Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar. Ikan lele termasuk ikan jenis
catfish atau kata lain ikan yang memiliki kumis. Berikut klasifikasi ikan lele berdasarkan SNI
(2002), yaitu sebagai berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostarophysi
Subordo : Siluroidae
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Species : Clarias Sp
Dalam reproduksi ikan lele, pada prinsipnya ada dua jenis kelamin yaitu jantan dan
betina, ikan jantan adalah ikan yang mempunyai organ penghasil sperma, sedangkan ikan
betina adalah ikan yang mempunyai organ penghasil telur. Ikan lele pertama kali matang
kelamin pada umur satu tahun dengan ukuran Panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran
berat tubuh 100 sampai 200 gram. Gonad ikan lele yang merupakan organ reproduksi yang
berfungsi menghasilkan sel kelamin (gamet). Gonad jantaan dapat dibedakan dari ciri-cirinya
yang memiliki gerigi pada salah satu sisi gonadnya, warna lebih gelap, dan memiliki ukuran
gonad lebih kecil dari betina, sedang gonad betina berwarna lebih kuning, terdapat bitnik-
bintik telur didalamnya, dan kedua bagian sisi mulus tidak bergerigi.
Ciri induk betina yang telah matang gonad dapat dilihat dari bentuk perut yang
membesar, dapat juga melakukan pengurutan, bila telur yang keluar secara pengurutan
berbentuk bulat utuh, agak kecoklatan/hijau kekuningan maka induk dalam kondisi siap
pijah. Pada gonad jantan dapat dilihat dari papilla genitalnya yang terletak dibelakang dan
mendekati sirip anus, berwarna merah, meruncing, dan menyebar ke arah pangkalan, maka
ikan tersebut telah matang kelamin.
3.7 Pakan Alami
Menurut Herawati et al, (2013) menyatakan bahwa kualitas larva ikan lele yang baik,
salah satunya sangat ditentukan oleh pakan alami yang dikonsumsi. Pakan alami yang
dikomsumsi tersebut harus memiliki kandungan nutrisi cukup dan sesuai dengan bukaan
mulut larva ikan. Pakan alami diberikan mulai larva ikan lele berumur empat hari, karena
hari pertama sampai hari ketiga larva ikan lele mendapat makanan dari kantong kuning telur
yang dibawa sejak menetas (Widyanti, 2012). Pemilihan pakan alami yang tepat merupakan
salah satu upaya yang perlu dilakukan agar pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan
lele yang dipelihara meningkat.
Pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup pada stadia larva dipengaruhi oleh
jenis pakan yang diberikan dalam jumlah sesuai dengan kebutuhan ikan tersebut. Pada
kegiatan budidaya, frekuensi pemberian pakan pada ikan sangat penting diperhatikan karna
akan berpengaruh terhadap jumlah pakan yang dikomsumsi, efisiensi pakan dan
kemungkinan terjadinya pengotoran lingkungan (Tahapari dan Suhenda, 2009).
Salah satu jenis pakan alami yang baik untuk pertumbuhan larva ikan lele yaitu
cacing sutra. Cacing sutra (Tubifex sp.) merupakan jenis pakan alami yang baik bagi
pertumbuhan larva ikan, cacing jenis ini mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi, yaitu
dengan protein sekitar 57% dan diberikan dalam keadaan hidup sehingga disenangi oleh
ikan. Cacing sutra termasuk hewan tingkat rendah dan mudah dicerna serta diserap oleh
dinding usus pemakannya (Setiawati et al., 2014).
Pakan cacing sutra yang akan diberikan pada larva sebanyak 10% dari berat biomassa
larva ikan, dan frekuensi pemberian pakan alami sebanyak 4 kali dalam sehari lebih baik dari
frekuensi pemberian pakan alami sebanyak 3 kali dan 2 kali karena 4 kali lebih banyak dari
pada yang 3 kali dan 2 kali. Selain cacing sutra, pakan alami lainnya yaitu Daphnia dan
Artemia sp.
Benih ikan lele membutuhkan frekuensi pemberian pakan yang tinggi karena
lambung masih berukuran kecil seperti tabung lurus. Menurut Mudjiman (2009), semakin
kecil kapasitas lambung semakin cepat pula waktu untuk mengosongkan lambung, sehingga
frekuensi pemberian pakan yang dibutuhkan lebih sering. Fujaya (2008) menyatakan bahwa
semakin kecil ukuran ikan maka frekuensi pemberian pakannya semakin sering. Hal ini
berhubungan dengan kapasitas dan laju pengosongan lambung, sehingga frekuensi
pemberian pakan yang dibutuhkan lebih sering.
3.8 Pemeliharaan Larva
1. Kualitas Air
Dalam pengelolaan kualitas air saat pemeliharaan larva, maka sebaiknya selama
pemeliharaan dilakukan pergantian air setiap 2 hari sekali sebanyak 50-70%. Pergantian air
ini dimaksudkan untuk membuang kotoran, seperti sisa cangkang telur atau telur yang tidak
menetas dan mati. Kotoran-kotoran tersebut bila tidak dibuang akan mengendap dan
membusuk di dasar perairan yang menyebabkan timbulnya penyakit dan menyerang larva.
Pembuangan kotoran tersebut dilakukan secara hati-hati agar larva tidak stress atau tidak
ikut terbuang Bersama kotoran.
Berikut ini merupakan persyaratan kualitas air untuk pemeliharaan larva
Suhu
Berbeda dengan manusia yang merupakan makhluk berdarah panas, ikan justru
berdarah dingin. Metabolisme yang berlangsung di dalam tubuh ikan sangat tergantung
pada suhu air. Untuk jenis ikan Lele Afrika, rentang suhu yang dapat ditolerir oleh ikan lele
adalah 26 derajat Celcisu sampai 32 derajat Celcius. Ketika suhu air kolam/ tambak
konsisten tetap antara 16 derajat Celcius hingg 26 derajat Celcius, maka tingkat konsumsi
pakan akan menurun, dan membuat pertumbuhan ikan lambat.
Kadar pH
pH adalah tingkat ion hidrogen yang hadir di dalam air. Disarankan pH di dalam
kolam terjaga pada 6,5-8. Ketika berada di bawah angka 4, ikan akan mati karena kondisi
asam. Berdasarkan beberapa situasi, ketika pH terus menerus berada antara 4-6, ikan akan
hidup, tetapi karena stres, pertumbuhan ikan menjadi sangat lambat. Asupan pakan akan
sangat sulit diterima. Bahkan, bagi peternak yang sudah jeli, kondisi pH yang rendah di
dalam kolam atau tambak mengindikasikan tingginya kadar karbon dioksida (CO2) di dalam
air.
Konsentrasi pH yang tinggi, rentang 9-11 juga akan menghambat pertumbuhan ikan.
Ikan pada akhirnya akan mati karena pH naik di atas 11. pH rendah membantu proporsi
lebih tinggi ammonia terionisasi yang kurang beracun. Dan, kondisi sebaliknya pada pH
tinggi di dalam air.
Ketika tingkat DO lebih rendah dari 1,5 mg/L, ikan akan stres bahkan mati. Periode
untuk mencapai bobot yang diinginkan pada ikan tentu akan menjadi lama. Kerugian materi
tentunya akan bertambah. Bisa dibilang, konsistensi kadar DO yang rendah membuat
kualitas konsumsi pakan rendah, alias hanya membuang-buang uang untuk pakan. Sebab
secara sederhana ikan bernapas untuk mendapatkan oksigen, dan oksigen akan membantu
metabolisme tubuh.
2. Padat Tebar
Menurut SNI, padat penebaran larva/benih ikan lele adalah :
Padat tebar larva (usia 0-1 minggu, ukuran 1-2 cm = 2.000 ekor/liter air)
Padat tebar larva (usia 1-2 minggu, ukuran 2-3 cm = 1.000 ekor/liter air)
Padat tebar larva (usia 2-3 minggu, ukuran 3-4 cm = 500 ekor/liter air)
Padat tebar larva (usia 3-4 minggu, ukuran 4-5 cm = 200 ekor/liter air)
Padat tebar larva (usia 4-5 minggu, ukuran 5-6 cm = 100 ekor/liter air)
Padat tebar larva (usia 5-6 minggu, ukuran 6-7 cm = 75 ekor/liter air)
Padat tebar larva (usia 7-8 minggu, ukuran 7-8 cm = 50 ekor/liter air)
3. Lama pemeliharaan larva
Lama pemeliharan larva yang sudah bisa dipindahkan ke kolam pendederan yaitu setelah
berumur 3 minggu dihitung sejak menetas di tepat pemijahan atau kira-kira berukuran
panjang 1-2 cm dengan kepadatan tebar benih lele berkisar 300-600 ekor per m 2.
4. Derajat Kelangsungan Hidup
Derajat kelangsungan hidup (Survival Rate/SR) adalah salah satu parameter yang dapat
menunjukkan keberhasilan suatu budidaya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah
satunya kualitas air (Maryam, 2010). Kelangsungan hidup atau yang biasa disebut Survival
Rate (SR) adalah perbandingan antara jumlah individu yang hidup pada akhir pemeliharaan
dengan jumlah individu yang hidup pada awal pemeliharaan. Peluang hidup dalam suatu
waktu tertentu yang dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotic (Radhiyufa, 2011). Kondisi
lingkungan perairan yang baik menunjang kelangsungan hidup ikan selama masa
pemeliharaan (Unisa, 2000). Berikut cara menghitung derajat kelangsungan hidup dengan
menggunakan rumus :
SR = (Nt/No) X 100%
Keterangan :
SR = Kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir pemeliharaan (ekor)
No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)
5. Prosedur Pemeliharaan
Telur yang menetas akan menjadi larva. Selama 3—4 hari, larva tidak diberi pakan karena
masih memiliki kuning telur sebagai cadangan makanan. Hal yang perlu diperhatikan adalah
kondisi air harus tetap terjaga kualitas dan kuantitasnya. Pastikan suhu air masih dalam
batas normal, yaitu 260—280 C. Sementara itu, ketinggian air sekitar 10—30 cm saja.
Pada hari kelima setelah menetas, barulah larva diberi pakan tambahan. Pakan yang
diberikan bisa berupa rebusan telur yang diambil kuningnya saja, kemudian dihaluskan dan
dicampur dengan air secukupnya. Sebutir kuning telur dapat memenuhi kebutuhan larva
sekitar 50.000 ekor. Dalam masa ini, pakan alternatif lainnya yang dapat diberikan adalah
kutu air dan cacing sutera. Biasanya para peternak lebih cenderung memilih cacing sutera
karena ketersediaannya di alam masih cukup banyak, bahkan sudah banyak yang
menyuplainya dibandingkan kutu air. Cacing sutera diberikan sampai larva berumur 15 hari.
Pakan diberikan dengan frekuensi tiga kali sehari. Waktu pemberiannya pada pagi hari
setelah matahari terbit sekitar pukul 08.00—09.00, kemudian pada siang hari, sekitar pukul
12.00—13.00, kemudian pada sore hari sekitar pukul 17.00—18.00.
Setelah berumur 15 hari, pakan benih berupa cacing sutera sudah dapat digantikan dengan
pakan lain berupa serbuk atau tepung. Setelah benih berukuran 3—4 cm, pakan diganti
dengan pelet yang diameternya masih kecil, antara 0,6—0,8 mm. Jika benih sudah
berukuran 5—6 cm, pakan diganti lagi dengan jenis pelet yang diameternya lebih besar,
sekitar 1 mm. Pemberian pakan serbuk maupun pelet harus diperhatikan dengan benar. Jika
pakan yang diberikan berlebih atau tidak termakan oleh ikan, kolam menjadi kotor sehingga
perlu dilakukan proses pembersihan kolam (sipon).
Pakan diberikan dengan frekuensi 4 kali sehari. Waktu pemberiannya pada pagi hari sekitar
pukul 08.00—09.00, pada siang hari sekitar pukul 12.00—13.00, kemudian pada sore hari
sekitar pukul 16.00—17.00. Pemberian pakan terakhir dilakukan pada malam hari, yaitu
antara pukul 21.00—24.00.
Agar kualitas air tetap terjaga maka penyiponan perlu dilakukan jika kondisi air terlihat
sangat kotor. Pada saat penyiponan, air kolam ikut terbuang bersama kotoran. Untuk itu, air
kolam sebaiknya ditambah sesuai dengan jumlah yang terbuang sehingga volumenya tetap
sama.
Daftar Pustaka
Azis, Ricky Febrinaldy Simanjuntak. 2019. Pengaruh Pemberian Pakan Alami yang Berbeda Terhadap
Pertumbuhan Larva Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 7(2) :
113 – 122.
Siregar Maulina. 2016. Memantau Kualitas Parameter Air Untuk Menjaga Pertumbuhan Ikan Lele.
https://www.isw.co.id/post/2016/10/05/memantau-kualitas-parameter-air-untuk-menjaga-
pertumbuhan-ikan-lele. ISW Group.