Anda di halaman 1dari 9

1.

1 Latar Belakang
Sebagian besar wilayah dunia terdiri atas air yang luas. Ikan merupakan organisme akuatik
yang memiliki organ yang komplek dan terdiri atas beberapa organ yang saling bekerja sama
melakukan aktivitas hidup. Ikan adalah salah satu hewan yang hidup didaerah perairan dan
tergolong hewan berdarah dingin, artinya temperatur tubuhnya mengikuti temperatur air
dimana ia berada. Umunya ikan bernafas dengan menghirup udara dari air dengan
menggunakan insang. Ikan mengambil udara dari permukaan air, bila didalam air kekurangan
udara. Kecuali pada beberapa genus yang mempunyai kantung udara untuk menghisap
oksigen apabila tempat hidupnya didalam lumpur.
Ikan terdapat di daerah perikanan laut dan daerah perikanan darat. Banyak sekali macam ikan
yang terdapat di daerah perikanan darat. Ikan tersebut dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu
ikan peliharaan, ikan buas dan ikan liar. Ikan merupakan salah satu sumber protein bagi
manusia, antara lain ikan gurame (Osphronemus gouramy) merupakan ikan asli perairan
Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Merupakan salah satu
ikan labirinth dan secara taksonomi termasuk famili Osphronemidae. Ikan gurame adalah
salah satu komoditas yang banyak dikembangkan oleh para petani, hal ini dikarenakan
permintaan pasar cukup tinggi.
Ikan ini merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang sudah cukup dikenal dan banyak
diminati di Indonesia. Hal ini karena ikan gurame memiliki kelebihan yaitu rasa daging yang
enak, pemeliharaan mudah serta harga relatif stabil. Ikan ini sudah lama dikenal orang dan
telah banyak dibudidayakan. Namun usaha-usaha yang dilakukan untuk menunjang ke arah
budi daya yang intensif belum banyak dilaksanakan.
Seiring dengan perkembangan zaman dan meningkatnya pertambahan penduduk yang
diiringi dengan semakin meningkatnya kebutuhan protein hewani oleh masyarakat setiap
tahunnya maka, perlu adanya peningkatan produksi ikan gurame, maka perlu adanya
perluasan pembudidayaan ikan gurame dengan peningkatan produksi ikan secara massal, baik
secara kuantitas maupun kualitasnya, sehingga dapat dijadikan sebagai komoditas baru
terhadap ikan lain yang biasa dipasarkan.
1.2 Tujuan
Mengetahui dan mempelajari biologi dan morfologi ikan Gurame (Osphronemus gouramy).
1.3 Manfaat
Memperoleh pengetahuan dan wawasan yang lebih tentang ikan Gurame (Osphronemus
gouramy).

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biologi ikan Gurami
A. Klasifikasi ikan
Ikan gurame (Osphronemus gouramy) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang
dibudidayakan di kolam dan merupakan ikan asli Indonesia yang memiliki nilai ekonomis
yang tinggi serta salah satu jenis ikan yang senang tinggal diperairan yang tenang, terbenam,
dan dalam seperti kolam, rawa, telaga, danau serta waduk (Djuhanda, 1981; Rusdi, 1988).
Klasifikasi ikan gurame adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Labirintichi
Subordo : Anabantoide
Famili : Anabantidae
Genus : Osphronemus
Species : Osphronemus gouramy (Susanto, 1989)
B. Morfologi ikan
Secara morfologi, ikan ini memiliki garis lateral tunggal, lengkap dan tidak terputus, bersisik
stenoid serta memiliki gigi pada rahang bawah. Sirip ekor membulat. Jari-jari lemah pertama
sirip perut merupakan benang panjang yang berfungsi sebagai alat peraba. Tinggi badan 2,0
s/d 2,1 kali dari panjang standar. Pada ikan muda terdapat garis-garis tegak berwarna hitam
berjumlah 8 sampai 10 buah dan pada daerah pangkal ekor terdapat titik hitam bulat (Balai
Budidaya Air Tawar Sukabumi, 2002).
Gurame juga memiliki bentuk fisik khas badannya pipih, agak panjang dan lebar. Badan itu
tertutup sisik yang kuat dengan tepi agak kasar. Mulutnya kecil, letaknya miring tidak tepat
dibawah ujung moncong. Bibir bawah terlihat menonjol sedikit dibandingkan bibir atas.
Ujung mulut dapat disembulkan sehingga tampak monyong.
Penampilan gurame dewasa berbeda dengan yang masih muda. Perbedaan itu dapat diamati
berdasarkan ukuran tubuh, warna, bentuk kepala dan dahi. Warna dan perilaku gurame muda
jauh lebih menarik dibandingkan gurame dewasa (Sitanggang dan Sarwono, 2001).
Sedangkan pada ikan muda terdapat delapan buah garis tegak. Bintik gelap dengan pinggiran
berwarna kuning atau keperakan terdapat pada bagian tubuh diatas sirip dubur dan pada dasar
sirip dada terdapat bintik hitam (Susanto, 2001).

Ikan gurame tergolong dalam ordo Labirynthici yang memiliki alat pernapasan tambahan
yang disebut labirin, yaitu lipatan-lipatan epitelium pernapasan yang merupakan turunan dari
lembar insang pertama, sehingga ikan dapat mengambil oksigen langsung dari udara. Adanya
alat pernapasan tambahan ini memungkinkan ikan gurami dapat hidip dalam perairan yang
kadar oksigennya rendah (Departemen pertanian, 1999).
a. Kebiasaan Hidup
Di alam, gurame mendiami perairan yang tenang dan tergenang seperti rawa, situ, dan danau.
Di sungai yang berarus deras, jarang dijumpai ikan gurame. Kehidupannya yang menyukai
perairan bebas arus itu terbukti ketika gurame sangat mudah dipelihara di kolam-kolam
tergenang.
Walau gurame dapat dibudidayakan di dataran rendah dekat pantai, perairan yang paling
otimal untuk budidaya adalah yang terletak pada ketinggian 50 40 m diatas permukaan laut
seperti di Bogor, Jawa Barat. Ikan ini masih bertoleransi sampai pada ketinggian 600 m diatas
permukaan laut seperti di Banjarnegara, Jawa Tengah. Yang jadi patokan adalah suhu air
dilingkungan hidupnya. Suhu ideal untuk ikan gurami adalah 24 28 0C (Sitanggang dan
Sarwono, 2001).
b. Jenis Ikan Gurame
Peternak gurame membedakan ada 6 macam varietas atau strain gurame berdasarkan daya
produksi telur, kecepatan tumbuh, ukuran/bobot maksimal gurame dewasa. Masing-masing
adalah Angsa (soang, geese gourami), Jepun (jepang, japonica), Blausafir, Paris, Bastar
(pedaging), dan Porselan. Selain 6 strain diatas, berdasarkan warna terdapat gurame Hitam,
Albino (putih), dan Belang. Gurame hitam paling banyak dijumpai, sedangkan yang lain
jarang. Hal tersebut disebabkan gurame albino dan belang kurang disukai, karena
pertumbuhannya
yang
sangat
lambat
(Sitanggang
dan
Sarwono,
2001).
Gurami Angsa/Soang bisa mencapai panjang maksimal 65 cm dengan total berat 6-12 kg.
Sedangkan gurame Jepun hanya mampu tumbuh hingga mencapai berat total 3,5 kg dengan
panjang hanya 45 cm (Susanto, 1989). Gurame Porselin unggul dalam menghasilkan telur,
per sarang mampu menghasilkan 10.000 butir. Gurame ini oleh para pembenih dijuluki top of
the pop alias gurami pilihan. Untuk gurame dengan kategori produksi telur kurang adalah
gurame Bastar. Per sarang hanya menghasilkan 2.000-3.000 telur, akan tetapi gurame ini
memiliki keunggulan yaitu tumbuh lebih cepat dari warietas lainnya.
c. Kualitas Air
Air untuk mengairi komplek kolam harus tersedia setiap saat, kalau perlu tersedia sepanjang
tahun. Volume air jangan berlebihan, karena dapat mengakibatkan banjir. Debit air
merupakan jumlah air yang mengalir dalam saluran dihitung dengan ukuran liter per detik.
Untuk pemeliharaan gurame secara tradisional pada kolam khusus, debit air yang
diperkenankan adalah 3 liter/detik, sedangkan untuk pemeliharaan secara polikultur (semi
intensif) debit air yang paling ideal adalah antara 6-12 liter/detik (Sitanggang dan Sarwono,
2001).
Kehidupan organisme akuatik termasuk ikan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
seperti : suhu, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, derajat keasaman (pH), dan salinitas.
Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut harus dikendalikan dalam budidaya ikan (Wardoyo,
1981).

d. Pakan Tambahan
Upaya untuk mencarikan pengganti daun-daun yang disukai gurame sekaligus merupakan
kunci untuk membongsorkan tubuh gurame, yang dianggap cukup efektif dewasa ini ada
dengan menyediakan makanan tambahan yang mempunyai kandungan protein yang cukup
tinggi. Pada kegiatan Kerja Praktek ini ada 3 jenis makanan tambahan, yaitu Pellet, Keong
Emas, dan Serangga (Jangkrik).
e. Pellet
Pellet merupakan makanan tambahan bagi gurame yang sudah dikenal. Bahan pembentuk
pellet tidak lain adalah campuran dari berbagai bahan makanan seperti tepung ikan, tepung
darah, tepung daging, tepung daun, tepung dedak, dan lain sebagainya. Antara bahan yang
tinggi kandungan proteinnya dicampurkan dengan bahan makanan yang rendah dengan
perbandingan tertentu, sehingga didapatkan kandungan protein seperti yang dikehendaki. Dan
bentuk pellet seperti butiran-butiran kapur tulis namun ukurannya lebih kecil.
Keong Emas (Pomacea sp.) merupakan salah satu hama penting pada pertanaman padi sawah.
Sebagai hewan yang menyukai habitat perairan, maka kehidupan dan pergerakan (mobilitas)
keong emas sangat dipengaruhi oleh keadaan air pada habitatnya. Dengan tersedianya keong
emas dalam jumlah yang banyak pada alam khususnya pada area persawahan, maka keong
emas dapat dimanfaatkan sebagai pakan tambahan untuk ikan selain hanya berperan sebagai
hama padi
Serangga sebagai makanan tambahan gurame bisa juga memanfaatkan potensi serangga yang
suka berkeliaran dimalam hari. Pada kenyataannya, sekalipun gurame termasuk ikan
herbivora (pemakan tumbuhan), mereka tidak menolak apabila suatu ketika (tanpa disengaja)
ada serangga yang terjatuh ke dalam kolam. Untuk dan karena itulah maka kita bisa
memanfaatkan serangga yang banyak disekitar kita sebagai makanan gurame yang murah,
namun tinggi kandungan proteinnya.
f. Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit pada budidaya ikan gurame sering menimbulkan kegagalan serta
kerugian besar. Adapun beberapa hal yang menyebabkan timbulnya penyakit berupa
kesuburan kolam dampak dari pemupukan, makanan, kepadatan ikan yang tinggi serta
kualitas air yang buruk (Kabata, 1985).
Hama adalah hewan yang berukuran lebih besar dan mampu menimbulkan gangguan pada
ikan. Beberapa pemangsa utama ikan gurame dari jenis hama yang sering ditemukan pada
usaha budidaya ikan gurame adalah ular, belut, katak, dan burung pemakan ikan. Dilihat dari
jenis pemangsa air menurut Heinz dan Kline (1973), musuh utama ikan gurame terbagi atas
ikan liar pemangsa dan beberapa jenis ikan pemelihara. Untuk menghindarai ikan gurame
dari ikan-ikan pemangsa, pada pipa pemasukan air dipasang serumbung dan saringan ikan
agar hama tidak masuk ke dalam kolam.
Jenis penyakit yang sering mengganggu dalam budidaya ikan gurame adalah penyakit bintik
putih (White spot) yang disebabkan jenis protozoa Ichthyopthirius multifilis yang menyerang
benih dan induk ikan gurame. Protozoa ini menjadi parasit yang sulit diberantas karena
kehadirannya sering kali diliputi oleh lendir yang sulit ditembus oleh larutan obat (Kabata,

1985). Mereka menyerang ikan dibawah selaput lendir ikan yang merupakan benteng
pertahanan utama bagi ikan (Kabata, 1985).
Selain itu, jenis penyakit yang juga sering menyerang induk ikan gurame adalah Argulus
indicus. Parasit ini tergolong Crustacea tingkat rendah yang hidup sebagai ektoparasit.
Menurut Radiopoetro (1983), Argulus indicus menempel pada sirip atau sisik pada induk ikan
gurame.
g. Induk Ikan Gurami
Pada ikan gurame perbedaan kelamin jantan dengan betina bisa dilihat dari perbedaan bentuk
dahi, warna dasar sirip dada, warna dagu dan kepekaan pangkal ekor (Susanto, 1989).
h. Kolam Pemeliharaan Induk Ikan Gurami
Bila dihubungkan dengan lingkungan hidupnya, ikan gurame merupakan ikan yang senang
mendiami badan perairan yang relatif tenang. Kolam sebagai media pemeliharaan ikan
gurame juga salah satu hal yang sangat penting. Dalam pemeliharaan induk ikan gurame,
keberadaan kolam hendaknya dekat dengan sumber air yang berupa mata air, sungai atau
pompa air. Tempat yang paling ideal adalah lembah yang dasarnya mendatar di kaki kedua
lereng sungai yang berlenggak-lenggok ditengah dataran (Tim Lentera, 2002).
Sebagai ikan yang senang mendiami perairan yang tenang, keberadaan arus hendaknya tidak
terlalu mendominasi. Namun menurut Asmawi (1983), arus dapat digunakan dalam
pemeliharaan induk dengan syarat debit airnya tidak terlalu deras. Arus air yang terlalu deras
akan mengganggu aktivitas gurame yang memiliki badan pipih, sehingga berenangnya yang
memang sudah lambat akan semakin lebih lambat. Gurame yang terganggu ketenangannya
akan menjadi stress, marah, dan mengamuk serta mengacak-acak dasar kolam.
Air yang mengalir ke dalam kolam sebaiknya diendapkan terlebih dahulu, karena
dikhawatirkan air yang masuk banyak mengandung bahan-bahan atau unsur-unsur kimia
yang dapat mengganggu metabolisme ikan serta dapat menyebabkan timbulnya hama dan
penyakit pada kolam yang pada akhirnya akan menyerang induk ikan gurame. Selain itu,
sumber air yang terlalu banyak mengandung bahan kimia juga akan menganggu keinginan
induk ikan gurame untuk memijah.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulakan sebagai berikut :
1. Tubuh ikan gurame (Osphronemus gouramy) memiliki garis lateral tunggal, lengkap
dan tidak terputus, bersisik stenoid serta memiliki gigi pada rahang bawah. Sirip ekor
membulat. memiliki bentuk fisik khas badannya pipih, agak panjang dan lebar. Badan
itu tertutup sisik yang kuat dengan tepi agak kasar.
2. Habitat ikan gurame di alam mendiami perairan yang tenang dan tergenang seperti
rawa, situ, dan danau.

3. Ikan gurame memiliki 6 macam varietas atau strain berdasarkan daya produksi telur,
kecepatan tumbuh, ukuran/bobot maksimal gurame dewasa. Masing-masing adalah
Angsa (soang, geese gourami), Jepun (jepang, japonica), Blausafir, Paris, Bastar
(pedaging), dan Porselan.berdasarkan warna terdapat Hitam, Albino (putih), dan
Belang.
4. Kehidupan organisme akuatik termasuk ikan sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti : suhu, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, derajat keasaman
(pH), dan salinitas. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut harus dikendalikan dalam
budidaya ikan.
5. Pakan tambahan bagi ikan gurame adalah pelet, keong mas dan serangga.
6. Penyakit bintik putih (White spot) yang disebabkan jenis protozoa Ichthyopthirius
multifilis yang menyerang benih dan induk ikan gurame.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Informasi Teknik Perikanan. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Sukabumi.
Asmawi, S. 1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Gramedia, Jakarta.
Departemen Pertanian. 1986. Budidaya Gurami. Balai Informasi Pertanian Jawa Barat.
Bandung.
Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Armico, Bandung.
Heinz, H. R. and Kline. 1973. Fish Panthology. FFA Publication Inc. West Sylvania Aveneu,
Neptune, New Jersey. 512 pp.
Kabata, Z. 1985. Parasit and Diseases Fish Culture in The Tropic. Taylor and Francis,
London.
Radiopoetro. 1983. Zoology Vertebrata. Erlangga, Jakarta. 56 pp.
Rusdi, T. 1988. Usaha Budidaya Gurami. Simplek, Jakarta. 73 pp.
Sitanggang, M. dan Sarwono, B. 2001. Budidaya Gurami (Edisi Revisi). Penebar Swadaya.
Jakarta.
Susanto, Heru. 1989. Budidaya Ikan Gurame. Penebar swadaya. Jakarta.
Tim Lentera. 2002. Cermat dan Tepat Memasarkan Gurami. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Wardoyo, S.T. 1981. Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan. Analisis
Dampak Lingkungan, Bogo

Kemampuan Induk Gurami Dalam Memijah


Diposkan oleh : Mas Anto / March 30, 2014 On Budidaya Ikan Gurami
Untuk mendapatkan induk yang baik, diperlukan ketelitian yang berhubungan
dengan faktor genetik induk. Faktor genetik sangat berpengaruh terhadap
keturunan yang akan di hasilkan. Selain itu, daerah asal induk juga berpengaruh
terhadap produktivitas. Sebagai contoh, gurami yang berasal dari banjarnegara,
yogyakarta dan purbalingga (jawa tengah), tulung agung, blitar dan kediri (jawa
timur), dan bogor (jawa barat) daerah ini memiliki kualitas gurami yang cukup
baik.
Usaha untuk mendapatkan strain gurami berkualitas baik dilakukan dengan cara
kawin silang. Induk gurami yang di kawinkan antara lokal dengan lokal secara
terus-menerus kualitasnya kurang baik, sebaiknya di kawinkan silang beberapa
kali dengan induk dari luar daerah. Perkawinan dengan keturunan secara terus
menerus bisa menyebabkan daya tahan ikan gurami melemah, sehingga ikan
rentan terserang penyakit dan produktivitas menjadi lebih rendah.
a. Frekuensi pemijahan gurami
Dalam pemijahan induk yang bertujuan untuk memproduksi telur, frekuensi
pemijahan, dan derajat pembuahan merupakan tolok ukur keberhasilan yang
bisa di gunakan dalam pembenihan. Frekuensi pemijahan adalah berapa kali
induk memijah dalam waktu tertentu. Sebagai contoh, 30 ekor induk gurami
matang gonad di pijahkan bersama induk jantan secara alami dalam kurun
waktu setahun. Dalam kurun waktu tersebut, terjadi 90 kali pemijahan. Dengan
demikian frekuensi pemijahan setiap induk yaitu 90 kali : 30 ekor induk betina :
12 bulan = 0,25 kali/ekor/bulan atau 1 kali /ekor/4bulan. Hal ini, menunjukkan
bahwa induk gurami memijah setiap 4 bulan atau 3 kali setiap satu tahun.
b. Kematangan gonad sangat menarik untuk di kaji karena sangat berhubungan
dengan faktor fekunditas dan keturunan dari spesies ikan. Proses perkembangan
kematangan gonad merupakan bagian dari reproduksi sebelum ikan memijah.
Selama itu, perkembangan metabolisme tubuh ikan tertuju pada proses
pematangan gonad. Terjadinya proses kematangan gonad akan berpengaruh
terhadap penambahan berat badan pada induk ikan gurami. Pada umumnya,
rata-rata penambahan berat badan karena kematangan gonad pada ikan gurami
betina sebesar 10 25%, sedangkan pada ikan gurami jantan sebesar 5 10%
berat badannya.

Ke mampuan pemijahan gurami


Pengamatan kematangan gonad dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara
histologi (di lakukan di laboratorium) dan morfologi (di lakukan di lapangan).
Hasil pengamatan histologi lebih mendetil daripada pengamatan morfologi,
namun pengamatan morfologi lebih banyak dilakukan oleh pembudiaya ikan
gurami, dengan berbagai alasan sendiri-sendiri.
Ada beberapa metode yang bisa di pakai untuk menentukan tingkat kematangan
gonad ikan gurami secara morfologi yaitu dari bentuk tubuh, panjang dan berat
badan serta warna dan perkembangan isi gonad yang dapat di lihat.
Perkembangan gonad ikan gurami betina lebih banyak di perhatikan daripada
ikan jantan, karena perkembangan diameter telur yang terdapat dalam gonad
lebih mudah dilihat dari pada sperma yang terdapat di dalam testis.
Banyak para ahli mengadakan pembagian tingkat kematangan gonad, menurut
kesteven dalam Ichsan Effendie (2002) kematangan gonad di bagi menjadi fase
berikut.

Dara, ciri-cirinya ovarium dan testis sangat kecil dan transparant, dari
tidak berwarna sampai berwarna abu-abu, telur tidak terlihat dengan mata
biasa.

Dara berkembang, ciri-cirinya ovarium dan testis jernih hingga berwarna


abu-abu merah, telur terlihat apabila menggunakan kaca pembesar.

Perkembangan 1, ciri-cirinya ovarium dan testis berbentuk bulat telur,


berwarna kemerahan, gonad mengisi kira-kira setengah ruang ke bagian
bawah, telur terlihat seperti serbuk berwarna putih.

Perkembangan 2, ciri-cirinya testis berwarna putih kemerahan, tidak ada


sperma keluar jika di tekan peutnya, ovarium berwarna orange merah,
telur dapat di bedakan dan berbentuk bulat telur, ovarium mengisi kirakira dua pertiga ruang bawah.

Bunting, ciri-cirinya organ seksual mengisi ruang bawah, testis berwarna


putih dan mengeluarkan sperma apabila perut di tekan, telur berbentuk
bulat, beberapa terlihat jernih dan masak.

Mijah, ciri-cirinya telur dan sperma keluar dengan sedikit tekanan di perut,
telur kebanyakan berwarna jernih.

Salin, ciri-cirinya ovarium dan testis kosong dan berwarna merah, telur
bisa di hisap kembali.

Pulih salin, ciri-cirinya testis dan ovarium berwarna jernih, ke abu-abuan


sampai merah.

c. Fekunditas
Fekunditas induk adalah jumlah telur yang dapat di produksi oleh setiap kilogram
bobot induk betina. Hal ini di dasarkan pada info sebelumnya, baik berupa hasil
penelitaian maupun pengalaman praktis. Pada spesies tertentu, fekunditas induk
gurami betina bervariasi, tergantung kondisi nutrisi selama pemeliharaan induk
dan kondisi lingkungan. Di thailand, induk yang telah memijah pada tahun ke

dua dapat menghasilkan hingga 8000 butir telur setiap sarangnya dengan
pemberian pakan yang optimal.
Produktivitas rendah disebabkna antara lain telur tetap di biarkan di media
pemijahan, ketersediaan oksigen di media jadi berkurang, penularan jamur
saprophytis dari telur yang tidak di buahi, serangan musuh, dan induk masih
terlalu muda ketika memijah.
Potensi produksi telur sangat di tentukan oleh faktor prosentase induk yang
matang gonad. Jika presentase induk matang gonad rendah, maka potensi
produksi telur juga rendah, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, nilai
presentase standar induk matang gonad perlu di perhatikan sehingga dapat di
jadikan tolok ukur penentuan keberhasilan pemeliharaan induk. Sebagai contoh,
fekunditas gurami 1,500 butir/kg. Jika berat induk betina 3 kg maka produksi
telur mampu mencapai 4.500 butir telur. Jika di asumsikan jumlah induk matang
gonad sebanyak 60% maka dari 50 ekor induk akan di peroleh telur sebanyak 50
ekor x 60% x 3 kg/ekor x 1.500 butir/g, yaitu sebanyak 135.000 butir telur.
Penghitungan telur sangat membutuhkan pengalaman, pembudidaya baru
biasanya mengalami kesulitan. tetapi jika sudah terbiasa akan mudah asal mau
mempelajari cara kerjanya. Kalau sudah terbiasa penghitungan akan sangat
mudah, bahkan hanya dengan perkiraan sudah cukup namun masih kurang
akurat. Salah satu cara penghitungan telur yaitu dengan menakar ke dalam
kotak berukuran 4 cm x 8 cm. Jika dasar luasan kotak bersisi penuh, jumlah telur
berkisar 1000 butir karena rata-rata setiap butir telur mempunyai garis tengah
2,5 mm.

Anda mungkin juga menyukai