Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1.3 Manfaat
II. PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Menurut Khairuman 2013 Ikan Nila Dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
SubKelas : Acanthopterygii
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
Ikan Nila adalah salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang dibudidayakan
diindonesia bahkan telah dikembangkan di lebih dari 85 negara sebagai komoditi
ekspor. Ikan Nila ini berasal dari kawasan sungai nil dan danau-danau sekitarnya
di Afrika. Ikan Nila memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras, sirip perut
torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda
lainnya yang dapat dilihat dari ikan Nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak
keputihan. Bagian tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal putih
agar kehitaman bahkan kering. Sisik Ikan Nila berukuran besar, kasar dan
tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Ikan Nila
memiliki tipe sisik stenoid. Tubuhnya memiliki Garis linea literalis yang terputus
antara bagian atas dan bawahnya. Linea literalis bagian atas memanjang mulai
dari tutup insang hingga belakang sirip punggung sampai pangkal sirip ekor.
Ukuran kepala relatif kecil dengan mulut berada di ujung kepala serta mempunyai
mata yang besar (Kottelatt, et al. 2013).
Bentuk badan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ialah pipih ke samping
memanjang. Mempunyai garis vertikal pada badan sebanyak 9-11 buah,
sedangkan garis-garis pada sirip berwarna merah berjumlah 6-12 buah. Pada sirip
punggung terdapat juga garis-garis pada sirip miring. Pada sirip punggung
terdapat juga garis-garis miring. Mata kelihatan menonjol dan relatif besar dengan
bagian tepi mata berwarna putih. Badan relatif lebih tebal dan kekar dibandingkan
ikan mujair. Garis lateralis (gurat sisi di tengah tubuh) terputus dan dilanjutkan
dengan garis yang terletak lebih bawah (Sutrisno 2017).
Perbedaan antara ikan jantan dan betina dapat dilihat pada lubang genitalnya
dan juga ciri-ciri kelamin sekundemnya. Pada ikan jantan, di samping lubang anus
terdapat lubang genital yang berupa tonjolan kecil meruncing sebagai saluran
pengeluaran kencing dan sperma. Tubuh ikan jantan juga berwarna lebih gelap,
dengan tulang rahang melebar ke belakang yang memberi kesan kokoh.
sedangkan yang betina biasanya pada bagian perutnya besar (Suyanto 2012). Ikan
nila ukuran kecil relatif lebih cepat menyesuaikan diri, terhadap kenaikan salinitas
dibandingkan dengan nila ukuran besar. Secara umum ikan nila sangat tahan
terhadap serangan penyakit, yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan
kelebihan ikan nila dengan sistem intensif sangat menjamin ikan nila tidak
terserang penyakit, mengingat penggantian air kontinyu dilakukan setiap hari
minimal 20%.

2.2 Reproduksi Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)


Reproduksi merupakan suatu proses biologi mulai dari differensiasi seksual
hingga dihasilkannya individu baru (larva) yang melibatkan kinerja dari beberapa
jenis hormon. Gonad adalah bagian dari organ reproduksi pada ikan yang
menghasilkan telur pada ikan betina dan sperma pada ikan jantan. Ikan pada
umumnya mempunyai sepasang gonad dan jenis kelamin umumnya terpisah.
Perkembangan gonad ikan nila dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti hormon,
makanan dan faktor lingkungan. Ikan nila pada kondisi budidaya (terkontrol)
lebih cepat matang gonad dibandingkan dengan ikan nila yang hidup di perairan
alami. Menurut Darwisito (2012), bahwa pada salinitas 10 ppt ketahanan tubuh
ikan nila menjadi lebih baik serta merupakan kondisi lingkungan terbaik yang
mempengaruhi reproduksi pada induk ikan nila seperti fekunditas, nilai GSI
(gonad somatik indeks), perkembangan embrio dan waktu inkubasi telur.
Penampilan dan reproduksi ikan nila lebih baik pada salinitas 5-15 ppt dari pada
di air tawar dan air laut 30 ppt. Selain faktor lingkungan, keberadaan hormon,
seperti tiroksin juga memegang peranan penting dalam pengaturan fisiologi tubuh
ikan nila seperti osmoregulasi, metabolisme dan reproduksi. Hommon tiroksin
berperan dalam mengontrol adaptasi salinitas, meningkatkan konsumsi oksigen,
laju metabolisme

2.3 Pembenihan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)


Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pembenihan ikan nila adalah
lahan yang dipakai kegiatan pembenihan dengan air yang tersedia sepanjang
tahun, kondisi kolam baik, dan air tidak tercampur oleh bahan-bahan yang
berbahaya.

2.3.1 Teknik Pembenihan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)


a. Persiapan kolam
Menurut Wiryanta et al. (2010), kolam yang digunakan berlokasi diatas
permukaan laut (0-1000 mdpl), bebas banjir / pengaruh pencemaran, tekstur tanah
liat berpasir, pH tanah 5-8, mempunyai sumber air cukup melimpah dan tidak
tercemar. Kolam yang digunakan yaitu kolam indukan, kolam pemijahan, kolam
penampungan larva, kolam pendederan Letak kolam atau lahan pendederan dekat
dengan kolam induk
1. Pengeringan.
Kolam dikeringkan selama minimal 1 minggu untuk mencegah adanya
hama, penyakit, dan jamur Pengeringan juga dapat mempermudah dalam
perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar kolam dan pembuatan kemalir.
Umumnya pengeringan dilakukan selama 2-4 hari sampai pengeringan dianggap
cukup dengan kondisi tanah dasar yang sudah terlihat retak-retak. Kemudian
mencangkul lahan untuk membantu mematikan hama diseluruh bagian, khususnya
dasar kolam yang berlumpur
2. Perbaikan Pematang
Jika perbaikan tidak dilakukan akan timbul masalah seperti kesulitan
dalam mempertahankan tinggi air dan benih dapat terbawaarus ke luar kolam.
Perbaikan pematang dilakukan dengan penutupan sisi bagian dalam pematang
dengan tanah dasar kolam.
3. Pengapuran
pH tanah serta membunuh hama dan penyakit yang ada di kolam. Jenis
kapur yang digunakan adalah kapur tohor (CaO) dengan dosis 20 gram/m atau
100 gr per m². Pengapuran dilakukan dengan menebarkan kapur secara merata ke
seluruh dasar kolam. Setelah pengapuran dilakukan, kemudian kolam dapat diairi
dengan ketinggian yang berbeda pada setiap kolam. Kemudian didiamkan selama
3-5 hari untuk memberi kesempatan tumbuhnya pakanalami dalam kolam.
4. Pemupukan
Untuk menyuburkan tanah dasar kolam sehingga organisme sebagai pakan
alami dapat tumbuh dengan baik. Pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk
kandang dari kotoran sapi, ayam, atau puyuh dengan dosis 250 gram per m².
Pupuk ditebar di lahan, lalu dicangkul hingga mendapatkan ketebalan lumpur
sekitar 20 cm.

b. Pemilihan induk
Pemeliharaan induk yang bertujuan untuk menghasilkan benih yang berkualitas
baik dan jumlah telur yang banyak. Menurut Wiryanta (2010), syarat indukan ikan
nila yang baik yaitu:
 Induk jantan dan betina harus schat dan matang gonad. Cirinya berumur 4-
5 bulan, tubuh tidak cacat, tidak ada kelainan bentuk, organ tubuh lengkap,
sisik teratur, perilaku normal, tubuh bebas parasit, insang bersih, tutup
insang normal, berlendir normal, serta pada betina perutnya membesar dan
urogenitalnya berwarna merah.
 Bobot tubuh induk jantan minimum 250 gram dan betina minimum 200
gram/ekor. Panjang standar indukan jantan 25 cm, betina 22 cm.
 Kondisi sisik besar dan kasar (etenoid), pola sisik yang normal.
 Perbandingan tinggi terhadap panjang standar indukan 1: 2,1 hingga 1:
2,7.

c. Pemeliharaan Induk
Untuk pematangan gonad, ikan nila bisa dipelihara dalam kolam terpisah dengan
padat tebar 1-3 ekor/m². Pernyataan ini didukung oleh Murtidjo (2001). induk
jantan dan betina dipelihara dalam kolam pemeliharaan induk secara terpisah
untuk menghindari terjadinya pemijahan liar selama pemeliharaan serta
mengistirahatkan induk setelah masa pemijalan. Induk diberi pakan dengan
kandungan protein 20-30%. Setelah 20-30 hari lebih dari 75% ikan sudah matang
gonad siap pijah.

d. Pemijahan induk
 Pemijahan Alami
Sebelum memijah ikan Nila jantan selalu membuat sarang berupa lekukan
berbentuk bulat di dasar perairan. Diameter lekukan setara dengan ukuran ikan
Nila jantan. Sarang itu merupakan daerah teritorial ikan Nila jantan. Ketika masa
birahi, ikan Nila jantan kelihatan tegar dengan warna 20 cerah dan secara agresif
mempertahankan daerah terotorialnya tersebut. Sarang tersebut berfungsi sebagai
tempat pemijahan dan pembuahan telur. Proses pemijahan ikan Nila berlangsung
sangat cepat. Setelah telur terbuahi, induk betina akan menangkap telur-telur
tersebut untuk dierami di dalam mulutnya. Selama mengerami telur-telurnya
induk betina tidak makan (puasa). Telur ikan Nila berdiameter kurang lebih 2,8
mm, berwama abu-abu, kadang-kadang berwama kuning, tidak lengket, dan t
enggelam di dasar perairan. Telur-telur yang telah dibuahi dierami di dalam mulut
induk betina kemudian menetas setelah 4-5 hari. Telur yang sudah menetas
disebut larva. Panjang larva 4-5 mm. Larva yang sudah menetas diasuh oleh induk
betina hingga mencapai umur 11 hari dan berukuran 8 mm. Larva yang sudah
tidak diasuh oleh induknya akan berenang secara bergerombol di bagian perairan
yang dangkal atau di pinggir kolam (Amri & Khairuman, 2013).

 Pemijahan buatan
Ikan nila dapat menggunakan hormon ovaprim maupun oksitosin.
Ovaprim digunakan karena dapat memicu proses pematangan akhir dan ovulasi
telur ikan sehingga baik digunakan saat pemijahan semi-alami dan buatan.
Hormon oksitosin berfungsi untuk merangsang kontraksi yang kuat pada dinding
rahim/uterus yang dapat memper mudah dalam membantu proses kelahiran).
Penggunaan hormon oksitosin untuk menginduksi dalam proses pemijahan pernah
diteliti pada beberapa spesies ikan seperti ikan lele sangkuriang (Clarias sp.)
dengan volume total penyuntikan hormon 0,2 mL/kg (Mayyanti 2013), dan ikan
synodontis (Synodontis cupterus) dengan volume total penyuntikan 0,8 mL/kg
(Ramad 2013). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hormon oksitosin
memiliki keterlibatan pada pemijahan dan proses melahirkan di induk betina.
Menurut Viveiros et al. (2003), pada proses reproduksi ikan peran oksitosin tidak
sepenuhnya diketahui seperti pada kelas vertebrata lainnya, karena oksitosin tidak
pernah dievaluasi pada spesies ikan,
Ikan Nila akan mencapai masa pertumbuhan maksimal berumur 1,5–2
tahun. Pada saat Ikan Nila berumur lebih dari 1 tahun dapat mengeluarkan 1200-
1500 larva setiap kali memijah, dan dapat berlangsung selama 6-7 kali dalam
setahun. Pemijahan diawali dengan induk jantan membuat sarang pemijahan
berdiameter 30-50 cm, selanjutnya induk betina akan mendiami sarang yang telah
dibuat oleh induk jantan sampai induk jantan menghampiri induk betina dan
terjadi proses pemijahan (induk betina mengeluarkan telur dan induk jantan
mengeluarkan sperma. Dalam waktu 50 sampai 60 detik ikan betina mampu
menghasilkan 20-40 butir telur yang telah dibuahi. Selanjutnya, telur akan dierami
di dalam mulut induk betina. Induk betina bersifat mouth breeder (mengerami
telur di dalam mulut).Induk betina yang sedang mengerami telur akan terlihat
membesar pada bagian mulutnya
Ikan nila memiliki pola reproduksi tipe asinkronisasi karena dalam satu
gonad yang diamatinya terdapat keanekaragaman ukuran diameter telur. Tipe
reproduksi asinkronisasi yaitu dalam ovarian terdapat oosit dari berbagai stadia,
sehingga proses pembentukan dan pematangan telur pada setiap induk berbeda-
beda tergantung pada kualitas induk dan pengaruh kondisi lingkungan.
Sex ratio merupakan angka perbandingan jumlah indukan jantan dan betina
dalam suatu populasi. Pada saat memijah satu ekor ikan nila jantan mampu
membuahi telur-telur yang dikeluarkan oleh lebih dari satu ekor ikan nila betina,
sehingga untuk pemijahan di kolam jumlah induk betina hendaknya lebih banyak
dari jumlah induk jantan. Pemijahan terjadi setelah hari ketujuh sejak penebaran
induk. Pemijahan berlangsung di dasar kolam, biasanya dalam kubangan atau
cekungan. Apabila terjadi kecocokan, telur yang dikeluarkan induk betina akan
dibuahi oleh ikan jantan. Kemudian telur tersebut dierami dalam mulut induk
betina. Selama proses pengeraman telur, induk ikan betina biasanya berpuasa.
Sebaiknya pemberian pakan dikurangi 25% dari semula (Khairuman dan Amri,
2013). Proses pengeraman biasanya berlangsung sekitar satu minggu. Telur akan
menetas menjadi larva ikan. Bila induk betina merasa kolam ditumbuhi pakan
alami ikan, ia akan mengeluarkan larva dari mulutnya secara serempak. Larva
ikan yang menetas ditandai dengan adanya larva yang berenang ke pinggir kolam.
III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Arie, U. 2012. Pembenihan dan Pembesaran Nila Gift. Penebar Swadaya Jakarta.
Cahyono, B. 2002 Budidaya Ikan Air Tawar, Kanisius, Yogyakarta.
Cahyono, I. (2021). Pengaruh Pengembang Oosit terhadap Fekunditas dan
Penetasan Telur pada Pemijahan Ikan Nila (Oreochromis niloticus).
Lutjanus , 26 (2), 45-51.
Effendie, H. 2013. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan.. Kanisius: Yogyakarta.
Judantari, Sri., Khairuman dan Amri. 2013. Nila Nirwana Prospek Bisnis dan
Tekhnik Budidaya Nila Unggul Gramedia. Jakarta. Jangkaru.
Khairuman dan Khairul, A 2013 Budidaya ikan Nila secara Intensif. Agromedia
Pustaka, Jakarta. Pauji, A. 2007. Beberapa teknik Produksi Induk Unggul
ikan nila dan ikan Mas. Disampaikan pada pelatihan tenaga teknis
sewilayah timur Indonesia. BBAT Tatelu, Manado.
Opiyani, O. (2021). TA: PEMBIAYAAN MASSA IKAN NILA
(Oreochromisniloticus) DI KOLAM BETON (Disertasi Doktor Politeknik
Negeri Lampung).
Sinaga, AAA, Julyantoro, PGS, & Ernawati, NM (2020). Kuantitas dan Kualitas
Larva Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Hasil Pemijahan Induk dengan
Sex Ratio Berbeda. Tren Terkini dalam Ilmu Perairan , 3 (2), 100-107.
Sucipto, A. dan Prihartono, E. 2012. Pembesaran Nila Merah Bangkok. Penebar
Swadaya, Jakarta. Sucipto, 1. 2009. Pembenihan Ikan Nila (Oreochromis
sp.). Balai Budidaya Air Tawar : Sukabumi,
Sutrisno. 2007. Budi Daya Ikan Tawar Ganeca exact. Jakarta:74hlm Reahardi, F.
1993. Agribisnis Perikanan. Penebar Swadaya.Jakarta. 150him. Riyanto,B.
1993, Dasar-DasarPembelajaran Perusahaan. Universitas Gajah Mada.
Yokyakarta. 126hlm
Zulkifli 2014. Pembesaran Ikan Air Tawar dan Berbagai Lingkungan
Pemeliharaan, PT. Penebar Swadaya, anggota IKAPI: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai