernaan pada ikan dimulai dari rongga mulut (cavum oris). Pada rongga
mulut terdapat gigi-gigi kecil yang berbentuk kerucut pada geraham bawah dan lidah
pada dasar mulut yang tidak dapat digerakkan. Lidah ikan banyak menghasilkan
lendir, tetapi tidak menghasilkan ludah (enzim). Dari rongga mulut, makanan masuk
ke esophagus melalui faring yang terdapat di daerah sekitar insang kemudian
makanan di dorong masuk ke lambung. Lambung ikan pada umumnya membesar dan
tidak memiliki batas yang jelas dengan usus. Dari lambung, makanan masuk ke usus
yang berupa pipa panjang berkelok-kelok dan sama besarnya. Usus bermuara pada
anus (Rasyid,2012).
 Deskripsi Ikan Nila

Ikan Nila atau Oreochromis niloticus termasuk jenis hewan vertebrata yang
seluruh badannya bersisik dan mempunyai gurat sisi. Ikan Nila termasuk dalam filum
Chordata yang berarti bertulang belakang atau kerangka tubuh (Dwisang, 2008).
Ikan Nila merupakan salah satub jenis ikan yang dapat dibudidayakan di kolam dan
memiliki nilai ekonomis yang cukup penting. Potensi Ikan Nila sebagai Ikian
Budidaya cukup besar, karena memiliki kelebihan, yaitu :
Þ Mudah berkembang biak di lingkungan budidaya
Þ Dapat menerima makanan yang beragam
Þ Toleransi terhadap kadar garam/salinitas tinggi
Þ Pertumbuhannya Cepat

Habitat lingkngan Ikan Nila, yaitu : danau, Sungai, Waduk, Rawa, Sawah, dan
perairan lainnya. Selain itu Ikan nila mampu hidup pada perairan payau, misalnya
tambak dengan salinitas maksimal 29% oleh karena itu masyarakat yang berada di
daerah sekitar pantai dapat membudidayakannya khusus kegiatan pembesaran Ikan
Nila (Santoso,1996).
 Klasifikasi Ikan Nila

Menurut Dr. Trewavas (1982) klasifikasi lengkap Ikan Nilaadalah sebagi


berikut :
Fillum : chordate
Sub Fillum : vertebrata
Kelas : detoichtyas
Sub Kelas : achanthoptarigi
Ordo : parcomorphi
Sub Ordo : parchokka
Family : cichlidan
Genus : oreochromis
Spesies : niloticus sp

Nama Latin :Oroechromis niloticus


Nama Indonesia : Nila
(Ditetapkan Dirjen Perikanan 1972)
Daerah penyebaran : Afrika, Amerika, Eropa, Asia

 Morfologi Ikan Nila


Menurut Pratama (2009), ikan nila mempunyai nilai bentuk tubuh yang pipih kea
rah vertical (kompres) dengan profil empat persegi panjang kea rah anteroposterior,
posisi mulut terletak di ujung/termal.
Pada sirip ekor tampak jelas garis-garis yang vertical dan pada sirip punggungnya
garis terlihat condong lekuknya. Ciri ikan nila adalah garis-garis vertikal berwarna
hitam pada sirip, ekor, punggung dan dubur. Pada bagian sirip caudal/ ekor yang
berbentuk membulat warna merah dan biasa digunakan sebagai indikasi kematangan
gonad (Pratama, 2009).
Pada rahang terdapat bercak kehitaman. Sisik ikan nila adalah tipe scenoid. Ikan nila
juga ditandai dengan jari-jari darsal yang keras, begitupun bagian awalnya. Dengan
posisi siap awal dibagian belakang sirip dada (abdormal) (Pratama, 2009).

 Anatomi Ikan Nila


 Sistem penutup tubuh (kulit) : antara lain sisik, kelenjar racun, kelenjar lender dan
sumber-sumber pewarnaan
 Sistem otot (Urat Daging) : penggerak tubuh, sirip-sirip, insang, organ listrik
 Sistem rangka (tulang) : tempat melekatnya otot, pelindung organ-organ dalam dan
penegak tubuh
 Sistem pernafasan (respirasi): organnya terutama insang, ada organ-organ tambahan
 Sistem peredaran darah (sirkulasi) : organnya jantung dan sel-sel darah,
mengedarkan O2, nutrisi dan sebagainya
 Sistem pencernaan 1 organnya saluran pencernaan dari mulut sampai anus
 Sistem Hormon: kelenjar-kelenjar hormone untuk pertumbuhan reproduksinya dan
sebaginya
 Sistem Saraf : Organ otak dan saraf-saraf tepi
 Sistem Ekskresi dan Osmoregulasi : Organnya terutama ginjal
 Sistem reproduksi dan Embriologi : Organnya Gonad Jantan dan Betina

Ada hubungan yang sangat erat antara kesepuluh sistem anatomi tersebut,
misalnya : Menentukan cara bergeraknya daging dan system rangka. System pernapasan
dan peredaran darah O2 dari perairan di tangkap oleh darah, dipertukarkan dengan CO2
dibawa ke seluruh tubuh oleh darah (wordpress,2010.
Anatomi atau organ-organ internal ikan adalah bjantung, alat pencerna, Gonad
kandung kemih, dan Ginjal. Organ-organ tersebut biasanya diselubungi oleh jaringan
pengikat yang halus dan lunak yang disebut peritoneum. Peritoneum merupakan selaput
atau membrane yang tipis berwarna hitam y6ang biasanya dibuang joke ikan sedang
disiangi (Pratama, 2009).

 Sistem Pencernaan Ikan Nila

Sistem pencernaan pada ikan nila melalui proses sebagai berikut. Dari mulai
anggota mulut, esophagus/Kerongkongan, Lambung, usus dan terakhir anus
(Dwisang,2008).
Proses penyedeerhanaan pada ikan nila melalui cara fisik dan kimia. Sehingga
menjadi sari-sari makanan yang mudah diserap di dalam usus kemudian diedarkan ke
seluruh organ tubuh melalui system peredaran darah (Dwisang, 2008).
Sisitem pencernaan pada hewan vertebrata dibangun oleh pembuluh-pembuluh
yang sifatnya sangat muskuler, yang dimulai dari bagian mulut sampai anus. Organ-
organnya adalah rongga mulut à faring à esophagus à lambung à usus halus à usus
besar dan rektum (Pratama, 2009).

 Ekskresi dan Reproduksi


Sistem ekskresi dan reproduksi pada Ikan Nila adalah sebagai berikut
 Sistem Ekskresi
Mekanisme system Ekskresi pada ikan yang hidup di air tawar adalah :
ikan tidak banyak minum, aktif menyerap ion organic, melalui insang dan
mengeluarkan urin yang encer dalam jumlah yang besar (Dwisang, 2008).
Sistem Ekskresi melibatkan organ insang, kulit, Ginjal berfungsi mengekskresikan
zat-zat sisa metabolism yang mengandung Nitrogen (Pratama,2009).
Insang sebagai organ pernafasan ikan. Kulit sebagai organ ekskresi karena
mengandung kelenjar keringat yang mengeluarkan 5%, 10%dari seluruh metaydisme
(Pratama, 2009).

 Sistem Reproduksi
Sistem reproduksi pada jantan mempunyai tistis. Pada ikan betina mempunyai
indung telur, keduanya terletak pada rongga perut. Sebelah kandung kemih dan kanan
cili mentari keadaan Gonad Ikan sangat menentukan kedewasaan ikan, meningkat
dengan makin meningkatnya fungsi Gonad. Ikan nila umumnya memiliki gonad,
terletak pada bagian posterior rongga perut disebelah bawah ginjal (Pratama, 2009).
Nila berasal dari sungai nil, secara ilmiah/alamiah dapat berkembang biak
sepanjang tahun. Namun frekuensi pemijahan, banyak terjadi pada musim penghujan.
Ikan ini mudah berkembang biak tanpa perlakuan khusus (meitanisyah, 2010).
Sebelum melangsungkan perkawinan, nila jantan biasanya membuat kubangan
berbentuk bulat didasar perairan, kolan (Santoso, 1996).
IV. Alat dan Bahan
*Alat :
 Toples
 Timbangan digital
 Lap basah
 Saringan
*Bahan :
 Ikan nila
 Pellet
 Air

V. Prosedur Kerja
*Daya Cerna
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dipuasakan ikan nila (Oreochormus niloticus) selama 24 jam
3. Diisi air sebanyak 2,25 liter kedalam toples
4. Diberi aerasi
5. Ditimbang ikan nila
6. Dimasukan kedalam toples
7. Ditimbang pakan pellet
8. Diberi pellet secara teru menerus hingga kenyang
9. Ditunggu dengan lama waktu 3 jam
10. Digunting kain dengan ukuran 15x15 cm
11. Ditimbang kain yang telah digunting
12. Diletakan kain didalam saringan
13. Diambil sisa pakan dan sisa feses setelah didiamkan selama 3 jam
14. Dioven sisan pakan dan feses kemudian dihitung
15. Dihitung digostibirty dengan menggunakan rumus
*Waktu pengosongan lambung
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diadaptasikan ikan selama 24 jam
3. Diisi air sebanyak 2,25 l kedalam toples
4. Diberi aerasi
5. Diambil 4 ekor ikan nila lalu ditimbang
6. Dimasukan kedalam toples
7. Ditetapkan ikan 1 sebagai ikan kotrol
8. Diberi pakan 5% dari berat tubuh ikan (pakan pellet)
9. Diberi perlakuan (pellet)
10. Diamati ikan selama 3 jam
11. Dibeda ikan nila masing-masing sesuai perlakuan
12. Diambil lambung dan ditimbang
13. Dibandingkan dengan lambung ikan kontrol
VI. Hasil Pengamatan

Berat Awal (W0) Berat Akhir (Wt)


1 3,6 3,62
2 1,4 3,73
Pakan 3 5 3,68
HVS 1 4,48 0,16
2 4,48 0,17
3 4,48 0,26
VII. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum kami mengenai pencernaan tentang daya cerna atau
digestibility yang menggunakan Ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan diberi
perlakuan pakan pelet, didapatkan nilai BTM atau Berat Total Makan adalah 0,3
gram. Sedangkan BTF atau Berat Total Feses setelah diberi pakan pada selang waktu
1 jam adalah 0,04 gram. Setelah dilakukan perhitungan, dengan cara nilai BTM
dikurangi BTF dan hasilnya dibagi BTM lalu dikalikan dengan 100%. Maka di dapat
hasil 6,67% sebagai nilai digestibility atau daya cerna Ikan nila (Oreochromis
niloticus). Nilai digestibility dan Ikan nila (Oreochromis niloticus) yang di dapatkan
hampir mencapai 100% menunjukkan daya cerna ikan pada kelompok kami sangat
baik, mengingat tidak semua ikan dapat memiliki kemampuan daya cerna yang
mendekati 100%.

Lambung yang pada awalnya penuh secara berangsur-angsur akan kosong


kembali karena adanya proses pengangkutan makanan menuju usus untuk diserap
oleh tubuh. Lama waktu yang digunakan untuk mengosongkan lambung ini
dipengaruhi oleh jenis pakan dan faktor lingkungan.

Pada praktikum ini dilakukan perhitungan laju pengosongan lambung untuk


mengetahui kerja proses pencernaan. Laju pengosongan lambung dipengaruhi oleh
aktivitas daya pompa pylorus yang diataur oleh sinyal lambung pada ikan yang
kemudian mengeluarkan hormone gastrin dari antrum lambung. Volume makanan
yang bertambah dapat meningkatkan pengosongan dari lambung. Pada umumnya,
kecepatan pengosongan makanan dari lambung kira-kira sebanding dengan akar
kuadrat volume makanan yang tertinggal dalam lambung pada waktu tertentu.

Pada praktikum ini akan diukur isi lambung dari ikan yang telah diberi pakan
pellet dengan cara menimbang lambung. Setelah dihitung berat lambung dari tiap
kelompok ternyata didapatkan hasil yang berbeda-beda setiap ikan. Hal ini
disebabkan oleh bentuk dan ukuran lambung yang berbeda-beda. Derajat kepenuhan
lambung pun pada ikan akan berbeda, tergantung dari berat, panjang dan bentuk
lambung. Dengan bertambahnya ukuran ikan, besar ukuran makanannya juga
bertambah, jadi semakin besar derajat kepenuhan lambung maka semakin besar
kepenuhan lambung ikan dalam satu kali makan.
VIII. Penutup

*Kesimpulan

Dari praktikum kali ini, dapat disimpulkan bahwa :

1. Pencernaan adalah penyerderhanaan makanan menjadi molekul yang lebih kecil, agar
dapat diadsorbsi dan digunakan dalam tubuh . Proses pencernaan terjadi secara fisik
dan kimiawi. Pencernaan secara fisik dimulai dirongga mulut, yaitu dengan
berperannya gigi , Sedangkan pencernaan secara kimiawi dimulai dibagian lambung
dan dibantu dengan bantuan enzim. Organ-organ pencernaan secara kimiawi dari
mulut, rongga, faring, esophagus, lambung pylorus, usus, rektu dan anus. Proses
pencernaan terdiri dari proses pencernaan lemak, protein dan karbohidrat
2. Penentuan daya cerna ikan dapat dilihat dari jumlah pakan, komposisi pakan, kondisi
fisiologis ikan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengosongan lambung adalah jumlah pakan,
komposisi pakan, serta daya cerna.

*Saran

Saran yang bisa disampaikan pada praktikum kali ini adalah, ketika melaksanakan
praktikum, kita harus benar-benar teliti dalam membedah dan membuka sistem
pencernaan ikan agar organ-organ yang berada di dalamnya tetap utuh dan tidak ada yang
rusak. Juga keika mematikan ikan dengan penusuk harus pada bagian yang tepat, karena
ketika mematikan ikan sering kali terjadi kesalahan sehingga ikan yang ditusuk tidak
langsung mati sepenuhnya. Kebersihan di labolatorium juga harus tetap dijaga dengan
cara mencuci dan merapikan peralatan yang telah digunakan untuk praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Effendie,2002. Biologi Dasar. Media Press. Jakarta.


Eliyta. 2011. sistem pencernaan. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Gunarso,w. 2009. Sistem pencernaan pada hewan . Erlangga. Jakarta.
Kimball. 2006. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Nugrahani, Wina Pratiwi. 2012. Daya cerna dan laju pengosongan lambung.
http://id.scribd.com/ doc/109908648/Laporan-fisiologi-ikan-nila,
diakses pada tanggal 26 Juni 2019
Ngalemi Ginting. 2014. Fisiologi Hewan.Universitas Jambi. Jambi
Rasyid. 2012. Sistem pencernaan. Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan
I. Judul : Pewarnaan Tubuh dan Fototaksis

II. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui perubahan warna pada ikan
dan sifat fototaksis ikan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

III. Dasar Teori


1. Pengertian dan Jenis Fototaksis
Pola ikan pada umumnya akan membentuk schooling pada saat terang dan
menyebar saat gelap dalam keadaan tersebar ikan akan lebih mudah dimangsa
predator dibanding pada saat berkelompok. Adanya pengaruh cahaya buatan sehingga
memungkinkan mereka membentuk schooling dan lebih aman dari predator-predator.
Ikan yang tergolong fototaksis positif akan memberikan respon dengan mendeteksi
sumber cahaya, sedangkan ikan-ikan yang bersifat fototaksis negatif akan bergerak
menjauhi sumber cahaya (Ciptaningtyas 1999 dalam Makwim 2010).
Fototaksis adalah gerak taksis yang disebabkan oleh adanya rangsangan berupa
cahaya (Albawayka, 2010).Menurut Sukardi,dkk (2007), terjadinya adaptasi mata
ikan atau respon terhadap adanya cahaya (fototaksis positif) dapat ditandai dengan
naiknya kon (cone) yang terdapat pada retina mata ikan.

2. Pewarnaan Tubuh

Menurut Agusindra (2010), telah dipahami dan diklarifikasikan, pewarnaan pada


tubuh ikan dikelompokkan menjadi tiga kategori umum berdasarkan fungsinya, yakni
kamuflase, menjual diri, dan sebagai topeng mimikri.
 Kamuflase
Tipe pewarnaan ini merupakan yang paling banyak dipakai oleh ikan dan
tergolong sangat penting. Banyak dipakai oleh ikan untuk menghindar dari
berbagai macam predator yang siap untuk memangsa.
 Menjual diri
System menjual diri adalah fungsi lain warna dan perubahan warna pada
ikan. Di dalam air, air yang sudah padat dengan berbagai macam makhluk,
“menjual diri” merupakan salah satu strategi untuk menjaga eksistensi, identitas
dan juga mencari pasangan.
 Mimikri
Mimikri merupakan tipe umum ketiga dari pewarnaan dan proses barunya
oleh ikan, dalam rangka pertahanan diri atau bertahan . beberapa jenis ikan
penguraikan penampakan (atau tingkah laku) dari spesies lainnya untuk
mempertahankan diri dan atau sekalian memangsa.
Zat warna pada kulit sangat berguna untuk menahan cahaya ultraviolet dari sinar
matahari yang dapat merusak jaringan kulit. Bila terlalu lama berjemur di bawah
sinar matahari warna kulit akan berubah menjadi semakin gelap. Di lain pihak ada
jenis ikan dan salamander yang hidup di dalam gua yang gelap tidak memiliki
warna sama sekali. Warna putih dengan sedikit kemerah-merahan disebabkan
oleh warna darah yang ada di permukaan kulit. Jika hewan tersebut dipelihara di
aquarium dibawah sinar matahasi, setelah beberapa hari akan timbul bintik-bintik
warna cokelat kehitaman di bagian tubuh yang terkena sinar matahari. Hal ini dan
juga yang kita alami jika sering terkena sinar matahari dapat terjadi karena adanya
pembekuan pigmen (Adisendjaja, 2003).
Perubahan warna ikan dari warna dasarnya telah banyak diketahui,perubahan-
perubahan tersebut dengan perantaraan dari aktivitas pigmen-pigmen.Pada
intergumen yang mengandung sel-sel disebut kromatophore-
kromatophore(Fujii,1969 dalam Rustidja,1996).

3. Core dan Rod pada Ikan dan Udang

Menurut Villee, et al (1984), cahaya mengenai sel-sel batang dan kerueut, dan
mengaktifkannya, sel-sel ini kemudian membangkitkan impuls saraf. Segmen luar
tiap batang mempunyai perluasan system membrane sel dan sejumlah besar
pigmen radopsin (Yunani, rhudan. Merah jambu , opsis, penglihatan) telibat
dalam membran ini. Diketahui bahwa sel kerucut mengandung pigmen peka-
cahaya, iodopsin, yang terdiri atas retina dan protein yang berbeda. Sel kerucut
tidak sepeka sel batang terhadap cahaya dan tidak dapat memberi penglihatan
dalam cahaya redup. Fungsi utama sel kerucut adalah untuk mengenal warna.
Pancaran cahaya dari sebuah obyek difokuskan dalam retina untuk menghasilkan
pentulan gambar. Retina terdiri dari dua jenis reseptor untuk cahaya. Cone untuk
membedakan warna dan rode untuk mengatur insentisas cahaya (Suendsen and
Anthony,1984).

4. Pengaruh Cahaya Terhadap Pergerakan Ikan

Cahaya merupakan bagian yang fundamental dalam menemukan tingkah laku


ikan di laut (Woodheat, 1966), stimuli cahaya terhadap tingkahlaku ikan sangat
kompleks antara lain intensitas. Sudut penyebaran, polarisasi, komposisi
spektralnya dan lama penyinaran (Hiwl, 1963) telah melakukan suatu telaah
mengenai menglihatan dan penerimaan cahaya oleh ikan dan menyimpulkan
bahwa mayoritas mata ikan larut sangat tinggi rensifilasnya terhadap cahaya.
Tidak semua cahaya dapat diterima oleh mata ikan, cahaya yang dapat diterima
memiliki panjang gelombang pada interval 400-750m. (Mitsugi, 1974 nikororav
1975 dalam Sucitra 2010).
Cahaya yang dikeluarkan oleh jasad hidup dinamakan iuminens, yang umumnya
berwarna biru atau biru kehijauan. Terdapat dua sumber cahaya yang dikeluarkan
oleh dan keduanya terdapat pada kulit, yaitu cahaya cahaya yang dikeluarkan oleh
bakteri yang bersimbiose dengan ikan cahaya yang dikeluarkan oleh ikan itu
sendiri. Ikan-ikan yang dapat mengeluarkan cahaya umumnya tinggal dibagian
laut dalam dan hanya sedikit yang hidup diperairan dangkal. Sebagian
daripadanya bergerak kepermukaan untuk mencari makanan. Ikan-ikan ini
umumnya mendiami habitat pada kedalaman antara 500-1.000 meter (Rahardjo,
1989).

5. Klasifikasi Warna
Menurut Adi Sendjaja (2003), selain tidak berwarna binatang yang hidup
di gua juga tidak mampu melihat warna. Berkaitan dengan hal tersebut ada aturan
yang cukup berlaku umum tetapi tentu ada pengecualian. Aturan tersebut adalah
aturan Gloger, yang berbunyi : Pada spesies hewan yang homoplem (berdarah
panas), pigmen hitam meningkat habitat yang hangat dan lembab, pigmen kuning
kecokelatan dan merah sangat umum dihabitat kering, dan pigmen akan
berkurang di daerah beriklim dingin. Secara umum dapat dikatakan bahwa warna
hanya dapat terlihat pada bagian-bagian yang terkena cahaya matahari.
Sesuai dengan kandungan pigmen-pigmen warna kromatophere pada ikan pada
umumnya diklarifikasikan menjadi melanophore (cokelat atau hitam), eritrophore
(merah), kantophore (kuning), iridophore (berkilau-kilauan), leucophore dan
iridophore mengandung kristal-kristal kecil dimana dapat berpindah ke belakang
dan ke muka dalam sitoplasma, kemudian menjadi kristal-kristal besar yang tak
mampu berpindah dan biasanya menumpuk dalam lapisan-lapisan (Fujii 1969,
dalam Rustidja, 1996).

6. Pewarnaan Tubuh Ikan

Menurut Evans, (1993), ketika kromatofor dari berbagai jenis saling tumpang
tindih satu sama lain, maka campuran warna pigmen yang komponennya
subtraktif dapt menjelaskan fenomena warna makroskopis. Hal ini dianggap
seperti percampuran cat, ketika sel-sel yang berbeda warna ditempatkan
berdampingan : warna-warna yang dihasilkan merupakan campuran warna aditif.
Seperti tercetaknya warna tubuh ikan yang terluar. Warna tubuh dari beberapa
ikan merupakan hasil dari integrasi efek tersebut.
Menurut Rahardjo dkk (1989), kromatofor terdapat di dalam lapisan dermis pada
kulit atau dibawah sisik. Sel ini mempunyai butir-butir pigmen yang merupakan
sumber warna sesungguhnya. Butir pigmen ini dapat menyebar ke seluruh sel atau
mengumpul pada satu titik. Pergerakan inilah yang menyebabkan perubahan
warna pada ikan. Jika butir-butir pigmen mengumpul pada suatu titik maka warna
yang dihasilkan secara keseluruahan nampaknya pucat. Sedangkan jika butir
warna menyebar, maka warna akan terlihat jelas, tergantung pada butir pigmen
warna tersebut.
Perubahan warna yang terjadi karena hewan mempunyai kromatofor pada
kulitnya. Kromatofor adalah sel yang mengandung pigmen. Dibawah kendali
endoktrin, kromatofor dapat mengubah penyebaran pigmen pada sel pigmen
(terkumpul atau tersebar) dalam ukuran menit atau detik (Isnaeni, 2006).

7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Warna

Menurut Rahardjo (1989), pemiripan warna secara umum antara ikan dengan
latar belakangnya merupakan karakteristik dasar ikan untuk memiripkan tayangan
dan corak habitat dimana mereka tinggal. Perubahan warna sering juga terjadi
berhubungan dengan musim, dengan siang dan malam hari dan sering
berhubungan dengan kondisi dihabitatnya. Satu bentuk dari pemiripan warna
berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh atau struktur tubuh.
Hewan yang bergerombol dan berkumpul memiliki prinsip yang sema dengan
penglihatannya satu sama lain, beberapa dari hewan tersebut berkomunikasi
dengan sinyal penglihatan seperti pada ikan tuna. Beberapa hewan mengalami
pekembangan seksual yang berbeda terhadap warna dan sering berubah warna
selama masa perkawinan, mungkin ini adalah salah satu cara berkomunikasi
(Royce, 1972).
Sel-sel pigmen (khromatofore) pada dermis memiliki kemampuan berubah
untuk menyesuaikan dengan lingkungannya, aktifitas seksual atau keran penyakit.
Kemampuan ini juga didinduksi oleh modul yang terkontrol melalui kemampuan
absortif dan refliktif dari khromatofora (Irianro, 2005).
IV. Alat dan Bahan

*Alat :
 Toples
 Kantung plastik warna kuning, biru, merah , dan hitam.
 Senter
 Stopwatch
*Bahan :
 Ikan Botok
 Air

V. Prosedur Kerja

*Pewarnaan Tubuh
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dimasukan ikan Botok kedalam toples yang telah berisi air sebanyak 3 liter
3. Diberi aerasi
4. Diadaptasikan selama 15 menit
5. Dicatat warna awal tubuh
6. Ditutup dengan perlakuan warna kuning, biru, dan merah
7. Diberi pencahayaan
8. Dibiarkan selama 12 jam
9. Dicatat perubahan waktu
10. Dicatat waktu saat kembali normal
11. Diamati warna akhir

*Fototaksis
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diisi air sebanyak ¾ bagian dari toples dan diberi aerasi
3. Dilapisi seluruh bagian toples dengan plastik gelap
4. Dimasukan ikan kedalam toples
5. Ditunggu sampai keadaan gelap
6. Diberi biasan cahaya senter
7. Diamati tingkah laku
VI. hasil
 Pewarnaan
no Jenis ikan Perlakuan Perubahan warna
dengan warna
Warna awal Warna akhir

1 Ikan I Kuning Warna tubuh hitam Hitam dan terdapat


agak kecoklatan garis vertical,
Ventral sentral putih, dan
warna dorsal hitam

2 Ikan II Biru Warna Warna


putih kebiruan tubuh kebiruan

3 Ikan III Merah Warnah Warnah


tubuh kuning tubuh kemerahan

*Fototaksis
No Jenis Ikan Keteragan
1 Ikan I Mendekati cahaya
2 Ikan II Menjahui cahaya

3 Ikan III Mendekati cahaya


VII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini langkah pertama ialah menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan. Pada percobaan kali ini, kami melakukan dua pengamatan yaitu tentang fototaksis
dan pewarnaan tubuh.
Pada praktikum kali ini kami mengamati tentang pewarnaan tubuh dan fototaksis. Objek yang
diamati disini ialah ikan botok.
Pada pengamatan mengenai pewarnaan tubuh pada ikan botok, kami menggunakan 3
perlakuan yaitu menggunakan plastic berwarna kuning, berwarna biru, dan berwarna merah.
Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan, didapatkan hasil yaitu : Pada ikan botok I
yang diberi perlakuan dengan warna kuning mengalami perubahan yaitu pada awalnya tubuhnya
berwarna hitam kecoklatan berbah menjadi hitam pekat, dengan terdapat garis vertical, sentral
putoh beserta warna dorsal yang hitam. Pada ikan botok II yang diberi perlakuan dengan
menggunakan kantung plastic berwarna kuning didapatkan hasil yaitu agak sedikit mengalami
perubahan warna, yang awalnya berwarna putih biru berubah menjadi kebiruan. Pada ikan Botok
III yang diberi perlakuan dengan menggunakan kantung plastic berwarna merah, didapatka hasil
yaitu warna awal pada tubuh kuning berubah menjadi warna kemerahan.
Pada praktikum kali ini, kami juga mengamati mengenai fototaksis. Objek yang diguankan disini
masih sama yaitu pada ikan botok yang diberi perlakuan mengguakan kantung plastic berwarna
hitam dan diberi cahaya senter lalu diamati tingah lakunya apakah iakn tersebut bergerak
emndekati acahaya atau bergerak menajauhi cahaya.
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada pengamatan fototaksis, pada ikan botok I terlihat
bergerak mendekati cahaya, hal ini menunjukan ikan berfototaksis positif habitat hidupnya
berada diperukaan atas air yang memerlukan cahaya. Pada ikan botok II terlihat bergerak
menjahui cahaya, hal ini menunjukan bahwa ikan berfototaksis negative hidupnya berada di
bawah dan bergerak menjahu cahaya. Dan pada ikan Botok III terlihat bergerak mendekati
cahaya, hal ini menunjukan ikan berfotaksis positif dan habitatnya hidupnya berada
dipermukaan atas air yang memerlukan cahaya.
VIII. Penutup
 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa
fototaksis merupakan gerak taksis yang disebabkan oleh rangsangan yang berupa cahaya.
Pewarnaan tubuh pada ikan dibagi menjadi 3 yaitu : kamuflase, menjual diri, dan
mimikri. Serta faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal meliputi kondisi fisiologis ikan, jeniskelamin, kondisi
pigmen. Sedangkan faktor eksterna meliputi habitat, makanan, usia, serta aktivitas ikan.
 Saran

Dalam melakukan praktikum diharapkan praktikan lebih fokus agar hasil yang diperoleh
tidak keliru dan kepada asisten diharapkan agar bisa lebih sabar dalam menuntun praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Effendie,2002. Biologi Dasar. Media Press. Jakarta.


Eliyta. 2011. Fisiologi Hewan. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Gunarso,w. 2009. Fisiologi Hewan Jilid I . Erlangga. Jakarta.
Kimball. 2006. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Nugrahani, Wina Pratiwi. 2012. Pewarnaan dan fotoaksis. http://id.scribd.com/
doc/109908648/Laporan-fisiologi-ikan-nila,
diakses pada tanggal 26 Juni 2019
Ngalemi Ginting. 2014. Fisiologi Hewan.Universitas Jambi. Jambi
Rasyid. 2012. Efek pewarnaan dan fototaksis. Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan
I. Judul : Sistem Saraf

II. Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui kerja otak dalam mengadakan
koordinasi terhadap organ tubuh ikan dan untuk mengetahui fungsi dari masing-
masing bagian otak.

III. Dasar Teori


Vertebrata menanggapi rangsangan lingkungan melalui organ-organ indera, lalu
disampaikan ke otak atau sumsum tulang belakang setelah itu baru ke otot atau
kelenjar. Ikan memiliki variasi habitat dan perbedaan anatomi yang lebih besar dari
kelompok vertebrata lainya . hal inilah yang menyebabkan sering menimbulkan
informasi simpang siur mengenai ikan yang meliputi informasi tentang sistem saraf
dan endokrinya. (Lagler, 1977)
Sistem syaraf terbagi atas:
Sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang)
Sistem saraf tepi (otonom)
A. Sistem saraf pusat
1. Otak
Otak memiliki fungsi utama yaitu:
o menerima input dan menginterpretasikan informasi dari semua organ-organ
sensor,baik intenal maupun eksternal
o menghasilkan output berupa perintah untuk koordinasi semua bagian badan
sebagai impuls saraf atau hormon integrasi antara kedua aspek fungsi otak.
Bagian-bagian otak dari muka ke belakang adalah sebagai berikut:
a. Telensefalon
Wilayah yang paling anterior dari otak disebut juga otak depan. Pada ikan berfungsi
untuk penerimaan, elaborasi, dan penghantar impuls bau. Ukuran
telensefalonbervariasi sesuai dengan kebutuhan ikan. Pada hiu (Elasmobranchii) dan
ikan bertulang sejati (Osteichthyes), saraf penciuman sebelah kiri disertai oleh
sepasang saraf yaitu saraf terminal kecil . Saraf ini diketahui memiliki vasomotor
untuk fungsi sensorik. Pada bagian anterior telencephalon terdapat sebuah bulbus
pencium dan dibagian caudalnya terdapat lobus penciuman dan dua bagian
internalnya berupa
rongga ventrikel otak I dan II. Pada bagian ventrolateral lobus ini terdapat ganglion
besar dan korpus striatum, yang merupakan pusat korelasi terutama untuk
menyampaikan impuls bau pada posterior sensorik. Meskipun penciuman merupakan
fungsi yang jelas dari telensefalon , tetapi itu bukanlah satu-satunya fungsi dari
telensefalon seperti yang terdapat pada ikan rayfin yang diduga melayani tambahan
kegiatan fungsi fasilitasi umum lebih rendah

Perusakan dari otak depan telah menunjukkan kurangnya spontanitas dari ikan
mas koki (Carassius auratus) dalam mengeksplorasi lingkungan mereka. Ikan tilapia
(Tilapia) kehilangan kemampuan untuk merawat anaknya sendiri ketika otak depan
nya dirusak. Pada ikan mas (Cyprinidae)menunjukan prilaku kurang waspada dan
tidak bisa membaca situasi baru dari keadaan sekitarnya. Ikan tilapia tertentu yang
biasa memberikan perhatian dan perlindungan terhadap anaknya, setelah
telencephalonnya dirusak menjadi bersifat tidak acuh terhadap anak-anaknya. Ikan
Betta splendens akan kehilangan tingkah laku seksnya akibat pengrusakan
telencephalon. Perusakan otak depan dapat menyebabkan terjadinya penekanan
perilaku agresif, seksual, dan sifat keibuan pada ikan Gasierosreus aculearus (Lagler,
1967)
a. Diencephalon
Diensefalon terletak di sebelah belakang dari telencephalon bagian ventral. Bersama-
sama dengan telencephalon termasuk bagian dari otak muka (prosencephalon). Pada
diencephalon terdapat thalamus, hypothalamus, lobus inferior, dan saccus vasculosus.
Dalam beberapa ikan seperti lamprey (Lamperra), gars (Lepisosreus), dan bowtin
(Amia), dorsalis saccus meluas lateral dan frontal, bahkan lebih besar dari
telencephalon. Pada lamprey (Petrornyzonidae), parapineal dan organ pineal, juga
dikenal sebagai organ epiphysial, merupakan organ organ yang berkembang. Namun,
pada hiu dewasa (Elasmobranchii) dan ikan bertulang sejati hanya organ pineal saja
yang berkembang. Embrio beberapa ikan bertulang sejati , seperti pada whitefishes
(Coregonus), menunjukkan jika kedua organ tersebut berkembang selama fase
embrio awal, tetapi parapineal ini kemudian hilang dan hanya menyisakan pineal saat
dewasa. Pada Lamprey dan hagfishes (Cyclostomata), organ pineal terhubung ke
ganglion habenular yang memiliki retina, pigmen sel, dan struktur seperti lensa.
Pada hiu umumnya organ pineal kurang berkembang dengan baik pada kelas
cyclostomes begitu juga dengan ikan bertulang sejati . Organ pineal akan
berkembang dengan baik jika jenis ikan tersebut merupakan ikan yang melakukan
migrasi secara vertikal. Seperti yang terdapat pada ikan hatchetfishes
(Argyropelecus), lele (seperti Anus dan Macnones), dan pada halibeaks
(Hemiramphus). Organ pineal adalah struktur yang berfungsi sebagai photosensory,
kemoreseptor terhadap tekanan dan mediator dalam respon penciuman untuk
exohormones. Dalam sekretori peran kelenjar pineal terutama kelenjar sekresi
eksternal
Diencephalon dapat dibagi menjadi wilayah epitalamus dengan ganglia yang
habenularnya yang meliputi thalamus dan hypothalamus. Di bawah hipotalamus
terdapat hipofisis atau kelenjar pituitari. Kelenjar pituitari ini melekat pada bagian
dasar otak lamprey. Thalamus berfungsi sebagai pusat estafet untuk rangsangan
penciuman.
b. Mesencephalon
mesencephalon atau otak tengah ikan mempunyai ukuran relatif besar. Mesensefalon
terdiri dari tectum RSAL optik, pada dorsal terdapat dua lobus optik, dan pada
ventral terdapat tegmentum. Tectum terdiri dari zona sel-sel saraf atau neuron.
Sebagian besar serat-serat saraf optik berakhir di tectum. Ikan, seperti lainnya
vertebrata, lensa cembung di mata mereka membuat efek gambar terbalik pada retina,
tetapi dengan menggunakan pola tectal gambar diproyeksikan seperti aslinya.
Stimulasi listrik dan perusakan dari otak tengah menunjukkan kurusakan visual dan
tanggapan otot . Misalnya Ikan mas Crucian (Carassius Carassius) tidak dapat
membedakan posisi cahaya (orientasi spasial). ikan mas juga akan mengalami
kesulitan dalam menemukan posisi stimulus suara.
c. Metencephalon
Pada metencephalon terdapat bagian menonjol yang disebut Cerebellum,
memiliki fungsi utama yaitu mengatur kesetimbangan tubuh dalam air, mengatur
tegangan otot dan daya orientasi terhadap ruang. Pada ikan bertulang sejati
cerebellum terbagi atas dua bagian besar, yaitu valvula membrane dan corpus
membrane yang besarnya tergantung spesiesnya. Beberapa jenis ikan yang memiliki
cerebellum dengan ukuran besar, terutama pada ikan yang menghasilkan listrik
(mormyridae) dan ikan perenang cepat (mackerel dan tuna).
a. Myelencephaion
Myelencephalon merupakan bagian otak paling belakang (posterior), dengan
membran oblongata sebagai komponen utamanya. Komponen ini merupakan pusat
untuk menyalurkan rangsangan keluar melalui saraf cranial. Myelencephalon
merupakan pusat dari saraf sensorik kecuali pada saraf kranial penciuman (I) dan
penglihatan ( II ) . Pada ikan Clupea pallasi, dan Trichiurus sp, medulla oblongata
membesar, dibagian ini terdapat organ yang dinamakan cristae membrane yang
diduga ada hubungannya dengan kecendrungan ikan untuk berkelompok
b. Saraf Cranial
Dari otak, terdapat 11 saraf otak (nervi cerebralis) yang menyebar ke organ-organ
sensori tertentu dan otot-otot tertentu. Sebagian
besar saraf otak tersebut berhubungan dengan bagian-bagian kepala, tetapi ada juga
yang berhubungan dengan bagian-bagian tubuh.
1. Nervus terminalis (NC 0), saraf kecil yang bergabung dengan NC I, berhubungan
dengan otak depan, serabut-serabut sarafnya tersebar mengelilingi bulbus
olfactorius.Fungsinya mungkin meliputi sensori somati dan sensori khusus.
2. Nervus olfactorius (NC I), menghubungkan organ olfactorius dengan pusat
olfactorius otak depan, berfungsi membawa impuls bau-bauan.
3. Nervus opticus (NC II), menghubungkan retina mata dengan tectum
opticum,berfungsi membawa impuls penglihatan.
4. Nervus oculomotoris (NC III), merupakan saraf motor somatik yang mengatur otot
mata musculus obliquus inferior, muculus rectus superior, musculus rectus inferior,
dan musculus rectus internal. Berhubungan dengan otak mesencephalon.
5. Nervus trochlearis (NC IV), berhubungan dengan otak mesencephalon, merupakan
saraf motor somatik yang menginervasi otot mata musculus obliquus superior.
6. Nervus trigeminalis (NC V), terbagi atas tiga cabang yaitu nervus ophthalmicus
dan nervus maxillaris (merupakan saraf sensori somatik) serta nervus mandibularis
(saraf sensori somatik dan saraf motor somatik). Nervus ini menghubungkan bagian
kepala dan rahang dengan medulla oblongata. Fungsinya berkaitan dengan kepekaan
kulit terhadap panas dan sentuhan.
7. Nervus abducens (NC VI), merupakan saraf motor somatik yang menghubungkan
bagian depan medulla oblongata dengan otot mata musculus rectus
external. Fungsinya berhubungan dengan penarikan otot penggerak biji mata.
8. Nervus facialis (NC VII), tersusun atas tiga cabang yaitu nervus ophthalmicus
superficialis, nervus buccalis, dan nervus hyomandibularis. Saraf cabang ini berkaitan
dengan saluran garis rusuk (linea lateralis) di atas kepala, penerima rasa pada kepala
dan tubuh, serta penerima rangsangan sentuhan. Berhubungan dengan NC V dan NC
pada medulla oblongata. Saraf ini punya komponen yang berkaitan dengan sensori
somatik, sensori visceral, dan fungsi motor visceral.
9. Nervus acousticus (NC VIII), sering dianggap sebagai cabang dari nervus
acousticofacialis pada ikan, mempunyai fungsi sensori somatik yang berkaitan
dengan telinga bagian dalam.
10.Nervus glossopharyngeal (NC IX), terdiri dari komponen sensori dan motoris yang
melayani bagian insang pertama. Fungsinya berkaitan dengan garis rusuk, organ
pengecap pada pharynx dan otot-otot insang.
11.Nervus vagus (NC X), memiliki beberapa percabangan. Cabang supratemporal dan
cabang garis rusuk melayani sistem garis rusuk. Cabang branchial menuju ke bagian
posterior celah insang. Cabang visceral melayani organ-organ internal. Cabang
dorsal recurrent menginervasi penerima rasa.
2. Sumsum Tulang Belakang
Sumsum tulang belakang, bersama dengan otak, membentuk sistem saraf pusat
(SSP). Ini menyerupai, tali berwarna krem yang tebal dan terdiri dari saraf yang
menyampaikan pesan antara otak ke seluruh tubuh. Sumsum tulang belakang
membentang dari medulla oblongata yang terletak pada bagian bawah otak ke
punggung bawah dan ditempatkan di sebuah terowongan yang dibuat oleh tulang
vertebra tulang belakang.
Ikan berahang pada umumnya memiliki ganglia tulang belakang pada neuron
sensorik dari saraf dorsal walaupun pada banyak family, seperti ikan mas
(Cyprinidae), cods (Gadidae), Percidae, dan Sciaenidae, beberapa serat aferen
merupakan penghantar dari ganglia supramedullary dan inframedullary. Pada hiu
(Squaliformes) sampai ikan bertulang sejati (Osteichthyes), terdapat diferensiasi dan
pembagian saluran serat antara otak dan sumsum tulang belakang. Pada searobins
(Triglidae), bagian anterior yang panjang dan terpisah dari sirip dada membawa
reseptor khusus, taktil dan kimia. Saraf sensorik dari bagian anterior ini ditandai oleh
adanya pembengkakan pada sumsum tulang belakang.
IV. Alat dan Bahan

*Alat :
 Toples dengan kapasitas 3 liter
 Nampan
 Stopwatch
 Penggaris
 Lab basah
*Bahan :
 Ikan nila
 Air tawar

V. Prosedur Kerja

*Keseimbangan tubuh ikan


1. Disiapka alat dan bahan
2. Disiapakn 3 toples buah toples masing-masing beukuran 3 liter
3. Diisi air ¾ bagian dari toples tersebut
4. Dimasukan 3 ekor ikan nila kedalam masing-masing toples tersebut
5. Diadaptasikan ikan tersebut selama 15 menit
6. Diberi kejutan berupa arus bunyi dan sentuhan beserta dipotong siripnya pada
toples pertama
7. Diamati tingkah laku sebagai ikan control
8. Ditetesi 3 tetes minyak GPU kefalam toples ke dua, diikuti dengan kejutan
arus bunyi (music) dan diikuti dengan sentuhan tiap 2 menit selama 20 menit
9. Diamati tingkah laku dan dicatat
10. Di tusuk ikan nila dan diberi kejutan bunyi serta pemotongan sirip portal dan
caudalnya diikuti dengan pemberian bunyi dan sentuhan
11. Damati tingkah laku
12. Dicatat hasil pengamatan
VI. Hasil Pengamatan

 Keseimbangan tubuh ikan Nila setelah diberi perlakuan bunyi, sentuhan, dan arus
1. Ikan Nila I
Sebelum sirip ikan Nila dipotong kiri kanan dan mata ditusuk:
Selama 20 menit pertama bagian ventral dan rudal di goyangkan , jika diberi
sentuhan ikan akan bergerak aktif dan sebaliknya. Diberi kejutan dibunyikan
musik ikan Nila diam dan tenang sambil mengoyangkan sirip dalamnya.
Sesudah sirip ikan Nila dipotong kiri kanan dan mata ditusuk:
Selama 20 menit pertama jika disentuh bagian operculunya akan terbuka dan
tertutup dengan lambat atau perlahan. Diberi kejutan dibunyikan musik ikan Nila
bergerak aktif sambil menggerakan sirip caudalnya.
2. Ikan Nila II
Di tetesi minyak GPU:
Diberi kejutan dibunyikan musik, pada 3 menit pertama bergerak berpindah
tempat, menit ke-6 ekor tenang,sirip bergerak dan berpindah tempat, menit ke-7
sirip kanan bergerak, menit ke-9 diam, diberi sentuhan ikan Nila berpindah
tempat, tidak disentuh ikan diam tapi siripnya bergerak, menit ke-11 tanpa
sentuhan ikan Nila berpindah tempat, menit ke- menit ke-15 tanpa sentuhan sirip
bergerak dan berpindah tempat dengan cepat, menit ke-20 ikan berpindah tempat.
3. Ikan Nila III
Dipotong sirip pectoral:
Pada menit ke-1 sampai ke-15 ketika diberi sentuhan ikan Nila bergerak dengan
cepat dan lincah, diberi kejutan dibunyikan musik ikan tidan memberikan respon
apapu atau diam.
VII. Pembahasan

Pada praktikum kali ini, mengenai sistem saraf yang bertujuan untuk mengetahui
sistem kerja oak dala mengadakan koordinasi terhadap ogan tubuh ikan dan untuk
mengetahui fungsi dari masing-masing bagian otak. Objek yang kami gunakan disini
ialah ikan nilapada pengamatan kami ini, kami melakukan 3 perlakuan yang berbeda
pada ketiga ikan nila tersebut.
Pada ikan nila I, sebelum di beri perlakuan ikan nila terebut didiamkan selama 15
menit. Tujuan nya yaitu agar ikan beradaptasi. Setelah 15 menit didiamkan, dan diamati
perubahannya. Perubahan yang terjadi ialah Selama 20 menit pertama bagian ventral dan
rudal ikan di goyangkan , jika diberi sentuhan ikan akan bergerak aktif dan sebaliknya.
Diberi kejutan dibunyikan musik ikan Nila diam dan tenang sambil mengoyangkan sirip
dalamnya.
Kemudian ikan nila dipotong sirip kanan dan kirinya serta ditusuk matanya dan amati
perubahan yang terjadi. Perubahan yang terjadi sesudah sirip ikan Nila dipotong kiri
kanan dan mata ditusuk yaitu Selama 20 menit pertama jika disentuh bagian
operculumnya, maka akan terbuka dan tertutup dengan lambat atau perlahan. Kemudian
jika diberi kejutan dengan bunyi music maka ikan Nila akan aktif bergerak aktif sambil
menggerakan sirip caudalnya.
Pada ikan Nila II, sebelum di beri perlakuan ikan juga didiamkan selama 15 menit
untuk beradaptasi. Setelah 15 menit ikan diberi perlakuan dengan ditetesi minyak GPU
sebanyak 3 tetes diikuti dengan kejutan berupa music selama 20 menit dan diberi
sentuhan tiap 3 menit selama 20 dan diamati perubahannya. Hasilnya yaitu : pada 3
menit pertama bergerak berpindah tempat, menit ke-6 ekor tenang,sirip bergerak dan
berpindah tempat, menit ke-7 sirip kanan bergerak, menit ke-9 diam, diberi sentuhan ikan
Nila berpindah tempat, tidak disentuh ikan diam tapi siripnya bergerak, menit ke-11 tanpa
sentuhan ikan Nila berpindah tempat, menit ke- menit ke-15 tanpa sentuhan sirip
bergerak dan berpindah tempat dengan cepat, menit ke-20 ikan berpindah tempat.
Pada ikan nila ke III, sebelum diberi perlakuan juga didiamkan selama 15 menit untuk
beradaptasi. Kemudian setelah 15 menit diberi perlakuan dengan cara memotong sirip
pectoral dan diamati perubahan yang terjadi. Hasilnya yaitu : Pada menit ke-1 sampai
ke-15 ketika diberi sentuhan ikan Nila bergerak dengan cepat dan lincah, diberi kejutan
dibunyikan musik ikan tidan memberikan respon apapu atau diam.
VIII. Penutup

*Kesimpulan
Dari praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa :
Sistem saraf dibagi menjadi system saraf pusat dan system saraf periferi. Sistem
saraf pusat terdiri otak dan medula spinalis. Otak pada ikan dapat dibagi menjadi lima
bagian yaitu telencephalon, diencephalon, otak tengah mesencephalon, metencephalon
dan myelencephalon. Sistem saraf periferi terdiri dari saraf cranial dan spinal beserta
cabang-cabangnya. Sistem saraf otonom merupakan bagian dari sistem perifera,
mempengaruhi otot polos dan kelenjar. Unit terkecil system saraf adalah sel saraf atau
neuron. Neuron merupakan sel fungsional pada sistem saraf, yang bekerja dengan cara
menghasilkan potensial aksi dan menjalarkan impuls dari satu sel ke sel berikutnya.
Pembentukan potensial aksi merupakan cara yang dilakukan sel saraf dalam
memindahkan informasi. Pembentukan potensial aksi juga merupakan cara yang
dilakukan oleh sistem saraf dalam melaksanakan fungsi kendali dan koordinasi tubuh.
Impuls dapat dikatakan sebagai ”aliran listrik” yang merambat pada serabut saraf. Jika
sebuah serabut saraf tidak menghantarkan impuls, dikatakan bahwa serabut saraf tersebut
dalam keadaan istirahat. Impuls dapat dihantarkan melalui sel saraf dan sinapsis.
*Saran
Saran saya agar kedepannya praktikan lebih serius lagi dan lebih teliti lagi dalam
melakukam pengamatan agar hasil yang didapat akurat dan tidak bertolak belakang dari
teori yang sudah dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA

Effendie,2002. Biologi Dasar. Media Press. Jakarta.


Eliyta. 2011. sistem saraf. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Gunarso,w. 2009. Sistem saraf pada hewan . Erlangga. Jakarta.
Kimball. 2006. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Nugrahani, Wina Pratiwi. 2012. Daya sistem saraf pada ikan. http://id.scribd.com/
doc/109908648/Laporan-fisiologi-ikan-nila,
diakses pada tanggal 26 Juni 2019
Ngalemi Ginting. 2014. Fisiologi Hewan.Universitas Jambi. Jambi
Rasyid. 2012. Sistem saraf. Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan

Anda mungkin juga menyukai