Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan deretan

pulau berjumlah 17.000 dimana setiap pulau memiliki sumber daya alam yang

melimpah, banyak sekali yang bisa dimanfaatkan dari alam Indonesia kerena

dianugerahi dengan begitu banyak potensi baik segi pertanian, pertambangan,

perikanan maupun sektor lainnya. Perikanan sangat menarik minat karena sekitar 2/3

luas wilayah Indonesia adalah laut, dimana laut tersebut sangat kaya akan

keanekaragaman hayati didalamnya. Perikanan dan kelautan Indonesia memiliki

potensi pembangunan ekonomi dan termasuk prospek bisnis yang cukup besar,

sehingga dapat dijadikan sebagai sektor andalan untuk mengatasi krisis ekonomi

(Dahuri, 2000). Hal tersebut juga sangat penting dalam meningkatkan pendapatan

negara melalui impor dan ekspor. Menurut statistik ekspor dunia pada tahun 2010,

nilai ekspor ikan hias mencapai diatas 350 juta dolar dengan negara seperti

Singapura, Malaysia, dan Thailand sebagai pengekspor utama (Green Economy and

Trade, 2013). Perdagangan global meliputi banyak negara seperti Amerika, Asia,

Afrika dan Eropa. Pada tahun 2007, perdagangan global ikan hias untuk jenis air laut

sebesar 48% dan ikan hias untuk jenis air tawar sebesar 52% (FAO Fishery Statistics,

2009). Ikan hias kebanyakan dipelihara di akuarium dengan ditambahkan berbagai

tanaman air sebagai hiasan bagi orang yang gemar memelihara ikan. Ikan diskus

(Symphysodon sp.) merupakan salah satu jenis ikan hias yang hidup di air tawar. Ikan
2

tersebut merupakan ikan yang cukup terkenal, dijuluki “King of Aquarium Fishes”

karena memiliki corak yang cerah dan berwarna warni. Pasar untuk ikan diskus

sangat tergantung pada perkembangan jenisnya yang baru. Pada saat ini peminat ikan

hias terus bertambah dan semakin menyebar ke seluruh lapisan

masyarakat. Meskipun kemampuan daya belinya bervariasi, masyarakat perkotaan di

Indonesia melengkapi rumah dengan akuarium yang melengkapi ikan hias salah

satunya ikan diskus. Ikan diskus ( Symphysodon discus ) ini memiliki hitat asli di Rio

Negro dan tenang di Sungai Amazon. Sifatnya omnivora. Gerakannya sangat

halus. Ikan ini pun terkenal sebagai "Raja Akuarium". Diskus karena bentuk bulat

bulat seperti cakram.

Ada empat spesies diskus yang dibudidayakan, semuanya disebut sebagai

diskus, yaitu Heckel Discus ( Symphysodon discus ), Brown Discus ( Symphysodon

aequifasciata axetrodi ), Diskus Hijau ( Symphysodon aequifasciata aequifasciata ),

dan Blue Discus ( Symphysodon aequifascascifio ). Oleh karena penggemarnya

sangat banyak, kreativitas peternak dan hobi sangat dibutuhkan untuk memunculkan

varietas baru yang lebih bagus. Hingga saat ini ada banyak varietas diskus, di

persetujuan Red Pigeon, Marlboro, Brown Discus, dan Cobalt .

1.2. Tujuan

Tujuan dari makalah ini yaitu menambah infoermasi bagimana cara

melakukan pemijahan pada ikan dicus ( Symphysodon discus).


3

BAB II

ISI

2.1. Klasifikasi Dan Biologi Ikan Discus (Symphysodon discus)

2.1.1.Klasifikasi Ikan Discus (Symphysodon discus)

Klasifikasi Ikan Discus (Symphysodon discus) Ikan Cakram Merupakan Salah

Satu Ikan Hias Air Tawar Yang Diproduksi Dari Sungai Amazon, Amerika Latin,

Dan Memiliki Klasifkasi Sebagai Berikut (Lingga & Susanto, 1986 Dalam Kusrini

Dan Priono, 2011): Filum: Chordata Kelas: Osteichthyes Sub Kelas: Actinopterygii

Ordo: Percomorphoidei Subordo: Percoidae Famili: Cichlidae Genus: Symphysodon

Spesies : Symphysodon Discus

Gambar 1. Ikan discus (Symphysodon Discus)

Ikan diskus pada umumnya memiliki ciri khas seperti pada bentuk tubuh yang

pipih bundar mirip ikan bawal. Warna dasar yang coklat kemerahan dan memiliki

garis berombak beraneka rupa tak teratur mulai dari dahi sampai perut. Pada kepala

dan tubuhnya terpotong sembilan garis tegak. Tiga di antaranya nampak jelas, sedang
4

sisanya samar-samar. Ciri mencolok yang membedakan dari kerabat dekatnya adalah

dari matanya yang selalu berwarna merah dan garis tengah tubuhnya paling besar 15

cm. Hal ini diperkuat oleh Kusrini dan Bambang (2011), yang menyatakan bahwa

badannya mempunyai garis tengah paling besar yaitu sampai 15 cm dan mempunyai

mata yang selalu merah.

Diskus termasuk ikan yang bertubuh cantik. Di antara ikan hias yang lain, ikan

ini termasuk ikan yang pemalu dan tenang dan memiliki gerakan yang lambat. Ikan

diskus jantan jauh lebih gesit di banding ikan diskus betina. Sifat ikan ini sangat unik,

yaitu telur dan larvanya tidak dapat dipisahkan dari induknya. Oleh karena itu,

telurnya tidak dipisahkan dari induknya dan dibiarkan menetas dalam wadah

pemijahan. Telur-telur tersebut akan menetas dalam waktu 2-3 hari. Larva ini akan

terus menempel pada induknya hingga berumur seminggu. Larva ikan diskus akan

memakan mucus dari induknya. Menurut Chong et al., 2005, Lendir ikan ini dikenal

mengandung banyak biogis peptida aktif dan protein untuk memungkinkan beberapa

fungsi biologis seperti respirasi, dan peraturan osmotik, komunikasi, reproduksi, dan

perlindungan penyakit. Namun, sejumlah spesies cichlid dan lele juga

memanfaatkannya sekresi lendir untuk peran spesifik spesies seperti sarang dan

makan anakannya. Menurut Buckley (2011), kemampuan larva ikan diskus

untuk survive tergantung pada sekresi lendir induk yang mengandung nutrisi dan non

nutrisi yang mirip dengan susu pada mamalia selama laktasi.

Ikan diskus merupakan salah satu ikan hias yang banyak diminati oleh para

penggemar ikan hias karena bentuk dan warnanya yang indah. Ikan diskus dikenal

dengan sebutan the king of aquarium cukup digemari oleh hobiis ikan hias baik
5

didalam negeri ataupun di luar negeri. dengan banyaknya peminat ikan hias yang

menggemari ikan ini, membuat harga ikan ini terbilang cukup mahal. Semakin

banyak penggemar ikan diskus, kontes ikan diskus kerap digelar dan diikuti oleh

banyak peserta. Sebutan diskus bagi ikan ini mengacu pada bentuk tubuhnya yang

menyerupai lempengan piring (disk) yang berdiri tegak. Selain itu, ketertarikan hobiis

untuk memelihara ikan discus ini disebabkan karena sifat ikan discus yang aktif. Hal

ini diperkuat oleh Alrajabi (2013), yang menyatakan bahwa ikan diskus memiliki

sifat yang aktif, agresif dan merupakan ikan yang mempertahankan kekuasaan.

Diskus termasuk dalam family Cichlidae, dan tergolong dalam genus

Symphysodon yang berarti memiliki gigi pada bagian tengah rahang. Diskus yang

pertama kali dikenal adalah Symphysodom discus heckle. Deskripsinya ditulis oleh

heckle pada tahun 1840. Diskus ini dikenal sebagai discus sejati. Diskus jenis ini

memiliki tiga garis vertikal yang lebih jelas, yaitu baris pertama yang melewati

kepala, garis kedua yang melewati bagian tengah tubuh, dan garis ketiga pada bagian

ekor. (Ellanda, 2013).

2.2. Habitat ikan discus

Habitat ikan discus adalah pada suhu sekitar 25°C- 30°C, dengan kisaran pH

yang cukup luas namun cenderung asam yaitu 5-6,5 dan kekerasan air lunak antara

3°dH- 5°dH. Menurut pendapat sejumlah pembudidaya, akuarium untuk discus harus

dijaga pada suhu 26°C-31°C. Suhu optimal untuk discus dewasa adalah 29°C,

sedangkan larva discus harus dijaga pada suhu 31°C. Pada kenyataannya discus dapat

tumbuh dengan baik di akuarium yang penuh cahaya sama seperti ikan-ikan hias air

tawar tropis lainnya (Kusrini dan Priono, 2011).


6

2.3 Cara Budidaya Ikan Discus(Symphysodon discus)


2.3.1 Syarat Hidup Ikan Discus
Agar ikan discus dapat tumbuh dengan baik maka harus memenuhi persyaratan

berikut ini, diantaranya yaitu:

 Suhu air ideal untuk budidaya ikan discus yaitu sekitar 27-29 derajat celcius

 Memiliki kadar keasaman atau pH air 5,5-6,5

 Akuarium yang digunakan berukuran besar kira-kira sekitar 100x50x50cm

2.3.2 Pemilihan Indukan Ikan Discus(Symphysodon discus)


Indukan yang dipilih haruslah indukan yang berkualitas baik. Ciri-ciri indukan

yang baik yaitu:

 Tidak cacat dan luka

 Tidak berpenyakit

2.3.3 Proses Pemijahan Ikan Discus

Menurut Holasoo et al. (2010), budidaya ikan discus dianggap sebagai budaya

yang sulit karena perilaku reproduksinya yang kompleks, yang membutuhkan

perawatan telur dan larva yang baru menetas. Pemijahan ikan diskus dimulai dengan

seleksi induk, dengan ciri-ciri antara lain tidak cacat, sehat, tampak aktif, bentuknya

proporsional, ukurannya terbesar diantara kelompok umurnya, gemuk, mulut relatif

besar, dan berumur lebih dari setahun. Usaha pembenihan ini dimulai dari

pemeliharaan induk untuk mencapai kematangan gonad, kemudian dilanjutkan

dengan proses pemijahan, penetasan, pemeliharaan larva hingga pendederan. Induk


7

ikan diskus dapat dibedakan antara jantan dengan betina berdasarkan tanda-tanda

pada tubuhnya.

Menurut Rossoni et al. (2010), ikan diskus betina lebih menyukai jantan

dengan ukuran tubuh yang besar, keagresifan dan kemampuan untuk

mempertahankan wilayahnya, hal tersebut penting dalam kesuksesan breeding ikan

diskus. Pola reproduksi ikan discus seperti halnya ikan siklid yang lain, yaitu

dipasangkan (satu pasang dalam satu wadah) (Kusrini dan Priono, 2011). Pemijahan

hanya dilakukan pada ikan discus yang telah memiliki pasangan. Dalam pemijahan

ikan discus tidak bisa asal menjodohkan indukan. Siapkan akuarium untuk pemijahan

akuarium. Akuarium yang telah disiapkan diisi air hingga ketinggian 40 cm dan

diberi aerasi. Masukkan batu-batuan khusus aquarium untuk ikan discus

menempelkan telurnya. Setelah itu masukkan ikan discus yang telah berpasangan

tersebut kedalam akuarium dan dibiarkan selama 24 jam namun tetap berikan

makanan. Setelah 24 jam ikan discus betina akan bertelur dan telurnya ditempelkan

pada batu-batuan yang telah disiapkan.

Telur baru akan menetas setelah 2-3 hari setelah indukan bertelur. Setelah

telur menetas biarkan terlebih dahulu selama 12 jam agar larva bisa beradaptasi

dengan kondisi lingkungannya. Selanjutnya, pindahkan larva discus ke akuarium

khusus anakan bersama induknya. Pada 4-5 hari pertama, anakan tidak perlu diberi

pakan karena pada usia tersebut larva masih mendapatkan makanan dari tubuh

induknya. Setelah 5 hari berlalu barulah larva discus diberi pakan berupa kutu air dan

artemia.
8

2.3.4. Pemeliharaan Larva Ikan Discus (Symphysodon discus)

Telur biasanya diletakkan pada substrat. Substrat dapat dibuat dari paralon

yang diletakkan pada pojok akuarium dengan posisi berdiri. Telur yang diletakkan

oleh induk di dalam substrat akan menetas sekitar 2-3 hari. Selama 6 hari larva

tersebut masih mempunyai kuning telur. Setelah kuning telur habis larva akan

berenang ke permukaan air. Pada saat itulah larva diangkat dan dipindahkan ke dalam

baskom yang telah dilengkapi dengan aerasi dan diberi pakan buatan. Apabila tidak

diangkat akan langsung menempel ke badan induknya Kusrini dan Priono, 2011).

Menurut Zein (2010) dalam Kusrini dan Priono, (2011) , bahan dasar yang digunakan

untuk membuat pakan larva buatan adalah dua butir telur ayam, satu butir direbus dan

satu butir mentah. Kedua butir telur diambil kuningnya, dan diaduk merata sampai

terlihat seperti lendir. Selanjutnya adonan telur tersebut dibekukan, dan penggunaan

sedikit demi sedikit dioleskan pada paralon. Pipa paralon berukuran satu inci dibuat

setinggi baskom dan dibersihkan. Pakan dioleskan sedikit demi sedikit ke permukaan

potongan paralon tersebut sampai rata dan tipis.

Selanjutnya paralon tersebut dibiarkan sampai kering sekitar 3 menit,

kemudian diletakkan di dalam baskom tempat burayak dengan tegak lurus.

menurut Zein (2010) dalam Kusrini dan Priono, (2011), larva yang diberi pakan

buatan langsung menempel pada paralon tersebut seolah-olah induknya. Larva

dibiarkan memakan lendir sekitar satu jam dan setelah habis pakan, paralon diangkat

dan dibersihkan kembali untuk dioleskan pakan kembali. Hal tersebut dilakukan

secara berulang-ulang sampai malam hari. Sisa pakan yang berjatuhan di baskom
9

disipon agar tidak menjadi racun bagi larva. Pada hari berikutnya larva diperlakukan

kembali diberi pakan buatan tersebut. Pemberian pakan buatan tersebut dilakukan

sampai 4 hari, selanjutnya hari kelima selain diberi pakan buatan sudah diperkenalkan

pakan tambahan yaitu Artemia. Larva umur 10 hari sudah mulai diberikan pakan

alami berupa Daphnia atau kutu air selanjutnya setelah larva berumur tiga minggu

sudah mulai diberi makan cacing darah atau cacing sutra.


10

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Habitat ikan discus adalah air tawar dengan suhu sekitar 25°C- 30°C,

dengan kisaran pH yang cukup luas namun cenderung asam yaitu 5-6,5

dan kekerasan air lunak antara 3°dH- 5°dH. Menurut pendapat sejumlah

pembudidaya, akuarium untuk discus harus dijaga pada suhu 26°C-31°C.

 Ikan discus di alam merupakan ikan omnivora oportunistik yang memakan

invertebrata serta tumbuhan. Dalam pemeliharaan di akuarium ataupun

tanki dapat diberi pakan alami yang berupa cacing, kutu air, ataupun pelet

sebagai pakan tambahan

 Telur biasanya diletakkan pada substrat Telur dan larva ikan discus tidak

dapat dipisahkan dari induknya. Larva akan tetap menempel pada induk-

induknya sampai sekitar satu minggu karena makanan yang dimakan

adalah lendir-lendir pada badan induk tersebut. Hal tersebut berlangsung

sampai 21 hari. Selain itu, indukan ikan discus akan memakan larvanya

apabila dalam keadaan stress.

 Pemijahan ikan discus dengan menyatikan Indukan jantan dan betina

ditempatkan dalam satu wadah yang sama. Telur hasil pemijahan akan di

tempatkan pada sustrat, oleh karena itu dalam pembenihan sering di

tempatkan paralon secara berdiri. Telur akan menetas selama 2 - 3 hari.


11

Untuk mencegah agar anakan ikan tidak dimakan oleh indukan, maka

sebaiknya di pisahkan. Setelah menetas, larva biasanya memangan kuning

telurnya. Setelah habis larva dapat diberikan pakan alami ataupun pakan

buatan.

3.2. Saran

Saran untuk melakukan pemijahan ikan discus jangan mengganti pasangan

lama menjadi yang baru yang mengakibatkan ikan akan berkelahi bahkan tidak akan

memijah
12

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Berbagai Varietas Discus. Media Informasi Ikan Hias dan Tanaman Air.

http://o-fish.com/Discus/discus. php, 3 pp.

Alrajabi, P. 2013. Produktivitas Budidaya Ikan Diskus Symphysodon sp. Pada Rasio Media-

Ikan 2 Hingga 5 Liter Per Ekor. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

Buckley, J. 2011. Parental Care and The Development of The Parent Offspring Conflict in

Discus Fish (Symphysodon spp.). Thesis Plymouth University.

Celik, I., U. Onal, dan S. Cirik. 2008. Diskus Baliklarinda (Symphysodon spp.)Üremeye

Etki Eden Faktörlerin Belirlenmesi. Journal of FisheriesSciences., 2(3) : 419-426.

DOI: 10.3153/jfscom.mug.200731.com

Chong, K., T. S. Yim, J. Foo, L. T. Jin, dan A. chong. 2005. Characterisation of Proteins in

Epidermal Mucus of Discus Fish (Symphysodon spp.) During Parental Phase. Article

in Press. doi: I0.1 0 16/j.aquaculture.2005.02.045.

Din, G.Y., Z. Zugman, dan G. Degani. 2002. Evaluating Innovations in The Ornamental

Fish Industry: Case Study of a Discus, Symphysodon aequifasciata, Farm. Journal of

Applied Aquaculture,, 12(2) : 1-21.

Ellanda, R.E. 2013. Analisis Kelayakan Usaha Ikan Diskus (Symphysodon Sp.) Pada Vizan

Farm Bojong Sari Depok Jawa Barat. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

Holasoo, H.R., H. A. E. Mousavi1, M. Soltani, S. H. Hosseini, M. Ghadam, dan R. Samani.

2010. Capillariosis In Breeder Discus (Symphysodon aequifasciatus) In Iran. Journal

of Agricultural Sciences. 55(3) : 253-259.


13

Kusrini, E., dan B. Priono. 2011. Pakan Buatan untuk Pengembangan Budidaya Ikan

Discus (Symphysodon discus) di Indonesia. Media Akuakultur. 6(1) : 32-35.

Zein, H.M. 2010. Budidaya Discus dengan Artificial Food. Larva ikan discus 4 hlm

Anda mungkin juga menyukai