Anda di halaman 1dari 13

OSMOREGULASI

PENGANTAR
Komposisi air didalam tubuh hewan berkisar antara 60% - 95% dari berat total tubuhnya. Air
terdapat di berbagai kompartemen tubuh, jika didalam sel maka disebut cairan intraseluler
atau cairan ekstra seluler jika diluar sel. Cairan ekstraseluler terdistribusi pada beberapa
ruang atau kompartemen, misalnya plasma dan cairan serebrospinal (cairan yang terdapat
pada otak dan medula spinalis). Zat-zat yang terlarut didalam cairan juga sangat beragam,
terdiri dari ion-ion (Ca2+, Na+, CL- , dll) dan berbagai nutrien (glukosa, asam amino dan asam
lemak). Sangatlah penting bagi hewan untuk mengatur komposisi air dan zat-zat yang terlarut
didalam tubuh. Kemampuan untuk mengatur konsentrasi air dan zat terlarut disebut
osmoregulasi. Osmoregulasi sangat berkaitan dengan organ eksresi dan untuk memahami
osmoregulasi dibutuhkan pemahaman yang baik mengenai konsep osmosis.
Prinsip osmosis
Osmosis adalah gerakan air yang melintasi membran permeabel selektif yang
memisahkan dua larutan, dari area yang memilki konsentrasi tinggi ke area yang
konsentrasinya lebih rendah. Proses ini akan berlangsung secara terus menerus sampai
mencapai titik kesetimbangan (ekuilibrium), artinya bahwa tidak ada lagi gerakan air dan
konsentrasi larutan pada kedua sisi membran selektif permeabel adalah sama. Gambar 9.1.
merupakan ilustrasi dari prinsip osmosis, kedua tabung kanan yang berisi 1 M NaCl dan
tabung kiri yang berisi 2 M NaCl dibatasi suatu membran selektif permeabel yang hanya
dapat dilewati oleh air namun tidak dapat dilewati oleh substansi yang lain.

Gambar 9.1. Air mengalir dari tabung kanan ((1 M NaCl) ke tabung kiri (2 M NaCl) sampai
konsentrasi antar kedua tabung menjadi seimbang. Osmosis adalah difusi air
dari area konsentrasi tinggi ke area konsentrasi rendah.
Pada gambar 9.1, air akan bergerak dari larutan 1 M NaCl menuju larutan 2 M NaCl
sampai kedua larutan memiliki larutan yang seimbang. Osmosis merupakan contoh dari sifat
koligatif larutan. Sifat koligatif larutan bergantung pada jumlah partikel (ion, molekul dll)
yang terlarut didalam suatu pelarut atau dengan kata lain berhubungan dengan konsentrasi
larutan tertentu, jadi bukan karena sifat kimia dari suatu zat.
Pada gambar 9.1., jika tekanan diberikan oleh ruang yang mengandung 2 M NaCl
maka air tidak akan mengalir kedalam ruang tersebut. Tekanan ini akan mencegah aliran air
dari ruang yang berisi 1 M NaCl kedalam ruang yang berisi 2 M NaCl. Tekanan yang
dibutuhkan untuk mencegah aliran air disebut dengan tekanan osmotik. Dalam hal ini,
tekanan osmotik pada larutan 2M NaCl memberikan tekanan yang mencegah gerakan air
masuk kedalam ruangannya. Jadi dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu
larutan (sedikit air dan banyak zat terlarut) maka semakin besar tekanan osmotiknya dan
tentu saja semakin tinggi konsentrasi osmotiknya. Jika konsentrasi osmotik suatu larutan
lebih tinggi dari larutan lainnya maka disebut hiperosmotik. Pada gambar 9.1, larutan yang
mengandung 2 M NaCl disebut hiperosmotik, sebaliknya larutan yang mengandung 1 M
NaCl disebut hipoosmotik dan jika kedua larutan memiliki konsentrasi yang sama maka
disebut isosmotik.
Konsentrasi osmotik suatu larutan berbeda dengan tonisitas suatu larutan. Tonisitas
merupakan suatu respon sel saat ditempatkan pada larutan yang berbeda-beda. Jika sel hewan
dimasukkan ke dalam larutan berisi akuades, maka air akan masuk ke dalam sel dengan cepat
sehingga sel akan pecah. Oleh karenanya, akuades disebut hipotonis terhadap larutan yang
terdapat didalam sel, jika sel dimasukkan kedalam larutan garam yang tinggi maka sel akan
mengerut karena air didalam sel akan keluar, oleh karenanya larutan garam disebut
hipertonis. Namun, jika sel diletakkan pada suatu larutan tanpa ada air yang masuk maupun
keluar maka larutan disekeliling sel disebut isotonis.

Respon osmotik pada hewan


Respon osmotik pada hewan dibagi menjadi dua kategori yaitu osmokonformer dan
osmoregulator. Hewan yang memiiki konsentrasi cairan yang tepat sama dengan lingkungan
tempat tinggalnya disebut osmokonformer. Contoh osmokonfer adalah invertebrata laut,
dimana konsentrasi cairan tubuhnya sama dengan air laut, dengan kata lain bahwa dua larutan
tersebut adalah isosmotik. Perlu di ingat bahwa dua larutan disebut isosmotik bukan berarti
komposisinya sama. Kesetimbangan osmotik tidak harus dibarengi dengan kesetimbangan
ionik tetapi hewan tersebut harus dapat mengatur komposisi cairan tubuhnya dengan tepat
karena itu ada kebutuhan untuk mengatur kesetimbangan ionik. Masalah yang mungkin
terjadi pada osmokonformer adalah jika konsentrasi osmotik lingkungannya berubah maka
konsentrasi cairan tubuhnya menyesuaikan. Osmokonformer dibagi menjadi dua kelompok,
jika memiliki kemampuan toleransi yang luas terhadap perubahan konsentrasi osmotik
lingkungannya maka disebut eurihalin seperti pada poecilia sphenops dan salmon
(vertebrata) dan carcinus maenas (invertebrata). Namun jika kemampuan toleransinya rendah
maka disebut stenohalin.

Gambar 9.2. Tonisitas (a) saat diletakkan pada air destilasi, sel kemasukan air dan pecah.
Saat diletakkan pada larutan garam yang tinggi, sel kehilangan air dan mengerut. (b)
isosmotik dan isotonik tidaklah sama. Bagian kiri : kandungan sel dan larutan yang ada
disekitarnya adalah isosmotik dan isotonik sehingga tidak ada air yang masuk ataupun keluar.
Bagian kanan : kandungan sel dan larutan yang ada disekitarnya adalah isosmotik tetapi tidak
isotonik. Jika membran sel permeabel selektif terhadap ion K+, ion akan masuk kedalam sel
sehingga kandung sel menjadi hipertonis terhadap larutan yang ada disekitarnya sehingga air
akan masuk dan sel akan pecah.

Osmoregulator adalah hewan yang memiliki kemampuan untuk mengatur


konsentrasi cairan tubuhnya yang berbeda dengan lingkungannya. Jika konsentrasi osmotik
cairan tubuhnya diatur menjadi lebih tinggi dari lingkungannya maka disebut regulator
hiperosmotik (contohnya kepiting), jika konsentrasi osmotik cairan tubuhnya diatur menjadi
lebih rendah dari lingkungannya maka disebut regulator hipoosmotik (contonya pada
beberapa crustacea). Semua hewan teresterial merupakan osmoregulator. Istilah eurihalin dan
stenohalin berlaku juga pada osmoregulator. Perbedaan antara osmokonformer dan
osmoregulator disajikan pada gambar 9.3.

Gambar 9.3. Organisme A merupakan osmokonformer, organisme B merupakan


osmoregulator. Organisme C merupakan osmokonformer dan osmoregulator. Skala
konsentrasi eksternal yang diindikasikan angka 1 adalah osmokonformer dan angka 2 adalah
osmoregulator.

Respon osmotik pada hewan

Respon osmotik dan ionik pada hewan berhubungan dengan tempat tinggalnya.

Regulasi osmotik pada lingkungan laut

Mayoritas invertebrata laut adalah osmokonformer dimana konsentrasi osmotik cairan


tubuhnya sama dengan air laut tempat mereka tinggal. Artinya bahwa terjadi kesetimbangan
osmotik (tidak ada air yang keluar ataupun masuk). Perbedaan komposisi ion meskipun
sedikit antara air laut dan cairan tubuh akan menghasilkan gradien/perbedaan konsentrasi.
Kehilangan atau penambahan ion pada cairan tubuh merupakan tantangan fisiologis dan
mungkin juga tantangan kesetimbangan osmotik. Sebagai contoh, hewan akan mendapatkan
ion dari air laut jika konsentrasi ion tertentu lebih besar pada air laut dari pada cairan tubuh
hewan tersebut. Hasilnya adalah cairan tubuh akan menjadi hiperosmotik jika dibandingkan
dengan air laut sehingga air akan lebih banyak masuk kedalam tubuh. Komposisi cairan
tubuh pada sejumlah invertebrata laut disajikan pada tabel 9.1.
Pada umumnya, konsentrasi ion tubuh tidak berbeda nyata dengan konsentrasi ion
pada air laut. Untuk beberapa pengecualian, SO42- dan Ca2+ pada beberapa spesies terdapat
perbedaan mencolok antara cairan tubuh dengan air laut. Dalam kondisi ini, konsentrasi ion
tersebut harus diatur secara fisiologis dengan cara transpor (sekresi atau absorbsi). Pada
beberapa invertebrata laut seperti jellyfish, SO42- harus diekskresi untuk mengurangi berat
hewan. Jadi, jika SO42- di eliminasi maka berat badan hewan akan berkurang sehingga
mudah mengambang.

Air maupun zat terlarut juga dapat keluar atau masuk melalui area permukaan tubuh
dan insang, melalui makanan yang dimakan dan produksi limbah metabolisme (urin). Pada
beberapa invertebrata seperti oktopus, mempertahankan cairan tubuhnya dalam keadaan
hiperosmotik terhadap air laut, sementara hewan seperti udang dan beberapa crustacea
mempertahankan cairan tubuhnya dalam keadaan hipoosmotik terhadap air laut.
Berbeda dengan invertebrata, osmoregulasi pada vertebrata dibagi menjadi dua
kelompok utama yaitu konformer osmotik dan ionik atau regulator osmotik dan ionik. Contoh
vertebrata yang memiliki kesetimbangan osmotik dan ionik dengan air laut adalah hagfish.
Hagfish merupakan vertebrata primitif yang memiliki kesamaan perilaku dengan invertebrata
laut. Kesesuaian osmotik dan ionik pada hagfish digunakan sebagai bukti fisiologis bahwa
vertebrata berasal dari laut. Pada umumnya ikan air laut menunjukkan keberagaman tingkat
regulasi osmotik dan ionik. Konsentrasi plasmanya 1/3 dari air laut sehingga disebut
regulator hipoosmotik. Pada elasmobrankia (ikan bertulang rawan) memiliki cara unik dalam
regulasi osmotik dan ioniknya karena konsentrasi plasmanya hanya 1/3 dari air laut tempat
hidupnya. Setidaknya ada dua masalah yaitu kehilangan air dan kelebihan ion. Kehilangan air
di minimalisir dengan penambahan zat terlarut seperti urea dan trimetilamin oksida ke dalam
plasmanya. Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein sementara trimetilamin
oksida (TMO) belum diketahui (gambar 9.4). Dalam banyak kasus, semakin banyak urea dan
trimetilamin oksida ditambahkan kedalam plasma maka akan menghasilkan kesetimbangan
osmotik sehingga plasma relatif hiperosmotik terhadap air laut sehingga air akan masuk
melalui area permukaan insang. Seperti diketahui insang memiliki karakteristik yang cocok
sebagai alat pertukaran gas, ion dan air (dinding tipis dan sangat vaskuler). Keuntungan bagi
elasmobranki adalah bahwa kelebihan air dapat digunakan untuk produksi urin dan
membuang produk limbah seperti kelebihan ion yang berdifusi kedalam tubuh hewan,
biasanya melalui insang. Kelebihan air yang masuk kedalam tubuh juga berarti bahwa hewan
tersebut tidak perlu minum air laut untuk mengembalikan kehilangan airnya dan caranya
adalah dengan menghindari menelan garam dalam jumlah besar yang terlarut didalam air dan
hal ini juga dapat membantu mengatasi regulasi ion.

Gambar 9.4. struktur urea dan trimetilen oksida

Masalah yang potensial adalah penambahan sejumlah besar urea kedalam plasma
dapat menyebabkan protein plasma inaktif. Namun demikian, masalah ini dapat diatasi
karena TMO dapat melindungi protein dari kerusakan yang disebabkan oleh urea. Masalah
yang kedua pada elasmobranki adalah kelebihan ion. Karena komposisi plasmanya berbeda
dengan air laut, sehingga ion akan bergerak masuk ke dalam tubuh. Sebagai contoh, ada
sejumlah besar influx ion Na+ melintasi insang. Elasmobranki mengatasi masalah dengan
kelenjar khusus yaitu kelenjar rektal. Kelenjar ini sangat penting untuk ekskresi kelebihan
Na+. Kelenjar rektal merupakan kelenjar khusus yang membuka ke arah rektum dan sekresi
cairan yang kaya NaCl. Influks kecil osmotik air kedalam tubuh hewan dikeluarkan bersama
urin dan juga merupakan rute lain untuk ekskresi kelebihan NaCl. Ringkasan perubahan
osmotik dan ionik yang terjadi pada elasmobranki disajikan pada gambar 9.5.
Pada teleostei laut (ikan bertulang sejati) memiliki masalah yang sama dengan
elasmobranki dimana konsentrasi plasmanya lebih rendah dari air laut. Kehilangan air,
khususnya melalui insang diatasi dengan meminum air laut dalam jumlah banyak. Maslahnya
jika terlalu banyak minum maka garam ikut masuk kedalam tubuh sehingga ikan harus
memiliki cara untuk ekskresi sejumlah besar NaCl. Karena ginjal pada ikan teleostei tidak
memiliki kemampuan untuk menghasilkan urin dengan konsentrasi tinggi, harus ada organ
yang memiliki kemampuan untuk ekskresi NaCl dalam jumlah besar. Organ tersebut adalah
insang yang memiliki fungsi ganda sebagai alat pertukaran gas dan osmoregulasi.

Gambar 9.5. lokasi utama keluar dan masuknya air dan garam pada hiu

Insang pada ikan ini mengandung sel khusus yang disebut sel klorida, yang
bertanggung jawab mentranspor secara aktif NaCl dari plasma ke air laut. Struktur dan fungsi
sel klorida ditunjukkan pada gambar 9.6. ion Cl secara aktif dikeluarkan dari darah untuk
masuk ke dalam sel klorida dengan cara difusi pasif. Kemudian ion Cl akan keluar secara
pasif keluar dari insang menuju air laut. Ringkasan masalah osmoregulator dan solusinya
pada telestei laut disajikan pada gambar 9.7.

Gambar 9.6. mekanisme ekstrusi NaCl dari sel klorida dan insang pada ikan
Respon osmotik di lingkungan air tawar
Masalah osmoregulasi pada hewan air tawar berlawanan dengan hewan air laut. Pada
ikan air tawar, kondisinya hiperosmotik terhadap lingkungan air tawar sehingga tidak
dimungkinkan mencapai kesetimbangan osmotik dan ionik kecuali cairan tubuhnya terdiri
dari air destilasi. Artinya terdapat dua masalah, ada kecenderungan air masuk kedalam
tubuh/kelebihan air dari lingkungannya dengan cara osmosis dan kehilangan ion melalui
difusi akibat adanya gradien konsentrasi yang besar karea terlalu sedikit zat terlarut pada air
tawar. Hewan yang hidup di air tawar harus memiliki kemampuan yang signifikan dalam
mengatur osmotik dan ionik.

Gambar 9.7. Ringkasan masalah osmotik dan ion pada ikan teleostei laut

Baik invertebrata maupun vertebrata, cara untuk membatasi kelebihan air (dan
kehilangan ion) adalah memiliki permukaan tubuh yang impermeabel terhadap keduanya
walapun lalu lintas air dan ion melalui insang tidak dapat dihindari. Kelebihan air pada
invertebrata diekskresikan sebagai urin, laju aliran urin pada invertebrata air tawar lebih
tinggi dari spesies laut. Ekskresi urin juga berdampak terhadap kehilangan ion dan
memperburuk kehilangan ion yangterjadi secara difusi pada hewan ini. Untuk mengatasi
masalah kehilangan ion tersebut dengan mengambil kembali ion yang hilang melalui
mekanisme transpor aktif. Lokasi transpor aktif pada sebagian besar invertebrata air tawar
tidak diketahui namun umumnya melalui permukaan tubuhnya. lokasi pengambilan ion
dengan transpor aktif pada hewan berbeda-beda. Pada krustacea air tawar, terjadi pada
insang, pada larva serangga terjadi pada insang anal.
vertebrata air tawar memiliki masalah osmotik dan ionik yang sama dengan
invertebrata air tawar. Lokasi utama kelebihan air pada teleostei adalah insang. Kelebihan air
dikeluarkan dengan cara produksi sejumlah besar urin sangat encer. Meskin urin encer,
namun masih terdapat beberapa zat terlarut dan karena urin yang dihasilkan dalam jumlah
besar maka sejumlah besar ion juga akan keluar dari tubuh/kehilangan ion dalam jumlah
besar. Cara mengatasi kekurangan ion adalah dengan mendapatkannya dari makanan dan
transpor aktif ion melalui insang karena transpor ion melalui permukaan tubuh tidak
signifikan. Hubungan osmotik dan ionik pada teleostei air tawar disajikan dalam gambar 9.8.

Gambar 9.8. Ringkasan masalah osmotik dan ion pada ikan teleostei air tawar

Respon osmotik di lingkungan teresterial


Dengan beberapa pengecualian, kolonisasi lingkungan teresterial terdiri dari dua kelompok
hewan yaitu artropoda dan vertebrata. Kemampuan hidup didaratan memberikan kemudahan
untuk mendapatkan oksigen tetapi memiliki masalah besar dengan kesetimbangan air dan ion.
Alasannya karena daratan memiliki ketersediaan air yang terbatas sehingga rentan terhadap
dehidrasi. Sehingga hewan yang hidup didaratan harus ada kompromi antara pertukaran gas
dan dehidrasi. Kehilangan air terbesar terjadi karena evaporasi dan kehilangan tersebut harus
ada kompensasinya. Faktor yang mempengaruhi kehilangan air akibat evaporasi adalah
sebagai berikut :
 Kandungan air di atmosfer, evaporasi akan menurun jika kandungan air
(kelembaban) di atmosfer meningkat.
 Temperatur, evaporasi akan meningkat jika temperatur meningkat.
 Peningkatan gerakan udara yang melalui permukaan evaporasi akan meningkatkan
laju evaporasi.
 Tekanan barometrik, jika tekanan barometrik menurun maka laju evaporasi akan
meningkat.
 Area permukaan, semakin luas area permukaan yang terpapar lingkungan maka
kehilangan air akan lebih banyak.

Pengaturan kesetimbangan antara air yang hilang dan air yang masuk sangat penting.
Rute air yang masuk dan air yang keluar disajikan pada tabel 9.2. hewan teresterial berusaha
mengatasi masalah osmotik melalui cara hidupnya dengan berbagai cara.
invertebrata teresterial

Proporsi terbesar dari invertebrata adalah artropoda, insekta dan laba-laba, dari
keduanya insekta merupakan jumlah terbanyak. Anggota lain pada filum ini adalah krustacea,
sangat dominan dilingkungan akuatik kecuali beberapa kelompok seperti kutu kayu. Salah
satu ciri dari insekta adalah eksoskeleton. Eksoskeleton dilapisi lilin yang membentuk
kutikula pada serangga. Keberadaan kutikula sangat penting untuk mengurangi kehilangan air
tubuh. Namun perlu diingat bahwa kutikula tidak total impermeabel terhadap air sehingga
masih dimungkinkan air keluar dari tubuh. Tentu saja kutikula sangat baik sebagai pembatas
untuk mengurangi evaporasi. Sebagai contoh, kehilangan air karena evaporasi pada cacing
tanah adalah 70 kali lebih besar dari insekta karena kutikula pada cacing tanah sangat tipis.
Disrupsi susunan lilin yang melapisi eksoskeleton karena kerusakan fisik ataupun suhu akan
meningkatkan kehilangan air dengan cara evaporasi. Bagian lain yang menyebabkan
kehilangan air karena evaporasi adalah sistem pernafasan, yaitu melalui spirakulum.
Meskipun banyak trakea yang berasal dari spirakulum dilapisi oleh kitin, kehilangan air
melalui rute ini masih cukup besar. Untuk membatasi kehilangan air, insekta memanfaatkan
siklus respirasinya. Kehilangan air melalui feses dan urin pada insekta cukup kecil. Urin yang
dihasilkan oleh tubulus malpigi akan masuk ke bagian akhir pada usus, dimana absorbsi air
terjadi sebelum urin dan feses dikeluarkan dari tubuhnya. Dalam situasi ini, insekta akan
mengekskresikan limbah nitrogen sebagai asam urat (bersifat tidak larut dalam air), sehingga
dapat dikeluarkan hanya dengan sedikit air. Adaptasi tambahan juga terdapat pada beberapa
serangga seperti kecoak Tidak mengekskresikan asam urat melainkan mendepositkannya
untuk disimpan di sekitar tubuhnya seperti didalam kutikula. Hal ini akan mengurangi
pengeluaran air saat produk limbah di ekskresikan. Perolehan air pada serangga yaitu dengan
cara minum dari air hujan, kolam dan genangan air lainnya. Namun sumber air ini tidak
tersedia untuk serangga yang hidup di daerah panas yang gersang dan daerah gurun. Sumber
air potensial lainnya adalah makanan dan produksi air selama metabolisme makanan. Sumber
air yang paling banyak pada makanan berasal dari tanaman, air yang terkandung pada buah
sebesar 90%. Ketika makanan dioleh melalui jalur metabolisme, air juga dihasilkan selain
ATP. Metabolisme oksidasi dari 1 gr glukosa menghasilkan 0,6 g air dan 1 gr lemak
menghasilkan 1 gr air. Cara terakhir pada beberapa serangga seperti kecoak yaitu mampu
menyeimbangkan kebutuhan airnya dengan menyerap uap air yang terdapat di udara
lingkungan sekitarnya. Supaya air dapat diserap dari udara, kandungan air tubuh serangga
harus sangat rendah yaitu 10% atau dengan kata lain serangga harus kehilangan 90% air
tubuhnya. Sebagai tambahan, kelembaban relatif dari udara sekelilingnya harus tinggi,
setidaknya 80%. Mekanisme penyerapan air oleh serangga dan lokasi terjadi penyerapan
belum diketahui dengan jelas.
Vertebrata teresterial
Vertebrata teresterial meliputi reptil, burung dan mamalia. Ampibia diabaikan karena
tidak benar-benar hewan tertesterial. Reptilia seperti ular, kadal, buaya dan penyu, memiliki
kulit bersisik dan kering yang merupakan bagian dari strategi adaptasi bagi hewan teresterial
yang merupakan barier signifikan untuk mencegah kehilangan air melalui evaporasi. Sebagai
tambahan, reptilia juga mengekresikan nitrogen sebagai asam urat, yang hanya membutuhkan
sedikit air untuk dieksresikan. Air dapat masuk kedalam tubuh dengan cara meminumnya
sehingga bagi reptilia yang hidup didaerah panas dan tandus serta daerah gurun akan
mengalami masalah. Air yang terdapat dalam makanan dan air yang diperoleh selama
metabolisme makanan memenuhi kebutuhan air secara signifikan. Beberapa kadal dan penyu
menghasilkan urin yang encer yang tersimpan didalam kantung kemihnya dan akan di
reabsorbsi jika hewan tersebut mengalami dehidrasi.
Strategi adaptasi pada reptilia untuk menyesuaikan kesetimbangan air juga
dilakukan oleh burung. Kesetimbangan air pada burung dikaitkan dengan mempertahankan
kekonstanan temperatur tubuh. Jika temperatur tubuh burung mengalami peningkatan,
maka untuk menghilangkan panas akan berdampak pada kehilangan air, air yang keluar dari
tubuh dengan cara evaporasi akan berdampak mendinginkan tubuh. Fenomena ini disebut
dengan ngos-ngosan (gular fluttering) atau panting pada mamalia tertentu, gerakan cepat
yang terjadi pada mulut dan kerongkongan yang akan menyebabkan kehilangan air.
Aktivitas ngos-ngosan ini sangat potensial dalam menurunkan kesetimbangan air tetapi
karena burung memilki kemampuan lebih untuk mencari sumber air (bisa terbang) maka
masalah ini masih bisa diatasi.
Masalah potensial yang berkaitan dengan air minum terjadi pada burung laut, karena
air yang diminumnya mengandung garam yang tingggi, begitu juga dengan makanan yang
dimakannya. Tentu saja ada kebutuhan pada burung laut untuk mengekresi garam dalam
jumlah besar. Untuk mengatasai masalah tersebut, burung memiliki sepasang kelenjar garam
pada area nasalnya (gambar 9.9). jadi saat kadar garam didalam tubuh berlebih maka burung
akan mengeluarkan larutan yang utamanya adalah NaCl. Kelenjar ini hanya aktif jika kadar
garam didalam tubuh melebihi ambang batas. Kelenjar yang sama juga terdapat pada reptilia,
meskipun lebih banyak beraktivitas di teresterial, reptilia juga menghabiskan sebahagian
waktunya dilingkungan laut, sebagai contoh iguana laut dan buaya air asin. Untuk mengatasi
kekurangan air, burung dan reptil mengekresikan urin kering/padat (asam urat). Kandungan
air didalam feses yang hanya 25% juga sangat membantu burung dan reptil yang hidup di
lingkungan panas dan tandus untuk mempertahankan kesetimbangan cairan tubuhnya.
Mamalia juga punya permasalahan yang sama dengan reptilia dan burung. Kehilangan
air akibat evaporasi dari area permukaan tubuh diminimalisir dengan adanya kulit yang relatif
impermeabel, fur dan rambut. Proporsi terbesar kehilangan air melalui epavorasi pada
mamalia adalah melalui saluran pernafasan. Strategi untuk mengatasinya adalah dengan
menghembuskan udara yang temperaturnya lebih rendah dari temperatur tubuh normal.
Selama inspirasi, dinding saluran nasal mentransfer panas ke udara yang masuk ke sistem
pernafasan. Saat hewan melakukan ekspirasi, udara panas dari sistem pernafasan akan
melewati permukaan yang dingin dan kondensasi air terjadi. Kehilangan air dan garam juga
terjadi karena berkeringat. Dalam situasi ini, kehilangan air dan garam merupakan bagian dari
regulasi temperatur, bukan respon osmotik. Pada mamalia, air diperoleh dengan cara minum,
namun tidak dilakukan oleh mamalia yang hidup di gurun. Kangaroo rat (Dipodomys
specfabilis),tidakmelakukanaktivitas minum, kebutuhan air didapatkan melalui proses
metabolisme (oksidasi glukosa menghasilkan ATP, CO2 dan air. Pada beberapa mamalia,
seperti dolpin, yang merupakan mamalia laut, memliki masalah osmotik karena mendapatkan
sejumlah besar garam dari makanannya. Mamalia laut memiliki ginjal yang sangat efisien
yang dapat menghasilkan urin yang sangat kental sehingga kelebihan garam yang dikonsumsi
dapat di ekskresi. Namun begitu, tidaklah mungkin menghasilkan urin dengan konsentrasi
tinggi yang tak terbatas. Pada umumnya, hanya dimungkinkan menghasilkan 3 – 4 kali urin
yang kosentrasinya lebih tinggi dibandingkan plasma. Jadi aktivitas osmoregulasi sangat
berhubungan erat dengan ekskresi.

Anda mungkin juga menyukai