a. Biji jeruk
Jeruk merupakan tanaman buah yang dibudidayakan terbesar kedua di dunia
setelah anggur (Spiegel-Roy dan Goldschmidt, 1996).
Peningkatan konsumsi buah berkorelasi positif dengan penurunan kasus
penyakit jantung dan risiko penyakit kanker tertentu (Cano et al. 2008).
Pada tanaman jeruk, bahan aktif yang penting bagi kesehatan antara lain ialah
vitamin C, flavonoid, karotenoid, limonoid, dan mineral (Tripoli et al. 2007).
Flavonoid adalah kelompok senyawa fenolik alam yang mempunyai bioaktifitas
sebagai obat. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau dan
merupakan metabolit sekunder yang menunjukkan berbagai khasiat farmakologi
(Nuari, 2017).
Flavonoid adalah derivat senyawa fenol. Flavonoid memiliki 15 atom karbon
yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3C6 (dua cincin aromatik yang terhubung
oleh tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga). Gugus
hidroksil (-OH) hampir selalu terdapat dalam flavonoid, dimana gugus hidroksil
adalah tempat menempelnya berbagai gula yang berpengaruh terhadap kelarutan
flavonoid dalam air (F.B. Salisbury, 1995).
Senyawa flavonoid lain dalam golongan flavanolol berkhasiat sebagai anti
inflamasi, antioksidan dan juga antikanker serta senyawa flavanone berkhasiat
sebagai antibakteri (Patni et al, 2008).
Flavonoid merupakan bahan antioksidan yang mampu menetralisir oksigen
reaktif dan berkontribusi terhadap pencegahan penyakit kronis seperti kanker
(Paulose 2005).
Flavonoid utama dalam jeruk ialah naringin, narirutin, dan hesperidin (Jacob et
al., 2000). Flavonoid terdapat pada kulit buah, biji (Tripoli et al., 2007).
Limonoid merupakan komponen aktif alam penting yang terdiri atas komponen
triterpenoid teroksidasi (Jacob et al. 2000, Khalil et al. 2003).
Pada tanaman jeruk, limonoid diproduksi pada daun dan ditransfer ke buah dan
biji dengan konsentrasi tertinggi pada biji selama masa pematangan buah. Dalam
daun dan buah, kandungan total limonoid meningkat selama masa pertumbuhan.
Kandungan limonoid bervariasi bergantung pada kultivar, waktu panen, dan
jaringan tanaman. Limonoid berfungsi menghambat perkembangan sel kanker.
Senyawa ini relatif stabil pada suhu tinggi, sehingga banyak dicampurkan dalam
kosmetik, permen, roti, dan biskuit (Fergusson, 2002).
Senyawa limonoida ini sangat dominan sekali di dalam kulit dan biji jeruk,
terutama senyawa limonin yang merupakan penyebab utama rasa pahit pada jeruk,
kandungannya sangat dominan dan mudah didapat. Senyawa limonoida ini
merupakan turunan triterpenoida, maka penelusurannya bisa menggunakan metode
penapisan fitokimia, baik dengan pereaksi biasa maupun dengan pereaksi semprot.
Kemudahan di dalam mendapatkan senyawa ini dibuktikan oleh peneliti
sebelumnya yang memperoleh senyawa limonin ketika proses partisi, dengan
bentuk kristal yang bisa dimurnikan langsung dengan rekristalisasi (Jayaprakasha,
et al., 1997).
Limonoid dapat terdeteksi pada hampir seluruh bagian tanaman, namun kadar
tertinggi ditemukan pada bagian biji (Devy et al., 2010).
b. Kopi
Kopi merupakan salah satu minuman dengan aroma dan rasa yang khas yang
banyak digemari oleh berbagai kalangan di Indonesia. Salah satu kandungan pada
biji kopi adalah kafein yang merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder
golongan alkaloid dan memiliki rasa pahit (Rahmana dan Susan, 2012).
Banyaknya komponen kimia didalam kopi seperti kafein, asam klorogenat,
trigonelin, karbohidrat, lemak, asam amino, asam organik, aroma volatile dan
mineral dapat menghasilkan efek yang menguntungkan dan membahayakan bagi
kesehatan penikmat kopi (Hidgon, 2006).
Tingginya kadar kafein dalam biji kopi dapat meningkatkan kerja psikomotor,
sekresi asam lambung, denyut jantung, frekuensi urinasi dan ketegangan otot
(Rahmana dan Susan, 2012).
Konsumsi kafein dalam dosis rendah memang terbukti memberikan manfaat.
Namun tidak semua produk berkafein seperti kopi dan minuman energi
mencantumkan kadar kafein yang terkandung didalamnya.
34,3% peminum minuman energi yang mengandung kafein mengaku
mengalami efek samping diantaranya palpitasi, insomnia, nyeri kepala, tremor,
gelisah, serta mual dan muntah.8,10 Selain itu, konsumsi kafein secara reguler
dapat menimbulkan efek ketergantungan (Bawazeer dan Alsobahi, 2013).
Peningkatan frekuensi urinasi merupakan efek terbanyak ketiga yang
dilaporkan pada penelitian ini disebabkan oleh peningkatan tekanan dan instabilitas
otot detrusor pada kandung kemih akibat kafein (Griffiths, 2003).
Daftar Pustaka