Anda di halaman 1dari 18

Ikan Tawar

1.1 Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus)


1.1.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus)
Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) adalah salah satu komoditas ikan air
tawar ekonomis penting. Ikan ini mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan
untuk dibudidayakan misalnya ukuran per individu yang besar, fekunditas yang
cukup tinggi, kebiasaan makan yang omnivor serta mutu dagingnya digemari oleh
masyarakat. Klasifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut..
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub ordo : Siluroidea
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius hypophthalmus










Gambar 1. Ikan patin (Pangasius hypophthalmus)

Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan
punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm, ukuran
tubuh ini tergolong besar bagi ikan jenis lele-lelean. Pada pembudidayaan dalam
umur 6 bulan ikan patin bisa mencapai ukuran 35-40 cm (Susanto dan Amri 2002).
Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala relatif kecil dengan mulut terletak di ujung
kepala. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut pendek yang berfungsi
sebagai alat peraba (Susanto dan Amri 2002).
Sirip punggung (dorsal) mempunyai jari-jari keras yang berubah menjadi patil
bergerigi di sebelah belakangnya. Jari-jari lunak sirip punggung berjumlah enam atau
tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak berukuran kecil sekali yang
disebut adipose fin. Sirip ekornya berbentuk cagak dan bentuknya simetris. Sirip
duburnya yang panjang terdiri dari 30-33 jari-jari lunak. Sirip perutnya memiliki 8-9
jari-jari lunak (Slembrouck et al. 2005). Sirip dada memiliki 12-13 jari-jari lunak dan
sebuah jari-jari keras yang menjadi senjata dan dikenal sebagai patil.
Ikan ini memiliki beberapa sifat biologis, yaitu nokturnal atau melakukan
aktivitas pada malam hari seperti halnya catfish lainnya dan sesekali muncul ke
permukaan air untuk mengambil oksigen dari udara langsung (Susanto dan Amri
2002). Ikan patin sangat toleran terhadap derajat keasaman (pH) air, yaitu dari
perairan yang agak asam (pH 5) sampai perairan yang basa (pH 9). Kandungan
oksigen terlarut yang dibutuhkan bagi kehidupan patin adalah 3-6 ppm,
karbondioksida yang ditolerir 9-20 ppm, dengan alkalinitas 80-250. Suhu air media
pemeliharaan yang optimal berada dalam kisaran 28-30 C (Khairuman dan Suhenda
2001).

1.1.2 Komposisi Kimia Ikan Patin
Tubuh ikan patin didominasi oleh daging yang mencapai 49%. Komposisi
yang lain, yaitu kulit, tulang, kepala, jeroan, dan gelembung renang. Pada umumnya,
komposisi daging ikan terdiri dari 15 - 24% protein, 0,1 - 22% lemak, 1 - 3%
karbohidrat, 0,8 - 2% substansi anorganik, dan 66-84% air (Suzuki 1981).
Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air
dapat memberikan pengaruh pada penampakan, tekstur serta cita rasa. Bahkan di
dalam makanan kering sekalipun, terkandung air dalam jumlah tertentu. Produk hasil
perikanan memiliki kandungan air yang sangat tinggi, sekitar 80%. Kandungan air
dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran dan daya simpan
bahan tersebut (Winarno 2008). Kadar air dalam suatu bahan menunjukkan perbedaan
antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan.
Kandungan lemak dalam daging ikan bervariasi tergantung pada spesies,
umur, kondisi sebelum atau setelah perkembangbiakan (bertelur), dan kondisi pakan.
Semakin tinggi kandungan lemaknya, maka semakin rendah kandungan air daging
ikan (Suzuki 1981). Lemak yang terdapat pada produk perikanan pada umumnya
sangat mudah untuk dicerna langsung oleh tubuh, sebagian besar adalah asam lemak
tak jenuh yang dibutuhkan oleh pertumbuhan, dan kadar kolesterol sangat rendah
(Adawyah 2007).
Penentuan kadar abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi suatu
bahan makanan. Mineral dalam makanan ditentukan dengan pengabuan atau inserasi
(pengabuan) (deMan 1997). Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik
terbakar, tetapi zat anorganiknya tidak ikut terbakar.
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien selain
karbohidrat dan lemak yang berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul
daripada sumber energi. Kandungan energi protein rata-rata 4 kkal/gram atau setara
dengan kandungan energi karbohidrat. Produk perikanan memiliki kandungan protein
yang mudah diserap dan dicerna sehingga baik dikonsumsi untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi protein terutama pada anak-anak (Sudhakar et al. 2009). Fungsi
utama protein bagi tubuh adalah membentuk jaringan baru dan mempertahankan
jaringan yang telah ada. Protein juga digunakan sebagai bahan bakar apabila
kebutuhan energi tubuh tidak terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat. Separuh atau
50% dari berat kering sel dalam jaringan yaitu hati dan daging diperkirakan terdiri
dari protein (Winarno 1997).

1.2 Ikan Belida
1.2.1 Deskripsi Ikan Belida
Ikan belida merupakan ikan air tawar yang tergolong dalam famili
Notopteridae. Anggota Notopteridae yang menyebar di Asia adalah dari genus
Chitala dan Notopterus. Daerah persebaran ikan belida dari genus Chitala meliputi
India, Pakistan, Bangladesh, Srilanka, Nepal, Thailand, dan Indonesia (Jawa,
Sumatera, dan Kalimantan) (Inoue et al. 2009).
Ikan belida atau ikan pipih mempunyai mulut lebar dan kepala kecil. Bentuk
tubuhnya seperti pisau, punggung meninggi dengan bagian perut yang tampak lebar
dan pipih. Sirip anal menyambung dengan sirip ekor berawal tepat di belakang sirip
perut dan dihubungkan dengan sisik-sisik kecil. Betina memiliki sirip perut relatif
pendek dan tidak menutup bagian urogenital, alat kelamin berbentuk bulat. Jantan
memiliki sirip perut lebih panjang dan menutup bagian urogenital, alat kelamin
berbentuk tabung, ukurannya lebih kecil daripada betina. Ukuran ikan bervariasi dari
15-90 cm.
Gambar 2. Ikan belida (Notopterus Chitala (H.B.)
Di Sumatera Selatan, ikan belida digunakan sebagai maskot yang sering
dijadikan bahan pembuatan makanan khas. Hal ini karena daging ikan belida yang
memiliki kandungan lemak yang tinggi sehingga mempunyai rasa yang gurih
(Sunarno 2002), berserat lembut, renyah, dan tidak amis. Selain sebagai bahan
makanan, ikan belida sering kali dijadikan sebagai ikan hias karena mempunyai
bentuk kepala dan variasi warna yang menarik, dan juga mudah dipelihara (Wibowo
et al. 2006). Secara umum populasi Chitala sp. di seluruh dunia terus menurun. Ikan
ini termasuk langka karena sulitnya proses pemijahan, eksploitasi yang berlebih dan
introduksi ikan asing ke dalam habitat asalnya. Dibandingkan dengan jenis ikan
lainnya, belida lebih sulit berkembang karena hanya mampu memproduksi telur
sebanyak 5% dari berat tubuhnya. Saat ini, ikan belida sudah termasuk ke dalam ikan
air tawar yang dilindungi. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 7 tanggal 27 Januari
1999 tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi, salah satu jenis ikan
yang masuk di dalamnya adalah semua jenis dari genus Notopterus
1.3 Ikan Betok
1.3.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Betok
Ikan betok (A. testudineus) merupakan salah satu jenis ikan tropis dan
subtropis yang umumnya dikenal dengan nama climbing perch, hal ini dikaitkan
dengan kemampuannya merayap pada wilayah yang airnya terbatas (Dinas Perikanan
Propinsi Daerah Tingkat I Jambi, 1995).
Menurut Jhingran (1975), sistematika ikan ini adalah sebagai berikut :
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Labyrinthici
Subordo : Anabantoidei
Famili : Anabantidae
Genus : Anabas
Spesies : A. testudineus (Bloch)
Nama lokal : Betok, puyu







Gambar 3. Ikan Betok (A. Testudineus)

1.3.2 Ciri-Ciri Morfologi Ikan Betok
Ikan ini memiliki kepala yang bulat pepat, badan memanjang (lonjong), sirip
ekor bundar, biasanya berwarna cokelat atau hitam kehijau-hijauan. Ikan ini memiliki
gigi pada rahang bagian vomernya, operculum dan preoperkulumnya bersisik, serta
lateral line yang dimiliki berupa dua ruas (Taki, 1974). Ikan muda mempunyai baris-
baris gelap pada bagian belakang badan dan ekor dengan sebuah oselus (bulatan)
besar berujung putih pada dasar sirip ekor dan yang lebih kecil dibelakang tutup
insang (Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I Jambi, 1995). Panjang maksimum
dari ikan ini adalah 25 cm, namun biasanya sudah matang gonad pada ukuran 10 cm.
Ikan jantan biasanya berwarna lebih gelap dibandingkan ikan betina (Axelrod et al.,
1983). Ikan betok jantan memiliki sirip punggung lebih panjang dan tajam daripada
betinanya, begitu pula sirip dubur jantan lebih panjang daripada betina, namun ikan
betok betina memiliki sirip dada dan sirip perut yang lebih tebal dibandingkan dengan
ikan betok jantan (Lingga dan Susanto, 1991 dalam Andrijana, 1995; Mc Inerny dan
Geoffrey, 1958). Ikan memiliki organ pernapasan tambahan (labyrinth) yang
merupakan pelebaran epibranchial pada lekukan insang pertama.

1.3.3 Habitat
Ikan betok merupakan jenis ikan agresif dan dapat ditemui di berbagai macam
perairan. Habitat alami ikan ini adalah sungai yang berumput, sungai kecil, kolam,
parit irigasi, rawa banjiran, dan berbagai daerah perairan lainnya. Hal ini didukung
oleh adanya labyrinth pada ikan betok yang memungkinkan untuk dapat hidup di
berbagai wilayah perairan walaupun kondisi perairan tersebut defisit oksigen dan
tidak memungkinkan bagi ikan lain untuk hidup di daerah tersebut (Axelrod et al.,
1983; Berra, 2001; Kottelat, 1993). Ketika malam, ikan ini juga dapat meninggalkan
wilayah perairan dengan mengembara ke daratan sejauh 180 cm dari air (Berra,
2001).

1.4 Ikan bandeng (Chanos Chanos)
1.4.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos Chanos)
Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas ekspor yang dikenal dengan
sebutan milkfish. Ikan ini memiliki karakteristik berbadan langsing, sirip bercabang
serta lincah di air, memiliki sisik seperti kaca dan berdaging putih. Ikan bandeng
memiliki keunikan, yakni mulutnya tidak bergigi dan makanannya adalah tumbuh-
tumbuhan dasar laut. Selain itu panjang usus bandeng 9 kali panjang badannya
(Murtidjo 1989).

Klasifikasi ikan bandeng (Saanin 1984) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Famili : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos
Ikan bandeng mempunyai ciri-ciri morfologi badan memanjang, agak pipih,
tanpa skut pada bagian perutnya, mata diseliputi lendir mempunyai sisik besar pada
sirip dada dan sirip perut, sirip ekor panjang dan bercagak, sisik kecil dengan tipe
cycloid, tidak bergigi, sirip dubur jauh di belakang sirip punggung (Saanin 1984).
Morfologi ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 4.





Gambar 4. Morfologi ikan bandeng (Chanos chanos)
Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau yang
potensial dikembangkan. Jenis ikan ini mampu mentolerir salinitas perairan yang luas
(0-158 ppt) sehingga digolongkan sebagai ikan euryhaline. Ikan bandeng mampu
beradaptasi terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, pH dan kekeruhan air, serta
tahan terhadap serangan penyakit (Ghufron dan Kardi 1997).




1.5 Ikan Tawes
1.5.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tawes
Klasifikasi ikan tawes menurut Nelson (2006) adalah sebagai berikut :
Kelas : Actinopterygii
Subklas : Neopterygii
Divisi : Teleostei
Subdivisi : Ostariclopeomorpha (Otocephala)
Superordo : Ostariophysi
Ordo : Cypriniformes,
Superfamili : Cyprinoidea
Famili : Cyprinidae
Subfamili : Barbinae
Genus : Barbonymus
Specific name : gonionotus
Spesies : Barbonymus gonionotus
Ikan tawes merupakan salah satu ikan asli Indonesia terutama pulau Jawa. Hal
ini juga yang menyebabkan tawes memiliki nama ilmiah Puntius javanicus. Namun,
berubah menjadi Puntius gonionotus, dan terakhir berubah menjadi Barbonymus
gonionotus. Ikan tawes memiliki nama lokal tawes (Indonesia), taweh atau tawas,
lampam Jawa (Melayu). Di Danau Sidendreng ikan tawes disebut bale kandea (Amri
dan Khairuman, 2008).

1.5.2 Klasifikasi Ikan Tawes
Ikan tawes termasuk ke dalam famili Cyprinidae seperti ikan mas dan ikan
nilem. Bentuk badan agak panjang dan pipih dengan punggung meninggi, kepala
kecil, moncong meruncing, mulut kecil terletak pada ujung hidung, sungut sangat
kecil atau rudimenter. Di bawah garis rusuk terdapat sisik 5 buah dan 3-3 buah di
antara garis rusuk dan permulaan sirip perut. Garis rusuknya sempurna berjumlah
antara 29-31 buah. Badan berwarna keperakan agak gelap di bagian punggung. Pada
moncong terdapat tonjolan-tonjolan yang sangat kecil. Sirip punggung dan sirip ekor
berwarna abu-abu atau kekuningan, dan sirip ekor bercagak dalam dengan lobus
membulat, sirip dada berwarna kuning dan sirip dubur berwarna oranye terang. Sirip
dubur mempunyai 6 jari-jari bercabang (Kottelat et al., 1993).
Sisik dengan struktur beberapa jari-jari sejajar atau melengkung ke ujung,
sedikit atau tidak ada proyeksi jari-jari ke samping. Ada tonjolan sangat kecil,
memanjang dari tilang mata sampai ke moncong dan dari dahi ke antara mata. Sirip
dubur mempunyai 6 jari-jari bercabang, 3-3 sisik antara gurat sisi dan awal sirip
perut (Kotelat et al., 1993).







Gambar 5. Ikan Tawes (Barbonymus Gonionotus)
Ikan tawes merupakan salah satu ikan asli Indonesia. Ikan tawes dalam habitat
aslinya adalah ikan yang berkembang biak di sungai, danau dan rawarawa dengan
lokasi yang disukai adalah perairan dengan air yang jernih dan terdapat aliran air,
mengingat ikan ini memiliki sifat biologis yang membutuhkan banyak oksigen dan
hidup di perairan tawar dengan suhu tropis 22 28C, serta pH 7. Ikan ini dapat
ditemukan di dasar sungai mengalir pada kedalaman hingga lebih dari 15 m, rawa
banjiran dan waduk. Ikan tawes adalah termasuk ikan herbivora atau pemakan
tumbuhan (Kotelat et al., 1993).






2. IKAN LAUT
2.1 Ikan Pedang
2.1.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Pedang
Bentuk tubuh seperti ikan guppy (memanjang dengan potongan melintang
compressed)tetapi lebih besar. Kepala tumpul dan bersisik. Moncong pendek. Mulut
terminal, ukurannya sempit dan dapat disembulkan. Bibir tipis, tidak mempunyai
sungut, hidung terletak di daerah kepala, di atas mulut. Termasuk dalam kelas
osteichthyes. Mata ikan terletak disisi kanan dan kiri kepala. Sisik menutupi tubuh
mulai dari daerah kepala sampai ke pangkal sirip ekor. Tipe sisik adalah cycloid.
Gurat sisi berbentuk lurus terdapat disepanjang tubuh, mulai dari belakang operculum
sampai ke batang ekor. Bentuk gurat sisi menyerupai garis lurus.
Sirip lengkap (D, V, P,A, C), jari-jari sirip lemah. Tidak mempunyai sirip
lemak, finlet, Scute, Keel, dan korselet. Sirip punggung berbentuk sempurna dan
hanya berjumlah satu, letak sirip punggung di pertengahan. Permulaan dasar sirip
punggung persis sama dengan permulaan sirip perut. Sirip dada terletak di bagian
anterior badan di belakang tutup insang (operculum). Posisi sirip perut sub
abdominal. Sirip anal terletak disisi ventral badan, ikan ini mempunyai pedang yang
panjang, pedang ini sebenarnya adalah sirip anal yang tumbuh memanjang. Sirip
punggung dan ekornya relatif lebar. Sirip ekor terletak pada bagian paling anterior
dari tubuh ikan, bentuk sirip ekor berpinggiran tegak. Warna ikan orange cerah
dengan bagian perut berwarna keperakan dan berlendir, tidak mempunyai kelenjar
racun.

Ordo : Cyprinodontoidei
Subordo : Poecilioidei
Famili : Poecilidae
Genus : Xyphophorus
Spesies : Xyphophorus helleri
Nama asing : Swordtail

Distribusi dan habitat alami berasal dari Meksiko, Florida, dan Virginia. Ikan ini
diintroduksi ke Indonesia sekitar 1930-an.






Gambar 6. Ikan Pedang

2.2 Ikan Teri
2.2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tuna
Klasifikasi ikan Teri berdasarkan ikan yang termasuk Cartilaginous (bertulang
rawan) atau bony (bertulang keras), menurut Young (1962) dan De Bruin et al (1994)
adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Sub-Filum : Vertebrae
Class : Actinopterygii
Ordo : Clupeiformes
Famili : Engraulididae
Genus : Stolephorus
Species : Stolephorus spp
Ikan teri yang termasuk dalam famili Engraulididae ini mempunyai banyak
species. Species umum yang teridentifikasi adalah Stolephorus heterobolus, S.
devisii, S. buccaneeri, S. indicus, dan S. commersonii (De Bruin et al 1994)
Selain itu, ikan juga dibagi dalam species ikan berlemak atau ikan kurus
Dengan klasifikasinya dibuat berdasarkan pada karakteristik biologik dan teknologik
(Huss 1995).
Ikan teri yang termasuk dalam kelompok ikan pelagik kecil merupakan
sumberdaya yang poorly behaved karena makanan utamanya plankton (Keenleyside
1979 dan Wootton 1992) sehingga kelimpahannya sangat tergantung kepada factor-
faktor lingkungan (Merta 1992).
Selain itu, ikan teri yang mempunyai ukuran 7-16 cm (De Bruin 1994), seperti
umumnya kelompok ikan pelagis kecil, mempunyai karakteristik sebagai berikut
(Keenleyside 1979 dan Balitbang Perikanan 1994) :
(1) Membentuk gerombolan yang terpencar-pencar ( patchness)
(2) Variasi kelimpahan cukup tinggi yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan
yang berfluaktuatif.
(3) Selalu melakukan ruaya baik temporal maupun spasial
(4) Aktivitas gerak yang cukup tinggi yang ditunjukkan oleh bentuk badan
menyerupai cerutu atau torpedo.

2.2 Ikan Kakap
2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi A. virescens Valenciennes, 1830 menurut Saanin (1968 dan 1984) adalah
sebagai berikut:
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Percoidea
Divisi : Perciformes
Family : Lutjanidae
Spesies :Aprion virescens
Sinonim :Mesoprion microchir, Sparopsis elongates, Sparopsis
latifrons, Aprion konekonis
Nama umum : Green jobfish
Nama lokal : Kurisi Bali (Indonesia), Gunturu (Makasar), Panakol bedug
(Palabuhanratu)

A. virescens memiliki cirri khusus sirip dada yang pendek, membundar dan
sepanjang hidung (Saanin, 1984). Badannya memanjang, kokoh, moncong di bawah
lubang hidung dengan alur horizontal, rahang atas dan rahang bawah hamper sama.
Rahang atas tidak bersisik, selaput sirip punggung dan sirip dubur tanpa sisik.
Terdapat lingkar gigi pada kedua rahang, memiliki gigi taring yang terdapat di depan.
Maxilla tanpa sisik dan memanjang vertical melalui garis tepi yang licin. Lengkungan
insang pertama berkisar 7-11 buah melekat pada bagian atas dan pada oto bagian
bawah 11-15 buah dengan total kisaran 18-26 buah. Sirip punggung keras dan sirip
punggung lemah bersambung tetapi terdapat sedikit lekukan yang tidak terlalu dalam.
Sirip ekor bercabang dua berbentuk forked (bercagak). Sirip punggung dengan jari-
jari keras berkisar 10-2 buah, jari-jari sirip punggung lemah berkisar 6-10 buah, sirip
dada berkisar 15-17 buah dan garis rusuk (linea lateralis) berjumlah 50-53 buah.
Badan berwarna hijau gelap atau biru abu-abu, sirip-siripnya kuning atau ungu
(Allen,2001).
A.virencens hidup menyendiri atau soliter.Makanannya berupa ikan-ikan
kecil, udang, kepiting, plankton dan chepalapoda. Ikan ini tersebar pada daerah Indo
Pasifik yang meliputi Afrika Timur, Kepulauan Hawai, utara Jepang, selatan
Australia, dan Afrika Selatan (Allen,2001). Myers (1999) in Haight (2005)
melaporkan A.virescens di Hawai mendiami perairan pada kedalaman 3-180 meter
pada substrat yang keras dengan struktur yang kompleks. Haight (1989) in Haight
(2005) melaporkan bahwa sebagian besar CPUE untuk A.virescens di Hawai terjadi
pada kedalaman 50-100 m sedangkan di perairan barat Indonesia melalui servey
kapal-kapal penelitian Bawal Putih 2 dan Jurong pada tahun 1974-1979, sebagian
besar A.virescens tertangkap pada kedalaman 20-100 m (Pauly dan Martosubroto,
1996).


2.3 Ikan Cakalang
2.3.1 Deskripsi dan Daerah Penyebaran Ikan Cakalang
Cakalang sering disebut skipjack tuna dengan nama lokal cakalang. Adapun
klasifikasi cakalang menurut Matsumoto, et al (1984) adalah sebagai berikut :
Phylum : Vertebrata
Class : Telestoi
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae
Genus : Katsuwonus
Species : Katsuwonus pelamis






Gambar 7. Ikan Cakalang
Cakalang termasuk jenis ikan tuna dalam famili Scombridae, species
Katsuwonus pelamis. Collete (1983) menjelaskan ciri-ciri morfologi cakalang yaitu
tubuh berbentuk fusiform, memanjang dan agak bulat, tapis insang (gill rakes)
berjumlah 53- 63 pada helai pertama. Mempunyai dua sirip punggung yang terpisah.
Pada sirip punggung yang pertama terdapat 14-16 jari-jari keras, jari-jarilemah pada
sirip punggung kedua diikuti oleh 7-9 finlet. Sirip dada pendek,terdapat dua flops
diantara sirip perut. Sirip anal diikuti dengan 7-8 finlet. Badantidak bersisik kecuali
pada barut badan (corselets) dan lateral line terdapat titik-titik kecil. Bagian
punggung berwarna biru kehitaman (gelap) disisi bawah dan perut keperakan, dengan
4-6 buah garis-garis berwarna hitam yang memanjangpada bagian samping
badan.Cakalang termasuk ikan perenang cepat dan mempunyai sifat makan
yangrakus. Ikan jenis ini sering bergerombol yang hampir bersamaan melakukan
ruayadisekitar pulau maupun jarak jauh dan senang melawan arus, ikan ini
biasabergerombol diperairan pelagis hingga kedalaman 200 m. Ikan ini mencari
makanberdasarkan penglihatan dan rakus terhadap mangsanya.
Menurut Gunarso (1996), suhu yang ideal untuk ikan cakalang antara 26
0
C
32
0
C, dan suhu yang ideal untuk melakukan pemijahan 28
0
C 29
0
C dengan salinitas
33% . Sedangkan menurut Jones dan Silas (1962) cakalang hidup padatemperature
antara 16
0
C 30
0
C dengan temperature optimum 28
0
C. Ikan cakalang menyebar luas
diseluruh perairan tropis dan sub tropis padalautan Atlantik, Hindia dan Pasifik,
kecuali laut Mediterania. Penyebaran ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
penyebaran horizontal atau penyebaran menurut letak geografis perairan dan
penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman perairan. Penyebaran Tuna
dan Cakalang sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus garis konvergensi
diantara arus dingin dan arus panas merupakan daerah yang kaya akan organisme dan
diduga daerah tersebut merupakan fishing ground yang sangat baik untuk perikanan
Tuna dan Cakalang. Dalam perikanan Tuna dan Cakalang pengetahuan tentang
sirkulasi arus sangat diperlukan, karena kepadatan populasi pada suatu perairan
sangat berhubungan dengan arus-arus tersebut (Nakamura, 1969).

2.4 Ikan Layur
2.4.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan layur
Klasifikasi ikan layur menurut Nakamura dan Parin (1993) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Pisces
Kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Subordo : Scombroidae
Superfamili : Trichiuroidea
Famili : Trichiuridae
Genus : Trichiurus
Spesies : Trichiurus lepturus
Genus : Lepturacanthus
Spesies : Lepturacanthus savala
Famili : Gempylidae
Genus : Gempylus
Spesies : Gempylus serpens
Nama Indonesia : Layur







Gambar 8. Ikan Layur
Ikan layur tergolong ikan demersal yaitu ikan yang hidup di dasar atau dekat
dengan dasar perairan (Aoyama, 1972 dalam Ridho, 2004). Kelompok ikan ini pada
umumnya memiliki aktivitas relatif rendah, gerak ruaya tidak terlalu jauh dan
membentuk gerombolan yang tidak terlalu besar sehingga sebarannya relative lebih
merata jika dibandingkan dengan ikan-ikan pelagis. Kondisi ini mengakibatkan daya
tahan ikan demersal terhadap tekanan penangkapan relative rendah dan tingkat
mortalitasnya cenderung sejalan dengan upaya penangkapannya (Aoyama, 1972
dalam Ridho, 2004).
Ikan layur umumnya hidup pada perairan yang dalam dengan dasar
berlumpur. Meskipun demikian, ikan layur biasanya akan muncul kepermukaan
menjelang senja untuk mencari makan (Parin, 1986; Nakamura dan Parin, 1993).
Nakamura dan Parin (1993) menyatakan bahwa ikan layur dari famili Gempylidae
biasanya ditemukan pada kedalaman lebih dari 150 m dan ikan layur dari family
Trichiuridae dapat ditemukan sampai kedalaman 2000 m. Sedangkan Bal dan Rao
(1984) menyatakan bahwa habitat utama ikan layur adalah laut dan terkadang
memasuki estuari.
Ikan layur termasuk jenis ikan karnivor yang dilengkapi dengan gigi yang
kuat dan tajam pada kedua rahangnya. Makanannya berupa udang-udangan,
cumicumi, dan ikan kecil seperti teri, sardin, dan yuwana ikan layur (Bal dan Rao,
1984; Nakamura dan Parin, 1993; Nontji, 2005). Masa pemijahan ikan layur belum
banyak diketahui, hanya saja untuk ikan layur yang ada di selatan Jepang dari jenis T.
lepturus memijah dan telurnya menetas pada musim semi yaitu sekitar bulan April -
Mei ketika suhu mulai menghangat. Prabhu (1955) dalam Bal dan Rao (1984)
menyatakan bahwa pemijahan T. lepturus hanya berlangsung sekali dalam setahun
yaitu pada bulan Juni namun penelitian-penelitian lain mengindikasikan pemijahan
terjadi pada Mei - Juni dan November Desember (Tampi dkk.,1971; Narasimham
1976 dalam Bal dan Rao (1984). Parin (1986) menyatakan hal yang berbeda.
Menurutnya T. lepturus yang hidup di daerah Mediterranean memijah pada bulan Juli
- Agustus. Sedangkan Nakamura dan Parin (1993) menyebutkan bahwa ikan layur
dari famili Trichiuridae memijah sepanjang tahun pada perairan hangat. Untuk jenis
L. savala, diketahui bahwa ikan layur jenis ini memijah dua kali dalam setahun
namun periode pemijahan mereka belum dipastikan. Sebagian besar petunjuk
cenderung menunjukkan bahwa ikan layur memijah dua kali dalam setahun (Tampi
dkk.,1971; Narasimham, 1976 dalam Bal dan Rao, 1984). Ikan layur biasanya
ditangkap dengan menggunakan trawl, cantrang, pancing, jaring insang, dan macam-
macam perangkap seperti bubu dan jermal (Ayodhya dan Diniah, 1989).

2.5 Ikan Tembang
2.5.1 Deskripsi dan Ciri Morfologi Ikan Tembang
Sistematika ikan tembang menurut (Valenciennes, 1847) adalah sebagai berikut :
Kingdom = Animalia
Phylum = Chordata
Class = Actinopterygii
Ordo = Clupeiformes
Family = Clupeidae
Genus = Sardinella
Spesies = Sardinella fimbriata
Saanin (1979) menyatakan bahwa ikan tembang (Sardinella fimbriata),
Mempunyai bentuk tubuh yang memanjang, badan tertutup sisik sampai di kepala,
kecuali bagian moncong sebelah depan. Mulut agak lebar dengan gigi yang lemah,
tanda khususnya adalah sepasang gurat sisi (linea lateralis) membentuk garis yang tak
terputus putus memanjang mulai dari ujung ekor sampai di ujung tutup insang.
Ikan tembang (Sardinella fimbriata) memiliki ciri ciri bentuk tubuh langsing
memanjang dan tidak begitu kompres. Sirip punggung berjari jari lemah 30 35
dan punggung jari jari keras 8, sirip dubur terdiri dari dua jari jari keras
bergabung dengan 26 30 jari jari lemah. Kebanyakan ikan ini berwarna agak
cerah yaitu warna tubuhnya yang bertingkat, di bagian dorsal berwarna biru
kemudian bagian sisik keperak perakan, dan putih bagian perut. Panjang tubuh ikan
inii biasanya mencapai 21 cm. (Dirjen Perikanan, 1998).






Gambar 9. Ikan Tembang

Anda mungkin juga menyukai