Anda di halaman 1dari 7

Tugas Makalah Mata Kuliah Biologi Krustasea Kawasan Wallacea

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PERTUMBUHAN KRUSTASEA

FARAH NILAMSARI KADIR


L021171313

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kawasan Wallacea merupakan suatu kawasan dengan garis biogeografi
yang memisahkan secara zoogeografis pulau pulau Sumatera, Jawa dan
Kalimantan disebelah Barat dengan Pulau Pulau Sulawesi, Maluku, Nusa
Tenggara dan Papua disebelah Timur. Kekayaan flora dan fauna di wilayah
Wallacua untuk pertama kalinya dinyatakan oleh ilmuawan Alfred R. Wallacea
(Kusumaningrum dan Prasetyo, 2018). Alfred R. Wallacea menarik garis khayal
yang kemudian dikenal sebagai garis Wallacea (Wallacea line) yang dimulai dari
Selat Lombok, melalui Selat Makassar hingga selatan Filipina, sebagai garis
yang membedakan antara unsur-unsur Asia di sebelah barat dan unsur-unsur
Australia disebelah timur. Kawasan Wallacea memiliki bentang alam yang luas
dengan karena memiliki keragaman hayati (biodiversitas) yang tinggi, di mana
setiap pulau mempunyai jenis-jenis endemik (Bisjoe, 2015).
Krustasea merupakan kelompok biota laut yang banyak dijumpai di
perairan dan memiliki nilai ekonomis. Habitat krustasea penyebarannya ada di air
tawar, payau dan laut, sehingga jenis-jenisnya sangat beragam dan dapat hidup
di berbagai kolom perairan. Pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai perubahan
ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu. Secara umum dinyatakan bahwa
laju pertumbuhan krustasea merupakan fungsi dan frekuensi ganti kulit dan
pertambahan berat badan setiap proses ganti kulit atau moulting (Yuniarso,
2006). Maka dari itu, diperlu diketahui faktor faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan pada krustase.

B. Tujuan
Adapun Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui faktor faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan pada krustasea
II. Tinjauan Pustaka

Pertumbuhan dapat diartikan sebagai pertambahan ukuran panjang atau


bobot dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi adalah
peningkatan biomass suatu populasi yang dihasilkan oleh akumulasi bahan-
bahan dari lingkungan. Pertumbuhan merupakan proses biologis yang kompleks
dipengaruhi oleh banyak faktor. Jika dihubungkan dengan ketersediaan
makanan, pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai perubahan panjang atau
bobot yang terjadi pada suatu individu/populasi yang merupakan tanggapan atau
respon terhadap perubahan makanan yang tersedia (Siregar et al., 2014).
Secara umum dinyatakan bahwa laju pertumbuhan krustasea merupakan fungsi
dan frekuensi ganti kulit dan pertambahan berat badan setiap proses ganti kulit
atau moulting (Yuniarso, 2006). Prosesnya meliputi melepaskan dirinya dari kulit
luar (eksoskeleton), air diserap, ukuran udang menjadi bertambah besar, kulit
Universitas Sumatera Utara 13 luar yang baru terbentuk, dan air dalam jaringan
secara bertahap diganti oleh jaringan yang baru (Siregar et al., 2014). Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan krustasea yaitu faktor internal
seperti umur, ukuran dan kemampuan spesies krustasea beradaptasi dengan
lingkungan serta faktor eksternal seperti kondisi fisika dan kimia lingkungan,
ketersediaan makanan, dan apabila dalam kegiatan budidaya media biologi dan
proses penanganan terhadap spesies krustasea juga dapat mempengaruhi
pertumbuhan spesies krustasea (Siregar et al., 2014).

1. Suhu

Suhu air mempunyai peranan paling besar dalam perkembangan dan


pertumbuhan. Suhu perairan sangat mempengaruhi kehidupan udang karena
makin tinggi suhu, maka kelarutan oksigen makin rendah. Bersamaan dengan itu
peningkatan suhu juga mengakibatkan peningkatan aktivitas metabolisme
organisme akuatik sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat serta 90%
dari juvenile udang akan bertahan hidup pada suhu air 24°C, dan selanjutnya
akan berkembang ke fase dewasa di mana udang membutuhkan suhu air kurang
lebih 28°C (Ramadhana, 2019). Krustasea khususnya jenis udang akan kurang
aktif apabila suhu air turun di bawah 18o C dan pada suhu 15o C atau lebih
rendah akan menyebabkan udang stress (Yuniarso,2006).

2. Salinitas
Kadar garam optimum untuk krustasea dapat hidup normal dan tumbuh
baik adalah pada 15‰ - 30‰. Perubahan kadar garam yang mendadak dapat
menyebabkan angka kematian yang tinggi. Pada krustasea jenis udang, Telur
udang menetas pada kadar salinitas 20‰ sampai 30‰. Pada fase juvenil
salinitas yang baik untuk pertumbuhan udang adalah antara 25‰ - 30‰ namun
dapat juga bertahan sampai 34‰. Pada kadar garam lebih tinggi dari 40‰ udang
tidak akan tumbuh lagi (Rahman, Rusliadi dan Iskandar, 2016).

3. Oksigen terlarut

Konsentrasi oksigen terlarut yang rendah merupakan faktor yang paling


lazim menyebabkan mortalitas dan kelambatan pertumbuhan udang. Kelarutan
oksigen dalam air dipengaruhi suhu dan kadar garam. Kelarutan oksigen dalam
air menurun kalau suhu dan kadar garam meningkat atau tekanan udara
menurun. Konsentrasi oksigen terlarut minimum untuk menunjang pertumbuhan
optimal krustase khususnya udang adalah 4 ppm/l (Ramadhana, 2019).

4. pH
pH merupakan indikator keasaman dan kebasaan air. pH perlu
dipertimbangkan karena mempengaruhi metabolisme dan proses fisiologis
krustasea. Kisaran optimum pH untuk pertumbuhan krustasea khususnya jenis
udang windu adalah 6,5-8,5 (Yuniarso,2006).

5. Nutrien
Nitrat merupakan salah satu komponen kimia yang berpengaruh baik bagi
pertumbuhan algae dan phytoplankton sehingga meningkatkan keberadaan
zooplankton yang merupakan sumber nutrisi bagi krustasea (Sembiring, 2008).
Fosfat merupakan zat hara yang penting bagi pertumbuhan fitoplankton
yang merupakan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan
perairan. Fosfat merupakan nutrisi yang paling penting dalam menentukan
produktivitas perairan, keberadaan fosfat di perairan dengan segera dapat
diserap oleh bakteri, pytoplankton dan makrofita (Sembiring, 2008).
Dalam budidaya, selalu ditemukan adanya amonia dalam jumlah besar,
karena amonia merupakan bentuk ekskresi bernitrogen pada Crustacea. Hal ini
berkaitan dengan nutrisi pada pakan yang mengandung protein, karena amonia
merupakan hasil metabolisme protein. Telah diketahui toksisitas amonia memberi
pengaruh pada kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan moulting. Toksisitas
amonia mempengaruhi pH perairan, jika toksisitas amonia meningkat pH
perairan meningkat. Amonia atau hasil oksidasinya (nitrit) pada lingkungan dapat
menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen (Hardianti, Rusliadi, dan Mulyadi,
2017).

6. Ketersediaan makanan
Makanan adalah sumber energi dan sumber materi untuk
mensintesis berbagai komponen sel untuk tumbuh. Dalam budidaya, Pemberian
pakan yang berasal dari campuran makanan hidup dan buatan mampu
menghasilkan laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang lebih baik. Hal ini
disebabkan kedua jenis makanan ini dapat saling melengkapi unsur-unsur
esensial yang dibutuhkan oleh krustasea. Kebutuhan zat pakan pada krustasea
terdiri dari lima kelompok, yaitu protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral
(Hardianti, Rusliadi, dan Mulyadi, 2017).
III. Penutup

A. Kesimpulan
Laju pertumbuhan krustasea merupakan fungsi dan frekuensi ganti kulit
dan pertambahan berat badan setiap proses ganti kulit atau moulting. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan krustasea yaitu faktor internal
seperti umur, ukuran dan kemampuan spesies krustasea beradaptasi dengan
lingkungan serta faktor eksternal seperti kondisi fisika dan kimia lingkungan,
ketersediaan makanan, dan apabila dalam kegiatan budidaya media biologi dan
proses penanganan terhadap spesies krustasea juga dapat mempengaruhi
pertumbuhan spesies krustasea.
DAFTAR PUSTAKA

Bisjoe, A. R. H. (2015) “Kawasan Wallacea dan Implikasinya Bagi Penelitian


Integratif Lingkungan Hidup Dan Kehutanan,” Info Teknis EBONI, 12(2),
hal. 141–148.

Hardianti, Q., Rusliadi, R., dan Mulyadi, M. 2017. Effect of Feeding Made with
Different Composition on Growth and Survival Seeds of Barramundi
(Lates calcarifer, Bloch). Jurnal Online Mahasiswa Universitas Riau,
3(2): 1-10.

Kusumaningrum, E. N. dan Prasetyo, B. (2018) “Ulasan Kritis Tentang Teori


Biogeografi Pulau,” Universitas Terbuka, hal. 14–27.

Ramadhana, S. F. 2019. Hubungan Faktor Lingkungan Perairan dengan


Kelimpahan dan Distribusi Udang Putih Panaeus merguiensis de Man di
Perairan Pantai Pagurawan Kecamatan Medang Deras Kabupaten
Batubara. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.

Rahman, F., Rusliadi, dan Iskandar, P. 2016. Growth and Survival Rate of
Western White Prawns (Litopanaeus vannamei) on Different Salinity.
Jurnal Online Mahasiswa Universitas Riau, 3 (1).

Sembiring H. 2008. Keanekaragaman Dan Distribusi Udang Serta Kaitannya


Dengan Faktor Fisik Kimia Di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli
Serdang.Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara:
Medan.

Siregar GA, Yunasfi, Suryanti A. 2014. Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Udang
Kelong (Penaeus Merguiensis) di Perairan Kabupaten Langkat
Sumatera Utara. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara: Medan.

Yuniarso, T. 2006. Peningkatan Kelangsungan Hidup¸ Pertumbuhan, dan Daya


Tahan Udang Windu (Panaeus monodon fab.) Stadium Pl 7 – Pl 20
Setelah Pemberian Silase Artemia yang telah diperkaya Silase Ikan.
Skripsi.Universitas Sebelas Maret: Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai