0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
453 tayangan18 halaman
Dokumen tersebut membahas tiga jenis ikan air tawar yaitu ikan patin, belida, dan betok. Ikan patin adalah komoditas penting dengan ukuran besar dan mutu daging yang disukai masyarakat. Ikan belida memiliki bentuk tubuh seperti pisau dan dagingnya gurih, sedangkan ikan betok dapat berenang maupun merayap di perairan dangkal.
Dokumen tersebut membahas tiga jenis ikan air tawar yaitu ikan patin, belida, dan betok. Ikan patin adalah komoditas penting dengan ukuran besar dan mutu daging yang disukai masyarakat. Ikan belida memiliki bentuk tubuh seperti pisau dan dagingnya gurih, sedangkan ikan betok dapat berenang maupun merayap di perairan dangkal.
Dokumen tersebut membahas tiga jenis ikan air tawar yaitu ikan patin, belida, dan betok. Ikan patin adalah komoditas penting dengan ukuran besar dan mutu daging yang disukai masyarakat. Ikan belida memiliki bentuk tubuh seperti pisau dan dagingnya gurih, sedangkan ikan betok dapat berenang maupun merayap di perairan dangkal.
1.1.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) adalah salah satu komoditas ikan air tawar ekonomis penting. Ikan ini mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan misalnya ukuran per individu yang besar, fekunditas yang cukup tinggi, kebiasaan makan yang omnivor serta mutu dagingnya digemari oleh masyarakat. Klasifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut.. Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub ordo : Siluroidea Famili : Pangasidae Genus : Pangasius Spesies : Pangasius hypophthalmus
Gambar 1. Ikan patin (Pangasius hypophthalmus)
Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm, ukuran tubuh ini tergolong besar bagi ikan jenis lele-lelean. Pada pembudidayaan dalam umur 6 bulan ikan patin bisa mencapai ukuran 35-40 cm (Susanto dan Amri 2002). Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut pendek yang berfungsi sebagai alat peraba (Susanto dan Amri 2002). Sirip punggung (dorsal) mempunyai jari-jari keras yang berubah menjadi patil bergerigi di sebelah belakangnya. Jari-jari lunak sirip punggung berjumlah enam atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak berukuran kecil sekali yang disebut adipose fin. Sirip ekornya berbentuk cagak dan bentuknya simetris. Sirip duburnya yang panjang terdiri dari 30-33 jari-jari lunak. Sirip perutnya memiliki 8-9 jari-jari lunak (Slembrouck et al. 2005). Sirip dada memiliki 12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang menjadi senjata dan dikenal sebagai patil. Ikan ini memiliki beberapa sifat biologis, yaitu nokturnal atau melakukan aktivitas pada malam hari seperti halnya catfish lainnya dan sesekali muncul ke permukaan air untuk mengambil oksigen dari udara langsung (Susanto dan Amri 2002). Ikan patin sangat toleran terhadap derajat keasaman (pH) air, yaitu dari perairan yang agak asam (pH 5) sampai perairan yang basa (pH 9). Kandungan oksigen terlarut yang dibutuhkan bagi kehidupan patin adalah 3-6 ppm, karbondioksida yang ditolerir 9-20 ppm, dengan alkalinitas 80-250. Suhu air media pemeliharaan yang optimal berada dalam kisaran 28-30 C (Khairuman dan Suhenda 2001).
1.1.2 Komposisi Kimia Ikan Patin Tubuh ikan patin didominasi oleh daging yang mencapai 49%. Komposisi yang lain, yaitu kulit, tulang, kepala, jeroan, dan gelembung renang. Pada umumnya, komposisi daging ikan terdiri dari 15 - 24% protein, 0,1 - 22% lemak, 1 - 3% karbohidrat, 0,8 - 2% substansi anorganik, dan 66-84% air (Suzuki 1981). Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air dapat memberikan pengaruh pada penampakan, tekstur serta cita rasa. Bahkan di dalam makanan kering sekalipun, terkandung air dalam jumlah tertentu. Produk hasil perikanan memiliki kandungan air yang sangat tinggi, sekitar 80%. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran dan daya simpan bahan tersebut (Winarno 2008). Kadar air dalam suatu bahan menunjukkan perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan. Kandungan lemak dalam daging ikan bervariasi tergantung pada spesies, umur, kondisi sebelum atau setelah perkembangbiakan (bertelur), dan kondisi pakan. Semakin tinggi kandungan lemaknya, maka semakin rendah kandungan air daging ikan (Suzuki 1981). Lemak yang terdapat pada produk perikanan pada umumnya sangat mudah untuk dicerna langsung oleh tubuh, sebagian besar adalah asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan oleh pertumbuhan, dan kadar kolesterol sangat rendah (Adawyah 2007). Penentuan kadar abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Mineral dalam makanan ditentukan dengan pengabuan atau inserasi (pengabuan) (deMan 1997). Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar, tetapi zat anorganiknya tidak ikut terbakar. Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien selain karbohidrat dan lemak yang berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Kandungan energi protein rata-rata 4 kkal/gram atau setara dengan kandungan energi karbohidrat. Produk perikanan memiliki kandungan protein yang mudah diserap dan dicerna sehingga baik dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi protein terutama pada anak-anak (Sudhakar et al. 2009). Fungsi utama protein bagi tubuh adalah membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein juga digunakan sebagai bahan bakar apabila kebutuhan energi tubuh tidak terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat. Separuh atau 50% dari berat kering sel dalam jaringan yaitu hati dan daging diperkirakan terdiri dari protein (Winarno 1997).
1.2 Ikan Belida 1.2.1 Deskripsi Ikan Belida Ikan belida merupakan ikan air tawar yang tergolong dalam famili Notopteridae. Anggota Notopteridae yang menyebar di Asia adalah dari genus Chitala dan Notopterus. Daerah persebaran ikan belida dari genus Chitala meliputi India, Pakistan, Bangladesh, Srilanka, Nepal, Thailand, dan Indonesia (Jawa, Sumatera, dan Kalimantan) (Inoue et al. 2009). Ikan belida atau ikan pipih mempunyai mulut lebar dan kepala kecil. Bentuk tubuhnya seperti pisau, punggung meninggi dengan bagian perut yang tampak lebar dan pipih. Sirip anal menyambung dengan sirip ekor berawal tepat di belakang sirip perut dan dihubungkan dengan sisik-sisik kecil. Betina memiliki sirip perut relatif pendek dan tidak menutup bagian urogenital, alat kelamin berbentuk bulat. Jantan memiliki sirip perut lebih panjang dan menutup bagian urogenital, alat kelamin berbentuk tabung, ukurannya lebih kecil daripada betina. Ukuran ikan bervariasi dari 15-90 cm. Gambar 2. Ikan belida (Notopterus Chitala (H.B.) Di Sumatera Selatan, ikan belida digunakan sebagai maskot yang sering dijadikan bahan pembuatan makanan khas. Hal ini karena daging ikan belida yang memiliki kandungan lemak yang tinggi sehingga mempunyai rasa yang gurih (Sunarno 2002), berserat lembut, renyah, dan tidak amis. Selain sebagai bahan makanan, ikan belida sering kali dijadikan sebagai ikan hias karena mempunyai bentuk kepala dan variasi warna yang menarik, dan juga mudah dipelihara (Wibowo et al. 2006). Secara umum populasi Chitala sp. di seluruh dunia terus menurun. Ikan ini termasuk langka karena sulitnya proses pemijahan, eksploitasi yang berlebih dan introduksi ikan asing ke dalam habitat asalnya. Dibandingkan dengan jenis ikan lainnya, belida lebih sulit berkembang karena hanya mampu memproduksi telur sebanyak 5% dari berat tubuhnya. Saat ini, ikan belida sudah termasuk ke dalam ikan air tawar yang dilindungi. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 7 tanggal 27 Januari 1999 tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi, salah satu jenis ikan yang masuk di dalamnya adalah semua jenis dari genus Notopterus 1.3 Ikan Betok 1.3.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Betok Ikan betok (A. testudineus) merupakan salah satu jenis ikan tropis dan subtropis yang umumnya dikenal dengan nama climbing perch, hal ini dikaitkan dengan kemampuannya merayap pada wilayah yang airnya terbatas (Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I Jambi, 1995). Menurut Jhingran (1975), sistematika ikan ini adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Labyrinthici Subordo : Anabantoidei Famili : Anabantidae Genus : Anabas Spesies : A. testudineus (Bloch) Nama lokal : Betok, puyu
Gambar 3. Ikan Betok (A. Testudineus)
1.3.2 Ciri-Ciri Morfologi Ikan Betok Ikan ini memiliki kepala yang bulat pepat, badan memanjang (lonjong), sirip ekor bundar, biasanya berwarna cokelat atau hitam kehijau-hijauan. Ikan ini memiliki gigi pada rahang bagian vomernya, operculum dan preoperkulumnya bersisik, serta lateral line yang dimiliki berupa dua ruas (Taki, 1974). Ikan muda mempunyai baris- baris gelap pada bagian belakang badan dan ekor dengan sebuah oselus (bulatan) besar berujung putih pada dasar sirip ekor dan yang lebih kecil dibelakang tutup insang (Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I Jambi, 1995). Panjang maksimum dari ikan ini adalah 25 cm, namun biasanya sudah matang gonad pada ukuran 10 cm. Ikan jantan biasanya berwarna lebih gelap dibandingkan ikan betina (Axelrod et al., 1983). Ikan betok jantan memiliki sirip punggung lebih panjang dan tajam daripada betinanya, begitu pula sirip dubur jantan lebih panjang daripada betina, namun ikan betok betina memiliki sirip dada dan sirip perut yang lebih tebal dibandingkan dengan ikan betok jantan (Lingga dan Susanto, 1991 dalam Andrijana, 1995; Mc Inerny dan Geoffrey, 1958). Ikan memiliki organ pernapasan tambahan (labyrinth) yang merupakan pelebaran epibranchial pada lekukan insang pertama.
1.3.3 Habitat Ikan betok merupakan jenis ikan agresif dan dapat ditemui di berbagai macam perairan. Habitat alami ikan ini adalah sungai yang berumput, sungai kecil, kolam, parit irigasi, rawa banjiran, dan berbagai daerah perairan lainnya. Hal ini didukung oleh adanya labyrinth pada ikan betok yang memungkinkan untuk dapat hidup di berbagai wilayah perairan walaupun kondisi perairan tersebut defisit oksigen dan tidak memungkinkan bagi ikan lain untuk hidup di daerah tersebut (Axelrod et al., 1983; Berra, 2001; Kottelat, 1993). Ketika malam, ikan ini juga dapat meninggalkan wilayah perairan dengan mengembara ke daratan sejauh 180 cm dari air (Berra, 2001).
1.4 Ikan bandeng (Chanos Chanos) 1.4.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas ekspor yang dikenal dengan sebutan milkfish. Ikan ini memiliki karakteristik berbadan langsing, sirip bercabang serta lincah di air, memiliki sisik seperti kaca dan berdaging putih. Ikan bandeng memiliki keunikan, yakni mulutnya tidak bergigi dan makanannya adalah tumbuh- tumbuhan dasar laut. Selain itu panjang usus bandeng 9 kali panjang badannya (Murtidjo 1989).
Klasifikasi ikan bandeng (Saanin 1984) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Famili : Chanidae Genus : Chanos Spesies : Chanos chanos Ikan bandeng mempunyai ciri-ciri morfologi badan memanjang, agak pipih, tanpa skut pada bagian perutnya, mata diseliputi lendir mempunyai sisik besar pada sirip dada dan sirip perut, sirip ekor panjang dan bercagak, sisik kecil dengan tipe cycloid, tidak bergigi, sirip dubur jauh di belakang sirip punggung (Saanin 1984). Morfologi ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Morfologi ikan bandeng (Chanos chanos) Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau yang potensial dikembangkan. Jenis ikan ini mampu mentolerir salinitas perairan yang luas (0-158 ppt) sehingga digolongkan sebagai ikan euryhaline. Ikan bandeng mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, pH dan kekeruhan air, serta tahan terhadap serangan penyakit (Ghufron dan Kardi 1997).
1.5 Ikan Tawes 1.5.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tawes Klasifikasi ikan tawes menurut Nelson (2006) adalah sebagai berikut : Kelas : Actinopterygii Subklas : Neopterygii Divisi : Teleostei Subdivisi : Ostariclopeomorpha (Otocephala) Superordo : Ostariophysi Ordo : Cypriniformes, Superfamili : Cyprinoidea Famili : Cyprinidae Subfamili : Barbinae Genus : Barbonymus Specific name : gonionotus Spesies : Barbonymus gonionotus Ikan tawes merupakan salah satu ikan asli Indonesia terutama pulau Jawa. Hal ini juga yang menyebabkan tawes memiliki nama ilmiah Puntius javanicus. Namun, berubah menjadi Puntius gonionotus, dan terakhir berubah menjadi Barbonymus gonionotus. Ikan tawes memiliki nama lokal tawes (Indonesia), taweh atau tawas, lampam Jawa (Melayu). Di Danau Sidendreng ikan tawes disebut bale kandea (Amri dan Khairuman, 2008).
1.5.2 Klasifikasi Ikan Tawes Ikan tawes termasuk ke dalam famili Cyprinidae seperti ikan mas dan ikan nilem. Bentuk badan agak panjang dan pipih dengan punggung meninggi, kepala kecil, moncong meruncing, mulut kecil terletak pada ujung hidung, sungut sangat kecil atau rudimenter. Di bawah garis rusuk terdapat sisik 5 buah dan 3-3 buah di antara garis rusuk dan permulaan sirip perut. Garis rusuknya sempurna berjumlah antara 29-31 buah. Badan berwarna keperakan agak gelap di bagian punggung. Pada moncong terdapat tonjolan-tonjolan yang sangat kecil. Sirip punggung dan sirip ekor berwarna abu-abu atau kekuningan, dan sirip ekor bercagak dalam dengan lobus membulat, sirip dada berwarna kuning dan sirip dubur berwarna oranye terang. Sirip dubur mempunyai 6 jari-jari bercabang (Kottelat et al., 1993). Sisik dengan struktur beberapa jari-jari sejajar atau melengkung ke ujung, sedikit atau tidak ada proyeksi jari-jari ke samping. Ada tonjolan sangat kecil, memanjang dari tilang mata sampai ke moncong dan dari dahi ke antara mata. Sirip dubur mempunyai 6 jari-jari bercabang, 3-3 sisik antara gurat sisi dan awal sirip perut (Kotelat et al., 1993).
Gambar 5. Ikan Tawes (Barbonymus Gonionotus) Ikan tawes merupakan salah satu ikan asli Indonesia. Ikan tawes dalam habitat aslinya adalah ikan yang berkembang biak di sungai, danau dan rawarawa dengan lokasi yang disukai adalah perairan dengan air yang jernih dan terdapat aliran air, mengingat ikan ini memiliki sifat biologis yang membutuhkan banyak oksigen dan hidup di perairan tawar dengan suhu tropis 22 28C, serta pH 7. Ikan ini dapat ditemukan di dasar sungai mengalir pada kedalaman hingga lebih dari 15 m, rawa banjiran dan waduk. Ikan tawes adalah termasuk ikan herbivora atau pemakan tumbuhan (Kotelat et al., 1993).
2. IKAN LAUT 2.1 Ikan Pedang 2.1.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Pedang Bentuk tubuh seperti ikan guppy (memanjang dengan potongan melintang compressed)tetapi lebih besar. Kepala tumpul dan bersisik. Moncong pendek. Mulut terminal, ukurannya sempit dan dapat disembulkan. Bibir tipis, tidak mempunyai sungut, hidung terletak di daerah kepala, di atas mulut. Termasuk dalam kelas osteichthyes. Mata ikan terletak disisi kanan dan kiri kepala. Sisik menutupi tubuh mulai dari daerah kepala sampai ke pangkal sirip ekor. Tipe sisik adalah cycloid. Gurat sisi berbentuk lurus terdapat disepanjang tubuh, mulai dari belakang operculum sampai ke batang ekor. Bentuk gurat sisi menyerupai garis lurus. Sirip lengkap (D, V, P,A, C), jari-jari sirip lemah. Tidak mempunyai sirip lemak, finlet, Scute, Keel, dan korselet. Sirip punggung berbentuk sempurna dan hanya berjumlah satu, letak sirip punggung di pertengahan. Permulaan dasar sirip punggung persis sama dengan permulaan sirip perut. Sirip dada terletak di bagian anterior badan di belakang tutup insang (operculum). Posisi sirip perut sub abdominal. Sirip anal terletak disisi ventral badan, ikan ini mempunyai pedang yang panjang, pedang ini sebenarnya adalah sirip anal yang tumbuh memanjang. Sirip punggung dan ekornya relatif lebar. Sirip ekor terletak pada bagian paling anterior dari tubuh ikan, bentuk sirip ekor berpinggiran tegak. Warna ikan orange cerah dengan bagian perut berwarna keperakan dan berlendir, tidak mempunyai kelenjar racun.
Ordo : Cyprinodontoidei Subordo : Poecilioidei Famili : Poecilidae Genus : Xyphophorus Spesies : Xyphophorus helleri Nama asing : Swordtail
Distribusi dan habitat alami berasal dari Meksiko, Florida, dan Virginia. Ikan ini diintroduksi ke Indonesia sekitar 1930-an.
Gambar 6. Ikan Pedang
2.2 Ikan Teri 2.2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tuna Klasifikasi ikan Teri berdasarkan ikan yang termasuk Cartilaginous (bertulang rawan) atau bony (bertulang keras), menurut Young (1962) dan De Bruin et al (1994) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Sub-Filum : Vertebrae Class : Actinopterygii Ordo : Clupeiformes Famili : Engraulididae Genus : Stolephorus Species : Stolephorus spp Ikan teri yang termasuk dalam famili Engraulididae ini mempunyai banyak species. Species umum yang teridentifikasi adalah Stolephorus heterobolus, S. devisii, S. buccaneeri, S. indicus, dan S. commersonii (De Bruin et al 1994) Selain itu, ikan juga dibagi dalam species ikan berlemak atau ikan kurus Dengan klasifikasinya dibuat berdasarkan pada karakteristik biologik dan teknologik (Huss 1995). Ikan teri yang termasuk dalam kelompok ikan pelagik kecil merupakan sumberdaya yang poorly behaved karena makanan utamanya plankton (Keenleyside 1979 dan Wootton 1992) sehingga kelimpahannya sangat tergantung kepada factor- faktor lingkungan (Merta 1992). Selain itu, ikan teri yang mempunyai ukuran 7-16 cm (De Bruin 1994), seperti umumnya kelompok ikan pelagis kecil, mempunyai karakteristik sebagai berikut (Keenleyside 1979 dan Balitbang Perikanan 1994) : (1) Membentuk gerombolan yang terpencar-pencar ( patchness) (2) Variasi kelimpahan cukup tinggi yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan yang berfluaktuatif. (3) Selalu melakukan ruaya baik temporal maupun spasial (4) Aktivitas gerak yang cukup tinggi yang ditunjukkan oleh bentuk badan menyerupai cerutu atau torpedo.
2.2 Ikan Kakap 2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi A. virescens Valenciennes, 1830 menurut Saanin (1968 dan 1984) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Sub ordo : Percoidea Divisi : Perciformes Family : Lutjanidae Spesies :Aprion virescens Sinonim :Mesoprion microchir, Sparopsis elongates, Sparopsis latifrons, Aprion konekonis Nama umum : Green jobfish Nama lokal : Kurisi Bali (Indonesia), Gunturu (Makasar), Panakol bedug (Palabuhanratu)
A. virescens memiliki cirri khusus sirip dada yang pendek, membundar dan sepanjang hidung (Saanin, 1984). Badannya memanjang, kokoh, moncong di bawah lubang hidung dengan alur horizontal, rahang atas dan rahang bawah hamper sama. Rahang atas tidak bersisik, selaput sirip punggung dan sirip dubur tanpa sisik. Terdapat lingkar gigi pada kedua rahang, memiliki gigi taring yang terdapat di depan. Maxilla tanpa sisik dan memanjang vertical melalui garis tepi yang licin. Lengkungan insang pertama berkisar 7-11 buah melekat pada bagian atas dan pada oto bagian bawah 11-15 buah dengan total kisaran 18-26 buah. Sirip punggung keras dan sirip punggung lemah bersambung tetapi terdapat sedikit lekukan yang tidak terlalu dalam. Sirip ekor bercabang dua berbentuk forked (bercagak). Sirip punggung dengan jari- jari keras berkisar 10-2 buah, jari-jari sirip punggung lemah berkisar 6-10 buah, sirip dada berkisar 15-17 buah dan garis rusuk (linea lateralis) berjumlah 50-53 buah. Badan berwarna hijau gelap atau biru abu-abu, sirip-siripnya kuning atau ungu (Allen,2001). A.virencens hidup menyendiri atau soliter.Makanannya berupa ikan-ikan kecil, udang, kepiting, plankton dan chepalapoda. Ikan ini tersebar pada daerah Indo Pasifik yang meliputi Afrika Timur, Kepulauan Hawai, utara Jepang, selatan Australia, dan Afrika Selatan (Allen,2001). Myers (1999) in Haight (2005) melaporkan A.virescens di Hawai mendiami perairan pada kedalaman 3-180 meter pada substrat yang keras dengan struktur yang kompleks. Haight (1989) in Haight (2005) melaporkan bahwa sebagian besar CPUE untuk A.virescens di Hawai terjadi pada kedalaman 50-100 m sedangkan di perairan barat Indonesia melalui servey kapal-kapal penelitian Bawal Putih 2 dan Jurong pada tahun 1974-1979, sebagian besar A.virescens tertangkap pada kedalaman 20-100 m (Pauly dan Martosubroto, 1996).
2.3 Ikan Cakalang 2.3.1 Deskripsi dan Daerah Penyebaran Ikan Cakalang Cakalang sering disebut skipjack tuna dengan nama lokal cakalang. Adapun klasifikasi cakalang menurut Matsumoto, et al (1984) adalah sebagai berikut : Phylum : Vertebrata Class : Telestoi Ordo : Perciformes Famili : Scombridae Genus : Katsuwonus Species : Katsuwonus pelamis
Gambar 7. Ikan Cakalang Cakalang termasuk jenis ikan tuna dalam famili Scombridae, species Katsuwonus pelamis. Collete (1983) menjelaskan ciri-ciri morfologi cakalang yaitu tubuh berbentuk fusiform, memanjang dan agak bulat, tapis insang (gill rakes) berjumlah 53- 63 pada helai pertama. Mempunyai dua sirip punggung yang terpisah. Pada sirip punggung yang pertama terdapat 14-16 jari-jari keras, jari-jarilemah pada sirip punggung kedua diikuti oleh 7-9 finlet. Sirip dada pendek,terdapat dua flops diantara sirip perut. Sirip anal diikuti dengan 7-8 finlet. Badantidak bersisik kecuali pada barut badan (corselets) dan lateral line terdapat titik-titik kecil. Bagian punggung berwarna biru kehitaman (gelap) disisi bawah dan perut keperakan, dengan 4-6 buah garis-garis berwarna hitam yang memanjangpada bagian samping badan.Cakalang termasuk ikan perenang cepat dan mempunyai sifat makan yangrakus. Ikan jenis ini sering bergerombol yang hampir bersamaan melakukan ruayadisekitar pulau maupun jarak jauh dan senang melawan arus, ikan ini biasabergerombol diperairan pelagis hingga kedalaman 200 m. Ikan ini mencari makanberdasarkan penglihatan dan rakus terhadap mangsanya. Menurut Gunarso (1996), suhu yang ideal untuk ikan cakalang antara 26 0 C 32 0 C, dan suhu yang ideal untuk melakukan pemijahan 28 0 C 29 0 C dengan salinitas 33% . Sedangkan menurut Jones dan Silas (1962) cakalang hidup padatemperature antara 16 0 C 30 0 C dengan temperature optimum 28 0 C. Ikan cakalang menyebar luas diseluruh perairan tropis dan sub tropis padalautan Atlantik, Hindia dan Pasifik, kecuali laut Mediterania. Penyebaran ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu penyebaran horizontal atau penyebaran menurut letak geografis perairan dan penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman perairan. Penyebaran Tuna dan Cakalang sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus garis konvergensi diantara arus dingin dan arus panas merupakan daerah yang kaya akan organisme dan diduga daerah tersebut merupakan fishing ground yang sangat baik untuk perikanan Tuna dan Cakalang. Dalam perikanan Tuna dan Cakalang pengetahuan tentang sirkulasi arus sangat diperlukan, karena kepadatan populasi pada suatu perairan sangat berhubungan dengan arus-arus tersebut (Nakamura, 1969).
2.4 Ikan Layur 2.4.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan layur Klasifikasi ikan layur menurut Nakamura dan Parin (1993) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Pisces Kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Subordo : Scombroidae Superfamili : Trichiuroidea Famili : Trichiuridae Genus : Trichiurus Spesies : Trichiurus lepturus Genus : Lepturacanthus Spesies : Lepturacanthus savala Famili : Gempylidae Genus : Gempylus Spesies : Gempylus serpens Nama Indonesia : Layur
Gambar 8. Ikan Layur Ikan layur tergolong ikan demersal yaitu ikan yang hidup di dasar atau dekat dengan dasar perairan (Aoyama, 1972 dalam Ridho, 2004). Kelompok ikan ini pada umumnya memiliki aktivitas relatif rendah, gerak ruaya tidak terlalu jauh dan membentuk gerombolan yang tidak terlalu besar sehingga sebarannya relative lebih merata jika dibandingkan dengan ikan-ikan pelagis. Kondisi ini mengakibatkan daya tahan ikan demersal terhadap tekanan penangkapan relative rendah dan tingkat mortalitasnya cenderung sejalan dengan upaya penangkapannya (Aoyama, 1972 dalam Ridho, 2004). Ikan layur umumnya hidup pada perairan yang dalam dengan dasar berlumpur. Meskipun demikian, ikan layur biasanya akan muncul kepermukaan menjelang senja untuk mencari makan (Parin, 1986; Nakamura dan Parin, 1993). Nakamura dan Parin (1993) menyatakan bahwa ikan layur dari famili Gempylidae biasanya ditemukan pada kedalaman lebih dari 150 m dan ikan layur dari family Trichiuridae dapat ditemukan sampai kedalaman 2000 m. Sedangkan Bal dan Rao (1984) menyatakan bahwa habitat utama ikan layur adalah laut dan terkadang memasuki estuari. Ikan layur termasuk jenis ikan karnivor yang dilengkapi dengan gigi yang kuat dan tajam pada kedua rahangnya. Makanannya berupa udang-udangan, cumicumi, dan ikan kecil seperti teri, sardin, dan yuwana ikan layur (Bal dan Rao, 1984; Nakamura dan Parin, 1993; Nontji, 2005). Masa pemijahan ikan layur belum banyak diketahui, hanya saja untuk ikan layur yang ada di selatan Jepang dari jenis T. lepturus memijah dan telurnya menetas pada musim semi yaitu sekitar bulan April - Mei ketika suhu mulai menghangat. Prabhu (1955) dalam Bal dan Rao (1984) menyatakan bahwa pemijahan T. lepturus hanya berlangsung sekali dalam setahun yaitu pada bulan Juni namun penelitian-penelitian lain mengindikasikan pemijahan terjadi pada Mei - Juni dan November Desember (Tampi dkk.,1971; Narasimham 1976 dalam Bal dan Rao (1984). Parin (1986) menyatakan hal yang berbeda. Menurutnya T. lepturus yang hidup di daerah Mediterranean memijah pada bulan Juli - Agustus. Sedangkan Nakamura dan Parin (1993) menyebutkan bahwa ikan layur dari famili Trichiuridae memijah sepanjang tahun pada perairan hangat. Untuk jenis L. savala, diketahui bahwa ikan layur jenis ini memijah dua kali dalam setahun namun periode pemijahan mereka belum dipastikan. Sebagian besar petunjuk cenderung menunjukkan bahwa ikan layur memijah dua kali dalam setahun (Tampi dkk.,1971; Narasimham, 1976 dalam Bal dan Rao, 1984). Ikan layur biasanya ditangkap dengan menggunakan trawl, cantrang, pancing, jaring insang, dan macam- macam perangkap seperti bubu dan jermal (Ayodhya dan Diniah, 1989).
2.5 Ikan Tembang 2.5.1 Deskripsi dan Ciri Morfologi Ikan Tembang Sistematika ikan tembang menurut (Valenciennes, 1847) adalah sebagai berikut : Kingdom = Animalia Phylum = Chordata Class = Actinopterygii Ordo = Clupeiformes Family = Clupeidae Genus = Sardinella Spesies = Sardinella fimbriata Saanin (1979) menyatakan bahwa ikan tembang (Sardinella fimbriata), Mempunyai bentuk tubuh yang memanjang, badan tertutup sisik sampai di kepala, kecuali bagian moncong sebelah depan. Mulut agak lebar dengan gigi yang lemah, tanda khususnya adalah sepasang gurat sisi (linea lateralis) membentuk garis yang tak terputus putus memanjang mulai dari ujung ekor sampai di ujung tutup insang. Ikan tembang (Sardinella fimbriata) memiliki ciri ciri bentuk tubuh langsing memanjang dan tidak begitu kompres. Sirip punggung berjari jari lemah 30 35 dan punggung jari jari keras 8, sirip dubur terdiri dari dua jari jari keras bergabung dengan 26 30 jari jari lemah. Kebanyakan ikan ini berwarna agak cerah yaitu warna tubuhnya yang bertingkat, di bagian dorsal berwarna biru kemudian bagian sisik keperak perakan, dan putih bagian perut. Panjang tubuh ikan inii biasanya mencapai 21 cm. (Dirjen Perikanan, 1998).