PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
II. PEMBAHASAN
b. Pemilihan induk
Pemeliharaan induk yang bertujuan untuk menghasilkan benih yang berkualitas
baik dan jumlah telur yang banyak. Menurut Wiryanta (2010), syarat indukan ikan
nila yang baik yaitu:
Induk jantan dan betina harus schat dan matang gonad. Cirinya berumur 4-
5 bulan, tubuh tidak cacat, tidak ada kelainan bentuk, organ tubuh lengkap,
sisik teratur, perilaku normal, tubuh bebas parasit, insang bersih, tutup
insang normal, berlendir normal, serta pada betina perutnya membesar dan
urogenitalnya berwarna merah.
Bobot tubuh induk jantan minimum 250 gram dan betina minimum 200
gram/ekor. Panjang standar indukan jantan 25 cm, betina 22 cm.
Kondisi sisik besar dan kasar (etenoid), pola sisik yang normal.
Perbandingan tinggi terhadap panjang standar indukan 1: 2,1 hingga 1:
2,7.
c. Pemeliharaan Induk
Untuk pematangan gonad, ikan nila bisa dipelihara dalam kolam terpisah dengan
padat tebar 1-3 ekor/m². Pernyataan ini didukung oleh Murtidjo (2001). induk
jantan dan betina dipelihara dalam kolam pemeliharaan induk secara terpisah
untuk menghindari terjadinya pemijahan liar selama pemeliharaan serta
mengistirahatkan induk setelah masa pemijalan. Induk diberi pakan dengan
kandungan protein 20-30%. Setelah 20-30 hari lebih dari 75% ikan sudah matang
gonad siap pijah.
d. Pemijahan induk
Pemijahan Alami
Sebelum memijah ikan Nila jantan selalu membuat sarang berupa lekukan
berbentuk bulat di dasar perairan. Diameter lekukan setara dengan ukuran ikan
Nila jantan. Sarang itu merupakan daerah teritorial ikan Nila jantan. Ketika masa
birahi, ikan Nila jantan kelihatan tegar dengan warna 20 cerah dan secara agresif
mempertahankan daerah terotorialnya tersebut. Sarang tersebut berfungsi sebagai
tempat pemijahan dan pembuahan telur. Proses pemijahan ikan Nila berlangsung
sangat cepat. Setelah telur terbuahi, induk betina akan menangkap telur-telur
tersebut untuk dierami di dalam mulutnya. Selama mengerami telur-telurnya
induk betina tidak makan (puasa). Telur ikan Nila berdiameter kurang lebih 2,8
mm, berwama abu-abu, kadang-kadang berwama kuning, tidak lengket, dan t
enggelam di dasar perairan. Telur-telur yang telah dibuahi dierami di dalam mulut
induk betina kemudian menetas setelah 4-5 hari. Telur yang sudah menetas
disebut larva. Panjang larva 4-5 mm. Larva yang sudah menetas diasuh oleh induk
betina hingga mencapai umur 11 hari dan berukuran 8 mm. Larva yang sudah
tidak diasuh oleh induknya akan berenang secara bergerombol di bagian perairan
yang dangkal atau di pinggir kolam (Amri & Khairuman, 2013).
Pemijahan buatan
Ikan nila dapat menggunakan hormon ovaprim maupun oksitosin.
Ovaprim digunakan karena dapat memicu proses pematangan akhir dan ovulasi
telur ikan sehingga baik digunakan saat pemijahan semi-alami dan buatan.
Hormon oksitosin berfungsi untuk merangsang kontraksi yang kuat pada dinding
rahim/uterus yang dapat memper mudah dalam membantu proses kelahiran).
Penggunaan hormon oksitosin untuk menginduksi dalam proses pemijahan pernah
diteliti pada beberapa spesies ikan seperti ikan lele sangkuriang (Clarias sp.)
dengan volume total penyuntikan hormon 0,2 mL/kg (Mayyanti 2013), dan ikan
synodontis (Synodontis cupterus) dengan volume total penyuntikan 0,8 mL/kg
(Ramad 2013). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hormon oksitosin
memiliki keterlibatan pada pemijahan dan proses melahirkan di induk betina.
Menurut Viveiros et al. (2003), pada proses reproduksi ikan peran oksitosin tidak
sepenuhnya diketahui seperti pada kelas vertebrata lainnya, karena oksitosin tidak
pernah dievaluasi pada spesies ikan,
Ikan Nila akan mencapai masa pertumbuhan maksimal berumur 1,5–2
tahun. Pada saat Ikan Nila berumur lebih dari 1 tahun dapat mengeluarkan 1200-
1500 larva setiap kali memijah, dan dapat berlangsung selama 6-7 kali dalam
setahun. Pemijahan diawali dengan induk jantan membuat sarang pemijahan
berdiameter 30-50 cm, selanjutnya induk betina akan mendiami sarang yang telah
dibuat oleh induk jantan sampai induk jantan menghampiri induk betina dan
terjadi proses pemijahan (induk betina mengeluarkan telur dan induk jantan
mengeluarkan sperma. Dalam waktu 50 sampai 60 detik ikan betina mampu
menghasilkan 20-40 butir telur yang telah dibuahi. Selanjutnya, telur akan dierami
di dalam mulut induk betina. Induk betina bersifat mouth breeder (mengerami
telur di dalam mulut).Induk betina yang sedang mengerami telur akan terlihat
membesar pada bagian mulutnya
Ikan nila memiliki pola reproduksi tipe asinkronisasi karena dalam satu
gonad yang diamatinya terdapat keanekaragaman ukuran diameter telur. Tipe
reproduksi asinkronisasi yaitu dalam ovarian terdapat oosit dari berbagai stadia,
sehingga proses pembentukan dan pematangan telur pada setiap induk berbeda-
beda tergantung pada kualitas induk dan pengaruh kondisi lingkungan.
Sex ratio merupakan angka perbandingan jumlah indukan jantan dan betina
dalam suatu populasi. Pada saat memijah satu ekor ikan nila jantan mampu
membuahi telur-telur yang dikeluarkan oleh lebih dari satu ekor ikan nila betina,
sehingga untuk pemijahan di kolam jumlah induk betina hendaknya lebih banyak
dari jumlah induk jantan. Pemijahan terjadi setelah hari ketujuh sejak penebaran
induk. Pemijahan berlangsung di dasar kolam, biasanya dalam kubangan atau
cekungan. Apabila terjadi kecocokan, telur yang dikeluarkan induk betina akan
dibuahi oleh ikan jantan. Kemudian telur tersebut dierami dalam mulut induk
betina. Selama proses pengeraman telur, induk ikan betina biasanya berpuasa.
Sebaiknya pemberian pakan dikurangi 25% dari semula (Khairuman dan Amri,
2013). Proses pengeraman biasanya berlangsung sekitar satu minggu. Telur akan
menetas menjadi larva ikan. Bila induk betina merasa kolam ditumbuhi pakan
alami ikan, ia akan mengeluarkan larva dari mulutnya secara serempak. Larva
ikan yang menetas ditandai dengan adanya larva yang berenang ke pinggir kolam.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Arie, U. 2012. Pembenihan dan Pembesaran Nila Gift. Penebar Swadaya Jakarta.
Cahyono, B. 2002 Budidaya Ikan Air Tawar, Kanisius, Yogyakarta.
Cahyono, I. (2021). Pengaruh Pengembang Oosit terhadap Fekunditas dan
Penetasan Telur pada Pemijahan Ikan Nila (Oreochromis niloticus).
Lutjanus , 26 (2), 45-51.
Effendie, H. 2013. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan.. Kanisius: Yogyakarta.
Judantari, Sri., Khairuman dan Amri. 2013. Nila Nirwana Prospek Bisnis dan
Tekhnik Budidaya Nila Unggul Gramedia. Jakarta. Jangkaru.
Khairuman dan Khairul, A 2013 Budidaya ikan Nila secara Intensif. Agromedia
Pustaka, Jakarta. Pauji, A. 2007. Beberapa teknik Produksi Induk Unggul
ikan nila dan ikan Mas. Disampaikan pada pelatihan tenaga teknis
sewilayah timur Indonesia. BBAT Tatelu, Manado.
Opiyani, O. (2021). TA: PEMBIAYAAN MASSA IKAN NILA
(Oreochromisniloticus) DI KOLAM BETON (Disertasi Doktor Politeknik
Negeri Lampung).
Sinaga, AAA, Julyantoro, PGS, & Ernawati, NM (2020). Kuantitas dan Kualitas
Larva Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Hasil Pemijahan Induk dengan
Sex Ratio Berbeda. Tren Terkini dalam Ilmu Perairan , 3 (2), 100-107.
Sucipto, A. dan Prihartono, E. 2012. Pembesaran Nila Merah Bangkok. Penebar
Swadaya, Jakarta. Sucipto, 1. 2009. Pembenihan Ikan Nila (Oreochromis
sp.). Balai Budidaya Air Tawar : Sukabumi,
Sutrisno. 2007. Budi Daya Ikan Tawar Ganeca exact. Jakarta:74hlm Reahardi, F.
1993. Agribisnis Perikanan. Penebar Swadaya.Jakarta. 150him. Riyanto,B.
1993, Dasar-DasarPembelajaran Perusahaan. Universitas Gajah Mada.
Yokyakarta. 126hlm
Zulkifli 2014. Pembesaran Ikan Air Tawar dan Berbagai Lingkungan
Pemeliharaan, PT. Penebar Swadaya, anggota IKAPI: Jakarta.