OLEH
3. Pengertian Difusi
Difusi ialah penyebaran, disini penyebaran molekul-molekul suatu zat;penyebaran itu ditimbulkan oleh
suatu gaya yang identik dengan energi kinetis tersebut (Dwidjoseputro, 1986).Difusi dapat terjadi
karena gerakan acak continue yang menjadi ciri khassemua molekul yang tidak terikat dalam
suatu zat padat. Tiap molekul bergeraksecara lurus sampai ia bertabrakan dengan molekul lainnya
(Kimball, 1994).Ini adalah perembesan zat dan ruang berkonsentrasi lebih tinggi ke ruangyang
berkonsentrasi lebih rendah. Perembesan itu mungkin tanpa lewat sekat,
berlangsung dalam protoplasma sendiri seperti dari satu ujung retikulumendoplasma ke ujung yang lain
(Yatim,2003).
5. Organ Osmoregulasi
Adapun organ-organ tubuh yang berperan sebagai tempatberlangsungnya osmoregulasi adalah
insang, saluran pencernaan, intergumen(kulit) dan organ eksresi pada kelenjar antena (Mantel dan
Farmer 1983, dalamKordi dan Andi, 2007).Menurut Yunus (2009), organ osmoregulasi yaitu :
a. InsangPada Insang, sel-sel yang berperan dalam osoregulasi adalah sel-selchloride yang
terletak pada dasar lembaran-lembaran insang. Perubahan ionpada sel-sel Chlorida
osearodrom berbeda dengan patdrom. Pada diadromselama migrasi antara air tawar dan air
laut membran dan mitokondria selmengalami perubahan besar sehingga dapat bersifat seperti
oseadrom bilaberada di air laut dan potadrom bila di air tawar.
b. GinjalGinjal melakukan dua fungsi utama : (1) mengeksresikan sebagian besar produk
akhir metabolisme tubuh, (2) Mengatur konsentrasi cairan tubuh.
c. UsusSetelah air masuk divalent tetap di dalam usus sebagai cairan rectal agar osmolaritas
usus sama dengan darah.d. Hormon osmoregulasiOrgan yang terlibat dalam osmoregulasi diatur oleh
hormon, kelenjar yangbertanggung jawab terhdap proses osmoregulasi antar lain pituitary, ginjal
danurophisis.
*Alat :
Toples
Timbangan
Stopwatch
*Bahan :
Nacl
Air
Empedu Sapi
Ikan Lele
V. Prosedur Kerja
*Pengamatan Empedu :
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
Diisi 2,5 ml air kedalam toples yang telah disediakan
Ditimbang berat Nacl sesuai dengan toleransi yang diinginkan dan dilarutkan
kedalam air
Ditimbang empedu sapi untuk mengetahui berat awalnya (W0)
Empedu yang telah ditimbang kemudian dimasukan kedalam toples yang telah
berisi larutan Nacl dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu : 0 ppt, 20 ppt,
dan 40 ppt.
Diamati perubahan empedu setiap 20 menit selama 2 jam
Ditimbang berat akhir (Wt)
*Toleransi Salinitas :
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
Diisi air sebanyak 2,5 ml kedalam baskom (toples) yang telah disediakan
Ditimbang Nacl sesuai dengan toleransi yang diinginkan dan dilarutkan
kedalam air
Ditimbang ikan lele yang telah disiapkan untuk mengetahui berat awalnya (W0)
Ikan lele yang telah ditimbang kemudian dimasukan kedalam toples yang telah
berisi larutan Nacl dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu : 0 ppt, 20 ppt,
dan 40 ppt.
Diamati tingkah laku ikan lele setiap 20 menit selama 2 jam
Ditimbang berat akhir (Wt)
VI. Hasil
*Data Kualitatif
20 menit pertama : Empedu putih memudar
20 menit ke II : Empedu putih Pucat dan warna air tetap
20 menit ke III : Empedu bagian atas putih, bagian bawah kuning
20 menit ke IV : Empedu makin mengembang dan warna air menajdi
Kuning
20 menit ke V : Empedu makin Pucat dan makin mengembang
20 menit ke VI : Empedu makin berwarna putih pucat bercampur
kuning dan air menjadi kuning
*Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : Dengan
semakin meningkatnya perbedaan salinitas juga menimbulkan perbedaan tekanan
lingkungannya. Akibatnya larutan garam masuk ke dalam jaringan tubuh ikan lele
melalui membran semipermiabel dalam jumlah yang berlebihan, sehingga cairan tubuh
ikan lele menjadi lebih pekat. Semakin pekat cairan dalam tubuh ikan maka kemampuan
darah untuk mengikat DO menjadi berkurang, akibatnya ikan tersebut akan mati tetapi
dan kelangsungan hidupnya menurun.
*Saran
Saran kedepannya agar mahasiswa lebih aktif lagi dan lebih serius dalam
melakukan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
II. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk dapat mengetahui pengaruh perlakuan
suhu yang berbeda terhadap proses respirasi pada ikan.
2. Jenis-Jenis Respirasi
Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara organisme dan
lingkungannya dikenal sebagai respirasi aerob. Respirasi anaerob.
Karbondioksida yang diberikan dari organisme tertentu tidak ada oksigen yang
diambil. Kebutuhan oksigen diperoleh dari susunan karbohidrat dan lemak dalam
tubuh. Inilah yang disebut dengan respirasi anaerob (Weichert, 1959).
Menurut Imam Abror (2010), respirasi dapat digolongkan menjadi 2 jenis
berdasarkan persediaan O2 di udara, yaitu respirasi aerob dan anaerob. Respirasi
aerob merupakan proses respirasi yang membutuhkan O2, sebaliknya respirasi
anaerob merupakan respirasi yang berlangsung tanpa membutuhkan O2.
Perbedaan antara keduanya akan terlihat pada proses tahapan reaksi dalam
respirasi. Proses transpor gas-gas secara keseluruhan berlangsung secara difusi.
5. DO (Oksigen Terlarut)
Dilihat dari jumlahnya, oksigen (O2) terlarut adalah salah satu jenis gas
terlarut dalam air dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu menempati urutan
kedua setelah nitrogen. Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya
ikan, oksigen menempati urutan teratas. Oksigen yang diperlukan ikan untuk
pernafasannya harus terlarut dalam air. Hanya jenis ikan tertentu, seperti lele,
gurami, dan tambakan yang mampu menghirup oksigen di udara bebas karena
mempunyai alat pernafasan tambahan (Kordi, 2004).
Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/L. Oksigen
merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang
terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air,
dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (alfifut) serta semakin
kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Effendi, 2003).
Kandungan oksigen terlarut (DO = Dissolved Oxygen) minimal 4 ppm
(part per million). Beberapa ikan hidup dengan baik pada kandungan oksigen
kurang dari 4 ppm, terutama ikan-ikan yang mempunyai alat pernafasan
tambahan, yang memungkinkannya mengambil oksigen langsung dari udara
bebas seperti lele (Clarias sp.), sepat (Trichogaster sp.), gabus (Channa striata),
foman (Channa micropeites), gurami (Osphronemus gouramy), tambakan
(Helostoma femminoki), dan betook (Anabas testudineus) (Kordi, 2008).
8. Fase-Fase Respirasi
Dalam vertebrata terdapat 2 fase respirasi yaitu eksternal dan internal.
Respirasi eksternal digunakan untuk menunjukkan pertukaran gas antara darah
dengan lingkungan, Respirasi internal sama dengan pertukaran gas antara darah
dan jaringan atau sel di dalam tubuh. Respirasi eksternal biasanya terdapat pada
kapiler insang tetapi beberapa struktur seperti kulit lainya (Weichert, 1959).
Berdasarkan Rida (2008), ada dua tahap pernapasan, tahap pertama
oksigen masuk ke dalam dan pengeluaran karbondioksida keluar tubuh melalui
organ-organ pernafasan disebut respirasi eksternal, dan pengangkutan gas-gas
pernapasan dari organ-organ pernapasan ke jaringan tubuh atau sebaliknya di
lakukan oleh sistem sirkulasi . Tahap kedua adalah pertukaran O2 dari cairan
tubuh (darah) dengan CO2 dari sel-sel dalam jaringan disebut respirasi internal.
*Bahan :
Air
Ikan Nila
V. Prosedur Kerja
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
Diukur air menggunakan gelas ukur sebanyak 225 ml
Dimasukan kedalam Erlenmeyer kemudian dipanaskan diatas hotplate
Ditunngu media air sampai pada suhu yang sudah ditetapkan yaitu : 28 0C,
300C, dan 320C.
Dimasukan ikan nila kedalam baskom/toples yang telah disiapkan.
Diamkan ikan selama 5 menit agar ikan beradaptasi
Diamati perubahan tingkah laku dengan cara menghitung gerakan operculum
ikan setiap 10 menit selama 30 menit
VI. Hasil
Menurut Kordi (2004), suhu air akan mempengaruhi kekentalan viskositas air.
Perubahan suhu yang drastis dapat mematikan ikan karena terjadi perubahan daya
angkat darah. Seperti diketahui selera makan ikan, kisaran tubuh optimum bagi
kehidupan ikan adalah 25o - 52oC. Bila suhu rendah ikan akan kehilangan nafsu
makan, sehingga pertumbuhan terhambat, sebaliknya suhu terlalu tinggi ikan akan
stress bahkan mati kekurangan oksigen, karena beberapa pathogen berkembang baik
pada kondisi tersebut.
Pada praktikum kali ini, bukaan overkulum pada suhu 300C lebih banyak jumlah
nya dari pada jumlah bukaan overkulum pada suhu 320C. Hal ini tentunya sangat
menyimpang (bertolak belakang) dari teori yang kami pelajari bahwa semakin tinggi
suhu, maka laju metabolisme ikan akan meningkat sehingga gerkan membuka dan
menutupnya operculum ikan akan lebih cepat daripada suhu awal serta sebaliknya
pula jika suhu menurun maka semakin jarang pula ikan itu membuka serta menutup
mulutnya.
Hasil praktikum yang bertolak belakang dengan teori yang kami pelajari ini
mungkin juga faktor dari kelalaian kami pada saat praktikum, dan kesalahan dalam
menghitung jumlah bukaan overkulum pada ikan.
VIII. Penutup
*Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini, dapat disimpulkan bahwa : perlakuan suhu
yang berbeda terhadap proses respirasi ikan akan mempengaruhi frekuensi bukaan
overkulum karena semakin tinggi suhu, maka laju metabolisme ikan akan meningkat
sehingga gearkan membuka dan menutupnya operculum ikan akan lebih cepat
daripada suhu awal serta sebaliknya pula jika suhu menurun maka semakin jarang
pula ikan itu membuka serta menutup mulutnya.
*Saran
Saran saya agar kedepannya praktikan lebih serius lagi dan lebih teliti lagi dalam
melakukam pengamatan agar hasil yang didapat akurat dan tidak bertolak belakang dari
teori yang sudah dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA
II. Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk dapat mengetahi dan dapat menjelaskan
mekanisme pencernaan, mengerti cara penentuan daya cerna ikan terhadap makanan
dan waktu pengosongan lambung san faktor-faktor yang mempengaruhinya.
III. Dasar Teori
Setiap makhluk hidup membutuhkan zat-zat makanan yang di peroleh dari
lingkungannya. Setelah zat makanan di cerna atau di manfaatkan, sisanya akan di
buang kembali ke lingkungan, memerlukan suatu sistem transportasi atau sirkulasi.
Sistem transportasi dibutuhkan pula untuk membawa zat-zat dari suatu organ ke
organ lain yang membutuhkan. Sistem transportasi atau sirkulasi pada tubuh manusia
sebenarnya meliputi sistem peredaran darah dan sistem peredaran getah bening.
Ikan merupakan salah satu jenis hewan vertebrata yang bersifat poikiloterm (berdarah
dingin). Ikan memiliki ciri khas pada tulang belakang, insang dan siripnya serta
tergantung pada air sebagai medium untuk kehidupannya. Ikan memiliki kemampuan
di dalam air untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan
tubuhnya sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh
arah angin.
Ikan di definisikan sebagai hewan bertulang belakang yang hidup di air dan secara
sistematik ditempatkan pada filum chordata dengan karakteristik memiliki insang
yang berfungsi untuk mengambil oksigen terlarut dari air dan sirip digunakan untuk
berenang. Ikan dapat ditemukan hampir disetiap perairan di dunia dengan bentuk dan
karakter yang berbeda-beda (Rasyid, 2012).
Sistem pencernaan (digestive system) adalah sistem yang terdiri dari pencernaan
saluran dan organ-organ lain yang membantu tubuh memecah dan menyerap
makanan. Organ-organ dalam system pencernaan di luar saluran pencernaan (disebut
organ pencernaan aksesori) adalah lidah, kelenjar ludah, hati, pancreas dan kandung
empedu. Bagian dari system saraf (yang disebut system saraf eneterik) dan perdaran
darah juga berperan penting dalam system pencernaan (Rasyid, 2012).
Proses digesti memerlukan waktu dalam mencerna atau memecah makanannya.
Laju digesti adalah laju kecepatan pemecahan makanan dari molekul yang kompleks
ke molekul yang lebih sederhana dan kemudian akan diabsorpsi oleh tubuh dalam
bentuk glukosa, asam lemak, gliserol serta nutrisi-nutrisi lain. Laju digesti yang
terjadi didalam lambung dapat diukur dengan mengetahui laju pengosongan isi
lambung (Kimball,2006).
Struktur alat pencernaan berbeda-beda dalam berbagai jenis hewan, tergantung
pada tinggi rendahnya tingkat organisasi sel hewan tersebut serta jenis makanannya.
Pada hewan invertebrata alat pencernaan makanan umumnya masih sederhana,
dilakukan secara fagositosis dan secara intrasel, sedangkan pada hewan vertebrata
alat pencernaanya sudah sempurna yang dilakukan secara ekstrasel (Gunarso, 2009).
Alat pencernaan ikan terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan.
Saluran pencernaan pada ikan dimulai dari rongga mulut (cavum oris). Pada rongga
mulut terdapat gigi-gigi kecil yang berbentuk kerucut pada geraham bawah dan lidah
pada dasar mulut yang tidak dapat digerakkan. Lidah ikan banyak menghasilkan
lendir, tetapi tidak menghasilkan ludah (enzim). Dari rongga mulut, makanan masuk
ke esophagus melalui faring yang terdapat di daerah sekitar insang kemudian
makanan di dorong masuk ke lambung. Lambung ikan pada umumnya membesar dan
tidak memiliki batas yang jelas dengan usus. Dari lambung, makanan masuk ke usus
yang berupa pipa panjang berkelok-kelok dan sama besarnya. Usus bermuara pada
anus (Rasyid,2012).
Deskripsi Ikan Nila
Ikan Nila atau Oreochromis niloticus termasuk jenis hewan vertebrata yang
seluruh badannya bersisik dan mempunyai gurat sisi. Ikan Nila termasuk dalam filum
Chordata yang berarti bertulang belakang atau kerangka tubuh (Dwisang, 2008).
Ikan Nila merupakan salah satub jenis ikan yang dapat dibudidayakan di kolam dan
memiliki nilai ekonomis yang cukup penting. Potensi Ikan Nila sebagai Ikian
Budidaya cukup besar, karena memiliki kelebihan, yaitu :
Þ Mudah berkembang biak di lingkungan budidaya
Þ Dapat menerima makanan yang beragam
Þ Toleransi terhadap kadar garam/salinitas tinggi
Þ Pertumbuhannya Cepat
Habitat lingkngan Ikan Nila, yaitu : danau, Sungai, Waduk, Rawa, Sawah, dan
perairan lainnya. Selain itu Ikan nila mampu hidup pada perairan payau, misalnya
tambak dengan salinitas maksimal 29% oleh karena itu masyarakat yang berada di
daerah sekitar pantai dapat membudidayakannya khusus kegiatan pembesaran Ikan
Nila (Santoso,1996).
Klasifikasi Ikan Nila
Ada hubungan yang sangat erat antara kesepuluh sistem anatomi tersebut,
misalnya : Menentukan cara bergeraknya daging dan system rangka. System pernapasan
dan peredaran darah O2 dari perairan di tangkap oleh darah, dipertukarkan dengan CO2
dibawa ke seluruh tubuh oleh darah (wordpress,2010.
Anatomi atau organ-organ internal ikan adalah bjantung, alat pencerna, Gonad
kandung kemih, dan Ginjal. Organ-organ tersebut biasanya diselubungi oleh jaringan
pengikat yang halus dan lunak yang disebut peritoneum. Peritoneum merupakan selaput
atau membrane yang tipis berwarna hitam y6ang biasanya dibuang joke ikan sedang
disiangi (Pratama, 2009).
Sistem pencernaan pada ikan nila melalui proses sebagai berikut. Dari mulai
anggota mulut, esophagus/Kerongkongan, Lambung, usus dan terakhir anus
(Dwisang,2008).
Proses penyedeerhanaan pada ikan nila melalui cara fisik dan kimia. Sehingga
menjadi sari-sari makanan yang mudah diserap di dalam usus kemudian diedarkan ke
seluruh organ tubuh melalui system peredaran darah (Dwisang, 2008).
Sisitem pencernaan pada hewan vertebrata dibangun oleh pembuluh-pembuluh
yang sifatnya sangat muskuler, yang dimulai dari bagian mulut sampai anus. Organ-
organnya adalah rongga mulut à faring à esophagus à lambung à usus halus à usus
besar dan rektum (Pratama, 2009).
Sistem Reproduksi
Sistem reproduksi pada jantan mempunyai tistis. Pada ikan betina mempunyai
indung telur, keduanya terletak pada rongga perut. Sebelah kandung kemih dan kanan
cili mentari keadaan Gonad Ikan sangat menentukan kedewasaan ikan, meningkat
dengan makin meningkatnya fungsi Gonad. Ikan nila umumnya memiliki gonad,
terletak pada bagian posterior rongga perut disebelah bawah ginjal (Pratama, 2009).
Nila berasal dari sungai nil, secara ilmiah/alamiah dapat berkembang biak
sepanjang tahun. Namun frekuensi pemijahan, banyak terjadi pada musim penghujan.
Ikan ini mudah berkembang biak tanpa perlakuan khusus (meitanisyah, 2010).
Sebelum melangsungkan perkawinan, nila jantan biasanya membuat kubangan
berbentuk bulat didasar perairan, kolan (Santoso, 1996).
IV. Alat dan Bahan
*Alat :
Toples
Timbangan digital
Lap basah
Saringan
*Bahan :
Ikan nila
Pellet
Air
V. Prosedur Kerja
*Daya Cerna
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dipuasakan ikan nila (Oreochormus niloticus) selama 24 jam
3. Diisi air sebanyak 2,25 liter kedalam toples
4. Diberi aerasi
5. Ditimbang ikan nila
6. Dimasukan kedalam toples
7. Ditimbang pakan pellet
8. Diberi pellet secara teru menerus hingga kenyang
9. Ditunggu dengan lama waktu 3 jam
10. Digunting kain dengan ukuran 15x15 cm
11. Ditimbang kain yang telah digunting
12. Diletakan kain didalam saringan
13. Diambil sisa pakan dan sisa feses setelah didiamkan selama 3 jam
14. Dioven sisan pakan dan feses kemudian dihitung
15. Dihitung digostibirty dengan menggunakan rumus
*Waktu pengosongan lambung
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diadaptasikan ikan selama 24 jam
3. Diisi air sebanyak 2,25 l kedalam toples
4. Diberi aerasi
5. Diambil 4 ekor ikan nila lalu ditimbang
6. Dimasukan kedalam toples
7. Ditetapkan ikan 1 sebagai ikan kotrol
8. Diberi pakan 5% dari berat tubuh ikan (pakan pellet)
9. Diberi perlakuan (pellet)
10. Diamati ikan selama 3 jam
11. Dibeda ikan nila masing-masing sesuai perlakuan
12. Diambil lambung dan ditimbang
13. Dibandingkan dengan lambung ikan kontrol
VI. Hasil Pengamatan
Pada praktikum ini akan diukur isi lambung dari ikan yang telah diberi pakan
pellet dengan cara menimbang lambung. Setelah dihitung berat lambung dari tiap
kelompok ternyata didapatkan hasil yang berbeda-beda setiap ikan. Hal ini
disebabkan oleh bentuk dan ukuran lambung yang berbeda-beda. Derajat kepenuhan
lambung pun pada ikan akan berbeda, tergantung dari berat, panjang dan bentuk
lambung. Dengan bertambahnya ukuran ikan, besar ukuran makanannya juga
bertambah, jadi semakin besar derajat kepenuhan lambung maka semakin besar
kepenuhan lambung ikan dalam satu kali makan.
VIII. Penutup
*Kesimpulan
1. Pencernaan adalah penyerderhanaan makanan menjadi molekul yang lebih kecil, agar
dapat diadsorbsi dan digunakan dalam tubuh . Proses pencernaan terjadi secara fisik
dan kimiawi. Pencernaan secara fisik dimulai dirongga mulut, yaitu dengan
berperannya gigi , Sedangkan pencernaan secara kimiawi dimulai dibagian lambung
dan dibantu dengan bantuan enzim. Organ-organ pencernaan secara kimiawi dari
mulut, rongga, faring, esophagus, lambung pylorus, usus, rektu dan anus. Proses
pencernaan terdiri dari proses pencernaan lemak, protein dan karbohidrat
2. Penentuan daya cerna ikan dapat dilihat dari jumlah pakan, komposisi pakan, kondisi
fisiologis ikan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengosongan lambung adalah jumlah pakan,
komposisi pakan, serta daya cerna.
*Saran
Saran yang bisa disampaikan pada praktikum kali ini adalah, ketika melaksanakan
praktikum, kita harus benar-benar teliti dalam membedah dan membuka sistem
pencernaan ikan agar organ-organ yang berada di dalamnya tetap utuh dan tidak ada yang
rusak. Juga keika mematikan ikan dengan penusuk harus pada bagian yang tepat, karena
ketika mematikan ikan sering kali terjadi kesalahan sehingga ikan yang ditusuk tidak
langsung mati sepenuhnya. Kebersihan di labolatorium juga harus tetap dijaga dengan
cara mencuci dan merapikan peralatan yang telah digunakan untuk praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
II. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui perubahan warna pada ikan
dan sifat fototaksis ikan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2. Pewarnaan Tubuh
Menurut Villee, et al (1984), cahaya mengenai sel-sel batang dan kerueut, dan
mengaktifkannya, sel-sel ini kemudian membangkitkan impuls saraf. Segmen luar
tiap batang mempunyai perluasan system membrane sel dan sejumlah besar
pigmen radopsin (Yunani, rhudan. Merah jambu , opsis, penglihatan) telibat
dalam membran ini. Diketahui bahwa sel kerucut mengandung pigmen peka-
cahaya, iodopsin, yang terdiri atas retina dan protein yang berbeda. Sel kerucut
tidak sepeka sel batang terhadap cahaya dan tidak dapat memberi penglihatan
dalam cahaya redup. Fungsi utama sel kerucut adalah untuk mengenal warna.
Pancaran cahaya dari sebuah obyek difokuskan dalam retina untuk menghasilkan
pentulan gambar. Retina terdiri dari dua jenis reseptor untuk cahaya. Cone untuk
membedakan warna dan rode untuk mengatur insentisas cahaya (Suendsen and
Anthony,1984).
5. Klasifikasi Warna
Menurut Adi Sendjaja (2003), selain tidak berwarna binatang yang hidup
di gua juga tidak mampu melihat warna. Berkaitan dengan hal tersebut ada aturan
yang cukup berlaku umum tetapi tentu ada pengecualian. Aturan tersebut adalah
aturan Gloger, yang berbunyi : Pada spesies hewan yang homoplem (berdarah
panas), pigmen hitam meningkat habitat yang hangat dan lembab, pigmen kuning
kecokelatan dan merah sangat umum dihabitat kering, dan pigmen akan
berkurang di daerah beriklim dingin. Secara umum dapat dikatakan bahwa warna
hanya dapat terlihat pada bagian-bagian yang terkena cahaya matahari.
Sesuai dengan kandungan pigmen-pigmen warna kromatophere pada ikan pada
umumnya diklarifikasikan menjadi melanophore (cokelat atau hitam), eritrophore
(merah), kantophore (kuning), iridophore (berkilau-kilauan), leucophore dan
iridophore mengandung kristal-kristal kecil dimana dapat berpindah ke belakang
dan ke muka dalam sitoplasma, kemudian menjadi kristal-kristal besar yang tak
mampu berpindah dan biasanya menumpuk dalam lapisan-lapisan (Fujii 1969,
dalam Rustidja, 1996).
Menurut Evans, (1993), ketika kromatofor dari berbagai jenis saling tumpang
tindih satu sama lain, maka campuran warna pigmen yang komponennya
subtraktif dapt menjelaskan fenomena warna makroskopis. Hal ini dianggap
seperti percampuran cat, ketika sel-sel yang berbeda warna ditempatkan
berdampingan : warna-warna yang dihasilkan merupakan campuran warna aditif.
Seperti tercetaknya warna tubuh ikan yang terluar. Warna tubuh dari beberapa
ikan merupakan hasil dari integrasi efek tersebut.
Menurut Rahardjo dkk (1989), kromatofor terdapat di dalam lapisan dermis pada
kulit atau dibawah sisik. Sel ini mempunyai butir-butir pigmen yang merupakan
sumber warna sesungguhnya. Butir pigmen ini dapat menyebar ke seluruh sel atau
mengumpul pada satu titik. Pergerakan inilah yang menyebabkan perubahan
warna pada ikan. Jika butir-butir pigmen mengumpul pada suatu titik maka warna
yang dihasilkan secara keseluruahan nampaknya pucat. Sedangkan jika butir
warna menyebar, maka warna akan terlihat jelas, tergantung pada butir pigmen
warna tersebut.
Perubahan warna yang terjadi karena hewan mempunyai kromatofor pada
kulitnya. Kromatofor adalah sel yang mengandung pigmen. Dibawah kendali
endoktrin, kromatofor dapat mengubah penyebaran pigmen pada sel pigmen
(terkumpul atau tersebar) dalam ukuran menit atau detik (Isnaeni, 2006).
Menurut Rahardjo (1989), pemiripan warna secara umum antara ikan dengan
latar belakangnya merupakan karakteristik dasar ikan untuk memiripkan tayangan
dan corak habitat dimana mereka tinggal. Perubahan warna sering juga terjadi
berhubungan dengan musim, dengan siang dan malam hari dan sering
berhubungan dengan kondisi dihabitatnya. Satu bentuk dari pemiripan warna
berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh atau struktur tubuh.
Hewan yang bergerombol dan berkumpul memiliki prinsip yang sema dengan
penglihatannya satu sama lain, beberapa dari hewan tersebut berkomunikasi
dengan sinyal penglihatan seperti pada ikan tuna. Beberapa hewan mengalami
pekembangan seksual yang berbeda terhadap warna dan sering berubah warna
selama masa perkawinan, mungkin ini adalah salah satu cara berkomunikasi
(Royce, 1972).
Sel-sel pigmen (khromatofore) pada dermis memiliki kemampuan berubah
untuk menyesuaikan dengan lingkungannya, aktifitas seksual atau keran penyakit.
Kemampuan ini juga didinduksi oleh modul yang terkontrol melalui kemampuan
absortif dan refliktif dari khromatofora (Irianro, 2005).
IV. Alat dan Bahan
*Alat :
Toples
Kantung plastik warna kuning, biru, merah , dan hitam.
Senter
Stopwatch
*Bahan :
Ikan Botok
Air
V. Prosedur Kerja
*Pewarnaan Tubuh
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dimasukan ikan Botok kedalam toples yang telah berisi air sebanyak 3 liter
3. Diberi aerasi
4. Diadaptasikan selama 15 menit
5. Dicatat warna awal tubuh
6. Ditutup dengan perlakuan warna kuning, biru, dan merah
7. Diberi pencahayaan
8. Dibiarkan selama 12 jam
9. Dicatat perubahan waktu
10. Dicatat waktu saat kembali normal
11. Diamati warna akhir
*Fototaksis
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diisi air sebanyak ¾ bagian dari toples dan diberi aerasi
3. Dilapisi seluruh bagian toples dengan plastik gelap
4. Dimasukan ikan kedalam toples
5. Ditunggu sampai keadaan gelap
6. Diberi biasan cahaya senter
7. Diamati tingkah laku
VI. hasil
Pewarnaan
no Jenis ikan Perlakuan Perubahan warna
dengan warna
Warna awal Warna akhir
*Fototaksis
No Jenis Ikan Keteragan
1 Ikan I Mendekati cahaya
2 Ikan II Menjahui cahaya
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa
fototaksis merupakan gerak taksis yang disebabkan oleh rangsangan yang berupa cahaya.
Pewarnaan tubuh pada ikan dibagi menjadi 3 yaitu : kamuflase, menjual diri, dan
mimikri. Serta faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal meliputi kondisi fisiologis ikan, jeniskelamin, kondisi
pigmen. Sedangkan faktor eksterna meliputi habitat, makanan, usia, serta aktivitas ikan.
Saran
Dalam melakukan praktikum diharapkan praktikan lebih fokus agar hasil yang diperoleh
tidak keliru dan kepada asisten diharapkan agar bisa lebih sabar dalam menuntun praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
II. Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui kerja otak dalam mengadakan
koordinasi terhadap organ tubuh ikan dan untuk mengetahui fungsi dari masing-
masing bagian otak.
Perusakan dari otak depan telah menunjukkan kurangnya spontanitas dari ikan
mas koki (Carassius auratus) dalam mengeksplorasi lingkungan mereka. Ikan tilapia
(Tilapia) kehilangan kemampuan untuk merawat anaknya sendiri ketika otak depan
nya dirusak. Pada ikan mas (Cyprinidae)menunjukan prilaku kurang waspada dan
tidak bisa membaca situasi baru dari keadaan sekitarnya. Ikan tilapia tertentu yang
biasa memberikan perhatian dan perlindungan terhadap anaknya, setelah
telencephalonnya dirusak menjadi bersifat tidak acuh terhadap anak-anaknya. Ikan
Betta splendens akan kehilangan tingkah laku seksnya akibat pengrusakan
telencephalon. Perusakan otak depan dapat menyebabkan terjadinya penekanan
perilaku agresif, seksual, dan sifat keibuan pada ikan Gasierosreus aculearus (Lagler,
1967)
a. Diencephalon
Diensefalon terletak di sebelah belakang dari telencephalon bagian ventral. Bersama-
sama dengan telencephalon termasuk bagian dari otak muka (prosencephalon). Pada
diencephalon terdapat thalamus, hypothalamus, lobus inferior, dan saccus vasculosus.
Dalam beberapa ikan seperti lamprey (Lamperra), gars (Lepisosreus), dan bowtin
(Amia), dorsalis saccus meluas lateral dan frontal, bahkan lebih besar dari
telencephalon. Pada lamprey (Petrornyzonidae), parapineal dan organ pineal, juga
dikenal sebagai organ epiphysial, merupakan organ organ yang berkembang. Namun,
pada hiu dewasa (Elasmobranchii) dan ikan bertulang sejati hanya organ pineal saja
yang berkembang. Embrio beberapa ikan bertulang sejati , seperti pada whitefishes
(Coregonus), menunjukkan jika kedua organ tersebut berkembang selama fase
embrio awal, tetapi parapineal ini kemudian hilang dan hanya menyisakan pineal saat
dewasa. Pada Lamprey dan hagfishes (Cyclostomata), organ pineal terhubung ke
ganglion habenular yang memiliki retina, pigmen sel, dan struktur seperti lensa.
Pada hiu umumnya organ pineal kurang berkembang dengan baik pada kelas
cyclostomes begitu juga dengan ikan bertulang sejati . Organ pineal akan
berkembang dengan baik jika jenis ikan tersebut merupakan ikan yang melakukan
migrasi secara vertikal. Seperti yang terdapat pada ikan hatchetfishes
(Argyropelecus), lele (seperti Anus dan Macnones), dan pada halibeaks
(Hemiramphus). Organ pineal adalah struktur yang berfungsi sebagai photosensory,
kemoreseptor terhadap tekanan dan mediator dalam respon penciuman untuk
exohormones. Dalam sekretori peran kelenjar pineal terutama kelenjar sekresi
eksternal
Diencephalon dapat dibagi menjadi wilayah epitalamus dengan ganglia yang
habenularnya yang meliputi thalamus dan hypothalamus. Di bawah hipotalamus
terdapat hipofisis atau kelenjar pituitari. Kelenjar pituitari ini melekat pada bagian
dasar otak lamprey. Thalamus berfungsi sebagai pusat estafet untuk rangsangan
penciuman.
b. Mesencephalon
mesencephalon atau otak tengah ikan mempunyai ukuran relatif besar. Mesensefalon
terdiri dari tectum RSAL optik, pada dorsal terdapat dua lobus optik, dan pada
ventral terdapat tegmentum. Tectum terdiri dari zona sel-sel saraf atau neuron.
Sebagian besar serat-serat saraf optik berakhir di tectum. Ikan, seperti lainnya
vertebrata, lensa cembung di mata mereka membuat efek gambar terbalik pada retina,
tetapi dengan menggunakan pola tectal gambar diproyeksikan seperti aslinya.
Stimulasi listrik dan perusakan dari otak tengah menunjukkan kurusakan visual dan
tanggapan otot . Misalnya Ikan mas Crucian (Carassius Carassius) tidak dapat
membedakan posisi cahaya (orientasi spasial). ikan mas juga akan mengalami
kesulitan dalam menemukan posisi stimulus suara.
c. Metencephalon
Pada metencephalon terdapat bagian menonjol yang disebut Cerebellum,
memiliki fungsi utama yaitu mengatur kesetimbangan tubuh dalam air, mengatur
tegangan otot dan daya orientasi terhadap ruang. Pada ikan bertulang sejati
cerebellum terbagi atas dua bagian besar, yaitu valvula membrane dan corpus
membrane yang besarnya tergantung spesiesnya. Beberapa jenis ikan yang memiliki
cerebellum dengan ukuran besar, terutama pada ikan yang menghasilkan listrik
(mormyridae) dan ikan perenang cepat (mackerel dan tuna).
a. Myelencephaion
Myelencephalon merupakan bagian otak paling belakang (posterior), dengan
membran oblongata sebagai komponen utamanya. Komponen ini merupakan pusat
untuk menyalurkan rangsangan keluar melalui saraf cranial. Myelencephalon
merupakan pusat dari saraf sensorik kecuali pada saraf kranial penciuman (I) dan
penglihatan ( II ) . Pada ikan Clupea pallasi, dan Trichiurus sp, medulla oblongata
membesar, dibagian ini terdapat organ yang dinamakan cristae membrane yang
diduga ada hubungannya dengan kecendrungan ikan untuk berkelompok
b. Saraf Cranial
Dari otak, terdapat 11 saraf otak (nervi cerebralis) yang menyebar ke organ-organ
sensori tertentu dan otot-otot tertentu. Sebagian
besar saraf otak tersebut berhubungan dengan bagian-bagian kepala, tetapi ada juga
yang berhubungan dengan bagian-bagian tubuh.
1. Nervus terminalis (NC 0), saraf kecil yang bergabung dengan NC I, berhubungan
dengan otak depan, serabut-serabut sarafnya tersebar mengelilingi bulbus
olfactorius.Fungsinya mungkin meliputi sensori somati dan sensori khusus.
2. Nervus olfactorius (NC I), menghubungkan organ olfactorius dengan pusat
olfactorius otak depan, berfungsi membawa impuls bau-bauan.
3. Nervus opticus (NC II), menghubungkan retina mata dengan tectum
opticum,berfungsi membawa impuls penglihatan.
4. Nervus oculomotoris (NC III), merupakan saraf motor somatik yang mengatur otot
mata musculus obliquus inferior, muculus rectus superior, musculus rectus inferior,
dan musculus rectus internal. Berhubungan dengan otak mesencephalon.
5. Nervus trochlearis (NC IV), berhubungan dengan otak mesencephalon, merupakan
saraf motor somatik yang menginervasi otot mata musculus obliquus superior.
6. Nervus trigeminalis (NC V), terbagi atas tiga cabang yaitu nervus ophthalmicus
dan nervus maxillaris (merupakan saraf sensori somatik) serta nervus mandibularis
(saraf sensori somatik dan saraf motor somatik). Nervus ini menghubungkan bagian
kepala dan rahang dengan medulla oblongata. Fungsinya berkaitan dengan kepekaan
kulit terhadap panas dan sentuhan.
7. Nervus abducens (NC VI), merupakan saraf motor somatik yang menghubungkan
bagian depan medulla oblongata dengan otot mata musculus rectus
external. Fungsinya berhubungan dengan penarikan otot penggerak biji mata.
8. Nervus facialis (NC VII), tersusun atas tiga cabang yaitu nervus ophthalmicus
superficialis, nervus buccalis, dan nervus hyomandibularis. Saraf cabang ini berkaitan
dengan saluran garis rusuk (linea lateralis) di atas kepala, penerima rasa pada kepala
dan tubuh, serta penerima rangsangan sentuhan. Berhubungan dengan NC V dan NC
pada medulla oblongata. Saraf ini punya komponen yang berkaitan dengan sensori
somatik, sensori visceral, dan fungsi motor visceral.
9. Nervus acousticus (NC VIII), sering dianggap sebagai cabang dari nervus
acousticofacialis pada ikan, mempunyai fungsi sensori somatik yang berkaitan
dengan telinga bagian dalam.
10.Nervus glossopharyngeal (NC IX), terdiri dari komponen sensori dan motoris yang
melayani bagian insang pertama. Fungsinya berkaitan dengan garis rusuk, organ
pengecap pada pharynx dan otot-otot insang.
11.Nervus vagus (NC X), memiliki beberapa percabangan. Cabang supratemporal dan
cabang garis rusuk melayani sistem garis rusuk. Cabang branchial menuju ke bagian
posterior celah insang. Cabang visceral melayani organ-organ internal. Cabang
dorsal recurrent menginervasi penerima rasa.
2. Sumsum Tulang Belakang
Sumsum tulang belakang, bersama dengan otak, membentuk sistem saraf pusat
(SSP). Ini menyerupai, tali berwarna krem yang tebal dan terdiri dari saraf yang
menyampaikan pesan antara otak ke seluruh tubuh. Sumsum tulang belakang
membentang dari medulla oblongata yang terletak pada bagian bawah otak ke
punggung bawah dan ditempatkan di sebuah terowongan yang dibuat oleh tulang
vertebra tulang belakang.
Ikan berahang pada umumnya memiliki ganglia tulang belakang pada neuron
sensorik dari saraf dorsal walaupun pada banyak family, seperti ikan mas
(Cyprinidae), cods (Gadidae), Percidae, dan Sciaenidae, beberapa serat aferen
merupakan penghantar dari ganglia supramedullary dan inframedullary. Pada hiu
(Squaliformes) sampai ikan bertulang sejati (Osteichthyes), terdapat diferensiasi dan
pembagian saluran serat antara otak dan sumsum tulang belakang. Pada searobins
(Triglidae), bagian anterior yang panjang dan terpisah dari sirip dada membawa
reseptor khusus, taktil dan kimia. Saraf sensorik dari bagian anterior ini ditandai oleh
adanya pembengkakan pada sumsum tulang belakang.
IV. Alat dan Bahan
*Alat :
Toples dengan kapasitas 3 liter
Nampan
Stopwatch
Penggaris
Lab basah
*Bahan :
Ikan nila
Air tawar
V. Prosedur Kerja
Keseimbangan tubuh ikan Nila setelah diberi perlakuan bunyi, sentuhan, dan arus
1. Ikan Nila I
Sebelum sirip ikan Nila dipotong kiri kanan dan mata ditusuk:
Selama 20 menit pertama bagian ventral dan rudal di goyangkan , jika diberi
sentuhan ikan akan bergerak aktif dan sebaliknya. Diberi kejutan dibunyikan
musik ikan Nila diam dan tenang sambil mengoyangkan sirip dalamnya.
Sesudah sirip ikan Nila dipotong kiri kanan dan mata ditusuk:
Selama 20 menit pertama jika disentuh bagian operculunya akan terbuka dan
tertutup dengan lambat atau perlahan. Diberi kejutan dibunyikan musik ikan Nila
bergerak aktif sambil menggerakan sirip caudalnya.
2. Ikan Nila II
Di tetesi minyak GPU:
Diberi kejutan dibunyikan musik, pada 3 menit pertama bergerak berpindah
tempat, menit ke-6 ekor tenang,sirip bergerak dan berpindah tempat, menit ke-7
sirip kanan bergerak, menit ke-9 diam, diberi sentuhan ikan Nila berpindah
tempat, tidak disentuh ikan diam tapi siripnya bergerak, menit ke-11 tanpa
sentuhan ikan Nila berpindah tempat, menit ke- menit ke-15 tanpa sentuhan sirip
bergerak dan berpindah tempat dengan cepat, menit ke-20 ikan berpindah tempat.
3. Ikan Nila III
Dipotong sirip pectoral:
Pada menit ke-1 sampai ke-15 ketika diberi sentuhan ikan Nila bergerak dengan
cepat dan lincah, diberi kejutan dibunyikan musik ikan tidan memberikan respon
apapu atau diam.
VII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, mengenai sistem saraf yang bertujuan untuk mengetahui
sistem kerja oak dala mengadakan koordinasi terhadap ogan tubuh ikan dan untuk
mengetahui fungsi dari masing-masing bagian otak. Objek yang kami gunakan disini
ialah ikan nilapada pengamatan kami ini, kami melakukan 3 perlakuan yang berbeda
pada ketiga ikan nila tersebut.
Pada ikan nila I, sebelum di beri perlakuan ikan nila terebut didiamkan selama 15
menit. Tujuan nya yaitu agar ikan beradaptasi. Setelah 15 menit didiamkan, dan diamati
perubahannya. Perubahan yang terjadi ialah Selama 20 menit pertama bagian ventral dan
rudal ikan di goyangkan , jika diberi sentuhan ikan akan bergerak aktif dan sebaliknya.
Diberi kejutan dibunyikan musik ikan Nila diam dan tenang sambil mengoyangkan sirip
dalamnya.
Kemudian ikan nila dipotong sirip kanan dan kirinya serta ditusuk matanya dan amati
perubahan yang terjadi. Perubahan yang terjadi sesudah sirip ikan Nila dipotong kiri
kanan dan mata ditusuk yaitu Selama 20 menit pertama jika disentuh bagian
operculumnya, maka akan terbuka dan tertutup dengan lambat atau perlahan. Kemudian
jika diberi kejutan dengan bunyi music maka ikan Nila akan aktif bergerak aktif sambil
menggerakan sirip caudalnya.
Pada ikan Nila II, sebelum di beri perlakuan ikan juga didiamkan selama 15 menit
untuk beradaptasi. Setelah 15 menit ikan diberi perlakuan dengan ditetesi minyak GPU
sebanyak 3 tetes diikuti dengan kejutan berupa music selama 20 menit dan diberi
sentuhan tiap 3 menit selama 20 dan diamati perubahannya. Hasilnya yaitu : pada 3
menit pertama bergerak berpindah tempat, menit ke-6 ekor tenang,sirip bergerak dan
berpindah tempat, menit ke-7 sirip kanan bergerak, menit ke-9 diam, diberi sentuhan ikan
Nila berpindah tempat, tidak disentuh ikan diam tapi siripnya bergerak, menit ke-11 tanpa
sentuhan ikan Nila berpindah tempat, menit ke- menit ke-15 tanpa sentuhan sirip
bergerak dan berpindah tempat dengan cepat, menit ke-20 ikan berpindah tempat.
Pada ikan nila ke III, sebelum diberi perlakuan juga didiamkan selama 15 menit untuk
beradaptasi. Kemudian setelah 15 menit diberi perlakuan dengan cara memotong sirip
pectoral dan diamati perubahan yang terjadi. Hasilnya yaitu : Pada menit ke-1 sampai
ke-15 ketika diberi sentuhan ikan Nila bergerak dengan cepat dan lincah, diberi kejutan
dibunyikan musik ikan tidan memberikan respon apapu atau diam.
VIII. Penutup
*Kesimpulan
Dari praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa :
Sistem saraf dibagi menjadi system saraf pusat dan system saraf periferi. Sistem
saraf pusat terdiri otak dan medula spinalis. Otak pada ikan dapat dibagi menjadi lima
bagian yaitu telencephalon, diencephalon, otak tengah mesencephalon, metencephalon
dan myelencephalon. Sistem saraf periferi terdiri dari saraf cranial dan spinal beserta
cabang-cabangnya. Sistem saraf otonom merupakan bagian dari sistem perifera,
mempengaruhi otot polos dan kelenjar. Unit terkecil system saraf adalah sel saraf atau
neuron. Neuron merupakan sel fungsional pada sistem saraf, yang bekerja dengan cara
menghasilkan potensial aksi dan menjalarkan impuls dari satu sel ke sel berikutnya.
Pembentukan potensial aksi merupakan cara yang dilakukan sel saraf dalam
memindahkan informasi. Pembentukan potensial aksi juga merupakan cara yang
dilakukan oleh sistem saraf dalam melaksanakan fungsi kendali dan koordinasi tubuh.
Impuls dapat dikatakan sebagai ”aliran listrik” yang merambat pada serabut saraf. Jika
sebuah serabut saraf tidak menghantarkan impuls, dikatakan bahwa serabut saraf tersebut
dalam keadaan istirahat. Impuls dapat dihantarkan melalui sel saraf dan sinapsis.
*Saran
Saran saya agar kedepannya praktikan lebih serius lagi dan lebih teliti lagi dalam
melakukam pengamatan agar hasil yang didapat akurat dan tidak bertolak belakang dari
teori yang sudah dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA