Anda di halaman 1dari 96

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Bahari di wilayah lautnya
mencakup tiga perempat luas wilayah Indonesia atau 5,8 juta km2 dengan garis
pantai sepanjang 81.000 km, sedangkan luas daratannya hanya 1,9 juta km2.
Wilayah laut yang sangat luas tersebut mengandung sumberdaya alam termasuk
sumber daya perikanan dan jasa lingkungan yang sangat berlimpah yang belum
dikembangkan secara optimal. Ikan pada umumnya lebih banyak dikenal dari
pada hasil perikananan lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak
ditangkap dan dikonsumsi. Ikan memang sudah dikenal sejak waktu yang sangat
lama, ribuan tahun yang lalu. Jenis ini termasuk hewan vertebrata, artinya hewan
yang memiliki tulang belakang dan cirinya yang khas adalah hidupnya di air dan
umumnya bernafas dengan menggunakan insangnya. Sebagai bahan pangan,
kedudukan ikan sangat penting, karena banyak mengunakan komponen yang
diperlukan oleh tubuh. Baik di negara maju maupun di negara berkembang seperti
Indonesia (Bahar, 2006).
Lautan merupakan daerah penangkapan ikan terluas dan terbanyak
dibandingkan dengan daerah-daerah penangkapan lainnya yang ada di darat
seperti sungai, rawa, telaga dan tempat-tempat pembudidayaaan ikan seperti
kolam dan tambak. Daerah-daerah dekat pantai pada umumnya merupakan daerah
penangkapan terbanyak yang dilakukan oleh para nelayan kecil sedangkan daerah-
daerah yang jauh dari pantai dan samudera, penangkapan ikan hanya dilakukan
oleh kapal-kapal besar dengan perlengkapan pengolahan atau pasca tangkap untuk
mempertahankan kesegaran ikan (Asikin,1977).
Laut kita memiliki karakteristik yang sangat spesifik, karena memiliki
keanekaragaman biota laut (ikan dan vegetasi laut) dan potensi lainnya seperti
kandungan bahan mineral. Dalam definisi undang-undang no 31 tahun 2004
tentang perikanan, dikatakan bahwa ikan adalah segala jenis organisme yang
seluruh atau sebagian hidupnya berada dalam lingkungan perairan. Sumberdaya
perikanan merupakan hasil kekayaan laut yang memiliki potensi besar untuk

Universitas Sriwijaya
1
2

menambah devisa negara. Potensi pembangunan pesisir dan lautan kita terbagi
dalam tiga kelompok yaitu, sumberdaya dapat pulih (renewable recorces),
sumberdaya tak dapat pulih (non-renewable recorces) dalam hal ini mineral dan
bahan tambang, jasa-jasa lingkungan (environmental service). Sayangnya ketiga
potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal (Soesanto, 1987).
Secara perlahan-lahan namun pasti pemanfaatan sumberdaya alam laut
Indonesia terus berkembang terutama untuk memenuhi kebutuhan akan pangan
(khususnya sumber protein hewani) energi, bahan baku, serta beberapa perluasan
lapangan kerja dan peningkatan pendapatan negara (Lestari dan Widiastuti, 2003).
Hasil perikanan laut pada umumnya digolongkan berdasarkan jenisnya,
tempat atau daerah hidupnya. Penggolongan tersebut adalah sebagai berikut :
Golongan demersal, yaitu ikan yang dapat diperoleh dari lautan yang dalam.
Contohnya adalah ikan kod san ikan haddock. Golongan pelagis kecil, yaitu jenis-
jenis ikan yang hidupnya di daerah permukaan laut, misalnya ikan parang-parang
atau ikan haring. Golongan pelagis besar, yaitu jenis ikan besar yang hidupnya
dipermukaan laut, seperti ikan sardin, ikan tuna, ikan tongkol. Sumberdaya
perikanan karang yaitu jenis makhluk hidup yang dihuni jenis ikan dengan warna
serta bentuk tubuh yang menarik. Misalnya sidat (belut laut) Hasil perikanan
berkulit keras (krustaceae), yaitu hasil perikanan yang mempunyai kulit keras,
misalnya udang, lobster, kepiting dan rajungan (Soesanto, 1987).

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum Sumberdaya Perikanan Laut ini yaitu :
1. Mahasiswa mengetahui bagian-bagian tubuh ikan dan berat masing-masing
bagian tubuh tersebut.
2. Mahasiswa mengetahui berat daging yang dapat dimakan (edible flesh)
beberapa jenis ikan air laut.
3. Mahasiswa mampu membedakan daging merah dan daging putih serta
mengetahui besar bagian tersebut.
4. Mahasiswa mengetahui manfaat yang dapat diambil dari cangkang, daging serta
zat yang terkandung didalamnya.

Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)


Sistematika ilmiah ikan kembung menurut Saanin (1968) yakni sebagai
berikut:
kingdom : Animalia
filum : chodarta
kelas : actinopterygii,
ordo : perciformes
famili : scombridae
genus : Rastrelliger
spesies : Rastrelliger kanagurta

Gambar 2.1.1. Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)


Kembung adalah nama sekelompok ikan laut yang tergolong ke dalam
marga Rastrelliger, suku Scombridae. Meskipun bertubuh kecil, ikan ini masih
sekerabat dengan tenggiri, tongkol, tuna, madidihang, dan makerel. Di Ambon,
ikan ini dikenal dengan nama lema atau tatare, di Makassar disebut banyar atau
banyara. Morfologi ikan kembung adalah bentuk badan seperti torpedo badan
agak langsing panjang kepala lebih tinggi dari tinggi kepala. Seluruh tubuh
tertutup sisik halus dan terdapat corselet di belakang sirip dada. Terdapat selaput
lemak pada kelopak mata. Usus 1,3-3,7 kali panjang badan. Tapisan insang
panjang jelas tampak bila mulut dibuka dengan jumlah sebanyak 30-46 buah, sisik
garis rusuk berjumlah 120-150 buah, sirip punggung kedua berjari-jari keras
berjumlah 10 buah, sirip punggung kedua berjari- jari lemah 11-12 sirip dubur
berjari-jari lemah lemah sebanyak 11-12 buah. Di belakang sirip punggung dan
dubur terdapat 5-6 buah finlet (Moeljanto, 1982).
Universitas Sriwijaya

3 Universitas Sriwijaya
4

Ikan kembung banyar memiliki warna biru kehijauan di bagian atas dan
bagian bawah berwarna putih kekuningan. Dua baris totol-totol hitam pada
punggung, satu totol hitam dekat sirip dada. Ban warna gelap memanjang di atas
garis rusuk, dua ban warna keemasan di bawah garis rusuk. Sirip punggung abu-
abu kekuningan. Sirip ekor dan dada kekuningan. Sirip-sirip lain bening
kekuningan. Ikan ini memiliki panjang maksimum 35 cm dengan panjang rata-
rata 20-25 cm (Saanin, 1984).

2.2. Sistematika dan Morfologi Ikan Bawal Putih (Pampus argenteus)


Sistematika ikan bawal putih (Pampus argenteus) menurut Saanin (1984)
adalah sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Pisces
ordo : Percomorphi
familia : Stromateida
genus : Pampus
spesies : Pampus argenteus

Gambar 2.2.1. Ikan Bawal Putih (Pampus argenteus)


Ikan bawal putih mempunyai bentuk tubuh yang pipih. Pada bentuk ini
tinggi ikan lebih besar dari lebar ikan atau pipih tegak. Ikan bawal putih
mempunyai duri punggung lunak sebanyak 37-43, bertulang belakang sebanyak
34-37 sehingga ikan ini termasuk vertebrata. Bawal putih pada umumnya
berwarna abu-abu menuju putih dan di badannya terdapat totol-totol hitam (black
dots). Bawal putih berbentuk seperti rombus dan sedikit cembung. Bawal putih
dewasa kelihatan lebih lebar dan cembung. Mata terletak di baagian kepala yang
kelihatan seakan bersambung terus dengan badan. Meskipun badan bawal cermin
kelihatan lebar tetapi mulut dan matanya agak kecil dan berhimpun di sudut

Universitas Sriwijaya
5

hujung bahagian kepala. Rahang atas dan bawah juga tidak boleh membuka
dengan luas. Bawal putih disebut juga bawal cermin karena dari pantulan cahaya
dari badannya yang berkilat dan berwarna perak. Garisan deria di badannya
bermula dari insang hingga mencecah zona ekor. Manakala sirip pektoral lebih
panjang berbanding sirip dorsal dan ekor melengkung bentuk V atau lengkungan
bumerang.Warna Badan bawal putih diliputi sisik halus berwarna putih beralun
perak dan bahagian sirip memancarkan warna kelabu. Setengah bahagian
badannya diliputi bintik hitam halus (Saanin,1984).

2.3. Sistematika dan Morfologi Ikan Sarden (Sardinella lemuru)


Sistematika ikan sarden (Sardinella lemuru) menurut Saanin (1968) adalah
sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Chordata
class : Pisces
ordo : Malacopterygixi
family : Clupeidal
genus : Sardinella
species : Sardinella lemuru

Gambar 2.3.1. Ikan Sarden (Sardinella lemuru)


Ikan sarden memiliki warna tubuh yang unik yakni tubuhnya berwarna biru
kehijauan pada bagian atasnya, putih perak pada bagian bawahnya. Ikan ini
terdapat 10 totol-totol gelap pada bagian atas badan, totol-totol ini tidak nyata lagi
setelah lama mati. Bentuk badan memanjang, perut agak bulat dengan sisik duri.
Awal sirip punggung sedikit kemuka dari pertengahan badan, lebih dekat kearah
moncong daripada kesirip ekor (Direktorat Jenderal Perikanan, 1975).

Universitas Sriwijaya
6

Sarden (Sardinella lemuru) adalah ikan yang memiliki nilai komersial


sedang. Ikan sarden mampu bertahan hingga kedalaman lebih dari 1.000 meter.
Sarden merupakan ikan laut yang terdiri dari beberapa spesies dari famili
Clupeidae. Ikan sarden biasanya hidup berkelompok, kelompoknya mencapai
ratusan sehingga memudahkan mangsa untuk menyantapnya (Soesanto, 1987).

2.4. Sistematika dan Morfologi Ikan Tongkol (Euthynnus pelamis)


Sistematika ikan tongkol (Euthynnus pelamis) menurut Saanin (1968)
adalah sebagai berikut:
kingdom : Animalia
phylum : Chordata
class : Pisces
ordo : Percomorphi
family : Scombridae
genus : Euthynnus
species : Euthynnus pelamis

Gambar 2.4.1. Ikan Tongkol (Euthynnus pelamis)


Ikan tongkol (Euthynnus pelamis) memiliki warna pada bagian atas
berwarna hitam kebiruan, sedanghkan pada bagian bawahnya berwarna putih
perak. Terdapat ban-ban hitam pada bagian tubuhnya, serong, menggelombang
bagian atas rusak. Sirip-sirip perut, dada gelap keunguan. Ikan tongkol termasuk
ikan yang buas, predator dan panjangnya dapat mencapai 50 cm tetapi pada
umumnya berkisar 25-40 cm. Memiliki badan yang memanjang, bulat, kaku
seperti cerutu. Termasuk tuna kecil, dua sirip punggung, sirip punggung pertama
berjari-jari 10 sedangkan jari-jari kedua merupakan jari-jari keras 11 pada setiap
ikan tongkol tersebut. Ikan tongkol merupakan golongan dari ikan tuna kecil.
Badannya memanjang, tidak bersisik kecuali pada garis rusuk. Sirip punggung

Universitas Sriwijaya
7

pertama berjari-jari keras 15, sedang yang kedua berjari-jari lemah 13, diikuti 10
jari-jari sirip tambahan (fin ilet). Ukuran asli ikan tongkol cukup besar, bisa
mencapai 1 meter dengan berat 13,6 kg. Rata-rata, ikan ini berukuran sepanjang
50-60 cm (Direktorat Jenderal Perikanan, 1975).

2.5. Sistematika dan Morfologi Ikan Salem (Elagastis bipinnulatus)


Sistematika ikan Salem (Elagastis bipinnulatus) menurut Saanin (1968)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
phylum : Chordata
class : Pisces
ordo : Pecoidae
family : Caransida
genus : Elagastis
species : Elagastis bipinnulatus

Gambar 2.5.1. Ikan Salem (Elagastis bipinnulatus)


Ikan salem tergolong ikan palagis. Ikan ini mempunyai bentuk badan
memanjang, memiliki dua sirip punggung, sirip punggung pertama terdapat 10
jari-jari,sedangkan pada sirip yang kedua memiliki 12 jari-jari. Badan ikan salem
tidak mempunyai sisik. Daging ikan salem mempunyai cita rasa yang khas,
sehingga banyak digemari oleh masyarakat. Ikan ini dimanfaatkan dalam bentuk
ikan segar maupun bentuk olahan, seperti dibuat menjadi ikan peda.Ikan salem
termasuk ikan predator. Daerah penyebarannya di seluruh daerah pantai dan lepas
pantai. Hidup secara bergerombol, memakan ikan-ikan kecil dan moluska kecil
(Bahar, 2006).

Universitas Sriwijaya
8

2.6. Sistematika dan Morfologi Ikan Parang-Parang (Chirocentrus dorab)


Sistematika dan morfologi ikan parang-parang (Chirocentrus dorab)
menurut Saanin (1968) adalah sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Actinopterygii
ordo : Malacopterighi
famili : Chirocehtridae
genus : Chirocentrus
spesies : Chirocentrus dorab

Gambar 2.6.1. Ikan Parang-Parang (Chirocentrus dorab)


Ikan parang-parang bentuk tubuhnya pipih, sirip punggung berjari-jari
lemah dan keras, dubur berjari-jari keras, sirip dada berjari-jari lemah, begitu juga
dengan sirip perut. Sirip perut jauh ke belakang, di muka dubur tidak bergaris
rusuk, perut tidak bersisik, gigi seperti taring. Bentuk tubuhnya pipih, sirip
punggungnya berjari-jari lemah, dubur berjari-jari keras, sirip dada berjari-jari
lemah begitu juga dengan sirip peru. Ikan parang-parang tergolong pada famili
Chirocehtridae, bentuk tubuhnya panjang gepeng dan hampir menyerupai bentuk
pita (taeniform), ekornya panjang seperti pecut, kulitnya tidak bersisik, warnanya
putih seperti perak, sedikit kekuning-kuningan (Indera, 1993).
Sirip punggungnya satu dimulai dari belakang kepala terus sampai ke ekor,
jumlah jari-jari sirip lunaknya 140-150 buah. Sirip ekor tidak tumbuh, sirip dubur
terdiri dari sebaris duri-duri kecil yang lepas. Sirip dada mempunyai 11 jari-jari
lunak. Rahang bawah lebih panjang dari pada rahang atasnya, kedua rahang
bergigi yang kuat dan tajam-tajam, bersifat karnivora, panjang tubuhnya bisa
mencapai lebih dari satu meter. Sirip pada ikan berperan sangat penting dalam
penentuan gerak ikan. Sirip pada ikan terdiri dari sirip punggung (D), sirip dada

Universitas Sriwijaya
9

(P), sirip perut (V), sirip anus (A), dan sirip ekor (C). Kelima sirip tersebut ada
yang bersifat ganda seperti pada sirip dada dan sirip perut, sedangkan yang lain
bersifat tunggal. Tidak semua ikan di bumi ini memiliki secara utuh kelima sirip
tersebut secara sempurna, melainkan ada yang tidak lengkap (Manda et al, 2005).

2.7. Sistematika dan Morfologi Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning)


Sistematika dan morfologi ikan ekor kuning (Caesio cuning) menurut
Saanin (1968) adalah sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Teleostei
ordo : Perciformes
famili : Lutjanidae
genus : Caesio
species : Caesio cuning

Gambar 2.7.1. Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning)


Caesio cuning adalah badan memanjang melebar gepeng, mulut kecil,
serong. Gigi-gigi kecil, lancip, tersusun beberapa baris pada rahangnya. Dua gigi
taring pada rahang bawah, dan yanghalus pada langit-langit. Jari-jari keras sirip
punggung 10, dan 15 lemah. 3 jari-jarikeras pada sirip dubur, dan 11 lemah. Sisik
tipis terdapat 52-58 pada garis rusuknya. Sisik-sisik kuat di bagian atas dan bawah
garis rusuk tersusunhorizontal, sisik pada kepala mulai dari mata.Warna bagian
atas sampai punggung ungu kebiru-biruan, biru keputihan bagian belakang
punggung, batang ekor, sebagian dari sirip punggung berjari-jarilemah, sirip
dubur, dan ekor kuning. Bagian bawah kepala, badan, sirip perut dandada merah
jambu; pinggiran sirip punggung sedikit hitam dan ketiak sirip dadahitam.Ikan
ekor kuning termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan crustacea.

Universitas Sriwijaya
10

Hidup di perairan pantai, karang-karang, perairan karang, membentuk gerombolan


besar. Dapat mencapai panjang 60 cm, umumnya 30-40 cm. Daerah penyebaran
perairan karang seluruh Indonesia. Termasuk ikan karang ekonomis penting yang
paling banyak ditangkap dengan Muro-ami, jaring klotok kadang-kadang masuk
ke bubu (Saanin, 1968).

2.8. Sistematika dan Morfologi Ikan Bawal Hitam (Stromateus niger)


Sistematika ikan Bawal hitam (Stromateus niger) menurut Saanin (1968)
adalah sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Chordata
class : Actinopterygii
ordo : Perciformes
famili : Stromatidae
genus : Stromateus
species : Stromateus niger

Gambar 2.8.1. Ikan Bawal Hitam (Stromateus niger)


Ikan Bawal hitam (Stromateus niger) tergolong pada keluarga Stromatidae
yang berkerabat dengan keluarga Carangidae. Bentuk tubuhnya pipih dengan
badannya yang tinggi sehingga hampir menyerupai bentuk belah ketupat. Ikan ini
tubuhnya berwarna hitam, sirip punggung hanya satu mempunyai 5 jari-jari keras
dan 42-44 jari-jari lunak. Sirip dubur besarnya hampir sama dengan sirip
punggung, disokong oleh 3 jari-jari keras dan 35-39 jai-jari lunak. Sirip dada
mempunyai 22 jari-jari lunak, bentuknya melengkung dengan ujung-ujungnya
yang tirus dan pangkalnya yang kuat dan lebar. Sirip perut tidak ada, sirip ekor
cagak dua dengan lekukan yang dalam, pangkal sirip ekor bulat kecil. Gurat sisi
dibangunkan oleh sisik-sisik yang lebih besar dari pada sisik-sisik yang lainnya

Universitas Sriwijaya
11

dari tubuh. Kalau di lihat dari bentuk sirip dada, pangkal siripekor danstruktur
gurat sisi, ikan ini mempunyai persamaan dengan ikan-ikan dari keluarga
Carangidae. Ikan Bawal hitam dapat berenang dalam posisi miring seperti ikan
Sebelah. Panjang tubuhnya dapat mencapai 60 cm, dagingnya baik sebagai bahan
makanan, dan mempunyai pasaran yang baik. Ikan ini tidak banyak terdapat di
dekat-dekat muara sungai, biasanya bergerombol banyak di tengah-tengah
lautan. Jenis ikan-ikan ini terdapat di laulaut India, Indonesia, Malaysia, dan
Cina (Djuhanda, 1981).

2.9. Sistematika dan Morfologi Ikan Kerapu Bebek (Chromileptes altivelis)


Sistematika dan morfologi ikan Kerapu bebek (Chromileptes altivelis)
menurut Saanin (1968) adalah sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Chordata
keas : Actinopterygii
ordo : Perciformes
family : Serranidae
genus : Chromileptes
spesies : Chromileptes altivelis

Gambar 2.9.1. Ikan Kerapu Bebek (Chromileptes altivelis)


Ikan kerapu bebek atau kerapu tikus (Chromileptes altivelis), sejenis ikan
karang, berprospek cukup cerah karena kelezatan dagingnya. Permintaan terus
meningkat, baik untuk pasar ekspor maupun lokal. Harga jual pun sangat tinggi,
bias mencapai ratusan ribu rupiag per kilogram. Peluang budidaya terbuka luas
karena lahan karena lahan usaha budidaya cukup tersedia dan keuntungannya
besar. Dilihat dari prospek pasar ikan kerapu bebek yang merupakan sebagai
salah satu komoditas unggulan, maka usaha kerapu bebek bisa menjadi salah satu

Universitas Sriwijaya
12

pilihan untuk di kembangkan, ikan kerapu bebek selain untuk konsumsi juga bisa
sebagai ikan hias saat ukuran benih atau pendederan (3-7 cm). Bentuk dan
warnanya yang menarik yaitu bintik-bintik kebiru-biruan agak kuning terang
sehingga enak dilihatnya. Bentuk tubuh bagian punggung meninggi dengan
bentuk cembung (Concaver). Ketebalan tubuh sekitar 6,6 7,6 cm dari panjang
spesifik sedangkan panjang tubuh maksimal sampai 70 cm. Ikan ini tidak
mempunyai gigi canine (gigi yang terdapat dalam geraham ikan) lubang hidung
hidung besar berbentuk bulan sabit dertical, kulit berwarna terang abu-abu
kehijauan dengan bintik-bintik hitam diseluruh kepala, badan dan sirip. Pada
kerapu bebek muda, bintik hitamnya lebih besar dan sedikit (Djuanda, 1981).
Kerapu bebek memiliki sirip dorsal (punggung), sirip anal (perut), sirip
pektoral (dada), sirip garis lateral (gurat sisi), dan sirip caundal (ekor). Selain
sirip, di bagian tubuhnya terdapat sisik yang berbentuk sikloid. Ikan kerapu bebek
banyak di jumpai di perairan batu karang atau daerah karang kapur, hidup dalam
kedalaman 7-40 meter. Dalam siklus hidupnya ikan kerapu bebek muda hidup di
perairan karang dengan kedalaman 0,5-3 meter, selanjutnya menginjak dewasa
menuju ke perairan yang lebih dalam,dan biasanya perpindahan ini berlangsung
pada siang dan senja hari. Telur larva kerapu bebek bersifat pelagis, sedangkan
kerapu muda hingga dewasa bersifat domesal (Djuanda, 1981).

2.10. Sistematika dan Morfologi Ikan Makerel (Scomberomorus commersoni)


Sistematika ikan makerel (Scomberomorus commersoni) menurut Saanin
(1968) adalah sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Osteichhthyes
ordo : Acanthopterygii
famili : Scombridae
genus : Scomberomorus commersoni
spesies : Scomberomorus commersoni

Universitas Sriwijaya
13

Gambar 2.10.1. Ikan Makerel (Scomberomorus commersoni)


Makerel adalah ikan pelagis, umumnya hidup jauh di laut lepas, meski
beberapa jenisnya juga bisa didapati di perairan teluk yang tak jauh dari pantai.
Jenis-jenis ikan ini tersebar di pelbagai lautan tropis dan ugahari. Sebagian
jenisnya mampu menyelam hingga kedalaman lebih dari 1.000 meter. Beberapa
spesies makerel yang lebih besar, seperti makerel sirip biru (bluefin mackerel),
dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air dengan aktivitas ototnya. Hal ini
menyebabkan mereka dapat hidup di air yang lebih dingin dan dapat bertahan
dalam kondisi yang beragam. Makerel adalah ikan yang memiliki nilai komersial
sedang. Ikan ini cocok digunakan sebagai makanan dihidangkan dengan saus cabe
atau saus tomat. Sebagaimana sarden, makerel juga sering dibuat ikan kaleng
(Soesanto, 2007).

Universitas Sriwijaya
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu


Praktikum Sumberdaya Perikanan Laut ini dilaksanakan di laboratorium
Pengolahan Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
pada hari Kamis, 15 September 2016, pada pukul 13.00 WIB sampai dengan
selesai.

3.2. Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan pada praktikum Sumberdaya Perikanan Laut ini
terdiri dari alas potong, baskom, neraca analitik, pisau, dan timbangan.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Sumberdaya Perikanan Laut
ini adalah Ikan Bawal Putih (Pampus argenteus), Ikan Sarden (Sardinella
lemuru), Ikan Tongkol (Euthynnus affinis), Ikan Kembung (Rastrelliger
kanagurta), Ikan Salem (Elagastis bipinnulatus), ikan parang-parang
(Chirocentrus dorab), Ikan Bawal Hitam (Stromateus niger), Ikan Ekor Kuning
(Caesio cuning), Ikan Kerapu Bebek (Chromileptes altivelis), Ikan Makerel
(Scomber scombrus) .

3.3. Cara Kerja


Cara kerja dalam praktikum Sumberdaya Perikanan Laut, yakni sebagai
berikut:
1. Ikan dicuci bersih lalu ditimbang untuk mendapatkan berat utuh ikan
2. Ikan disisiki dan dilakukan penimbangan untuk mendapatkan berat sisik.
Kemudian secara bertahap dilakukan pembuangan isi perut dan ingsang
(drawn, gutted, eviscerated) dan dilakukan penimbangan
3. Ikan dibuang kepala dan sirip-siripnya (dressed) dan dilakukan penimbangan
4. Daging ikan dipisahkan dari tulang dan duri (Skin on fillet) lalu ditimbang.
Tahap terakhir adalah pemisahan daging dari kulit ikan (Skinless Fillet)
5. Daging fillet dipisahkan antara daging merah dan daging putih kemudian
masing-masing bagian ditimbang.

Universitas Sriwijaya

14
Universitas Sriwijaya
15

6. Perhitungan edible flesh dilakukn dengan membandingkan antara berat


daging dengan berat utuh dikalikan 100 %

Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Tabel 4.1 Hasil Persentase berat bagian tubuh Ikan Air Laut
Hasil Penimbangan (gram)
No
Nama Ikan Daging
. Utuh Sisik Sirip Jerohan Insang Kepala Tulang Kulit
Utuh Merah Putih
1. Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) 77,4 2,41 3,11 4,36 7,72 30,53 26,01 8,38 77,49 77,49 -
2. Ikan Bawal Putih (Pampus argenteus) 47 - 0,50 1,99 0,53 7,37 2,52 5,61 23 - 23
3. Ikan Sarden (Sardinella lemuru) 11,4 0,4 0,97 14 9 14 13 14 37
4. Ikan Tongkol (Euthynnus pelamis) 38 - 0,24 2,46 2,16 6,29 2,28 2,37 38 1,48 15,20
5. Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) 191 1,22 5,36 12,09 10,82 33,06 17,6 18,19 71 50 18
6. Ikan Salem (Elagastis bipinnulatus) 213 - 0,86 89 79 27 17 27 110 17 93
7. Ikan Bawal Putih (Pampus argenteus) 32 - 0,65 1,09 0,54 2,83 1,91 12,13 3,07 6,15
8. Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) 201 0,15 12,27 8,65 8,29 51,11 11,78 20,32 67,08 6,06 61,02
9. Ikan Parang-Parang (Chirocentrus dorab) 175 17,5 0,3 9 4 73 29 17 14 14 83
10. Ikan Bawal Hitam (Stromateus niger) 232 3 5 25 7 41 36 21 13 13 -
11. Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning) 243 4 6 4 4 25 33 44 17 47 110
12. Ikan Kerapu Bebek (Chromileptes
163 0 0,3 9 4 23 29 17 97 14,83 83
altivelis)
13. Ikan Makerel (Scomberomorus
148 - 1,26 8,32 6,09 22,66 8,29 11,06 68,25 5 49
comersoni)
14. Ikan Salem (Elagastis bipinnulatus) 210 0,33 1,35 15,56 7,08 24,65 20,11 13,32 28,04 28,04 86,55
15. Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) 107 - 2 3 6 19 7 7 54 3 45
16. Ikan Sarden (Sardinella lemuru) 125 - 5,51 10,67 4,61 24,01 7 8,64 48,7 6,44 42,26

Universitas Sriwijaya
16

Universitas Sriwijaya
18

Tabel 4.1.2 Persentasi Bentuk Preparasi Ikan Air Laut


Utuh Gutted Dressed Skin On Fillet Skinless Fillet
No Nama
Gram % Gram % Gram % Gram % Gram %
1 Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) 175 100 91,72 52,41 80,77 46,15 32,24 18,42 44,28 25,40
2 Ikan Bawal Putih (Pampus argenteus) 47 100 45,54 96,89 39,13 83,2 34,09 72,53 28,48 60,59
3 Ikan Sarden (Sardinella lemuru) 114 100 90,6 79,47 99,03 86,86 75,63 66,34 61,63 54,06
4 Ikan Tongkol (Euthynnus pelamis) 38 100 33,38 87,84 31,47 82,81 24,57 64,65 22,22 58,42
5 Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) 191 100 166 86,9 153 79,9 110 57,6 91,5 47,9
6 Ikan Salem (Elagastis bipinnulatus) 213 100 198 92,95 185,44 86,92 153,14 71,89 126,14 59,22
7 Ikan Bawal Putih (Pampus argenteus) 32 100 30,37 94,90 28,52 89,12 24,48 78,06 12,85 40,15
8 Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) 201 100 183 91,52 149,74 74,49 `108,75 54,10 88,43 43,99
9. Ikan Parang-Parang (Chirocentrus dorab) 175 100 121,53 69,44 151,7 81,6 109,7 62 158 9,52
10. Ikan Bawal Hitam (Stromateus niger) 232 100 197 84,91 186 80,17 115 71,96 94 40,51
11. Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning) 243 100 231 95,06 212 87,24 167 68,72 123 49,79
12. Ikan Kerapu Bebek (Chromileptes altivelis) 163 100 182 92,37 126,88 77,90 99,31 60,92 50,13 30,75
13. Ikan Makerel (Scomberomorus comersoni) 140 100 133,59 92,77 124,08 83,83 101,38 68,5 90,72 61,02
14. Ikan Salem (Elagastis bipinnulatus) 210 100 185,03 33,4 171,85 81,89 79,3 13,69 79,91 13,32
15. Ikan Kembung (Rastelliger kanagurta) 107 100 98 91,58 61 57 77 74,96 60 56,07
16. Ikan Sarden (Sardinella lemuru) 125 100 108,48 86,77 95,48 76,95 71,56 57,56 63,31 50,64

Universitas Sriwijaya
19

Tabel 4.1.3 Persantase bagian yang dapat dimakan (edible flash)


Edible Flesh
No Nama
Gram %
1 Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) 77,49 44,28
2 Ikan Bawal Putih (Pampus argenteus) 23 62,16
3 Ikan Sarden (Sardinella lemuru) 37 33,33
4 Ikan Tongkol (Euthynnus pelamis) 38 46,21
5 Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) 71 37,17
6 Ikan Salem (Elagastis bipinnulatus) 110 51,4
7 Ikan Bawal Putih (Pampus argenteus) 32 28,81
8 Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) 67,08 33,37
9. Ikan Parang-Parang (Chirocentrus dorab) 103 47,01
10. Ikan Bawal Hitam (Stromateus niger) 232 37,32
11. Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning) 243 48,18
12. Ikan Kerapu Bebek (Chromileptes altivelis) 175 55,42
13. Ikan Makerel (Scomberomorus comersoni) 148 46,48
14. Ikan Salem (Elagastis bipinnulatus) 210 0,545
15. Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) 107 50,46
16. Ikan Sarden (Sardinella lemuru) 125 38,96

Universitas Sriwijaya
20

4.2. Pembahasan
Pada praktikum Sumberdaya Perikanan laut ini menggunakan ikan yang
sedang. Kita bisa mengatakan ikan itu besar apabila panjangnya mencapai kurang
lebih 20 cm, sedangkan ikan yang ukarannya lebih kecil biasanya mencapai 10
cm. Pada saat pratikum ini kita gunakan ikan yang ukurannya sedang. Pada
praktikum sumberdaya perikanan laut ini ikan yang diamati adalah ikan kembung
(Rastrelliger kanagurta). Yang dimana ikan (Rastrelliger kanagurta) memiliki berat
utuh 191 gr. Di dapat daging utuh sebesar 71 gr, yang dimana daging utuh ini
terdiri dari daging merah dan daging putih. Daging merah sangat sedikit dan
hampir semua daging adalah daging putih. Jumlah daging putih ikan Kembung
(Rastrelliger kanagurta) yang banyak dari daging merah sehingga dapat dikatakan
ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) tidak terlalu banyak mengandung histamine,
karena ikan ini lebih banyak mengandung daging putih, sehingga sulit terjadinya
alergi atau keracunan pada ikan itu sendiri. Hasil penimbangan yang dilakukan
dengan neraca analitik pada setiap ikan yaitu dimana ikan dicuci bersih lalu
ditimbang untuk mendapatkan berat utuh ikan, yang mana berat utuh ikan
kembung (Rastrelliger kanagurta) sebesar 191 gram. Untuk tahap selanjutnya ikan
dibuang sisiknya dan dilakukan penimbangan untuk mendapatkan berat sisik.
Berat sisik ikan kembung 1,22 gram, kemudian secara bertahap dibuang isi
perut (gutted) dan setelah dibuangi iris perutnya ternyata jeroan pada kembung
(Rastrelliger kanagurta) terdapat 12,09 gram. Dan tahap selanjutnya tahap
eviscerated atau pembuangan insang pada ikan kembung (Rastrelliger kanagurta)
sebesar 10,82 gram. Ikan dibuang kepala dan sirip-siripnya atau dressed dan
dilakukan hal yang sama yaitu ditimbang dengan neraca analitik didapatlah 33,06
gram berat kepala ikan kembung (Rastrelliger kanagurta. Daging ikan dipisahkan
dari tulang dan duri (skin on fillet) lalu ditimbang didapatkan hasil 110,04 gram,
terakhir adalah pemisahan daging dari kulit ikan (skinless fillet). Daging fillet
dipisahkan daging merah dan daging putih kemudian masing-masing ditimbang
91,45 gram. Lalu selanjutnya dilakukan perhitungan edible flesh dilakukan
dengan membandingkan antara berat daging dengan berat utuh dikalikan 100%.
Untuk ikan yang kami amati yaitu ikan kembung ( Rastrelliger kanagurta) edible
flash yang didapat yaitu 37,17%.

Universitas Sriwijaya
21

Pada praktikum kali ini adalah dilakukan pengamatan terhadap berbagai


macam jenis ikan laut. Pada praktikum sumberdaya perikanan laut ini kami
menggunakan ikan bawal hitam. Ikan bawal hitam yang kami bawa sudah dalam
keadaan mati, hal ini di karenakan sulitnya mencari ikan laut yang hidup karena
daerah jauh dengan laut, akan tetapi ikan bawal hitam ini belum memasuki fase
pembusukan. Tubuh ikan saat diamati masih keras dan kaku, karena masih
pengaruh penyimpanan, hal yang pertama dilakukan adalah mencuci bersih ikan
yang akan digunakan, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan berat
utuh dari masing-masing ikan. Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan
maka diperoleh hasil ikan bawal hitam yang digunakan dalam praktikum ini
mempunyai berat utuh 232 gr. Setelah ikan disisiki, dibuang isi jerohan dan
insangnya (drawn, gutted, eviscerated) maka diperoleh berat 197 gr. Kemudian
dipotong pada bagian kepala dan sirip-siripnya maka berat ikan berkurang
menjadi 186 gr.
Daging ikan dipisahkan dari tulang dan duri (skin on fillet) lalu ditimbang
didapatkan hasil 115 gram, terakhir adalah pemisahan daging dari kulit ikan
(skinless fillet) dan di dapatkan hasil 94 gram. Pada tahap selanjutnya daging ikan
dipisahkan dari tulang dan kulitnya untuk memperoleh daging yang dapat
dikonsumsi (edible flesh), perhitungan edible flesh dilakukan dengan
membandingkan antara berat daging dengan berat utuh dikalikan 100%. maka
diperoleh jumlah edible flesh sebanyak 75 gr, dengan berat daging putih sebesar
62 gr dan daging merah 13 gr. Jadi persentase daging ikan bawal hitam yang dapat
dimakan adalah 32,32%. Jumlah daging putih ikan bawal hitam yang banyak dari
daging merah sehingga dapat dikatakan ikan bawal hitam tidak terlalu banyak
mengandung histamine, karena ikan ini lebih banyak mengandung daging putih,
sehingga sulit terjadinya alergi atau keracunan pada ikan itu sendiri. Hal ini
menunjukkan bahwa lebih dari setengah dari ikan bawal hitam yang dapat
dimanfaatkan dagingnya untuk dikonsumsi. Ikan bawal hitam yang kaya daging
putih dapat dikelompokkan sebagai daging ikan yang kaya protein hewani karena
nilai nutrisinya yang tinggi untuk konsumsi manusia. Ikan bawal hitam termasuk
kedalam golongan ikan ekonomis yang banyak dijual dipasar-pasar, karena kadar
proteinnya yang tinggi.

Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita peroleh dari praktikum yang telah dilakukan
yaitu sebagai berikut :
1. Edible flesh pada ikan kembung adalah 71 gram (37,17 %)
2. Ikan kembung memiliki daging putih yang jauh lebih banyak dibandingkan
daging merah.
3. Ikan Kembung memiliki Edible flesh yang rendah.
4. Ikan laut memiliki Edible flesh yang berbeda-beda.
5. Edible flesh tertinggi berada pada ikan bawal putih, yakni sebesar 62,16%.
6. Sumber daya perikanan di Indonesia terdiri dari berbagai jenis ikan, krustasea,
moluska, makroalga, dan mikroalga yang hidup di perairan darat dan laut.
7. Sumber daya perikanan yang memiliki struktur tubuh ikan disebut finfish,
sedangkan yang memiliki struktur tubuh bercangkang disebut shellfish.
8. Edible flesh pada ikan bawal hitam adalah 75 gram (32,32 %).
9. Ikan bawal hitam memiliki daging putih yang jauh lebih banyak dibandingkan
daging merah.
10. Bahan baku ikan dimanfaatkan dalam bentuk : utuh, fillet, steak, disiangi
ataupun dibantai.

5.2. Saran
Saran dari kelompok kami yakni agar praktikum berjalan dengan baik,
praktikum sebaiknya dilakukan tepat waktu dan pemanfaatan waktu sebaiknya
dilakukan sebaik mungkin.

21

Universitas Sriwijaya
23

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia sangat berlimpah baik yang
berasal dari perairan darat maupun dari perairan laut. Sumberdaya perikanan
terutama ikan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat sebagai sumber
protein hewani yang bernilai gizi tinggi. Banyaknya masyarakat yang
mengkonsumsi ikan setiap harinya, menyebabkan permintaan pasar semakin hari
semakin meningkat terhadap kebutuhan ikan. Tetapi hal ini justru berbanding
terbalik dengan jumlah hasil tangkapan ikan dari perairan umum yang semakin
hari semakin berkurang, usaha perikanan air tawar harus terus dipacu untuk
dikembangkan agar produksi ikan kembali meningkat (Djarijah, 2002).
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dimana terdiri dari
17.508 pulau, dengan garis pantai sekitar 81.000 km. Indonesia memiliki luas
wilayah lautan sekitar 5,8 juta km2 atau sekitar 70% dari luas total teritorial
Indonesia. Dengan potensi fisik ini, tentunya kita harus berbangga atas potensi ini,
serta mampu mengelolanya dengan baik (Bahar, 2006).
Kondisi geografis Indonesia yang sangat strategis dengan potensi
sumberdaya alam yang sangat besar merupakan potensi besar dalam
perekonomian nasional. Sebagai negara agraris dan maritim, Indonesia memiliki
kekayaan alam yang sangat besar baik di darat maupun di lautan. Perairan
umumnya digunakan sebagai media pembudidayaan air tawar yang meliputi
pembudidayaan ikan di kolam, pembudidayaan ikan disawah, dan pembudidayaan
ikan hias air tawar. Dari segi ekonomi, bagian yang terpenting dalam perikanan air
tawar adalah golongan ini untuk meningkatkan pendapatan keluarga ataupun
dalam ruang lingkup pendapatan daerah sendiri (Bahar, 2006).
Perikanan air tawar diperkirakan berjumlah lebih dari seratus spesies,
namun dari sekian banyak jenis spesies diatas hanya beberapa jenis yang memiliki
nilai ekonomis penting diantaranya yaitu ikan tambakan (Helostoma teminckii),
ikan patin (Pangasius pangasius), ikan gabus (Channa striata), ikan lele (Clarias
bathracus) dan masih banyak jenis ikan lainnya, disebut memiliki nilai ekonomis

Universitas Sriwijaya

22
24

penting karena nilai jualnya di pasaran mahal harganya serta mudah


dibudidayakan dan terdapat dimana-mana (Dahuri, 2003)
Ikan air tawar dapat digolongkan dalam tiga golongan yaitu, sebagai berikut
ikan peliharaan yaitu terdiri dari ikan-ikan yang mudah dipelihara dan
diperbanyak serta dapat pula memberikan keuntungan bagi pengusaha. Contoh
ikan golongan ini adalah ikan lele (Clarias bathracus), ikan sepat siam
(Trichogaster pectoralis) dan ikan patin (Pangasius pangasius), ikan buas yaitu
dari ikan gabus (Channa striata). Ikan-ikan ini mempunyai sifat-sifat yang jahat
terhadap jenis spesies lainnya yang berada di sekitar lingkungannya. Dan ikan liar
yaitu terdiri dari ikan yang tidak buas, tetapi tidak pula dapat dipelihara dengan
memberi keuntungan, bahkan harus dianggap pengganggu terhadap ikan
peliharaan. Jenis ikan ini merupakan saingan ikan-ikan lain dalam hal soal
makanan. Contoh dari ikan liar yaitu ikan buntal, ikan jeler dan ikan paray
(Lestari, 2003).

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum Sumberdaya Perikanan Tawar ini adalah :
1. Mahasiswa mengetahui berat daging yang dapat dimakan (edible flesh)
beberapa jenis ikan air tawar.
2. Mahasiswa mengetahui manfaat yang dapat diambil dari cangkang, daging dan
zat yang terkandung didalamnya.

Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Betok (Anabas testudineus)


Sistematika ikan betok (Anabas testudineus) menurut Saanin (1984) adalah
sebagai berikut:
kingdom : Animalia
phylum : Chordata
kelas : Pisces
ordo : Labytinthichi
family : Anabantidae
genus : Anabas
species : Anabas testudineus

Gambar 2.1.2. Ikan Betok (Anabas testudineus)


Ikan yang umumnya berukuran kecil ini memiliki panjang hingga 25 cm,
namun kebanyakan lebih kecil. Berkepala besar dan bersisik keras kaku, sisi atas
tubuh (dorsal) gelap kehitaman agak kecoklatan atau kehijauan, sisi samping
(lateral) kekuningan, terutama di sebelah bawah, dengan garis-garis gelap
melintang yang samar dan tak beraturan. Sebuah bintik hitam (terkadang tak jelas
kelihatan) terdapat di ujung belakang tutup insang. Sisi belakang tutup insang
bergerigi tajam seperti duri (Sugiarto, 2001).
Ikan betok umumnya ditemukan di rawa-rawa, sawah, sungai dan pari , juga
pada kolam-kolam yang mendapatkan air banjir atau berhubungan dengan saluran
air terbuka. Ikan ini menyebar luas, mulai dari India, Tiongkok hingga Asia
Tenggara dan Kepulauan Nusantara di sebelah barat Garis Wallace, di Indonesia
banyak diperairan umum Sumatera dan Kalimantan (Arie, 2000).

Universitas Sriwijaya

24
26

Dalam keadaan normal, sebagaimana ikan umumnya, ikan betok bernafas


dalam air dengan insang. Akan tetapi seperti ikan gabus dan lele, betok juga
memiliki kemampuan untuk mengambil oksigen langsung dari udara. Karena ikan
ini juga memiliki alat pernafasan tambahan yaitu labirin.. Alat ini sangat berguna
pada saat lingkungannya mengalami kekeringan dan harus berpindah ke tempat
lain yang masih berair. Ikan betok mampu merayap naik dan berjalan di daratan
dengan menggunakan tutup insang yang dapat dimegarkan, dan berlaku sebagai
semacam kaki depan. Namun tentu saja ikan ini tidak dapat terlalu lama
bertahan di daratan, dan harus mendapatkan air dalam beberapa jam atau ia akan
mati. Sebagai makanannya, ikan ini memangsa aneka serangga dan hewan-hewan
air yang berukuran kecil (Arie, 2000).
Ikan betok biasanya memijah pada awal musim penghujan yaitu daerah-
daerah yang kering pada musim kemarau dan tergenang pada musim penghujan.
Selama musim pemijahan biasanya induk ikan betok dapat memijah hingga tiga
kali proses pemijahan. Telur ikan betok bersifat melayang dan akan terbawa arus
gelombang air rawa, danau ataupun sungai (Sugiarto, 2001).

2.2. Sistematika dan Morfologi Ikan Gabus (Chana striata)


Menurut Saanin (1984), sistematika ikan gabus (Channa striata) adalah
sebagai berikut:
kindom : Animalia
fillum : Chordata
class : Pisces
ordo : Labyrinthici
family : Ophiocephaloidae
genus : Channa
spesies : Channa striata

Gambar 2.2.2. Ikan Gabus (Channa striata)

Universitas Sriwijaya
27

Ikan gabus mudah dikenali sebab memiliki bentuk badan bulat didepan dan
pipih belakang. Punggungnya berwarna cokelat tua hampir hitam dengan perut
putih kecokelatan. Ukuran maksimum dapat mencapai panjang 90 cm. Ikan gabus
dapat hidup disungai, danau, rawa, air tawar, air payau. Makanan ikan gabus
berupa udang, ikan kecil, kepiting, cacing, dan serangga air (Evy, 2002).
Hingga saat ini ikan gabus belum dapat dibudidayakan. Biasanya ditangkap
langsung dari habitat asli di alam. Ikan gabus memijah pada musim hujan ditepi-
tepi perairan. Telurnya menetas sesudah 1-3 hari. Selama sisik dan alat
pernapasanya lembab, gabus mampu hidup lama tanpa air. Ikan gabus
memanfaatkan cadangan lemak dalam tubuhnya untuk makanan. Ikan gabus
termasuk dalam kelompok ikan-ikan karnivor. Anak-anaknya memakan ganggang
dan hewan bersel satu (Evy, 2002).

2.3. Sistematika dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Menurut Saanin (1984), ikan nila (Oreochromis niloticus) mempunyai
sistematika sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Osteichtyes
ordo : Percomorphi
famili : Cichlidae
genus : Oreochromis
spesies : Oreochromis niloticus

Gambar 2.3.2. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Ikan nila memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras, sirip perut torasik,
letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda lainnya yang
dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak keputihan.
Bagian tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal putih agak

Universitas Sriwijaya
28

kehitaman bahkan kuning. Sisik ikan nila berukuran besar, kasar dan tersusun
rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya memiliki
garis linea lateralis yang terputus antara bagian atas dan bawahnya. Linea lateralis
bagian atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang sirip punggung
sampai pangkal sirip ekor (Kottelat et al. 1993).
Ikan nila memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan
lingkungan sekitarnya. Ikan ini memiliki toleransi yang tinggi terhadap
lingkungan hidupnya, sehingga bisa dipelihara di dataran rendah yang berair
payau maupun dataran yang tinggi dengan suhu yang rendah (Trewavas 1982).
Ikan nila mampu hidup pada suhu 14-38 oC dengan suhu terbaik adalah 25-30 oC
dan dengan nilai pH air antara 6-8,5 (Suyanto, 2003).

2.4. Sistematika dan Morfologi Ikan Lele (Clarias bathracus)


Sistematika Ikan Lele (Clarias batracus) berdasarkan Saanin (1984) dalam
Hilwa (2004) yaitu sebagai berikut:
kingdom : Animalia
fillum : Chordata
kelas : Pisces
ordo : Ostariophysi
family : Claridae
genus : Clarias
spesies : Clarias bathracus

Gambar 2.4.2. Ikan Lele (Clarias batrachus)


Ikan lele memiliki bentuk tubuh taeniform, depressiform dan
compressiform, posisi mulut inferior, bentuk sirip ekor rounded, ciri khusus pada
ikan lele yaitu sungut, posisi sirip perut terhadap sirip dada abdominal. Ikan lele
termasuk ikan jenis catfish atau kata lain ikan yang memiliki kumis. Ciri dari ikan
lele yaitu bentuk tubuh memanjang dan agak bulat, pada sirip dada terdapat duri

Universitas Sriwijaya
29

yang keras dan runcing/tajam (patil), warna tubuh belang dengan kepala pipih dan
terdapat kumis serta licin karena tidak memiliki sisik. Kemudian ikan ini memiliki
alat pernafasan tambahan berupa modifikasi dari busur insangnya yaitu
arborescent (Yusuf, 2000).
Lele lokal mempunyai ciri-ciri bentuk badan memanjang dengan kepala
gepeng dan lebar, memiliki 4 pasang sungut. Warna tubuh ikan hitam atau
kecokelatan. Bentuk tubuh lele dumbo sama dengan ikan lele lokal, hanya
ukuranya lebih besar. Ikan lele dapat mencapai ukuran panjang 40 cm. Habitat
aslinya adalah sungai dan rawa-rawa air tawar, makanan utama ikan lele adalah
cacing, udang-udangan, larva serangga, dan berbagai macam bahan organik di
dasar perairan. Pemijahan alami di alam bebas biasanya berlangsung dimusim
penghujan. Di kolam budidaya ikan lele dapat berbiak sepanjang tahun
(Sutojo, 2003).

2.5. Sistematika dan Morfologi Ikan Sepat Siam (Trichogaster pectoralis)


Sistematikai ikan Sepat Siam (Trichogaster pectoralis) menurut Saanin
(1984) adalah sebagai berikut:
kingdom : Animalia
fillum : Chordata
class : Pisces
sub class : Teleostei
ordo : Percomorphoidei
family : Anabantidae
genus : Trichogaster
spesies : Trichogaster pectoralis

Gambar 2.5.2.Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis)


Ikan sepat siam termasuk salah satu ikan introduksi yang berasal dari
Thailand pada tahun 1934. Bentuk badan memanjang dan pipih. Bermulut kecil

Universitas Sriwijaya
30

dengan bibir yang tipis, satu sirip perut yang terdepan berubah menjadi semacam
cambuk yang dapat digerakkan. Punggung berwarna hijau kehitaman, tapi pada
bagian perut berwarna lebih terang. Pada bagian tubuh ikan sepat siam terdapat
satu garis hitam horizontal dari mata sampai ujung batang ekor, juga garis vertikal
yang tidak lurus mulai dari awal sirip dada sampai ekor, ikan sepat siam memiliki
sisik kecil-kecil dan panjang maksimumnya adalah sekitar 25 cm, lebar pipih,
dengan mulut agak meruncing (Yusuf, 2000).
Sirip-sirip punggung (dorsal), ekor, sirip dada dan sirip dubur berwarna
gelap. Ikan sepat siam hidup disungai dan rawa-rawa, mudah untuk dipelihara
dikolam. Sepat siam dapat tumbuh dengan cepat bila dipelihara di kolam dengan
pakan alami berlimpah. Selain makan plankton, ikan ini juga memakan tanaman
air yang lunak. Ikan sepat siam dapat hidup dengan baik pada daerah dengan
ketinggian 0-7 m DPL (Bahar, 2006).

2.6. Sistematika dan Morfologi Ikan Tambakan (Helostoma temenckii)


Sistematika Ikan Tambakan (Helostoma temenckii) menurut Saanin (1984)
adalah sebagai berikut:
kingdom : Animalia
fillum : Chordata
class : Actinopterygii
ordo : Perciformes
family : Helostematidea
genus : Helostoma
spesies : Helostoma temmenckii

Gambar 2.6.2. Ikan Tambakan (Helestoma temenchkii)


Ikan tambakan (Helostoma temmenckii) adalah salah satu jenis ikan air
tawar yang berasal dari wilayah tropis, tepatnya Asia Tenggara. Ikan ini pada

Universitas Sriwijaya
31

awalnya berasal dari Thailand hingga Indonesia sebelum akhirnya diintroduksi ke


seluruh dunia. Ikan ini juga dikenal dengan nama gurami pencium karena
kebiasaannya mencium saat mengambil makanan dari permukaan benda padar
maupun saat berduel antara pejantan. Di Indonesia sendiri, ikan ini memiliki
banyak nama seperti bawan, biawan, hingga ikan samarinda (Khairuman, 2001).
Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan
sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hamper serupa. Sirip ekornya
sendiri berbentuk nyaris bundar atau mengarah cembung ke luar, sementara sirip
dadanya yang berjumlah sepasang juga berbentuk nyaris bundar. Dikedua sisi
tubuhnya terdapat gurat sisi, pola berupa garis tipis yang berawal dari pangkal
celah insangnya sampai pangkal sirip ekornya. Kurang lebih ada sekitar 43-48
sisik yang menyusun gurat sisi tersebut. Ikan tambakan diketahui bisa tumbuh
hingga ukuran 30 sentimeter (Khairuman, 2001).

2.7. Sistematika dan Morfologi Ikan Mujair (Oreochromis mosambicus)


Sistematika ikan mujair (Oreochromis mosambicus) menurut Saanin (1968)
adalah sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : chodarta
kelas : actinopterygii
ordo : perciformes
famili : scombridae
genus : Oreochromis
spesies : Oreochromis mosambicus

Gambar 2.7.2. Ikan Mujair (Oreochromis mosambicus)


Ikan berukuran sedang, panjang total maksimum yang dapat dicapai ikan
mujair 40 cm. Sirip punggungnya (dorsal) memiliki 15-17 duri (tajam) dan 10-13

Universitas Sriwijaya
32

jari-jari (duri berujung lunak); dan sirip du. Bentuk badannya pipih dengan warna
hitam, keabu-abuan, kecoklatan atau bur (anal) dengan 3 duri dan 9-12 jari-jari.
Bentuk dan letak setiap organ dalam antara satu spesies ikan dapat saja berbeda
dengan spesies ikan lainnya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan bentuk tubuh,
pola adaptasi spesies ikan tersebut terhadap lingkungan tempat mereka hidup, atau
stadia dalam hidup spesies tersebut. Beberapa organ yang dapat diamati secara
anatomis pada tubuh ikan antara lain: otak, rongga mulut, insang, jantung, hati,
empedu, alat pencernaan makanan, limpa, kelenjar kelamin, gelembung renang,
dan lain-lain. Ikan mujair mempunyai toleransi yang besar terhadap kadar garam
(salinitas), sehingga dapat hidup di air payau. Jenis ikan ini memiliki kecepatan
pertumbuhan yang relatif cepat, tetapi setelah dewasa kecepatannya ini akan
menurun. (Saanin, 1968).

2.8. Sistematika dan Morfologi Ikan Patin (Pangasius pangasius)


Sistematika ikan patin (Pangasius pangasius) menurut Saanin (1984) yakni
sebagai berikut :
kingdom : Animalia filum : Chordata
kelas : Actinopterygii

ordo : Siluriformes
famili : Pangasidae
genus : Pangasius
spesies : Pangasius pangasius

Gambar Ikan 2.8.2. Patin (Pangasius pangasius)


Di Indonesia Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang memiliki prospek
cerah untuk dikembangkan, selain mudah untuk dipelihara juga punya nilai jual
yang tinggi. Hal inilah yang membuat ikan ini mendapat perhatian masyarakat dan
banyak diminati oleh para pengusaha ikan untuk dibudi dayakannya. Ikan patin
sangat responsif terhadap pemberian pakan tambahan. Pada pemeliharaan, untuk

Universitas Sriwijaya
33

mencapai ukuran panjang 30-40 cm ikan ini hanya butuh waktu enam bulan.
(Saanin,1984)

2.9. Sistematika dan Morfologi Ikan Mas (Cyprinus carpio)


Sistematika ikan mas (Cyprinus carpio) menurut Saanin (1968) adalah
sebagai berikut :
kingdom : Animalia
phyllum : Chordata
kelas : Actinopterygii
ordo : Cypriniformes
famili : Cyprinidae
genus : Cyprinus
species : Cyprinus carpio

Gambar 2.9.2. Ikan Mas Chyprinus carpio


Umumnya, bentuk tubuh ikan mas agak memanjang dan sedikit memipih ke
samping (compressed). Sebagian besar dari tubuh ikan mas tertutup oleh sisik
kecuali beberapa strain yang hanya mempunya sisik yang sedikit. Moncongnya
ada di ujung tengah atau terminal dan dapat disembulkan (protaktil). Di bibirnya
yang lunak ada dua pasang sungut (berbel) yang tidak bergerigi. Di bagian dalam
mulut ada gigi kerongkongan (pharynreal teeth) sebanyak 3 baris geraham. Sirip
punggung ikan mas memanjang yang mana bagian permukaannya letaknya
berseberangan dengan permukaan sirip perut atau ventral. Sirip punggung ikan
mas (dorsal) berjari-jari keras dan bergerigi di bagian akhirnya.Pada bagian
belakan sirip dubur (anal) ikan mas ini juga berjari-jari keras dan pada ujungnya
bergerigi. Sirip ekor ikan mas seperti cagak memanjang simetris sampai ke
belakang tutup insang. Sisik ikan mas relatif besar dengan tipe sisik lingkaran
(cycloid) yang terletak beraturan. Garis rusuk atau gurat sisi (linea lateralis) ikan
mas yang lengkap terletak di bagian tengah tubuh yang posisinya melintang dari

Universitas Sriwijaya
34

tutup insang hingga ke ujung belakang pangkal ekornya (Direktorat


Jenderal Perikanan, 1975) .

2.10. Sistematika dan Morfologi Ikan Seluang (Rasbora sp)


Sistematika ikan seluang (Rasbora sp) menurut Saanin (1968) adalah
sebagai berikut :
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Pisces
ordo : Labyrinthici
famili : Anabantidae
genus : Rasbora
spesies : Rasbora sp

Gambar 2.10.2. Ikan Seluang (Rasbora sp)


Seluang batang merupakan salah satu anggota ikan dari genus Rasbora. Ikan
jenis ini memiliki tubuh memanjang, agak pipih, bersisik tipis, warna tubuh putih
kekuningan dan mempunyai sepasang mata jernih, pada beberapa spesies terdapat
garis kehitaman di bagian tengah badan. Banyak jenis ikan rasbora dapat
ditemukan di Indonesia, salah satunya Rasbora bankanensis, ikan seluang dari
Pulau Bangka, Sumatera, memiliki panjang tubuh 10 cm dengan garis kebiruan
dari pangkal ekor sampai ke pertengahan tubuh .Seluang batang merupakan salah
satu anggota ikan dari genus Rasbora. Ikan jenis ini memiliki tubuh memanjang,
agak pipih, bersisik tipis, warna tubuh putih kekuningan dan mempunyai sepasang
mata jernih, pada beberapa spesies terdapat garis kehitaman di bagian tengah
badan. Banyak jenis ikan rasbora dapat ditemukan di Indonesia, salah satunya
Rasbora bankanensis, ikan seluang dari Pulau Bangka, Sumatera, memiliki

Universitas Sriwijaya
35

panjang tubuh 10 cm dengan garis kebiruan dari pangkal ekor sampai ke


pertengahan tubuh. (Saanin, 1968).

Universitas Sriwijaya
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu


Praktikum Sumberdaya Perikanan Tawar ini dilaksanakan dilaboratorium
Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Pada hari
Kamis, 22 September 2016 pada pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai.

3.2. Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan pada praktikum Sumberdaya Perikanan Tawar ini
terdiri dari alas potong, baskom, neraca analitik, pisau, dan timbangan.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Sumberdaya Perikanan Tawar
ini adalah ikan Betok (Anabas testudineus), ikan Gabus (Chana striata), ikan Nila
(Oreochromis niloticus), ikan Lele (Clarias batracus), ikan Sepat (Trichogaster
pectoralis), ikan Tambakan (Helostoma temmincki), ikan mujair (Oreochromis
mosambicus), ikan patin (Pangasius pangasius), ikan mas (Cyprinus carpio), dan
ikan seluang (Rasbora sp).

3.3. Cara Kerja


Cara kerja dalam praktikum Sumberdaya Perikanan Tawar, yaitu:
1. Ikan dicuci bersih lalu ditimbang untuk mendapatkan berat utuh ikan.
2. Ikan disisiki dan dilakukan penimbangan untuk mendapatkan berat sisik.
Kemudian secara bertahap dilakukan pembuangan isi perut dan insang (drawn,
gutted, eviscerated) dan dilakukan penimbangan.
3. Ikan dibuang kepala dan sirip-siripnya (dressed) lalu ditimbang.
4. Daging ikan dipisahkan dari tulang dan duri (skin on fillet) lalu ditimbang. Tahap
terakhir adalah pemisahan daging dari kulit ikan (skinless fillet).
5. Perhitungan edible flesh dilakukan dengan membandingkan antara berat daging
dengan berat utuh dikalikan 100%.

35 Universitas Sriwijaya
37

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil yang didapat dari praktikum Sumberdaya Perikanan Tawar adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1.4. Persentase Berat Bagian Tubuh Ikan Tawar

No. Nama Ikan Hasil Penimbangan (gram)

Universitas Sriwijaya
38

Utuh Sisik Sirip Jerohan Insang Kepala Tulang Kulit Daging


1. Ikan Tambakan (Helostoma temmincki) 54 3,59 1,10 2,58 1,58 7,71 5,80 6,56 8,54
2. Ikan Lele (Clarias batracus) 107 - 5 1,44 4,15 23,30 13,43 7,23 44,17
3. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 105 2,24 4 7 5 14 16 6 47
4. Ikan Tambakan (Helostoma temmincki) 48 2,91 1,24 2,30 1,32 1,4 5,07 3,34 14,85
5. Ikan Betok (Anabas testudineus) 23 2,24 0,81 0,91 0,49 6,52 2,57 1,60 6,11
6. Ikan Gabus (Chana striata) 61 4,07 1,86 1,62 1,72 16,67 4,7 6,89 24
7. Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis) 77 4,08 0,99 7,98 0,56 6,40 18,29 10,23 24,75
8. Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis) 48 3,60 1,91 1,20 0,92 6,61 8,81 9,44 17,38
9. Ikan Mujair (Oroechromis mosambicus) 157 2 4 15 6 22 19 14 63
10. Ikan Patin (Pangasius pangasius) 513 - 3 11 16 84 42 12 312
11. Ikan Gabus (Channa striata) 205 9 5 4 8 54 14 14 80
12. Ikan Mas (Cyprinus carpio) 102 4 0,8 4 3 12 7 7 37
13. Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis) 48 2,8 0,9 0,7 0,2 7 6 6 14 37
14. Ikan Sapil (Helestoma temencki) 36 0,7 2 4 0,9 3 9 0,8 10
15. Ikan Seluang (Rasbora sp) 15 10,3 0,8 0,5 1 3 3 1,7 3
16. Ikan Betok (Anabas testudineus) 20 0,7 0,3 0,3 0,2 4 3 2 7

Tabel 4.1.5. Presentase Bentuk Preparasi Ikan Tawar

No. Nama Ikan Utuh Gutted Dressed Skin on Fillet Skinless Fillet

Universitas Sriwijaya

36
39

Gram % Gram % Gram % Gram % Gram %


1. Ikan Tambakan (Helostoma temmincki) 54 100 46,45 86,1 45,19 83,68 31,84 58,96 25,28 46,81
2. Ikan Lele (Clarias batracus) 107 100 101,41 94 76,94 71 57,93 54,14 50,7 47,38
3. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 105 100 90,76 86 87 82,85 56,76 54,05 50,76 48,34
4. Ikan Tambakan (Helostoma temmincki) 48 100 41,47 86,39 43,69 91,02 33,76 70,33 30,42 63,37
5. Ikan Betok (Anabas testudineus) 23 100 19,36 84,17 15,67 68,13 9,46 41,13 7,86 34,17
6. Ikan Gabus (Chana striata) 61 100 54,19 88,83 17,93 29,39 31,49 51,78 24,6 40,32
7. Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis) 77 100 64,38 83,61 69,61 90,40 38,7 50,25 28,47 36,97
8. Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis) 48 100 42,28 89,33 38,19 79,56 25,55 46,97 20,51 42,72
9. Ikan Mujair (Oreochromis mosambicus) 157 100 134 85,3 131 83,4 89 56,8 75 40,15
10. Ikan Patin (Pangasius pangasius) 513 100 486 94,7 421 82 394 76,8 382 74,4
11. Ikan Gabus (Channa stiata) 205 100 1834 89,7 146 71,2 111 54 97 47,3
12. Ikan Mas (Cyprinus carpio) 101 100 85 84 88,2 87,2 70,2 69,5 63,2 62,5
13. Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis) 48 100 40,1 91,67 40,1 83,3 29,1 60,62 23,1 48,11
14. Ikan Tambakan (Helestoma temencki) 36 100 30,4 84,4 31 33,4 16,4 45,5 15,6 43,3
15. Ikan Seluang (Rasbora sp) 15 100 13,2 88 13,2 56,1 6,4 42,6 4,7 31,3
16. Ikan Betok (Anabas testudineus) 20 100 19,2 96 16,7 83,5 13,5 67,5 11,5 57,5

Universitas Sriwijaya
40

Edible Flesh
No. Nama Ikan
Gram %
1. Ikan Tambakan (Helostoma temmincki) 8,54 15,81
2. Ikan Lele (Clarias batracus) 44,17 41,28
3. Ikan Nila (Oreochromisniloticus) 47 44,76
4. Ikan Tambakan (Helostoma temmincki) 14,85 30,93
5. Ikan Betok (Anabas testudineus) 6,11 26,56
6. Ikan Gabus (Chana striata) 24 39,34
7. Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis) 24,75 32,14
8. Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis) 17,38 36,20
9. Ikan Mujair (Oreochromis mosambicus) 157 40,12
10. Ikan Patin (Pangasius pangasius) 513 62,5
11. Ikan Gabus (Channa stiata) 205 39
12. Ikan Mas (Cyprinus carpio) 101 37,7
13. Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis) 48 29
14. Ikan Tambakan (Helestoma temencki) 36 28
15. Ikan Seluang (Rasbora sp) 15 20
16. Ikan Betok (Anabas testudineus) 20 35
Tabel 4.1.6. Persentase Edible Flesh Ikan Air Tawar

Universitas Sriwijaya
41

4.2. Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu sumberdaya perikanan tawar, disini kita akan
menghitung berat daging yang dapat dimakan (edible flesh) beberapa jenis ikan air
tawar. Ikan yang digunakan pada praktikum ini ialah ikan betok (Anabas
testudineus). Ikan betok ini tergolong ikan kecil karena ukurannya lebih kecil
biasanya mencapai 10 cm. Ikan betok memiliki kelebihan yaitu mempunyai alat
pernapasan tambahan berupa labirin. Pada praktikum ini ikan yang akan kita
gunakan masih dalam keadaan hidup, ikan dimatikan dahulu dengan menusukkan
jarum pada kepala ikan dibagian otaknya. Kemudian ikan dicuci dahulu dengan air
didalam baskom, sebelum melakukan penyiangan ikan ditimbang terlebih dahulu
agar kita mengetahui berat utuh ikan tersebut. Berdasarkan penimbangan yang
telah dilakukan menggunakan neraca analitik ikan betok memiliki berat utuh 23 gr.
Setelah didapat berat utuh ikan tersebut kita siangi dengan melakukan penyiangan
sisik maka didapat pula berat sisik yaitu 2,24 gr.
Kemudian kita siangi bagian sirip, berat dari sirip ikan betok sebesar 0,81 gr.
Selanjutnya, kita siangi perut ikan untuk mendapatkan berat jeroan dan insang ikan
dan didapatlah berat jeroan ikan betok yaitu sebesar 0,91 gr dan juga berat insang
sebesar 0,49 gr. Setelah disiangi sisik dan isi perut kita potong dahulu kepala ikan
lalu timbang kepala ikan betok memiliki berat sebesar 6,52 gr. Kemudian daging
ikan dipisahkan dari tulang dan duri (skin on fillet) lalu setelah itu ditimbang berat
tulang sebesar 2,57 gr terakhir adalah pemisahan daging dari kulit ikan (skinless
fillet) sehingga didapat berat kulit sebesar 1,60 gr dan juga berat daging utuh ikan
betok sebesar 6,11 gr. Pada praktikum ini perikanan tawar memiliki berat yaitu 23-
107 gram ini membuktikan bahwa perbandingan berat utuh tubuh ikan sangatlah
mencolok dengan perikanan laut. Hal ini mungkin juga dipengaruhi tempat
hidupnya ikan dan cara ikan mendapatkan makanan begitu juga kandungan protein
yang terkandung di dalam perairan air tawar daging ikan air tawar lebih lembek.
Selanjutnya, dilakukan perhitungan edible flesh yaitu untuk mengetahui berat ikan

Universitas Sriwijaya
42

yang akan dikonsumsi, perhitungan ini didapat dengan membandingkan antara


berat daging dengan berat daging ikan dengan berat utuh ikan dikalikan 100%.
Berdasarkan dari praktikum yang dilakukan yaitu pada ikan betok (Anabas
testudineus) edible flesh yang didapat yaitu 26,56%.
Pada praktikum kali ini saya akan membahas mengenai Sumberdaya
Perikanan tawar. Kita bisa mengatakan ikan itu besar apabila panjangnya mencapai
kurang lebih 20 cm, sedangkan ikan yang ukarannya lebih kecil biasanya mencapai
10 cm. Praktikum kali ini masing-masing kelompok membawa iakn yang telah
ditentukan. Kelompok kami ikan yang dibawa adalah ikan sepat dimana pada ikan
sepat ini termasuk ikan air tawar. Ikan sepat pada kelompok kami mempunyai berat
utuh sebesar 48 gram, sisik 2 gram, sirip 0,9 gram, jeroan 1 gram, insang 0,2 gram,
kepala 7 gram, tulang 7 gram, kulit 6 gram, dan daging sebanyak 14 gram.
Sedangkan presentase bentuk preparasi ikan ialah pada ikan sepat yakni ikann yang
kami praktikumkan utuhnya 48 gram 100 %, gutted 44 gram 91,67 %, dressed
40,01 gram 33,4 %, skin on fillet 19,1 gram 60,62 %, skinless fillet 23,1 gram
48,12 %. Dan edible flesh nya sebanyak 36,20 %.
Setiap ikan yang dibawa oleh kelompok masing-masing berbeda beda mula
dari jenis ikan, ukuran dan lain sebagainya. Pastinya hasilnya juga bebeda. Setiap
kelompok membawa masing-masing satu ikan air tawar dimana ikan tersenbut akan
menjadi bahan utama pada praktikum. Jenis-jenis ikan air tawar yang kai
praktikumkan masing-masing kelompok ialah ikan mujair, ikan mas, ikan sepat,
ikan patin , ikan gabus, ikan seluang, ikan tambkan, dan ikan betok. Setiap ikan
akan mendapatkan perlakuan yang sama menurut prosedur kerja yang kami
lakukan. Bagian yang dapat dimakan pada ikan berbeda0beda tergantung jenis dan
ukuran ikan tersebut. Namun prosedur atau cara kerja yang dilakukan sama, dan
tidak menyimppang dari arahan yang diberikan oleh asisten. Waktu yang digunakan
pada paraktikum khususnya pada kelompok kami tidak terlalu lama karena iakn
yang kami gunakan merupakan ikan yang berukuran sedang. Karena lamanya
waktu pelaksanaannya tergantung dari ukuran ikan . Semakin besar ikan yang
dipraktikumkan maka akan memakan waktu yang cukup lama.

Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari praktikum sumberdaya perairan tawar yaitu
sebagai berikut :
1. Ukuran tubuh ikan betok yang kecil mempengaruhi edible flesh pada ikan.
2. Untuk mencari edible flesh kita bandingkan berat daging ikan dengan berat utuh
ikan dikalikan 100%.
3. Edible flesh pada ikan betok adalah 26,56 %.
4. Ikan betok memiliki edible flesh yang rendah.
5. Ikan tawar memiliki edible flesh yang berbeda-beda.
6. Edible flesh pada ikan sepat adalah 71 gram (36,20 %)
7. Ikan air tawar bebeda dengan ikan air laut, ikan tawar tekstur dagingnya
lembek,, sedangkan ikan laut tidak.
8. Pada ikan air tawar yang kami praktikum ada yang masih dalam keadaan hidup,
sedangkan ikan air laut tidak ada.
9. Ikan air tawar memiliki Edible flesh yang berbeda-beda tergantung pada jenis
dan ukuran ikan.
10. Ikan sepat terdapat di sungai, rawa seingga mudah untuk mendapatkannya.

5.2 Saran
Saran yang dberikan pada praktikum sumberdaya perairan tawar adalah agar
praktikum berjalan dengan baik, praktikum sebaiknya dilakukan tepat waktu dan
pemanfaatan waktu sebaiknya dilakukan sebaik mungkin.

41

Universitas Sriwijaya
44

BAB 1
LATAR BELAKANG

1.1. Latar Belakang


Negara Indonesia dikenal sebagai negara bahari dimana wilayah lautnya
mencakup tiga perempat luas Indonesia atau 5,8 juta km2 dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km, sedangkan luas daratannya hanya mencapai 1,9 juta km 2.
Wilayah laut yang sangat luas tersebut mengandung sumber daya alam perikanan
yang sangat berlimpah (Bahar 2004), salah satunya adalah kepiting. Kepiting yang
ada di Perairan Indo Pasifik lebih dari 234 jenis dan sebagian besar yaitu 124 jenis
ada di Perairan Indonesia. Jenis kepiting yang populer sebagai bahan makanan dan
mempunyai harga yang cukup mahal adalah Scylla serrata, dan jenis lain yang
tidak kalah penting di pasaran adalah Portunus pelagicus yang biasa disebut
rajungan (Bahar 2004).
Dilihat dari lingkungan hidupnya, ada yang hidup di laut, air tawar, air payau,
bahkan ada yang hidup di daerah ekstrem seperti daerah danau garam. Jenis hewan
ini merupakan hasil perikanan yang paling digemari oleh masyarakat kalangan atas
karena dagingnya yang khas, sehingga harganya mahal (Suwignyo, 1997).
Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan kepiting laut yang banyak
terdapat di Perairan Indonesia yang biasa ditangkap di daerah Gilimanuk (pantai
utara Bali), Pengambengan (pantai selatan Bali), Muncar (pantai selatan Jawa
Timur), Pasuruan (pantai utara Jawa Timur), daerah Lampung, daerah Medan, dan
daerah Kalimantan Barat. Rajungan telah lama diminati oleh masyarakat baik di
dalam negeri maupun luar negeri, oleh karena itu harganya relatif mahal. Manfaat
rajungan sebagai bahan pangan berupa daging rajungan kaleng yang berkualitas
tinggi dan memiliki protein cukup tinggi (Suwignyo 1989).
Pengalengan daging rajungan ini menggunakan teknologi pengolahan secara
pasteurisasi, yaitu suatu proses pengolahan yang mengoptimalkan proses termal
sehingga dapat membunuh sebagian besar mikroba yang bersifat patogen tapi tidak
semua mikroba dan biasanya menggunakan suhu di bawah 1000C. Tahapan proses
pengalengan rajungan biasanya meliputi penerimaan, sortasi, pengecekan akhir
bahan baku, pencampuran, pengisian daging, penimbangan, penutupan kaleng,

Universitas Sriwijaya
42
45

pengkodean, pasteurisasi, pendinginan, pengemasan atau pengepakan,


penyimpanan dingin, dan pengangkutan (Moeljanto 1992).

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum Sumberdaya Perikanan Krustasea ini adalah sebagai
berikut :
1. Mahasiswa mengetahui bagian-bagian tubuh hewan Krustasea.
2. Mahasiswa mengetahui berat daging yang dapat dimakan (edible flesh) beberapa
jenis hewan Krustasea.
3. Mahasiswa mengetahui bentuk-bentuk preparasi udang.
4. Mahasiswa mengetahui manfaat yang dapat diambil dari cangkang, daging serta
zat yang terkandung di dalamnya.

Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika dan Morfologi Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii)


Sistematika udang galah (Macrobrachium rosenbergii) menurut Saanin
(1984) adalah sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Arthopoda
kelas : Malacostraca
orde : Decatoda
famili : Palaemonoidae
genus : Macrobrachium
spesies : Macrobrachium rosenbergii

Gambar 2.1.3. Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii)


Secara umum udang galah mempunyai karakteristik morfologi tubuh beruas-
ruas yang masing-masing dilengkapi sepasang kaki renang, kulit keras dari kitin,
dan pleura kedua menutupi pleura pertama dan ketiga. Badan terdiri atas tiga
bagian, yaitu bagian kepala dan dada yang bersatu membentuk kepala dada
(cephalothorax), bagian badan (abdomen), dan bagian ekor (uropoda).
Cephalothorax dibungkus karapas (carapace). Tonjolan seperti pedang pada
carapace disebut rostrum dengan gigi atas berjumlah 11-15 buah dan gigi bawah 8-
14 buah. Kaki jalan ke dua pada udang dewasa tumbuh sangat panjang dan besar,
panjangnya bisa mencapai 1,5 kali panjang badan, sedangkan pada udang betina
pertumbuhan tidak begitu mencolok (Murtidjo, 2008).

Universitas Sriwijaya
44
47

2.2. Sistematika dan Morfologi Udang Windu (Penaeus monodon)


Sistematika udang windu (Penaeus monodon) menurut Saanin, (1984) adalah
sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Arthropoda
kelas : Malacostraca
ordo : Decapoda
family : Penaeidae
genus : Penaeus
spesies : Penaeus monodon

Gambar 2.2.3. Udang Windu (Penaeus monodon)


Morfologi udang windu dilihat dari luar tubuh udang terdiri dari dua bagian
yaitu bagian depan dan bagian belakang bagian depan disebut bagian kepala yang
sebenarnya terdiri dari bagian kepala dan dada yang menyatu itu dinamakan
kepala-dada (cepholothorax) serta bagian perut (abdomen) terdapat ekor dibagian
belakangnya. Semua bagian badan beserta anggota-anggotanya terdiri dari ruas-
ruas (segmen) kepala dada terdiri dari tiga belas ruas yaitu kepalanya sendiri 5 ruas
dan dadanya 8 ruas sedangkan bagian perut terdiri dari 6 ruas. Tiap ruas badan
mempunyai sepasang anggota badan yang beruas-ruas pula seluruh tubuh tertutup
oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton yang terbuat dari bahan chitin.
Kerangka tersebut mengeras, kecuali pada sambungannya antara dua ruas tubuh
yang berdekatan. Hal ini memudahkan mereka untuk bergerak serta berenang di
dalam perairan (Mujiman dan Suyanto, 2005).

2.3. Sistematika dan Morfologi Udang Putih (Litopenaeus vannamei)


Menurut Saanin (1984), sistematika udang putih (Litopenaeus vannamei)
adalah sebagai berikut:

Universitas Sriwijaya
48

kingdom : Animalia
filum : Arthropoda
kelas : Malacostraca
ordo : Decapodas
familia : Penaeidae
genus : Litopenaeus
spesies : Litopenaeus vannamei

Gambar 2.3.3. Udang Putih (Litopenaeus vannamei)


Morfologi menurut Haliman dan Adijaya (2004) menjelaskan bahwa udang
putih memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton)
secara periodik (moulting). Bagian tubuh udang putih sudah mengalami modifikasi
sehingga dapat digunakan untuk keperluan makan, bergerak, dan membenamkan
diri kedalam lumpur (burrowing), dan memiliki organ sensor, seperti pada antenna
dan antenula. Kordi (2007) juga menjelaskan bahwa kepala udang putih terdiri dari
antena, antenula,dan 3 pasang maxilliped. Kepala udang putih juga dilengkapi
dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (periopoda). Maxilliped
sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Pada ujung
peripoda beruas-ruas yang berbentuk capit (dactylus). Dactylus ada pada kaki ke
-1, ke-2,dan ke-3. Abdomen terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5
pasang (pleopoda) kaki renang dan sepasang uropods (ekor) yang membentuk kipas
bersama-sama telson (ekor) (Suyanto dan Mujiman, 2003).
Haliman dan Adijaya (2004) menjelaskan bahwa udang putih memiliki tubuh
berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara periodik
(moulting). Bagian tubuh udang putih sudah mengalami modifikasi sehingga dapat
digunakan untuk keperluan makan, bergerak, dan membenamkan diri kedalam
lumpur (burrowing ), dan memiliki organ sensor, seperti pada antenna dan
antenula. Kordi (2007) juga menjelaskan bahwa kepala udang putih terdiri dari

Universitas Sriwijaya
49

antena, antenula,dan 3 pasang maxilliped. Kepala udang putih juga dilengkapi


dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (periopoda). Maxilliped
sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Pada ujung
peripoda beruas-ruas yang berbentuk capit (dactylus). Dactylus ada pada kaki ke-1,
ke-2, dan ke-3. Abdomen terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5
pasang (pleopoda) kaki renang dan sepasang uropods (ekor) yang membentuk kipas
bersama-sama telson (ekor) (Suyanto dan Mujiman, 2003).

2.4. Sistematika dan Morfologi Rajungan (Portunus pelagicus)


Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus) menurut Saanin, (1984) adalah
sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Artropoda
kelas : Crustacea
ordo : Decapoda
famili : Portunidae
genus : Portunus
spesies : Portunus pelagicus

Gambar 2.4.3. Rajungan (Portunus pelagicus)


Rajungan memiliki karapas yang sangat menonjol dibandingkan dengan
abdomennya. Lebar karapas pada rajungan dewasa dapat mencapai ukuran 18,5
cm. Abdomennya berbentuk segitiga (meruncing pada jantan dan melebar pada
betina), tereduksi dan melipat ke sisi ventral karapas. Kedua sisi muka karapas 7
terdapat 9 buah duri yang disebut sebagai duri marginal. Duri marginal pertama
berukuran lebih besar daripada ketujuh duri belakangnya, sedangkan duri
marginal ke-9 yang terletak disisi karapas merupakan duri terbesar. Kaki rajungan

Universitas Sriwijaya
50

berjumlah 5 pasang, pasangan kaki pertama berubah menjadi capit (cheliped) yang
digunakan untuk memegang serta memasukkan makanan ke dalam mulutnya,
pasangan kaki ke-2 sampai ke-4 menjadi kaki jalan, sedangkan pasangan kaki
jalan kelima berfungsi sebagai pendayung atau alat renang, sehingga sering disebut
sebagai kepiting renang (swimming crab). Kaki renang pada rajungan betina juga
berfungsi sebagai alat pemegang dan inkubasi telur (Oemarjati dan Wisnu, 1990).

2.5. Sistematika dan Morfologi Kepiting (Scylla serrata)


Sistematika Kepiting (Scylla serrata) menurut Saanin, (1984) adalah sebagai
berikut:
kingdom : Animalia
filum : Arthropoda
kelas : Crustacea
ordo : Decapoda
famili : Portunidae
genus : Scylla
spesies : Scylla serrata

Gambar 2.5.3. Kepiting Bakau (Scylla serrata)


Kepiting adalah binatang crustacea berkaki sepuluh, yang biasanya
mempunyai "ekor"yang sangat pendek (bahasa Yunani: brachy = pendek, ura =
ekor), atau yang perutnya samasekali tersembunyi di bawah thorax. Hewan ini
dikelompokkan ke dalam Phylum Athropoda,Sub Phylum Crustacea, Kelas
Malacostraca, Ordo Decapoda, Suborder Pleocyemata dan Infraorder Brachyura.
Tubuh kepiting umumnya ditutupi dengan exoskeleton (kerangka luar)yang sangat
keras, dan dipersenjatai dengan sepasang capit.Kepiting hidup di air laut, air tawar
dan darat dengan ukuran yang beraneka ragam, dari pea crab, yang lebarnya hanya
beberapa millimeter (Soim, 1994) .

Universitas Sriwijaya
51

Menurut Prianto (2007), walaupun kepiting mempunyai bentuk dan ukuran


yang beragam tetapi seluruhnya mempunyai kesamaan pada bentuk tubuh. Seluruh
kepiting mempunyai Chelipeds dan empat pasang kaki jalan. Pada bagian kaki juga
dilengkapi dengan kuku dan sepasang penjepit. Chelipeds terletak didepan kaki
pertama dan setiap jenis kepiting memiliki struktur Chelipeds yang berbeda-beda.
Chelipeds dapat digunakan untuk memegang dan membawa makanan, menggali,
membuka kulit kerang dan juga sebagai senjata dalam menghadapi musuh. Di
samping itu, tubuh kepiting juga ditutupi dengan Carapace. Carapace merupakan
kulit yang keras atau dengan istilah lain. Exoskeleton (kulit luar), berfungsi untuk
melindungi organ dalam bagian kepala,badan dan insang.

Universitas Sriwijaya
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu


Praktikum tentang Sumberdaya Perikanan Krustasea ini dilaksanakan di
Laboratorium Pengolahan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sriwijaya pada hari Kamis, 20 Oktober 2016 pukul 13.00 WIB sampai
dengan selesai.

3.2. Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan pada praktikum Sumberdaya Perikanan Krustasea
ini terdiri atas alas potong, baskom, neraca analitik, pisau, dan timbangan.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Sumberdaya Perikanan
Krustasea ini adalah Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii), Udang Windu
(Penaeus monodon), Udang Putih (Litopenaeus monocerus), Rajugan (Portunus
pelagicus), dan Kepiting (Scylla serrata)

3.3. Cara Kerja


Cara kerja pada praktikum Sumberdaya Perikanan Krustasea adalah sebagai
berikut :

3.3.1. Udang
1. Udang dicuci bersih lalu ditimbang untuk mendapatkan berat utuh (HO).
2. Udang dibuang kepalanya lalu ditimbang (HL).
3. Udang tanpa kepala dikupas sepanjang tubuh sampai pangkal ekornya (PTO)
lalu ditimbang.
4. Kemudian kulit ekor dikupas dan ditimbang (PUD).
5. Udang disiangi dengan menyayat sedikit bagian punggung menggunakan pisau
tajam lalu diambil saluran pencernaannya dan ditimbang (PD). Dengan
pernyayatan lebih dalam lagi didapatkan bentuk Butterfly.
6. Untuk mendapatkan bentuk PDTO, udang bentuk PTO disiangi bagian
pencernaannya lalu ditimbang.

Universitas Sriwijaya
50
53

7. Perhitungan edible flesh dilakukan dengan membandingkan antara berat daging


dengan berat utuh dikalikan 100%.

3.3.2. Kepiting dan Rajungan


1. Kepiting dicuci dan dibersihkan dari kotoran yang masih melekat. Kemudian
kepiting direbus sampai berubah warna lalu ditiriskan dan ditimbang.
2. Cangkang dibuka dengan mencongkel abdomen kemudian insang dibuang.
Daging pada bagian tubuh diambil dan ditimbang.
3. Daging pada capit dan kaki diambil dan ditimbang.
4. Perhitungan edible fleshdilakukan dengan membandingkan antara berat daging
dengan berat utuh dikalikan 100%.

Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil dari praktikum Sumberdaya Perikanan Krustasea ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1.7. Persentase Berat Bagian Tubuh Krustasea
Bagian Tubuh Udang Galah Kepiting Rajungan Udang Putih
Berat (g) % Berat Berat (g) % Berat Berat (g) % Berat Berat (g) % Berat
Utuh 12 100 114 100 173 100 13 100
Kepala 1,74 14,5 - - 59 34,1 4 30,76
Kulit 0,37 3,28 - - 75 43,3 0,92 7,07
Ekor 0,41 3,416 - - - - 0,32 2,46
Daging 6,61 55,08 43,45 41,76 52 30,05 6 46,8

Universitas Sriwijaya
52
55

Tabel 4.1.8. Persentase bagian yang dapat dimakan (edible flesh) Krustasea
Edible Flesh
No. Nama Ikan
Gram %
1. Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii) 6,61 55,08
2. Kepiting (Scylla serrata) 43,45 41,76
3. Rajungan (Portunus pelagicus) 52 30,05
4. Udang Putih (Litopenaeus monocerus) 6 46,15

Universitas Sriwijaya
56

4.2. Pembahasan
Krustasea merupakan kelas dari hewan arthropoda yang memiliki cangkang.
Kelompok hewan ini mencakup lopster, kepiting, udang, dan rajungan (Suwigyo,
1997). Pada praktikum Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perikanan ini mengenai
Sumberdaya Krustasea kami melakukan penimbangan bagian-bagian tubuh dan
perhitungan edible flesh beberapa hewan krustasea, yakni udang galah
(Macrobrachium rosenbergii), udang putih (Litopenaeus monocerus), kepiting
(Scylla serrata), dan rajungan (Portunus pelagicus). Pada praktikum ini, kelompok
kami melakukan penimbangan berat utuh, berat kepala, berat kulit, dan berat
daging, serta perhitungan edible flesh dari Rajungan (Portunus pelagicus). Pada
hasil penimbangan berat utuh dari rajungan yakni 173 gram. Berat utuh ini
merupakan berat keseluruhan dari rajungan. Berat kepala rajungan sebesar 59 gram
dengan persen berat 34,1%. Berat kepala ini didapatkan dari hasil penimbangan
kepala rajungan, yakni rajungan yang telah dilepaskan capit beserta kaki-kakinya.
Pada penimbangan berat kulit, hasil penimbangan yakni 75 gram. Berat kulit ini
didapat dari hasil penimbangan seluruh cangkang dari rajungan yang telah
dikeluarkan isinya, baik daging, jeroan ataupun insangnya.
Penimbangan daging dilakukan dengan melepaskan daging pada bagian
kepala atau abdomen dari rajungan dan capit serta seluruh kakinya, kemudian
ditimbang. Berat dari daging abdomen yakni 21 gram dengan persen berat 12,13%,
sedangkan berat daging pada capit yaitu 31 gram dengan persen berat 17,91%. Dari
hasil penimbangan daging abdomen dan capit, maka didapatlah berat daging
rajungan sebesar 52 gram dengan persentase berat 30,05%. Daging pada bagian
capit serta kaki memiliki bobot yang lebih besar dari pada daging pada abdomen
atau kepala rajungan. Karena, berbeda dengan kepiting, rajungan memiliki
abdomen atau kepala yang relatif kecil dan capitnya yang panjang dan cukup besar
(terlampir gambar 1.1.). Perhitungan berat bagian yang dapat dimakan (edible
flesh) yakni dengan membandingkan antara berat daging rajungan dengan berat
keseluruhannya (utuh) lalu dikalikan 100%, dan didapatkanlah berat edible flesh
sebesar 30,05%. Dari hasil edible flesh, maka rajungan memiliki daging yang
relatif lebih sedikit.

Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari praktikum tentang Sumberdaya Perikanan
Krustasea adalah sebagai berikut :
1. Krustasea merupakan golongan dari arthropoda, yakni kelas hewan-hewan yang
memiliki cangkang.
2. Hewan yang tergolong kelas krustasea adalah udang, lobster, kepiting, dan
rajungan.
3. Pada rajungan, memiliki kepala yang lebih kecil serta capit yang lebih panjang
dibanding dengan kepiting.
4. Rajungan memiliki edible flesh yang relatif kecil, yakni 30,05%.
5. Karena ukuran kepalanya yang relatif kecil, daging pada capit rajungan memiliki
persentase berat yang lebih dibanding daging pada bagian kepalanya.

5.2. Saran
Saran kami agar asisten dapat lebih menjelaskan tentang materi mengenai
praktikum.

Universitas Sriwijaya

55
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sumber daya perairan Indonesia sangat berlimpah. Curah hujan yang tinggi
membuat banyak wilayah yang memiliki sungai, danau, dan waduk. Tempat-tempat
tersebut sebagian telah dimanfaatkan untuk aktivitas perikanan oleh penduduk.
Tentu saja sumber daya alam perikanan yang jauh lebih besar adalah sumber daya
alam yang ada di laut. Luas laut yang sangat besar atau 2/3 dari luas wilayah
Indonesia, menyimpan berbagai kekayaan alam yang sangat melimpah, khususnya
ikan (Huda, 2004).
Aktivitas pemanfaatan sumber daya laut telah dilakukan oleh nelayan sejak
lama.Dengan pengetahuan dan pengalamannya, mereka menemukan lokasi-lokasi
yang banyak ikannya. Namun, karena perahu yang dimiliki masih sederhana dan
ukurannya relatif kecil, umumnya mereka mencari ikan di tempat yang tidak
terlampau jauh dan hasilnya tidak terlampau banyak. Selain itu, banyak di antara
mereka yang tidak memiliki perahu sendiri atau menyewa pada pemilik
perahu.Akibatnya, kondisi sosial ekonomi nelayan Indonesia tergolong
rendah.Dengan berbagai keterbatasan kondisi nelayan tersebut, pemanfaatan
sumber daya alam laut Indonesia masih terbatas. Pemanfaatannya masih jauh dari
potensi yang dimilikinya. Pemerintah terus berupaya meningkatkan kemampuan
nelayan dan perusahaan perikanan untuk meningkatkan pemanfaatan potensi laut
yang berlimpah.(Huda, 2004).
Namun, orientasi penduduk Indonesia masih ke darat sehingga potensi laut
belum dimanfaatkan dengan baik.Aktivitas perikanan dapat dikelompokkan
menjadi aktivitas perikanan tangkap dan budi daya. Aktivitas perikanan tangkap
dilakukan dengan menangkap ikan di laut, sedangkan aktivitas perikanan budi
daya dilakukan dengan mengembangbiakkan dan memelihara ikan tertentu di
tambak, jaring terapung, dan lain-lain. Pada tahun 2011, jumlah produksi ikan
tangkap di laut Indonesia mencapai angka 5.345.729 ton.Sementara itu, produksi
perikanan budi daya mencapai 4,605,827 ton (Huda, 2004).

Universitas Sriwijaya
56
59

Untuk kegiatan perikanan air tawar di Indonesia semakin berkembang,


seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan potensi dan sebagai
usaha untuk menigkatkan pendapatan petani ikan. Hal ini terbukti dengan semakin
banyaknya petani ikan melakukan budidaya air tawar yang banyak terdapat di
perairan umum serta meningkatnya kegemaran masyarakat mengkomsumsi ikan
(Asmir, 2012).
Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi
yang tinggi di antaranya mengandung mineral, vitamin, dan lemak tak jenuh.
Protein dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan pengganti sel-sel tubuh kita yang
telah rusak. Selain air, protein merupakan bagian utama dari susunan (komposisi)
tubuh kita. Protein dalam ikan berguna untuk mempercepat pertumbuhan badan
(baik tinggi maupun berat), meningkatkan daya tahan tubuh, mencerdaskan otak /
mempertajam pikiran dan meningkatkan generasi / keturunan yang baik (Saanin,
1984).

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum Sumberdaya Perikanan Krustasea ini adalah sebagai
berikut :
1. Mahasiswa mengetahui bagian-bagian tubuh hewan Moluska dan berat masing-
masing bagian tubuh tersebut..
2. Mahasiswa mengetahui berat daging yang dapat dimakan (edible flesh) beberapa
jenis hewan Moluska.
3. Mahasiswa mengetahui manfaat yang dapat diambil dari cangkang, daging serta
zat yang terkandung di dalamnya.

Universitas Sriwijaya
60

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika dan Morfologi Gondang (Pila ampuilacela)


Sistematika gondang (Pila ampuilacela) menurut Saanin, (1984) adalah
sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Moluska
kelas : Gantropoda
ordo : Pulmolata
familia : Ampullaridae
genus : Pila
spesies : Pila ampuilacela

Gambar 2.1.4. Gondang (Pila ampuilacela)


Keong mas (Pila ampuilacela) termasuk golongan mollusca atau siput adalah
golongan hewan bertubuh lunak dan tidak beruas. Binatang ini suka mengeluarkan
lendir, dan aktif makan pada malam hari. Pada siang hari biasanya bersembunyi di
tempat teduh dan lembab. Alat makannya berbentuk seperti lidah dengan
permukaan kasar yang disebut dengan radula. Jenis mollusca ini menyerang
tanaman dengan cara memakan atau merusak daun sehingga dalam waktu relatif
singkat tanaman sudah gundul (Rukmana, 1997).
Keong mas termasuk golongan mollusca atau siput adalah golongan hewan
bertubuh lunak dan tidak beruas. Binatang ini suka mengeluarkan lendir, dan aktif
makan pada malam hari. Pada siang hari biasanya bersembunyi di tempat teduh dan
lembab. Alat makannya berbentuk seperti lidah dengan permukaan kasar yang
disebut dengan radula (Rukmana, 1997).

2.2. Sistematika dan Morfologi Sotong (Shepia sp)

58 Universitas Sriwijaya
61

Sistematika Sotong (Shepia sp) menurut Saanin (1984) adalah sebagai


berikut:
kingdom : Animalia
filum : Mollusca
kelas : Cephalopoda
ordo : Sepiida
family : Sepiidae
genus : Shepia
spesies : Shepia sp

Gambar 2.2.4. Sotong (Shepia sp)


Sotong merupakan hewan moluska yang berasal dari famili Sepiidae. Tubuh
sotong terbagi menjadi tiga bagian, yaitu organ mantel, kepala dan lengan/tentakel.
Organ mantel mencakup sistem sirkulasi, reproduksi, pencernaan dan ekskresi. Di
dalam mantel terdapat struktur yang analog dengan tulang belakang pada
vertebrata, yang disebut dengan cuttlebone. Bentuknya seperti bulu ayam, tersusun
atas matriks kalsium sehingga lebih keras dibanding organ lain. Sirip terdapat di
kanan-kiri mantel, pada bagian posterior tidak menyatu. Dalam kepala terletak
organ mata, otak sebagai sistim saraf pusat serta struktur rahang yang mirip paruh
burung beo. Mata dilindungi oleh selaput transparan, terdapat kelopak mata palsu.
Lengan dan tentakel sebenarnya tidaklah sama. Lengan pada Sepiida berjumlah 8
buah yang tersusun kiri dan kanan, tidak dapat ditarik ke dalam (unretractable)
mendekati kepala. Tentakel berjumlah 2 buah, tersusun kiri dankanan dan dapat
ditarik masuk (retractable) ke dalam kantong yang terdapat dipangkalnya, tentakel
terletak diantara lengan ke-3 dan ke-4. Pemanjangan organ tentakel ini
dikarenakan fungsinya untuk menangkap mangsa (Jereb & Roper, 2005).
Cangkang sotong tersusun atas kalsium karbonat dan berfungsi agar sotong dapat
mengapung dalam air (Mujiono, 2008).

Universitas Sriwijaya
62

2.3. Sistematika dan Morfologi Cumi-Cumi (Loligo sp)


Klasifikasi Cumi-cumi (Loligo sp) menurut Saanin (1984) adalah sebagai
berikut:
kingdom : Animalia
filum : Mollusca
kelas : Cephalopoda
ordo : Teuthoidea
family : Loliginidae
genus : Loligo
spesies : Loligo sp

Gambar 2.3.4. Cumi-cumi (Loligo sp)


Morfologi Menurut Nontji (2002), cumi-cumi memiliki tubuh langsing,
kerangkanyatipis, bening dan terdapat dalam tubuhnya. Cumi-cumi berenang
menggunakan sistem propulsi jet yakni menyemburkan air lewat organberupa
corong. Kelas Cephalopoda umumnya tidak mempunyai cangkangluar, pada cumi-
cumi cangkang terletak di dalam rongga mantel yangberwarna putih transparan.
Tubuh cumi-cumi tertutup oleh mantel tebal yang diselubungi oleh selaput tipis
berlendir, pada bagian bawah mantel terdapatlubang seperti corong yang berguna
untuk mengeluarkan air dari ruangmantel (Nurcaya, 2004).
Bentuk cumi-cumi umumnya memanjang dan ditutupi oleh
mantel yang mempunyai dua sirip segitiga, dapat tetap bergerak
dalam satu tempat atau bergerak mundur atau maju hanya
dengan mengubah arah sifon. Hewan ini memiliki delapan lengan
dan dua tentakel panjang yang pada bagian ujungnya dilengkapi
dengan mangkuk penghisap yang bertangkai. Alat ini dapat

Universitas Sriwijaya
63

dengan cepat mengarah ke mangsa untuk dapat ditangkap


(Castro, 2005).
Ukuran cumi-cumi dewasa bervariasi dari ukuran kecil yaitu sekitar 13 cm
panjangnya, atau yang lebih panjang lagi sekitar 0,5 hingga 1 meter, hingga ukuran
invertebrata terbesar yang pernah ada, yaitu cumi-cumi terbesar yaitu Architeuthis.
Hewan ini dapat mencapai panjang hingga 18 m dan berat hingga 4,4 ton.
Sedangkan tentakelnya dapat mencapai panjang hingga 10 meter dan diameter
tubuhnya kira-kira 3,5 meter. Biasanya hewan ini hidup pada laut dengan
kedalaman 300-600 meter (Webber, 1991).

2.4. Sistematika dan Morfologi Siput (Filopaludina javanica)


Sistematika Siput (Filopaludina javanica) menurut Saanin (1984) adalah
sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Mollusca
kelas : Gastropoda
ordo : Pulmolata
famili : Ampullaridae
genus : Filopaludina
spesies : Filopaludina javanica

Gambar 2.4.4. Siput (Filopaludina javanica)


Dikatakan bahwa di pasar internasional siput (Filopaludina javanica) dikenal
dengan nama Troca atau Trochus. Di Indonesia jenis ini dikenal dengan sebutan
siput susu bundar atau lola (Leimena et al, 2007). Dalam taksonomi, hewan lola
dikelompokkan pada ordo Archeogastropoda, ordo yang paling primitif dari
subklas Prosobranchia, Gastropoda. Selanjutnya dikemukakan bahwa lola
merupakan gastropoda yang primitif, mempunyai dua insang, dua auricula dan dua
nephridia. Gonad terbuka kesebelah luar melalui sebelah kanan nephridia. Siput

Universitas Sriwijaya
64

Lola, pertama kali di diskripsikan oleh Linnaeus pada tahun 1767. Hasil diskripsi
tersebut bahwa siput lola merupakan siput yang berukuran besar, cangkangnya
berbentuk kerucut dengan 10 sampai 12 buah ulir (suture). Perputaran seluk
(Whorl) berbentuk spiral yang jelas dan beberapa seluk permulaan memiliki
tonjolan-tonjolan kecil, seluk akhir (body whorl) berbentuk lingkaran yang
cembung dan membesar. Cangkang berwarna dasar krem keputihan dengan corak
bergaris merah lembayung, sementara dasar cangkang berbintik merah muda
(Pradina, 1997).

2.5. Sistematika dan Morfologi Kerang Darah (Anadara granosa)


Sistematika Kerang Darah (Anadara granosa) menurut Saanin (1984) adalah
sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Mollusca
kelas : Pelecypoda/ Bivalvia
ordo : Taxodonta
famili : Arcidae
genus : Anadara
spesies : Anadara granosa

Gambar 2.5.4. Kerang darah (Anadara granosa)


Kerang darah termasuk ke dalam kelas Pelcypoda/ Bivalvia yang kebanyakan
hidup di laut terutama di daerah litoral, dasar perairan yang berlumpur atau
berpasir. Pada dasarnya tubuh Pelecypoda ini tertutup dua keping cangkang yang
berhubungan di bagian dorsal dengan adanya hinge ligamen, yaitu semacam pita
elastik yang terdiri dari bahan organik seperti zat tanduk. Kedua keping cangkang
pada bagian dalam juga ditautkan oleh satu atau dua buah otot aduktor yang
bekerja secara antagonis dengan hinge ligamen (Suwignyo 1998).
2.6. Sistematika dan Morfologi Kerang Kijing (Glauconome virens)

Universitas Sriwijaya
65

Sistematika Kerang Kijing (Glauconome virens) menurut Saanin (1984)


adalah sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Mollusca
kelas : Bivalva
ordo : Veneroida
famili : Glauconomidae
genus : Glauconome
species : Glauconome virens

Gambar 2.6.4. Kerang kijing (Glauconome virens)


Niem (1998) mendeskripsikan , G.virens memiliki cangkangyang simetris,
tipis, oval memanjang,dan agak renggang pada bagian posterior. Bagian anterior
berbentuk bulat lebar dan agak pendek, sedangkan bagian posteriornya memanjang
dan agak tajam. Pada bagian luar cangkang terdapat garis membentuk alur yang
tidak teratur. Warna cangkang bagian luar krim kehijauan, sedangkan bagian
dalamnya putih halus.

BAB 3

Universitas Sriwijaya
66

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu


Praktikum tentang Sumberdaya Perikanan Moluska ini dilaksanakan di
Laboratorium Pengolahan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sriwijaya pada hari Kamis, 20 Oktober 2016 pukul 13.00 WIB sampai
dengan selesai.

3.2. Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan pada praktikum Sumberdaya Perikanan Krustasea
ini terdiri atas alas potong, baskom, neraca analitik, pisau, dan timbangan.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Sumberdaya Perikanan
Moluska ini adalah Gondang (Pila ampuilacela), Sotong (Shepia sp), Cumi-cumi
(Loligo sp), Siput (Filopaludina javanica), Kerang Darah (Anadara granosa), dan
Kerang Kijing (Glauconome virens).

3.3. Cara Kerja


Cara kerja pada praktikum Sumberdaya Perikanan Moluska ini adalah
sebagai berikut:

3.3.1. Cumi-cumi dan Sotong


1. Cumi-cumi atau sotong dicuci bersih lalu ditimbang untuk mendapatkan berat
utuh.
2. Bagian tubuh dibersihkan dari selaput berwarna merah lalu bagian kepala
dibuang dan ditimbang.
3. Kemudian dilakukan pembuangan sirip dan ditimbang.
4. Perhitungan edible flesh dilakukan dengan membandingkan antara berat
selubung cumi-cumi/sotong dengan berat utuh dikalikan 100%.

3.3.2. Kerang-kerangan
1. Kerang dibersihkan dari kotoran yang masih melekat dan dicuci bersih.

64 Universitas Sriwijaya
67

2. Kemudian kerang direbus sampai cangkang membuka lalu ditiriskan dan


ditimbang berat utuhnya.
3. Bagian dalam dikeluarkan kemudian ditimbang.
4. Daging dibersihkan dari saluran pencernaan kemudian ditimbang.
5. Perhitungan edible flesh dilakukan dengan membandingkan antara berat daging
dengan berat utuh dikalikan 100%.

Universitas Sriwijaya
68

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil dari praktikum mengenai Sumberdaya Perikanan Moluska ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1.9. Persentase berat bagian tubuh Moluska
Bagian Cumi-cumi Sotong Kerang Darah 1 Kerang Darah 2 Kerang Kijing Siput (Tutut) Gondang
Tubuh Berat % Berat % Berat % Berat % Berat % Berat % Berat (g) % Berat
(g) Berat (g) Berat (g) Berat (g) Berat (g) Berat (g) Berat
Utuh 114 100 39 100 21 100 21 100 7 100 1,73 100 12 100
Cangkang - - - - 13 61,9 15,36 73,14 3,84 55,14 1,23 71,09 3,54 29,5
Jerohan - - 1,32 3,38 3 14,28 1,83 8,71 - - - - 1,78 14,83
Daging 60 52,63 16 41,02 4 19,04 4,33 20,61 0,86 12,28 0,5 28,9 2,76 23
Sirip 3,81 3,34 - - - - - - - - - - - -
Kepala 40 35,08 10 25,64 - - - - - - - - - -
Selubung - - 24 61,53 0,74 3,52 - - - - - - 0,07 0,58

Universitas Sriwijaya

66
69

Tabel 4.1.10. Persentase bagian yang dapat dimakan (edible flesh) Moluska
Edible Flesh
No. Jenis Moluska
gram %
1. Sotong (Shepia sp) 16 41,02
2. Cumi-cumi (Loligo sp) 60 52,63
3. Kerang Darah (Anadara granosa) 1 4 19,04
4. Kerang Darah (Anadara granosa) 2 4,33 20,61
5. Kerang Kijing (Glauconome virens) 0,86 12,28
6. Siput (Filopaludina javanica) 0,5 28,9
7. Gondang (Pila ampuilacea) 2,76 23

4.2. Pembahasan

Universitas Sriwijaya
70

Moluska merupakan hewan yang memiliki tubuh yang lunak. Moluska


terbagi atas beberapa kelas yakni bivalva (kerang-kerangan), cephalopoda (cumi-
cumi dan sotong), dan gastropoda (siput dan sejenisnya). Pada praktikum ini
dilakukan penimbangan bagian-bagian tubuh dari berbagai moluska dan dilakukan
perhitungan edible flesh atau bagian yang dapat dimakan. Hewan jenis moluska
yang digunakan adalah Gondang (Pila ampuilacela), Sotong (Shepia sp), Cumi-
cumi (Loligo sp), Siput (Filopaludina javanica), Kerang Darah (Anadara granosa),
dan Kerang Kijing (Glauconome virens). Diantara beberapa kelompok hewan
tersebut, kelompok kami melakukan penimbangan berat utuh, berat cangkang, berat
daging, berat jerohan, berat selubung serta edible flesh dari kerang darah (Anadara
granosa). Pada berat utuh didapatkan berat sebesar 21 gr, dimana berat utuh ini
merupakan berat keseluruhan dari kerang darah, dimulai dari cangkang, daging,
jerohan, serta selubungnya. Pada berat cangkang, yakni berat dari cangkang kerang
itu sendiri, tanpa adanya isi atau daging, jerohan maupun selubungnya, yang
didapat berat sebesar 13 gr, dengan persentase berat 61,9 persen.
Pada jerohan, memiliki berat yang ringan yakni 3 gr dengan persen berat
14,28 persen. Berat jerohan ini diambil dengan menimbang jerohan yang terdapat
pada selubung daging kerang. Berat selubung, merupakan berat dari lapisan daging
yang menyelubungi jerohan pada tubuh kerang, yakni sebesar 0,74 gr dengan
persentase berat 3,52 persen. Sedangkan berat daging merupakan berat daging dari
kerang, yakni seluruh bagian kerang terkecuali cangkangnya, yang didapat berat
sebesar 4 gr dengan persen 19,04 persen. Berdasarkan hasil penimbangan berikut,
dapat dilihat bahwa diantara seluruh bagian tubuh kerang darah, cangkang
memiliki berat terbesar sedangkan selubung terendah. Karena berat dari
cangkangnya yang besar, kerang darah hanya mendapatkan edible flesh yang
rendah yakni sebesar berat daging dibagi berat utuh dikalikan 100 persenya, yaitu
19,04 persen. Sedangkan pada kerang darah 2 edible flesh-nya lebih besar yakni
20,61 persen, dan memiliki berat utuh yang sama yakni 21 gr. Hal ini dapat
disebabkan dari pola makan dari kerang sewaktu hidup, jenis makanan, serta
habitat dari kerang darah.

BAB 5

Universitas Sriwijaya
71

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari praktikum Sumberdaya Perikanan Moluska
ini, yakni sebagai berikut :
1. Moluska merupakan hewan bertubuh lunak.
2. Moluska terdiri atas beberapa kelas yakni bivalva, gastropoda, dan cephalopoda.
3. Kelas bivalva dan gastropoda memiliki cangkang yang keras, sedangkan kelas
cephalopoda tidak.
4. Kerang darah (bivalva) memiliki edible flesh yang rendah karena memiliki
cangkang yang lebih berat.
5. Antara kerang darah 1 dan 2 memiliki edible flesh yang berbeda meskipun
memiliki berat utuh yang sama.

5.2. Saran
Saran kami agar asisten dapat lebih menjelaskan tentang materi mengenai
praktikum.

BAB 1

69
Universitas Sriwijaya
72

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kodok merupakan komoditi ekspor nonmigas yang cukup potensial. Sejak
tahun 1969, Indonesia telah mengeskpor paha kodok ke berbagai negara. Bahkan
Indonesia sebagai negara pengekspor paha kodok terbesar ketiga setelah India dan
Bangladesh. Beberapa spesies kodok telah dikonsumsi oleh masyarakat berbagai
negara di dunia. Bagi negara yang sedikit daerah perairannya, kodok susah untuk
hidup dan berkembangbiak sehingga banyak yang mengimpor daging paha kodok
dalam keadaan beku. Indonesia beriklim tropis basah sehingga cocok sebagai
habitat kodok yang merupakan hewan amfibi yang dapat hidup dan berkembang
biak di daerah beriklim basah. Oleh karena itu, kodok menjadi komoditi ekspor
yang menjanjikan (Usri Arie, 1999).
Paha kodok merupakan salah satu komoditas yang menghasilkan devisa
dalam kelompok ekspor komoditi perikanan. Menurut Kementerian Kelautan dan
Perikanan (2012), ekspor paha kodok Indonesia pada tahun 2011 mencapai
3.563,870 ton dengan nilai US$ 18.456.948, sedangkan ekspor paha kodok dari
Provinsi Sumatera Selatan sebesar 589,201 ton, dengan nilai US$ 3.482.331.
Bagian tubuh kodok yang dimanfaatkan untuk industri hanya bagian paha,
sedangkan bagian isi perut, kulit, termasuk kepala kurang termanfaatkan. Menurut
Murni et al. (2008), limbah pengolahan kodok beku yaitu tubuh tanpa paha
belakang, sering tercemar Salmonella, memiliki kandungan protein dan mineral
yang cukup tinggi, dan cepat membusuk. Limbah pengolahan kodok beku ini
berpotensi sebagai salah satu sumber pakan protein hewani karena kandungan
proteinnya yang cukup tinggi.
Ditinjau dari nilai gizinya, daging paha kodok merupakan sumber protein
hewani yang juga kaya akan vitamin dan mineral. Hal ini mengakibatkan daging
paha kodok rentan terhadap kerusakan. Daging paha kodok yang akan diekspor
mempunyai permasalahan sumber daya yang kian menyusut serta mengalami
penolakan di negara tujuan ekspor yang disebabkan mutunya rendah karena
mengandung bakteri patogen. Umumnya daging paha kodok diekspor dalam bentuk
beku, sehingga dapat memperpanjang umur simpan serta mempertahankan

70 Universitas Sriwijaya
73

kesegaran produk Menjaga mutu daging paha kodok yang akan diekspor dapat
dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan teknologi pasca panen
sehingga bahan mentah yang akan dijadikan bahan baku daging paha kodok beku.
Teknologi pasca panen mempunyai peranan penting dalam mengolah bahan mentah
menjadi bahan baku untuk paha kodok beku yang memenuhi persyaratan pasar baik
domestik maupun internasional (Usri Arie, 1999).
Dalam era globalisasi perdagangan, mutu merupakan faktor penting sebagai
salah satu unsur keunggulan kompetitif suatu komoditas dalam merebut pasar
internasional yang makin ketat persaingannya dengan negara pengekspor lainnya.
Masalah yang umumnya dialami dalam pemasaran produk komoditas kodok di luar
negeri adalah mutu produk yang rendah akibat terkontaminasi bakteri Salmonella
sp. Kontaminasi ini mungkin disebabkan karena penanganan pasca panen yang
kurang baik, sehingga perlu adanya peningkatan penanganan bahan mentah kodok
setelah dipanen agar dapat menjadi bahan baku paha kodok beku yang bermutu
tinggi (Holmes S.J., 1928).

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum mengenai Sumberdaya Perikanan Paha Kodok ini
adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa mengetahui bagian-bagian tubuh kodok.
2. Mahasiswa Mengetahui berat dagaing yang dapat dimakan (edible flesh) dari
kodok.
3. Mahasiswa mengetahui manfaat yang dapat diambil dari daging dan bagian yang
tidak dapat dimakan.

BAB 2

Universitas Sriwijaya
74

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika dan Morfologi Kodok (Rana sp)


Sistematika kodok (Rana sp) menurut Saanin (1948), adalah sebagai berikut:
kingdom : Animalia
phylum : Chordata
class : Amphibia
ordo : Annura
famili : Ranidae
genus : Rana
spesies : Rana sp

Gambar 2.1.5. Kodok (Rana sp)


Kodok terdiri dari kepala (caput), badan (truncus), dan anggota depan
belakang. Dari morfologi, dapat dibedakan kodok jantan dan kodok betina karena
kodok jantan tubuhnya lebih kecil, pada kaki depan terdapat bantalan kawin
(nuptial flight) yang berfungsi untuk menekan tubuh betina serta memberi tanda
apabila jantan akan mengeluarkan spermatozoa, dan pada bagian rahang bawah
(mandibula) terdapat sepasang noda hitam yang menandakan bahwa katak jantan
mempunyai sepasang kantung suara (saccus vocalis), yang berfungsi sebagai
resonansi suara. Ciri utama yang menunjukkan bahwa kodok merupakan hewan
darat adalah pernapasannya berupa paru-paru. Struktur saluran udara pernapasan
pada hewan ini belum memiliki tracheayaitu saluran yang menghubungkan larynx
dengan bronchus dan bronchus ini pun sangat pendek. Pada anura juga belum
dijumpai costae (tulang rusuk) dan diafragma, yaitu sekat yang membatasi rongga
dada dengan rongga perut yang juga berfungsi sebagai alat pernapasan, pernapasan
dengan kulit ini berlangsung baik waktu di darat maupun di air. Hal ini dapat
terjadi karena kulit kodok kaya akan kapiler dan kulitnya sendiri tipis Pada

72 Universitas Sriwijaya
75

pengamatan secara anatomi kodok, telah ditemukan organ-organ antara lain adalah
jantung (cor), hati (hepar), paru-paru (pulmo), kantung empedu (vesica vellea),
pancreas (pancreas), lambung (ventriculus), kerongkongan (esofagus) , usus 12
jari, usus halus (intestinum), usus besar (rectum), ginjal (ren), pericardium (selaput
tipis pembungkus jantung), kloaka (Triwibowo, 2003).
Mulut kodok terdapat pada ujung anterior, lebar dan berfungsi untuk
menangkap mangsa dengan bantuan lidah yang berlendir. Lubang hidung kodok
(Nares eksterna-nares anterior) merupakan sepasang lubang kecil yang terdapat
diatas mulut dan lubang ini berhubungan dengan rongga mulut melelui hidung
dalam. Kodok memiliki mata yang menonjol dan dilindungi oleh dua kelopak mata
yang tidak dapat bergerak, bagian atas disebut valvebra superior, bagian bawah
disebut valvebra inferior serta kelopak mata ketiga berupa selaput bening yang
dapat digerakkan dari bawah keatas disebut membrane nictitans yang berfungsi
untuk melindungi mata dari gesekan air. Ciri khas dari kodok adalah adanya
gendang telinga pada sebelah belakang matanya, pada kedua sisi kepalanya.
Selaput gendang telinga ini konon sangat peka terhadap getaran udara dan
berkaitan erat dengan kemampuan mereka menghasilkan suara. Sebagian kodok
juga memiliki ciriciri jenis kelamin yang umumnya jenis kelamin jantan lebih
besar dibandingkan dengan betinanya. Suara yang dihasilkan oleh suatu alat yang
bunyinya sangat bagus. Perkembangannya yang biasanya diperkuat dengan suatu
balon udara yang sangat besar, semua kodok berbedabeda dalam tinggi nada. Pada
kodok jantan biasanya pekik suara yang dihasilkan bisa mengandung banyak arti.
Mereka sering memanfaatkan suara yang besar untuk memanggil pasangannya
(Triwibowo, 2003).
Telinga (membrane thympanium) merupakan gendang pendengaran yang
berfungsi untuk menerima getaran suara, terletak caudal dari mata dan pada bagian
permukaan. Pada telinga tidak terdapat daun telinga (pinna auricularis). Alat gerak
(kaki depan kaki belakang) kodok jantan tubuhnya lebih kecil, pada kaki depan
terdapat bantalan kawin (nuptial flight) yang berfungsi untuk menekan tubuh betina
serta memberi tanda apabila jantan akan mengeluarkan spermatozoa. Seekor katak
didarat bertopang pada sepasan kaki 3depan, sedangkan kaki belakan terlipat pada
sisi tubuhnya. Kalau melompat, kaki belakang akan diluruskan dengan bantuan
tendon achiles. bila di air, kaki ini digunakan untuk mengayuh kuat dengan

Universitas Sriwijaya
76

bantuan selaput renangnya, sehingga tubuhnya dapat bisa maju ke arah depan
(Triwibowo, 2003).
Kulitnya sangat penting dalam respirasi dan proteksi. Kulit yang tipis
fleksibel membagi bagian luar badan untuk melindungi organisme terhadap
penyakit, berfungsi dalam pernapasan, penyerapan air, sebab kodok tidak pernah
minum. Di lengkapi dengan kelenjar mukosa yang menyebabkan kulit terjaga
kelembabannya, bagi spesies yang hidup di air, mukus memberikan minyak
pelumas bagi tubuh. Sebagian besar memiliki kelenjar granular dan kelenjar
mukus. Keduanya mirip, akan tetapi hasil produksinya berbeda. Kelanjar granular
memproduksi zat abnoxious atau racun untuk melindungi diri dari musuh.
Keduanya dikelompokkan sebagai kelenjar alveolar (kelenjar yang tidak
mempunyai saluran pengeluaran, tetapi produknya di keluarkan lewat dinding
selnya sendiri secara alami). Kelenjar racundapat menimbukan iritasi pada kulit.
kodok adalah bilateral simetris, dengan bagian sisi kiri dan kanan equal. Bagian
tengah disebut medial, samping/lateral, badan muka depan adalah ujung anterior,
bagian belakang disebutujung posterior, bagian punggung atau dorsal, sedang
bagian muka ventral. Bagian badan terdiri atas kepala/ caput, kerongkongan/
cervik, dada/ thorax atau pectoral, perut atau abdomen, pantat pelvis serta bagian
kaudal (Triwibowo, 2003).
Struktur dan fungsi kodok ialah Pada kepala terdapat : rima oris yang lebar
untuk masuknya makanan, nares externs mempunyai peranan dalam pernafasan,
sepasang arganon visus (mata) yang bulat. Di belakang mata terdapat membrane
tympani untuk menerima getaran suara. Pada akhir tubuh terdapat anus yang
berfungsi sebagai pintu pelepas faeces, urine dan sel kelamin. Extremitas muka
yang berupa kaki atau tangan berukuran pendek, terdiri atas: brachium (lengan
atas) yang berupa humerus, antibracium (lengan bawah) yang berupa radioulna,
carpus (pergelangan tangan), menus (telapak tangan) yang terdiri atas metacarpus
dan phalangus (jari jari), pada telapak tangan terdapat palm, di bawah jari pada
hewan jantan terdapat penebalan terutama pada musim kawin (Triwibowo, 2003)

2.2. Syarat Mutu Bahan Baku Kodok

Universitas Sriwijaya
77

Kodok merupakan salah satu komoditas yang penting dalam sektor perikanan
di Indonesia. Ditinjau dari nilai gizinya, daging paha kodok merupakan sumber
protein hewani baik yang juga kaya akan vitamin dan mineral. Daging paha kodok
yang akan diekspor mempunyai permasalahan sumber daya yang kian menyusut
serta mengalami penolakan di negara tujuan ekspor yang disebabkan mutunya
rendah karena mengandung bakteri patogen. Masalah yang umumnya dialami
dalam pemasaran produk komoditas kodok di luar negeri adalah mutu produk yang
rendah akibat terkontaminasi bakteri Salmonella sp. Kodok hidup mudah mati bila
selama penangkapan atau penyimpanan mengalami perlakuan fisik dan kondisi
lingkungan yang tidak sesuai. Paha kodok segar yang akan diolah menjadi frozen
froglegs harus merupakan paha kodok yang diperoleh dari kodok hidup dan dijaga
kesegarannya dengan pendinginan. Hanya paha kodok yang bersih, sehat, dan
memenuhi standar mutulah yang dapat diterima dan diproses lebih lanjut.
Penanganan pasca panen harus mampu mengurangi pencemaran dan mortalitas,
maka harus segera dibersihkan sehingga menghilangkan kotoran serta mengurangi
jumlah bakteri yang ada. Kodok yang sudah tercemar hingga batas standar yang
ditentukan pabrik pengolahan akan menurun kualitas mutu produk akhirnya.
Penerapan penanganan pasca panen terhadap kodok sangat penting untuk dilakukan
agar didapat paha kodok dengan kualitas dan mutu yang baik (Tri Margono, 1993).

Universitas Sriwijaya
78

BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu


Praktikum Sumberdaya Perikanan Paha Kodok ini dilaksanakan di
laboratorium Pengolahan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sriwijaya. Pada hari Kamis, 27 Oktober 2016 pada pukul 13.00 WIB
sampai dengan selesai.

3.2. Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan pada praktikum sumberdaya perikanan paha kodok
ini terdiri dari alas potong, baskom, neraca analitik, pisau, dan timbangan. Bahan-
bahan yang digunakan pada praktikum sumberdaya perikanan paha kodok ini
adalah kodok sawah (Rana sp).

3.3. Cara Kerja


Cara kerja pada praktikum Sumberdaya Perikanan Paha Kodok adalah
sebagai berikut :
1. Kodok dibersihkan dari kotoran yang masih melekat dan ditimbang untuk
mendapatkan berat utuh
2. Kemudian kodok dimatikan dengan cara menusuk medula oblongata pada bagian
kepala
3. Kulit pada bagian pangkal tulang ekor disayat sedikit dengan pisau lalu ditarik
sehingga kulit pada bagian bawah tubuh hingga paha terkelupas. Paha dipotong
mulai ruas ke-3 atau ke-5. Selaput kaki dipotong dan dibuang kemudian bagian
paha ditimbang.

BAB 4

Universitas Sriwijaya
76
79

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil yang didapat dari praktikum Sumberdaya Perikanan Paha Kodok ini
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1.11. Persentase Bagian Tubuh dan Edible Flesh Kodok
No. Bagian Tubuh Berat (gram) %berat
1. Utuh 83 100
2. Paha 31 37,34
3. Limbah 48 37,83
4. Edible flesh 29 34,93

4.2. Pembahasan

77 Universitas Sriwijaya
80

Pada praktikum mengenai Sumberdaya Perikanan Paha Kodok ini kami


melakukan penimbangan berat utuh dari kodok (Rana sp), paha dan limbah kodok,
serta bagian yang dapat dimakan dari kodok edible flesh. Kodok merupakan salah
satu hewan perairan yang dapat dikonsumsi. Sedangkan katak, yang merupakan
hewan sejenis kodok, tidak dapat dikonsumsi karena mengandung racun. Berat
utuh yang dimaksud adalah berat seluruh tubuh kodok tanpa terkecuali. Sedangkan
berat paha dan limbah merupakan berat bagian tubuh kodok. Limbah merupakan
semua bagian kodok terkecuali pahanya, yakni kepala, badan, jerohan, kulit, serta
kaki kodok. Sedangkan paha yakni bagian pinggang kodok hingga pagian pangkal
kaki. Perhitungan edible flesh dilakukan dengan membandingkan antara daging
kodok yang dapat dimakan dengan seluruh bagian tubuhnya. Pada perhitungan
berat utuh didapat seberat 83 gram dengan persentase 100%, sebab berat utuh
merupakan berat keseluruhan bagian tubuh kodok. Berat limbah kodok didapat
seberat 48 gram dengan persentase 57,83%, sedangkan berat dari paha kodok yakni
31 gram dengan persentase 37,34%. Dari hasil penimbangan tersebut, limbah
kodok memiliki berat dan persentase yang lebih besar dibanding pahanya. Hal ini
disebabkan limbah merupakan gabungan dari bagian tubuh kodok yang tidak dapat
di konsumsi, yakni bagian kepala, badan, jerohan, kulit, serta kaki kodok, yang
mana bagian jerohan, kepala, serta badan kodok merupakan bagian terbesar dari
tubuhnya.
Berat paha kodok memiliki selisih 17 gram dari berat limbahnya, ini
menandakan bahwa paha kodok relatif besar, hal ini dikarenakan kodok selalu
menggunakan pahanya untuk melompat, sehingga ia harus memiliki paha dan kaki
yang besar agar lompatannya dapat sempurna. Pada perhitungan edible flesh yang
dihitung adalah berat bagian yang dapat dimakan yakni berat dari daging yang
terdapat pada paha kodok dan dibandingkan dengan berat utuh dari kodok,
kemudian dikalikan 100%. Untuk menghitung edible flesh, daging pada paha
kodok dilepaskan dari tulangnya, kemudian ditimbang, dan didapatkanlah hasil
yakni 29 gram. Yang kemudian 29 gram dibagi dengan berat utuh yakni 83 gram
dan didapat hasil edible flesh yakni 34,93 persen. Hal ini menerangkan bahwa
edible flesh dari kodok tidak lebih dari setengah dari berat utuhnya.
BAB 5

Universitas Sriwijaya
81

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum Sumberdaya Perikanan Kodok
ini adalah sebagai berikut :
1. Kodok memiliki perbedaan dengan katak. Selain dari ukuran tubuh kodok yang
lebih besar dari katak, kodok dapat di konsumsi sedangkan katak tidak, karena
mengandung racun pada area kulitnya.
2. Kodok memiliki berat limbah yang lebih besar dari pada berat pahanya.
3. Berat limbah dari kodok merupakan berat gabungan dari badan, kepala, jerohan,
kaki serta kulitnya.
4. Kodok memiliki edible flesh yang kurang dari setengah berat utuhnya.
5. Kodok memiliki paha dan kaki yang relatif besar karena selalu digunakannya
untuk melompat, dan menjaga agar kodok dapat melompat dengan baik.

5.2. Saran
Saran dari kelompok kami agar pada praktikum selanjutnya dapat dijelaskan
lagi tentang setiap langkah praktikum serta alasannya. Semoga pada praktikum di
lain waktu bisa lebih baik lagi.

79 Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, Rabiatul. 2006. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara,


Jakarta.
Asikin,1977. Buku pedoman Perikanan Laut. Gramedia, Jakarta.
Asmir. 2012. Sumberdaya Perikanan Air Tawar. Galia Nusantara, Jakarta.
Arie, Usri. 1999. Pembibitan dan Penebaran Bullfrog. Penebar Swadaya, Jakarta.
Arie, U. 2000. Budidaya Bawal Air Tawar. Penebar Swadaya, Jakarta.
Bachtiar, Yusuf. 2000. Budidaya Ikan Air Tawar. Penebar Swadaya, Jakarta.
Bahar. 2004. Sumberdaya Perikanan Indonesia. Galia Nusantara, Jakarta.
Bahar, 2006. Sumberdaya Perikanan Nusantara. Galia Nusantara, Jakarta.
Bahar, Burhan. 2011. Morfologi ikan Ekor Kuning. Gramedia, Jakarta.
Dahuri. 2003. Perikanan Tawar. Yudistira, Bandung.
Direktorat Jendral Perikanan, 1975. Pedoman Pengumpulan Data Statistik.
Departemen Pertanian, Jakarta.
Direktorat Jendral Perikanan Tangkap. 2004. Pedoman Pengumpulan Data
Statistika. Departemen Perikanan, Jakarta.
Djarijah, F. 2002. Pengantar Ilmu Perikanan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Djuhanda. 2002. Perikanan Laut. Kanisius, Yogjakarta.
Evy et al. 2002. Pembesaran Ikan Air Tawar. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Haliman dan Adijaya. 2004. Bahan Baku Industri Perikanan. Kanisius,
Yogyakarta.
Huda, 2004. Pedoman Perikanan Laut. Gramedia, Jakarta.
Holmes S.J. 1928. The Biology of The Frog. The Mac Milan, New York.
Indera. 1993. Pengenalan Sumber Daya Perikanan. Pustaka, Jakarta.
Khairuman. 2001. Ikan Air Tawar. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kampen, Van. 2007. Ikan Makarel. Gramedia, Jakarta.
Kordi. 2007. Budidaya Tambak Udang Putih. IPB, Bogor.
Kottelat, M., et al. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi
(Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi). Periplus Edition
Limited. Munich, Germany. 293 hal.
Kottelat. 2011. Morfologi Ikan Sarden. Erlangga, Jakarta.
Leimena et al. 2007. Biology of Molusca. Academic Press, New York.
Manda et al. 2005. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Parang-Parang. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Universitas Sriwijaya
Moeljanto. 1982. Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Direktorat
Jenderal Perikanan: Departemen Perikanan. Jakarta.
Moeljanto, Suryano A. 1992. Analisis Kelayakan Proyek Tambak Udang Windu.
IPB, Bogor.
Mujiman dan Suryanto. 2005. Kelas Krustasea. UGM Press, Yogyakarta.
Mujiman dan Suryanto. 2003. Avertebrata Air. UGM Press, Yogyakarta.
Murni R., Supardjo, Akmal, dan B.L. Ginting. 2008. Metode Pengolahan Limbah
Untuk Pakan Ternak. Universitas Jambi, Jambi.
Murtidjo. 2008. Analisis Kondisi Perikanan Indonesia. Universitas Negeri
Malang, Malang.
Manda et al. 2005. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Parang-Parang. Institut
ertanian Bogor, Bogor.
Nelson, J.S. 2006. Fishes of the World. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Niem. 1998. Ekologi Hewan Air. IKIP, Malang.
Nontji. 1987. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Pusat
Riset Pengolahan Produk Dan Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan
Badan Riset Kelautan Dan Perikanan Departemen Kelautan Dan Perikanan,
Jakarta.
Nontji. A. 2002. Laut Nusantara. Aksara Bintang, Jakarta.
Nurcaya, F. 2004. Siput dan Kerang Indonesia. Gramedia, Jakarta.
Oemarjati dan Wisnu. 1990. Biologi Laut Jilid 2. Press Universitas Bung Hatta,
Padang.
Pradina, et al. 2007. Analisis Morfologi dan Ikhtiologi Moluska. Undip,
Diponegoro.
Prianto, F. 2007. Analisis Pertumbuhan Kepiting Bakau di Hutan Bakau Pantai
Paranteritis. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Rukmana, 1997. Morfologi dan Klasifikasi Perikanan Moluskai. Kanisius,
Yogyakarta.
Saanin, 1968. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Perikanan. Medyatama Sarana
Perkasa, Jakarta.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Binacipta, Jakarta.
Soesanto, 1987. Pedoman Pemanfaatan Gizi Sumberdaya Hayati Laut. Kantor
Menteri Negara Urusan Pangan, Jakarta.
Soesanto, Endang. 2007. Biologi Umum I. Grafindo, Jakarta.
Soim, A. 1994. Budidaya Kepiting Bakau. Djambatan, Jakarta.
Sugiarto. 2001. Budidaya Ikan tawar. Kanisius, Yogyakarta.
Suwignyo. 1998. Avertebrata Air. Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta.

Universitas Sriwijaya
Suwignyo. 1989. Moluska, Krustasea, dan Echinodermata Perairan. Direktorat
Jenderal Perikanan, Jakarta.
Suyanto, R. 2003. Budidaya Ikan Nila. Penebar Swadaya, Jakarta.
Syakir, 2009. Pedoman Pemanfaatan.Gizi Sumberdaya Hayati. Kantor Menteri
Negara Urusan Pangan, Jakarta`
Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan.
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPIbekerjasama dengan
Swiss Development Cooperation, Swiss.
Triwibowo. 2003. Budidaya Kodok Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.

Universitas Sriwijaya
PERHITUNGAN

Perhitungan Sumberdaya Perikanan Laut


A. Ikan Bawal hitam
Diketahui :
Berat utuh : 232 gram
Sisik : 3 gram
Sirip : 5 gram
Jeroan : 25 gram
Insang : 7 gram
Kepala : 41 gram
Tulang : 36 gram
Kulit : 21 gram
Daging utuh : 75 gram
Daging merah : 13 gram
Daging putih : 62 gram
Gutted = Berat utuh (sisik + jeroan + insang)
= 232 gr (3+25+7) gr
= 197 gram
% Gutted = Gutted x 100%
Utuh
= 197 x 100 %
232
= 84,91 %

Dressed = Berat utuh (sirip + kepala)


= 232 gr (5+41) gr
= 186 gram
% Dressed = Dressed x 100%
Utuh
= 186 x 100 % = 80,17 %

Universitas Sriwijaya
232
Skin On Fillet = Berat utuh (sisik +sirip+ jeroan + insang + kepala+tulang)
= 232 gr (3+5+25+7+41+36) gram
= 115 gram

% Skin On Fillet = SOF x 100%


Utuh
= 115 x 100 %
232
= 49,56 %

Skinless Fillet = SOF - kulit


= 115 gram 21 gram
= 94 gram
% Skinless Fillet = SLF x 100%
Utuh
= 94 x 100 %
232
= 40,51 %

Edible Flesh = Berat daging utuh x 100%


Berat utuh
= 75 x 100 %
232
= 32,32 %

B. Ikan Kembung
Diketahui :
Berat utuh : 191 gram
Sisik : 1,22 gram
Sirip : 5,36 gram
Jeroan : 12,90 gram
Insang : 10,82 gram
Kepala : 33,06 gram

Universitas Sriwijaya
Tulang : 17,60 gram
Kulit : 18,19 gram
Daging utuh : 71 gram
Daging merah :-
Daging putih : 71 gram

Gutted = Berat utuh (sisik + jeroan + insang)


= 191gr (1,22+12,90+10,82) gr
= 166,06 gram
% Gutted=Gutted x 100%
Utuh
= 166,06 x 100 %
191
= 86,94 %

Dressed = Berat utuh (sisik + kepala)


= 191 gr (1,22+33,06) gr
= 152,58 gram
% Dressed= Dressed x 100%
utuh
= 152,58 x 100 % = 79,88 %
191
SOF= Berat utuh (sisik +sirip+ jeroan + insang + kepala+tulang)
=191gr(1,22+5,36+10,82+33,06 +17,60+18,19) gram
= 110,04 gram

% SOF = SOF x 100%


Utuh
= 110,04 x 100 %
191
= 57,61 %

SLF = SOF - kulit

Universitas Sriwijaya
= 110,04 gram 18,59 gram
= 91,45 gram
% SlF = SLF x 100%
Utuh
= 91,46 x 100 %
191
= 48,08%

Perhitungan Sumberdaya Perikanan Tawar


A. Ikan Betok (Anabas testudineus)
Diketahui :
Berat utuh : 23 gram
Sisik : 2,24 gram
Sirip : 0,81 gram
Jeroan : 0,91 gram
Insang : 0,49 gram
Kepala : 6,52 gram
Tulang : 2,57 gram
Kulit : 1,60 gram
Daging utuh : 6,11 gram
Gutted
= Berat utuh (sisik + jeroan + insang)
= 23 gr (2,24 + 0,91 + 0,49) gr
= 19,36 gram
% Gutted= Gutted x 100%
Utuh
= 19,36 x 100 %
23
= 84,17 %
Dressed
= Berat utuh (sisip + kepala)
= 23 gr (0,81 + 6,52) gr
= 15,67 gram

Universitas Sriwijaya
% Dressed = Dressed x 100%
Utuh
= 15,67 x 100 %
23
= 68,13 %
SOF = Berat utuh (sisik + sirip + jeroan + insang + kepala + tulang)
= 23 gr (2,24 + 0,81 + 0,91 + 0,49 + 6,52 + 2,57) gram
= 9,46 gram
% SOF = SOF x 100%
Utuh
= 9,46 x 100 %
23
= 41,13 %
SLF = SOF - kulit
= 9,46 gram 1,60 gram
= 7,86 gram
% SlF = SLF x 100%
Utuh
= 7,86 x 100 %
23
= 34,17 %
Edible Flesh = Berat daging utuh x 100%
Berat utuh
= 6,11 x 100 %
23
= 26,56 %

B. Ikan Sepat
Diketahui :
Berat utuh : 48 gram
Sisik : 2,8 gram

Universitas Sriwijaya
Sirip : 0,9 gram
Jeroan : 1 gram
Insang : 0,2 gram
Kepala : 7 gram
Tulang : 7 gram
Kulit : 6 gram
Daging utuh : 14 gram
Daging merah :-
Daging putih :-

Gutted
= Berat utuh (sisik + jeroan + insang)
= 48gr (2,8+1+0,2) gr
= 44 gram
% Gutted =Gutted x 100%
Utuh
= 44 x 100 %
48
= 91,66 %
Dressed
= Berat utuh (sisik +kepala)
= 48 gr (2,8+7) gr
= 38,2 gram
% Dressed = Dressed x 100%
utuh
= 38,2 x 100 % = 79,58%
48
SOF = Berat utuh (sisik+sirip+jeroan+insang+kepala+tulang)
=48 gr - ( 2,8 + 0,9 + 1 + 0,2 + 7 + 7 ) gram
= 30,1 gram
% SOF = SOF x 100%
Utuh

Universitas Sriwijaya
= 30,1 x 100 %
48
= 62,70 %

SLF = SOF - kulit


= 30,1 gram 6 gram
= 24,1 gram
% SLF = SLF x 100%
Utuh
= 24,1 x 100 %
48
= 50,20 %

Perhitungan Sumberdaya Perikanan Krustasea


A. Rajungan
Diketahui :
Berat Utuh : 173 gr
Berat Kepala : 59 gr
Berat Kulit : 73 gr
Berat Daging : 52 gr
21
Persentase Berat Daging Pada Badan = x100% 12,13%
173
31
Persentase Berat Daging Pada Capit = x100% 17,91%
173
52
Persentase Edible Flesh = x100% 30,05%
173
Perhitungan Sumberdaya Perikanan Moluska
A. Kerang Darah
Diketahui :
Berat Utuh : 21 gr
Cangkang : 13 gr
Jerohan : 3 gr
Daging : 4 gr
Selubung : 0,74 gr

Universitas Sriwijaya
13
Persentase Cangkang = x100% 61,9%
21
3
Persentase Jerohan = x100% 14,28%
4
4
Persentase Daging = x100% 19,04%
21
0,74
Persentase Selubung = x100% 3,52%
21
4
Persentase Edible Flesh = x100% 19,04%
21
Perhitungan Sumberdaya Perikanan Paha Kodok
Diketahui :
Berat Utuh : 83 gram
Berat Paha : 31 gram
Berat Limbah : 48 gram
Berat Daging Paha : 29 gram

BeratPaha 31
% Paha = X 100% = X 100% = 37,34%
BeratUtuh 83
BeratLimbah 48
% Limbah = X 100% = X 100% = 57,83%
BeratUtuh 83
BeratDaging 29
Edible flesh = X 100% = X 100% = 34,93%
BeratUtuh 83

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN

Gambar 1.1. Ikan Kembung utuh Gambar 1.2. Penimbangan Ikan

Gambar 1.3. Penimbangan sirip Gambar 1.4. Penimbangan kulit

Universitas Sriwijaya
Gambar 1.5. Penimbangan jerohan Gambar 1.6. Penimbangan tulang

Gambar 1.7. Penimbangan kepala Gambar 1.8. Penimbangan daging

Gambar 1.9. Ikan Bawal Hitam Gambar 1.10. Penimbangan jerohan

Universitas Sriwijaya
Gambar 1.11. Penimbangan Ikan Gambar 1.12. Penimbangan Insang

Gambar 1.13. Penimbangan sisik Gambar 1.14. Penimbangan kepala

Gambar 1.15. Penimbangan Sirip Gambar 1.17. Penimbangan tulang

Gambar 1.18. Penimbangan Kulit Gambar 1.19. Penimbangan daging merah

Universitas Sriwijaya
Gambar 1.20. Penimbangan daging putih

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai