SKRIPSI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing 2
Mengetahui :
Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Tanggal Lulus :
ii
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa ta'ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat mengerjakan skripsi yang
berjudul “Perancangan Kawasan Konservasi Laut Daerah Berdasarkan Potensi
Larva Ikan di Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat”.
Skripsi ini disusun sebagai hasil penelitian dan merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini tidak lupa Penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Ir. Agustinus M. Samosir, M. Phil selaku dosen
pembimbing pertama, kemudian Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku dosen
pembimbing kedua, kemudian Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si selaku dosen penguji
tamu, kemudian Dr. Majariana Krisanti, S.Pi., M.Si selaku komisi Pendidikan S1
serta Bapak Anton Wijonarno yang telah banyak membantu dalam pemberian
bimbingan, masukan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan wawasan dan pengetahuan Penulis yang masih minim. Oleh karena itu
Penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun, demi
penyempurnaan di masa yang akan datang sehingga dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan serta
bagi upaya pengelolaan lingkungan perairan dan perikanan khususnya di daerah
Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat.
Penulis
iii
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur kehadirat Allâh Ta'âla atas kebaikan dan segala nikmat yang
tercurahkan hingga saat ini sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak
lupa Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ir. Agustinus M. Samosir, M. Phil selaku pembimbing I
2. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku pembimbing II
3. Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si selaku dosen penguji tamu
4. Dr. Majariana Krisanti, S.Pi., M.Si selaku komisi pendidikan
5. Bapak Anton Wijonarno atas bantuan dan masukan masukannya yang sangat
membangun wawasan Penulis.
6. Keluarga Penulis Bapak Mohammad Hasyim dan Ibu Purwaning Rayahu W
beserta keluarga besar Penulis yang telah memberikan banyak motivasi dan
dukungan kepada Penulis.
7. Seluruh Staf Tata Usaha Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan yang
telah membantu Penulis untuk melancarkan Penulisan skripsi ini.
8. Dr. Ir. Totok Hersterianoto, M.Sc, Bapak Syarif Budiman, Nelayan,
Koresponden penelitian serta Seluruh staf karyawan SLK Palabuhanratu atas
bantuan dan dukungan selama pelaksanaan penelitian di Palabuhanratu,
9. Ananda Listya yang telah memberikan motivasi dan semangat
10. Nasrun Hakim, Arif Rahman, Sandi Setiawandi Eko Setiawan dan Wawan
yang telah membantu dan memberi semngat kepada Penulis selama penelitian
11. Anggi dan aziz yang telah membatu dalam proses wawancara penelitian.
12. Fajar yang telah membantu Penulis pada proses pengolahan data
13. Tim larva : Nina Ratna Furry, Sahrul Rifai Uhid, dan Putri Marini said atas
kerjasama dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini
14. Sahabat-sahabat MSP44 yang selalu membantu baik dalam Penulisan skripsi
maupun kebutuhan dalam proses ketika Penulis masih kuliah.
15. Wisma amigo atas dukungan dan motivasinya setiap hari
Terimakasih kepada beberapa pihak lain yang tidak dapat Penulis sebutkan
satu persatu.
iv
RIWAYAT HIDUP
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL....................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ x
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3. Tujuan ......................................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................... 4
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 60
LAMPIRAN.................................................................................................. 64
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perkiraan pergerakan larva dan dewasa (Palumbi 2004)........................ 15
2. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian. ................................... 16
3. Kriteria penentuan nilai faktor denda (SPF) fitur konservasi................. 23
4. Kriteria penentuan nilai skor fitur biaya................................................. 24
5. Skenario kawasan konservasi ................................................................. 27
6. Nilai faktor denda pada tiap fitur konservasi.......................................... 33
7. Nilai skor pada tiap fitur biaya ............................................................... 46
8. Perbandingan BLM rata-rata tiap skenario............................................. 48
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Skema kerangka pikir penelitian ............................................................ 3
2. Grid unit perencanaan dalam Marxan. (a) bentuk segitiga, (b) bentuk
persegi, (c) bentuk hexagon, (d) bentuk octagons .................................. 12
3. Pengaturan BLM. a) BLM rendah, b) BLM sedang, c) BLM tinggi...... 12
4. Prinsip desain kawasan perlindungan..................................................... 13
5. Peta lokasi penelitian di Teluk Palabuhanrat.......................................... 17
6. Area Of Interest (Daerah lingkup yang akan dikaji) .............................. 20
7. Alur tabuler untuk input Marxan dengan ArcView dan CLUZ.............. 25
8. Kondisi Teluk Palabuhanratu ................................................................. 30
9. Persepsi masyarakat terhadap kawasan konservasi ................................ 32
10. Sebaran fitur konservasi Anguilla di Teluk Palabuhanratu .................... 35
11. Sebaran fitur konservasi Congridae di Teluk Palabuhanratu ................. 37
12. Sebaran fitur konservasi Trichiuridae di Teluk Palabuhanratu .............. 39
13. Sebaran fitur konservasi Gobiidae di Teluk Palabuhanratu ................... 41
14. Sebaran fitur konservasi Nursery Ground di Teluk Palabuhanratu........ 43
15. Gambar hubungan klorofil pada permukaan dan kedalam yang
berbeda.................................................................................................... 44
16. Sebaran fitur konservasi Feeding Ground di Teluk Palabuhanratu ....... 45
17. Fitur Biaya .............................................................................................. 47
18. Hubungan antara BLM dan Luas ........................................................... 48
19. Hubungan antara BLM dan panjang batas ............................................. 49
20. Kawasan konservasi pada skenario 1 ..................................................... 52
21. Kawasan konservasi pada skenario 2 ..................................................... 53
22. Kawasan konservasi pada skenario 3 ..................................................... 55
23. Perbandingan luas zona kawasan konservasi tiap skenario.................... 56
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuisioner Penelitian ............................................................................... 65
2. Perbandingan tiap skenario BLM ........................................................... 66
3. Data sekunder larva di perairan Teluk Palabuhanratu dalam present
absent (Furry 2011, Said 2011, Rifai 2011) ........................................... 67
4. Perbandingan Hasil desain marxan tiap BLM ........................................ 68
5. Target Konservasi Yang Tercapai .......................................................... 72
6. Dokumentasi kondisi lapang pada saat penelitian berlangsung ............. 74
7. Gambar larva ikan yang terpilih sebagai fitur konservasi ...................... 75
x
I. PENDAHULUAN
Sumberdaya Pesisir
Palabuhanratu
larva Dewasa
Over Exploitasi
Upaya
Perlindungan
Hasil
Penetapan
wilayah konservasi
= Hubungan
= Ruang lingkup penelitian
1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan antara lain :
1. Menentukan variabel sumberdaya pesisir yang berhubungan dengan upaya
perlindungan di perairan Teluk Palabuhanratu
4
atas berbagai zona yang mencerminkan adanya suatu perlakuan tertentu di masing-
masing zona tersebut. Penataan zonasi bertujuan untuk optimalisasi fungsi dan
peruntukan potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistim pada setiap bagian
kawasan (Sriyanto 1998 in Ila 2010).
Aspek negatif dari suatu perencanaan zonasi yaitu kelihatan sangat kaku
dalam menyederhanakan kompleksnya masalah konservasi. Hal yang tidak mudah
dalam perencanaan zonasi adalah menentukan batas-batas di laut tetapi hal ini dapat
ditunjukkan oleh titik terluar dari setiap kegiatan yang diatur dan dibatasi secara
jelas untuk menegaskan batasannya (Laffoley 1995 in Ila 2010).
Sedangkan sistem zonasi yang dimaksud adalah PP No.60 tahun 2007 tentang
konservasi Sumberdaya Ikan, terdiri dari zona inti, zona perikanan berkelanjutan,
zona pemanfaatan , dan zona lainnya sesuai dengan keperluan. Zonasi tersebut dapat
didefinisikan sebagai berikut :
1. Zona inti merupakan DPL yang dibentuk oleh masyarakat dan bila dianggap
masih kecil, maka dapat ditambah jumlah dan luasnya. Zona ini
diperuntukkan bagi: (a) perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan, (b)
penelitian, dan (c) pendidikan.
2. Zona Perikanan Berkelanjutan merupakan zona yang memiliki nilai
konservasi, tetapi dapat bertoleransi dengan pemanfaatan oleh pengguna
(nelayan dan pembudidaya), dan juga zona yang mempunyai potensi untuk
berbagai pemanfaatan yang ramah lingkungan. Zona perikanan berkelanjutan
diperuntukkan bagi : (a) perlindungan habitat dan populasi ikan, (b)
penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan. (c) budidaya
ramah lingkungan, (d) pariwisata dan rekreasi, (e) penelitian dan
pengembangan, dan (f) pendidikan.
3. Zona pemanfaatan akan ditentukan supaya selaras dengan berbagai
pemanfaatan yang ada dalam kawasan dan sesuai dengan tujuan KKLD.
Zona pemanfaatan diperuntukkan bagi: (a) perlindungan habitat dan populasi
ikan, (b) pariwisata dan rekreasi, (c) penelitian dan pengembangan, dan (d)
pendidikan
9
4. Zona lainnya merupakan zona diluar zona inti, zona perikanan berkelanjutan,
dan zona pemanfaatan yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai
zona tertentu antara lain: zona perlindungan, zona rehabilitas dan
sebagainya.
= + × + ( × )
Keterangan :
Cost : Nilai cost (biaya) yang terpilih di planing unit yang dapat diukur i = 1,2,…,n; n
adalah banyaknya satuan perencanaan.
11
BLM : Boundary lenght modifier, adalah kontrol penting dari batas relatif cost terpilih di
planing unit. BLM bernilai 0 maka boundary lenght tidak dimasukkan dalam
fungsi obyektif.
Boundary : Batas dari area terpilih/perimeter ke-i
SPF : Species penalty factor, yaitu faktor yang mengontrol besarnya nilai penalty ke-i
apabila target tiap spesies tidak terpenuhi
Penalty : Nilai yang ditambahkan dalam fungsi obyektfi untuk setiap target tidak terpenuhi
pada setiap perencanaan ke-i, penalti ini opsional, dapat tidak dimasukkan dalam
fungsi obyektif
a. b.
c. d.
Gambar 2. Grid unit perencanaan dalam Marxan. (a) bentuk segitiga, (b) bentuk
persegi, (c) bentuk hexagon, (d) bentuk octagons
(Sumber : Loos 2006)
Penentuan nilai BLM ini akan bervariasi dari suatu daerah dengan daerah lain.
Nilai BLM dipilih berdasarkan bentang alam dari daerah penelitian, serta tujuan dari
13
analisis yang dilakukan (Possingham et al. 2000). Dengan kata lain tidak ada
parameter yang menentukan nilai BLM, nilai ini ditentukan berdasarkan eksperimen
dan memperhatikan bentang alam hasil dari Marxan untuk menemukan desain yang
diharapkan sehingga memberikan keleluasaan pada perencana kawasan konservasi
dalam menentukan hasil terbaik untuk kegiatan pengambilan keputusan.
Hasil terbaik dalam menentukan solusi kawasan konservasi adalah desain yang
terfokus dan mengumpul, karena desain tersebut lebih efeketif, dapat memudahkan
pengelolaan dan juga memudahkan untuk di aplikasikan di lapang dibandingkan
dengan desain solusi yang menyebar. Menurut Diamond (1975) atas dasar teori
biogeografi pulau, ada 7 prinsip desain yang sangat efektif dalam perencanaan
perlindungan, antara lain sebagai berikut
berbagai faktor, baik ekologi maupun sosial dapat menjadi input dalam
perhitungan.
4. Bisa mengadopsi penataan zonasi menurut PP No. 60 tahun 2007 dan
Permen No. 17 tahun 2008.
Sebagai software buatan manusia, marxan masih terdapat kekurangan, yaitu
Marxan belum bisa menjelaskan secara rinci tentang konektivitas secara ekologi,
karena marxan mengidentifikasi wilayah hanya berdasarkan biaya terendah. Untuk
mengatasi hal tersebut, ada beberapa cara yang bisa dilakukan (Smith et al. 2009)
yaitu meningkatkan nilai BLM secara bertahap sampai daerah yang terpilih cukup
untuk menjamin tingkat konektivitas yang tinggi, menambah zona inti diantara zona
sebelumnya, membagi wilayah perencanaan terhadap target yang ditetapkan untuk
mewakili setiap spesies. Sebagai referensi untuk meningkatkan tingkat konektifitas
yang tinggi, tingkat konektivitas dapat dinilai dengan menggunakan model biofisik
yang mampu memperkirakan lintasan larva dari daerah pemijahan ke daerah
pembesaran bagi beberapa spesies yang termasuk sebagai target fitur konservasi
(Van der Molen et al. 2007). Menurut Palumbi (2004) bahwa konektivitas dapat
dilihat dengan mengetahui jarak lintasan yang dapat dilalui oleh telur dan larva ikan,
serta daerah jelajah biota tersebut (Tabel 1).
tepi yang rendah (Gaselbarcht et al. 2005). Artinya satu heksagonal dapat mewakili
daerah terdekat dari setiap sisi-sisi daerah sekelilingnya. Bantuk heksagonal juga
memiliki keluaran yang lebih halus dibandingkan dengan satuan unit perencanaan
lainnya (Miller et al. 1993 in Loss 2006).
= + × + ( × )
Keterangan :
Cost : Nilai cost (biaya) yang terpilih di planing unit yang dapat diukur i = 1,2,…,n; n
adalah banyaknya satuan perencanaan.
BLM : Boundary lenght modifier, adalah kontrol penting dari batas relatif cost terpilih di
planing unit. BLM bernilai 0 maka boundary lenght tidak dimasukkan dalam
fungsi obyektif.
Boundary : Batas dari area terpilih/perimeter ke-i
22
SPF : Species penalty factor, yaitu faktor yang mengontrol besarnya nilai penalty ke-i
apabila target tiap spesies tidak terpenuhi
Penalty : Nilai yang ditambahkan dalam fungsi obyektfi untuk setiap target tidak terpenuhi
pada setiap perencanaan ke-i, penalti ini opsional, dapat tidak dimasukkan dalam
fungsi obyektif
Ada 2 macam metode dalam penentuan skor nilai faktor denda (SPF) untuk
fitur konservasi, antara lain adalah penentuan faktor denda dengan peningkatan nilai
tiap fitur secara linier dan penentuan faktor denda dengan peningkatan nilai fitur
secara logaritma. Pada penelitan ini nilai faktor denda tiap fitur konservasi
menggunakan peningkatan nilai secara logaritma dengan tujuan semakin penting
fitur konservasi tersebut, semakin tinggi nilai faktor dendanya sehingga tujuan untuk
perlindungan fitur akan tercapai, karena fitur konservasi yang penting mempunyai
nilai lebih tinggi dengan jarak yang berkali lipat lebih jauh dari faktor denda fitur
konservasi lainnya.
24
maka heksagonal tersebut beratribut present. Jika present maka atributnya sama
dengan 1, jika absent atributnya menjadi 0.
Data konservasi yang sudah dimasukkan disebut data habitat (habitat.shp) dan
data fitur biaya disebut data biaya (cost.shp). Selengkapnya alur file tabuler untuk
input marxan dengan ArcView dan CLUZ ditampilkan dalam Gambar 7.
Gambar 7. Alur tabuler untuk input Marxan dengan ArcView dan CLUZ
Secara umum proses penyampaian data untuk marxan terfokus pada 3 buah
shapefile yaitu planing units (Pu.shp), abundance (habitat.shp), dan cost (cost.shp).
file tersebut dihasilkan setelah proses pembuatan heksagonal lengkap dengan proses
cropping pada peta daerah yang akan dikaji (AOI). file planing units (Pu.shp),
Abundance (Habitat.shp), dan cost (cost.shp) adalah shapefile heksagon dengan
wujud serupa namun berbeda fungsi dan isi tabelnya.
Pengelolaan 3 buah shapfile dilakukan dengan bantuan CLUZ akan
menghasilkan 4 buah tabular yaitu Abundance.dat, Target.dat, Unit.dat dan
Bound.dat yang menjadi input Marxan. CLUZ merupakan singkatan dari
Conservation Land Using Zoning adalah tools yang digunakan sebagai extensi
ArcView Gis 3.x untuk menyiapkan data yang akan digunakan sebagai input
marxan.
26
file output1_ssoln kedalam empat kelas dengan interval yang sama. Dalam file ini
berisi frekuensi suatu daerah akan terpilih menjadi kawasan konservasi berdasarkan
100 kali ulangan. Nilai frekuensi tersebut 51-74 sebagai zona pemanfaatan, 26-50
sebagai zona perikanan berkelanjutan dan 0-25 sebagai zona lainnya.
3.5.6. Konektivitas
Karena Marxan belum bisa menjelaskan secara rinci tentang konektivitas
secara ekologi, desain kawasan konservasi disesuaikan dengan model biofisik
pergerakan ikan oleh Palumbi (2004), yaitu untuk larva 10-100 km. Untuk
menjamin tingkat konektivitasnya, nilai BLM ditingkatkan secara bertahap sampai
daerah yang terpilih menghasilkan desain dengan tingkat konektivitas yang sesuai,
selain itu, peningkatan konektivitas bisa dengan cara menambah zona inti diantara
zona sebelumnya, membagi wilayah perencanaan terhadap target yang ditetapkan
untuk mewakili setiap spesies. Konektivitas sangat penting untuk desain efektif
suatu perencanaan, karena menurut Palumbi, (2004) bahwa konektivitas tersebut
menggambarkan jarak lintasan yang dapat dilalui oleh telur dan larva ikan, serta
daerah jelajah biota tersebut, karena hal itu akan mempengaruhi pencapaian target
fitur konservasi (Van der Molen et al. 2007).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
arah barat. Pada umumnya arus pantai di Teluk Palabuhanratu memperlihatkan pola
pergerakan arus Barat Daya – Timur Laut dengan rata-rata 0,4 m/det (BLH
Sukabumi 2003). Pasang surut terendah adalah 90 cm dan tertinggi mencapai
tertinggi mencapai 249 cm dengan tunggangan airnya adalah 159 (BLH Kabupaten
Sukabumi 2003). Tinggi gelombang berkisar antara 15 – 65 cm pada jarak 70 – 500
meter dari garis pantai. Selanjutnya dikatakan bahwa perairan Teluk Palabuhanratu
mempunyai suhu permukaan laut pada musim barat berkisar 29-30oC dan pada
musim timur 26-27oC.
Salinitas di perairan Teluk Palabuhanratu dipengaruhi oleh keadaan musim
dengan faktor utama adanya masukan massa air sungai yang bermuara. Transpor
massa air sungai yang terutama pada musim barat mengakibatkan turunnya salinitas
perairan pantai Teluk Palabuhanratu. Namun demikian di perairan teluk bagian
tengah nilai perbedaan salinitas permukaan laut pada musim timur dan musim barat
relatif kecil. Hasil pengukuran memperlihatkan nilai salinitas rata pada periode
Agustus Oktober dan Mei-Juli masing-masing sebesar 32.96‰ dan 32.33‰
(Pariwono et al. 1988).
Daerah pesisir Teluk Palabuhanratu merupakan lokasi yang sangat potensial,
terlihat dari aktivitas yang ada, kegiatan di Teluk Palabuhanratu pada umumnya
merupakan Pariwisata dan nelayan. Aktivitas lain yang ditemukan ada pada Teluk
Palabuhanratu ini yaitu PLTU dan Studi Lapang Kelautan (SLK). Sepanjang pesisir,
banyak ditemukan Hotel dan kawasan wisata. Adanya Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) menjadikan kegiatan perikanan berpusat dan berlabuh di lokasi ini.
Kegiatan tahunan yang terkenal di Teluk Palabuhanratu ini adalah acara
nyalawean yang dilakukan pada waktu bulan tertentu setiap tanggal 25 Hijriah
khususnya bulan Maulud. Nyalawean merupakan tradisi masyarakat di Teluk
Palabuhanratu yaitu aktivitas penangkapan “impun” dengan menggunakan sirib.
Impun merupakan larva-larva ikan yang tertangkap. Saat musimnya, kelimpahan
impun yang tertangkap sangat melimpah. Impun biasanya dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar sebagai sumber pangan atau dijual di TPI. Penangkapan impun
ini dilakukan secara besar-besaran, hal ini terlihat dari semakin banyaknya kapasitas
nelayan yang menangkap. Tidak hanya profesi sebagai nelayan saja yang
32
menangkap, penangkap impun juga berasal dari berbagai daerah. Harganya yang
mahal dan kondisinya yang dianggap masih berlimpah, penangkapan impun menjadi
pemanfaatan yang dilakukan secara besar-besaran tanpa memperhatikan
keberlanjutannya.
95%
sumbedaya larva, diantaranya adalah feeding ground (tempat mencari makan) dan
nursery ground (tempat asuhan).
a. Anguilla
Anguilla merupakan jenis ikan sidat yang sudah terancam keberadaan di alam,
ikan ini merupakan ikan ekonomis penting karena tingkat selera terhadap ikan ini
sangat tinggi terutama negara Jepang yang sering menjadi tujuan eskpor ikan ini
untuk makanan olahan unagi. Ikan ini telah dibudidayakan, namun budidaya hanya
bersifat pembesaran saja. Ikan sidat merupakan hewan katadromus yaitu ikan yang
membesar (tumbuh) di perairan tawar dan akan beruaya menuju ke laut dalam
(kedalaman 400 m) ketika akan memijah dan kemudian telurnya menetas di laut
kemudian larvanya terbawa arus menuju pantai dan selanjutnya beruaya menuju
pantai kemudian benih ikan sidat masuk ke sungai-sungai dan membesar hingga
dewasa. Setelah ikan sidat mendekati dewasa akan beruaya kembali menuju laut
untuk memijah (Sasono 2001). Hal ini yang menjadikan ikan sidat sulit untuk
dibudidaya secara keseluruhan, sehingga untuk memenuhi permintaan konsumen
akan ikan ini, perlu adanya penangkapan benih yang ada di alam, karena tingginya
permintaan akan ikan sidat, penangkapan ikan ini di alam menjadi tidak terkendali,
sehingga kondisi ini mengancam kelestarian yang berujung terhadap punahnya ikan
sidat di alam, oleh karena itu ikan sidat menjadi dasar pertimbangan untuk
konservasi yang bertujuan agar dapat menjaga kelestarian dari ikan sidat ini.
Berdasarkan obyektivitas Penulis, ikan ini mempunyai nilai denda (SPF) sebesar 23
yang merupakan nilai denda terbesar diantara fitur konservasi yang lain. Berikut
merupakan peta sebaran letak ikan Anguilla berdasarkan hasil penelitian dari (Said
2011) dan (Anwar 2008) (Gambar 10).
b. Congridae
Congridae merupakan family ikan sidat yang statusnya juga terancam
kelestariannya, seperti halnya ikan sidat jenis Anguilla, ikan sidat family Congridae
juga merupakan hewan katadromus yang menjadikan ikan ini masih belum bisa
35
c. Trichiuridae
Trichiuridae merupakan family dari ikan layur. Berdasrkan data sekunder
penelitian dari Furry (2011) dan Rifai (2011), biologi reproduksi ikan layur
mencakup dua famili yaitu Trichiuridae dan Gempylidae, dan jenis yang ditemukan
di lokasi penelitian adalah Lepturacanthus dan Gempylus. Populasi ikan layur
banyak tertangkap pada perairan pantai yang dangkal di sekitar muara sungai
(Badrudin dan Wudianto 2004 in Sharif 2009). Berdasarkan data statistik PPN
Palabuhanratu, ikan layur mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, terbukti dari ikan
layur yang tertangkap di Teluk Palabuhanratu biasa diekspor ke luar negri untuk
memenuhi kebutuhan dari konsumen. Salah satu jenis yang diekspor adalah dari
jenis Lepturacanthus savala. Karena tingginya akan permintraan ikan layur, ikan ini
ditangkap dengan berbagai macam upaya, yaitu dengan menggunakan payang,
gillnet, bagan, pancing (pancing ulur dan rawai), dan pure seine. Alat tangkap
dominan yang digunakan dalam menangkap ikan layur di Teluk Palabuhanratu
adalah pancing ulur (Anita 2003 in Sharif 2009). Usaha penangkapan yang
berlebihan akan berdampak buruk terhadap kelestarian dari ikan layur ini, oleh
karena itu, ikan layur ini menjadi ikan yang masuk sebagai kategori fitur konservasi
dengan nilai denda (SPF) sebesar 11. Berikut merupakan peta sebaran letak
37
ikan family Trichiuridae berdasarkan hasil penelitian dari (Said 2011) dan (Anwar
2008) (Gambar 12).
d. Gobiidae
Ikan family Gobiidae merupakan ikan yang sering disebut ikan impun/menga.
Secara umum family Gobiidae ditemukan pada daerah muara sungai sebagai
habitatnya. Hal ini menunjukkan bahwa anggota family tersebut mempunyai
karakteristik untuk beradaptasi dengan kondisi habitat yang ada, diantaranya adalah
karena tubuhnya dilengkapi dengan cakram pelekat yang termodifikasi dari sirip
perut yang menyatu. Organ ini sangat berperan dalam adaptasinya terhadap arus
yang kuat dengan cara menempelkan tubuhnya ke dasar perairan yang berbatu
(Furry 2011). Sebagian besar ikan dari family Gobiidae terdiri dari jenis
Sicyopterus sp yang merupakan jenis ikan divisi peripheral, yaitu suku-suku yang
anggotanya mempunyai toleransi yang tinggi terhadap salinitas.
Ikan family Gobiidae memiliki sifat migrasi yang berbeda-beda. Ikan
Gobiidae yang tertangkap kemungkinan bersifat amphidromus atau marine migrant.
Pada kelompok amphidromus, ikan melakukan pemijahan di sungai dan melakukan
penetasan di laut, setelah itu, saat juvenil akan kembali lagi ke sungai dan saat
dewasa akan kembali lagi ke sungai. Ketika ikan family Gobiidae yang berfase
juvenil ditemukan, maka diduga bahwa ikan tersebut tersebut sedang melakukan
migrasi ke sungai untuk pembesaran dan pencarian makan. Dugaan kedua adalah
marine migrant. Pada kelompok ini, spesies tersebut memiliki kisaran salinitas yang
luas (euryhaline) yang melakukan pemijahan di laut dan menggunakan daerah
estuari untuk pembesaran juvenil dan dewasa. Saat tertangkap spesies diduga sedang
mencarian makan di muara sebagai feeding ground dan nursery ground. Menurut
Sanches-Velasco et al. (1996) in Nursid (2002) kelompok larva tersebut dalam
hidupnya sangat tergantung pada estuaria. Jenkins dan Boseto (2007) menjelaskan
larva Sicyopterus sp. termasuk jenis ruaya amphidromus yaitu melakukan pemijahan
di sungai dan saat penetasan akan menuju ke laut. Saat ikan pada fase postlarva dan
juvenil, spesies tersebut kembali lagi ke muara sungai untuk mencari makan dan
pembesaran, dan pada saat dewasa spesies tersebut kembali lagi ke laut. Berdarkan
Gambar 12. Sebaran fitur konservasi Trichiuridae di Teluk Palabuhanratu
39
40
penelitan Furry (2011) jenis ikan ini memiliki nilai kepadatan terbesar dibandingkan
dengan nilai kepadatan populasi dari jenis larva dan juvenile lain yang ditemukan di
Teluk Palabuhanratu, walaupun demkian, ikan ini dinilai penting untuk
dikonservasi agar ikan ini tetap lestari keberadaannya, mengingat karakteristik ikan
ini yang masih sangat tergantung terhadap alam, sehingga dinilai sangat rentan
punah apabila tidak ada pembatasan aktivitas penangkapan. Oleh karena itu, ikan
family Gobiidae ini masuk sebagai kategori fitur konservasi dengan nilai denda
(SPF) sebesar 9. Berikut merupakan peta sebaran letak ikan family Gobiidae
berdasarkan hasil penelitian dari (Said 2011) dan (Anwar 2008) (Gambar 13).
e. Nursery Ground
Nursery Ground merupakan daerah asuhan ikan. Daerah ini merupakan daerah
yang penting terhadap kelangsungan hidup ikan, mengingat beberapa jenis
sumberdaya larva memiliki karakteristik sebagai katadromus, maupun
amphidromus/marine migrant. Katadromus yaitu ikan yang membesar (tumbuh) di
perairan tawar dan akan beruaya menuju ke laut dalam (kedalaman 400 m) ketika
akan memijah dan kemudian telurnya menetas di laut kemudian larvanya terbawa
arus menuju pantai dan selanjutnya beruaya menuju pantai kemudian benih masuk
ke sungai-sungai dan membesar hingga dewasa, setelah mendekati dewasa, akan
beruaya kembali menuju laut untuk memijah, salah satu contoh jenis ikan ini adalah
ikan sidat (Sasono 2001). Sedangkan amphidromus, ikan melakukan pemijahan di
sungai dan melakukan penetasan di laut, setelah itu, saat juvenil akan kembali lagi
ke sungai dan saat dewasa akan kembali lagi ke laut. Muara sungai sendiri
merupakan tempat pertemuan antara air tawar dan air laut atau transisi antara habitat
perairan tawar dan habitat laut, kondisi ini sering disebut sebagai estuari. Habitat
estuari relatif lebih subur (produktif) sehingga habitat ini menjadi daerah asuhan
(nursery ground) yang baik bagi larva udang, ikan dan kerang, bahkan ada jenis-
jenis ikan yang menjadikan estuari sebagai habitat sepanjang hidupnya. Salah satu
estuari adalah muara sungai yang selalu dipengaruhi oleh pasang surut. Adanya
pasang surut ini akan mempengaruhi bentuk kehidupan biota di daerah tersebut.
Biota yang hidup di daerah ini adalah biota yang mempunyai toleransi yang tinggi
41
terhadap perubahan lingkungan, yang ditandai dengan jumlah jenis sedikit dan
potensi yang tinggi.
Muara sungai adalah daerah yang sangat subur karena mengandung sejumlah
besar zat-zat hara yang berasal dari darat. Kehidupan ini dapat mendukung biota-
biota seperti ikan, udang dan beberapa jenis karang. Kesuburan muara sungai dapat
mengalami penurunan karena daerah ini mudah dicemari aktivitas daratan, sperti
limbah, baik limbah industri maupun limbah rumah tangga. Penurunan kesuburan ini
dapat mengakibatkan berkurangnya produksi perikanan. Oleh karena itu, nursery
ground dinilai sangat penting untuk mempengaruhi pertimbangan konservasi, yaitu
dengan melibatkan nursery gorund sebagai kategori fitur konservasi dengan nilai
denda (SPF) sebesar 3. Nursery ground yang ditetapkan terletak di tiap muara
sungai dari muara Sungai Cimandiri hingga muara Sungai Citiis. Berikut merupakan
peta nursery ground (gambar 14).
f. Feeding Ground
Feeding ground merupakan tempat larva mencari makan, secara naluri, ikan
mempunyai insting untuk berpindah tempat ke lokasi yang produktifitas primernya
lebih tinggi untuk proses keberlanjutan hidup ikan tersebut, salah satu indikasi
tingginya produktivitas perairan adalah keberadaan fitoplankton yang bisa
ditentukan dengan klorofil. Mesikipun tidak ada batasan pasti dalam penentuan
feeding ground ini, batas penentuan wilayah ini menggunakan hubungan parameter
fisik perairan di Teluk Palabuhanratu yang ada kaitannya dengan klorofil sebagai
penentu keseburan. Beberapa parameter fisika-kimia yang mengontrol dan
mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah suhu, cahaya, arus dan nutrient (terutama
nitrat, fosfat, dan silikat) (Nybakken 1992). Pigmen-pigmen lainnya pada tumbuhan
laut digunakan oleh klorofil untuk membantu mengabsorbsi cahaya yang tidak
tertangkap secara maksimal oleh klorofil Pada tingkat intensitas cahaya yang
sedang, laju fotosintesis fitoplankton merupakan fungsi linier dari intensitas cahaya,
namun di dalam kolom air dekat permukaan air di mana intensitas cahaya tinggi,
43
Gambar 15. Gambar hubungan klorofil pada permukaan dan kedalam yang berbeda
(Sumber : Nybakken 1992)
nutrient dari muara sungai dan pesisir menjadikan produktivitas primer di tepi lebih
tinggi daripada di tengah. Berikut merupakan peta sebaran feeding ground di Teluk
Palabuhanratu (Gambar 16).
4.2.3. BLM
Boundary Length Modifier (BLM) merupakan pengaturan dalam Marxan untuk
membuat batasan perimeter untuk kawasan konservasi. Efek dari pengaturan BLM
dapat terlihat dari fitur yang muncul dalam solusi setelah menjalankan Marxan.
Salah satu file output marxan yaitu output_sum yang memuat data tentang cost,
planing units (luas area) dan boundary lenght (panjang batas tepi). Berikut
merupakan rata-rata dari 21 hasil output marxan yang dicobakan dengan kisaran
BLM dari 10 hingga 10.000 (Lampiran 2).
47
23500 23318
23000
22500
21894 21883
22000 21763
Luas (km2)
21433 21503
21500
21090
21000
20500
20000
19500
10 100 250 500 1000 5000 10000
BLM
Berdasarkan grafik pada Gambar 18, terlihat bahwa terdapat peningkatan luas
seiring meningkatnya nilai BLM, namun pada nilai BLM 1000 menjadi puncak
peningkatan, setelah itu terlihat kembali penurunan luas pada nilai BLM selanjutnya.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai pada BLM 1000 merupakan solusi yang
mempunyai luas yang paling besar diantara BLM yang lain.
160000 150403
140000
120000
Panjang Batas (km)
100000 87959
80000
60000 46843
35323 31270
40000 27160 27067
20000
0
10 100 250 500 1000 5000 10000
BLM
perbandingan panjang batas, nilai BLM 1000 merupakan nilai dengan panjang batas
yang rendah, disamping itu, dengan memperhatikan prinsip desain kawasan
perlindungan yang efektif, BLM 1000 merupakan desain yang lebih efektif, karena
BLM ini menghasilkan solusi yang luas dengan panjang batas yang kecil (Lampiran
4). Penentuan BLM optimal ini ditentukan untuk meningkatkan efektifitas
perlindungan kawasan, karena kawasan perlindungan akan tidak efektif jika
kawasan dengan panjang batas yang tinggi, sebab kawasan dengan panjang batas
yang tinggi akan menghasilkan solusi yang menyebar pada seluruh bagian kawasan,
hal ini menjadi tidak efisien keadaanya, karena semakin panjang batas kawasan,
semakin besar biaya yang diperlukan bagi pengelolaan, hal ini juga akan berdampak
terhadap penutupan peluang bagi kegiatan lain yang bermanfaat.
Skenario 1
Skenario 1 terdiri dari fitur konservasi dan fitur biaya, fitur konservasi antara
lain adalah Anguilla dengan target 10%, Congridae dengan target 10%, Gobiidae
dengan target 10%, Trichiuridae dengan target 10%, nursery ground dengan target
10%, feeding ground tepi dengan target 8% dan feeding ground tengah dengan
target 4%. Sedangkan fitur biaya tersebut antara lain adalah PLTU dengan nilai 17,
PPN dengan nilai 9, Wisata dan Hotel dengan nilai 3, Jalur Kapal dengan nilai 5 dan
Fishing Ground dengan nilai 1.
51
Skenario 2
Skenario 2 terdiri dari fitur konservasi dan fitur biaya, fitur konservasi antara
lain adalah Anguilla dengan target 20%, Congridae dengan target 20%, Gobiidae
dengan target 13%, Trichiuridae dengan target 20%, nursery ground dengan target
20%, feeding ground tepi dengan target 10% dan feeding ground tengah dengan
target 7%. Sedangkan fitur biayanya antara lain adalah PLTU dengan nilai 17, PPN
dengan nilai 9, Wisata dan Hotel dengan nilai 3, Jalur Kapal dengan nilai 5 dan
Fishing Ground dengan nilai 1.
Berdasrkan hasil dari skenario 2 (gambar 21), terlihat bahwa rekomendasi
zona konservasi terpilih di satu lokasi terkumpul yang berada memanjang diantara
muara Sungai Citepus hingga muara Sungai Citiis dengan perbandingan luas sebesar
7% dari luas total perairan Teluk Palabuhanratu. Luas rekomendasi zona konservasi
yang dihasilkan sebesar 29.238 km2 dari total luas kajian perairan di Teluk
Palabuhanratu yang sebesar 417.092 km2. Hasil evaluasi (target met) yang diperoleh
dari proses marxan terpenuhi, yang artinya target fitur konservasi yang telah
ditentukan pada skenario ini sudah tercapai untuk dilindungi (Lampiran 5). Warna
merah yang semakin pekat di zona rekomendasi kawasan konservasi menunjukkan
kawasan tersebut direkomendasikan sebagai zona inti, karena kawasan tersebut
mempunyai frekuensi sering terpilih dibandingkan planing unit yang lain.
52
Skenario 3
Skenario 3 terdiri dari fitur konservasi dan fitur biaya. Fitur konservasi antara
lain adalah Anguilla dengan target 40%, Congridae dengan target 40%, Gobiidae
dengan target 25%, Trichiuridae dengan target 40%, nursery ground dengan target
40%, feeding ground tepi dengan target 20% dan feeding ground tengah dengan
target 13%. Sedangkan fitur biayanya antara lain adalah PLTU dengan nilai 17, PPN
dengan nilai 9, Wisata dan Hotel dengan nilai 3, Jalur Kapal dengan nilai 5 dan
Fishing Ground dengan nilai 1.
Berdasrkan hasil dari skenario 3 (gambar 22), terlihat bahwa rekomendasi
zona konservasi terpilih di satu lokasi mengumpul yang berada memanjang diantara
muara Sungai Citepus hingga muara Sungai Citiis dengan perbandingan luas sebesar
7% dari luas total. Luas rekomendasi zona konservasi sebesar 29.914 km2 dari total
luas kajian perairan di Teluk Palabuhanratu yang sebesar 417.092 km2. Hasil
evaluasi (target met) yang diperoleh dari proses marxan terpenuhi, yang artinya
target fitur konservasi yang telah ditentukan pada skenario ini sudah tercapai untuk
dilindungi (Lampiran 5). Warna merah yang semakin pekat pada zona rekomendasi
kawasan konservasi menunjukkan kawasan yang direkomendasikan sebagai zona
inti, karena mempunyai frekuensi terpilih lebih banyak daripada yang lain.
4.3. Pembahasan
Status perairan di pesisir Teluk Palabuhanratu masih merupakan kawasan yang
bisa dimanfaatkan (dapat diambil biotanya). Namun, berbeda jika pemanfaatan
tersebut dilakukan terus menerus tanpa memperhatikan kelestarian yang akan
mengancam keberadaan sumberdaya tersebut. kondisi ini akan berdampak buruk
terhadap stok dan kelestarian sumberdaya ikan di Palabuhanratu, oleh karena itu
perlu adanya pembatasan wilayah larang ambil (kawasan konservasi) yang berguna
sebagai cadangan sumberdaya perairan agar sumberdaya perairan di Teluk
Palabuhanratu dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
55
35000
29237 29914
30000
25000
Luas (km2)
20000 skenario 1
skenario 2
15000
10801 skenario 3
10000
5000
0
skenario
lokasi yang sudah termanfaatkan akan berpotensi adanya bentrok antara upaya
perlindungan dan pemanfaatan. Hal ini terlihat dari persepsi masyarakat yang minim
akan pengtahuan tentang kawasan konservasi tersebut, sehingga hal ini akan
mempengaruhi efektifitas pengelolaan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari ketiga rancangan tiap skenario, variabel yang
digunakan dalam menentukan kawasan konservasi antara lain adalah sumberdaya
larva yaitu larva Anguilla, Congridae, Trichiuridae, Gobiidae, serta habitat berupa
feeding ground dan nursery ground. Berdasarkan variabel yang dipilih, dihasilkan tiga
rancangan dari hasil tiga skenario. Dari Ketiga rancangan kawasan konservasi yang
dihasilkan terlihat adanya kecenderungan bahwa muara Sungai Citepus selalu
terpilih pada setiap rancangan. Hal ini membuktikan bahwa lokasi muara Sungai
Citepus merupakan daerah yang perlu dikonservasi.
6.2. Saran
1. Perlu adanya penelitian lanjutan di lokasi Teluk Palabuhanratu dengan fitur
konservasi selain sumberdaya larva, sehingga sumberdaya lain yang berkaitan
akan ikut terlindungi.
2. Perlu adanya sosialisasi tentang pengetahuan konservasi ke semua pihak agar
dapat mempertimbangkan zonasi hasil penelitian ini dalam pengelolaan
kawasan konservasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati DVS. 2008. Studi biologi reproduksi ikan layur (super famili
trichiuroidea) di Perairan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
[skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Intitut Pertanian Bogor.
Anwar N. 2008. Karakteristik fisika kimia perairan dan kaitannya dengan distribusi
serta kelimpahan larva ikan di Teluk Palabuhanratu [Tesis]. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Ball IR dan Possingham HP. 2000. MARXAN (V1.8.2) : Marine Reserve Design
Using Spatially Explicit Annealing, a Manual book. Australia
Ball IR dan Possingham HP. 2001. The design of marine protected areas: adapting
terrestrial techniques. Proceedings from the international congress on
modelling and simulation. 2: 769-774.
Ball IR dan Possingham HP. 2004. Marxan-A Resesrve System Tool [tehubung
berkala]. http://ecology.uq.edu.aumarxan.htm[24 Maret 2011]
Done TJ dan RE Reichelt. 1998. Integrated coastal zone dan fisheries ecosystem
management: generic goals dan performance indices. Ecological Applications
8 (Supplement): S110-118.
Diamond JM. 1975. The island dilemma: Lessons of modern biogeographic studies
for the design of nature reserve. Biol. Conserv. 7: 127-145.
61
Furry NR. 2011. Jenis, Kelimpahan, dan Distribusi Larva dan Juvenil Ikan di Muara
Sungai Cimaja dan Citiis, Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa
Barat [skripsi]. Bogor : Menejemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor
Hartami P. 2008. Analisis Wilayah Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Untuk Kawasan
Budidaya Perikanan Sistem Keramba Jaring Apung [tesis]. Sekolah Pasca
Sarjana Ipb.
Ila L. 2010. Kajian Kawasan Konservasi Laut Batuaga Siompu, Liwutongkidi, dan
Kadatua (Basilika) Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara dengan aplikasi
marxan [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Loos SA. 2006. Exploration of MARXAN for Utility in Marin Protected Area
Zoning. Thesis Master Degree. Departement of geography. University of
Victoria
Meerman CJ. 2005. Protected Areas System Assessment and Analysis : Marxan
Analysis.p12.
Nursid M. 2002. Distribusi dan kelimpahan larva ikan di estuary Segara Anakan,
Cilacap Jawa Tengah [tesis]. Program Pascasarjana Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor.
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh
H. M. Eidman, Koesoebiano, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S.Subarjo. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Olii AH. 2003. Kajian faktor fisik yang mempengaruhi distribusi ichthyoplankton
(awal aur hidup ikan). Jurnal. Pengantar Falsafah Sains. Program
Pascasarjana/ S3, Institut Pertanian Bogor.
Palumbi SR. 2004. Marine Reserves and Ocean Neighborhoods: The Spatial Scale
Of Marine Populations And Their Management. Annu. Rev. Environ. Resour.
29:31-68
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 17 Tahun 2008 Tentang Kawasan
Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan
dan Perikanan. Jakarta
Rifai S. 2011 . Jenis, Kelimpahan, dan Distribusi Larva dan Juvenil Ikan Di Muara
Sungai Citepus dan Sukawayana, Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi,
Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Menejemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor
Said PM. 2011. Ekologi-Ekonomi Sumberdaya Larva dan Juvenil Ikan di Teluk
Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor :
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan,
Institut Pertanian Bogor
63
Salm RV. 1984. Marine and Coastal Protected Area : a guide for planners and
managers. Gland, Switzerland and Cambridge, UK:IUCN
Sasono AD. 2001. Kebiasaan Makan Ikan Sidat (Anguilla Bicolor) di Desa Citepus
Kecamatan Pelabuhan Ratu dan Desa Cimaja, Kecamatan Cisolok, Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor
Sharif A. 2009. Studi Dinamika Stok Ikan Layur (Lepturacanthus savala) di Teluk
Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat [Skripsi].
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Smith B. 2005. A Tutorial for using conservation land-use zoning software (version
1.6)[terhubung berkala]. http://www.kent.ac.uk/anthropology/dice/cluz
tut.pdf[20 Juni 2011]
Smith RJ, Eastwood PD, Ota Y, and Coastal Protected Area : A Guide for Planner
and Managers. Gland, Switzerland and Cambridge, UK:IUCN
Steward RR, Possingham HP. 2005. Efficiency, Costs, and Trade-off in Marine
Reserve System Design. Environmental Modelling and Assessment 10:203-
213.
Van der Molen J, Rogers SI, Ellis JR, Fox CJ, and McCloghrie P. 2007. Dispersal
patterns of the eggs and larvae of springspawning fish in the Irish Sea, UK.
Journal of Sea Research, 58: 318-330
LAMPIRAN
65
KUESIONER
Hari/Tanggal wawancara :
..............................................................................................................................
Nama Nelayan :
...............................................................................................................................
Usia : ............. Pendidikan : (SD / SMP / SMA / S1 / dll )*
Alamat / asal tempat tinggal :.........................................................................................
Jenis nelayan : musiman, sambilan, penuh, *
Jenis Alat Tangkap: .........................................................................................................
Spesifikasi: ......................................................................................................................
Lokasi daerah Penangkapan:
Waktu penangkapan : (malam / siang) ; (tiap hari / mingguan / bulanan / temporal lain) *
Keterangan waktu penangkapan : ..................................................................................
Sebaran frekuensi lama impun : ........................................................................
Biaya Penangkapan: .......................................................................................................
Berat hasil tangkapan sekali tangkap: .............................................................................
Berat hasil tangkapan per bulan : ...................................................................................
Jenis larva ikan yg paling banyak ditangkap : .................................................................
Panjang batas
skenario BLM score harga (cost) Luas (km2)
(km)
10 112095890 103000000 9095,89 10623,94
100 168012100 103000000 6501,21 9702,444
250 187837500 103170000 3386,7 10498,54
skenario 1 500 213767500 103780000 2199,75 10387,64
1000 287405000 108730000 1786,75 10801,64
5000 908605000 124300000 1568,61 10507,94
10000 1663050000 128560000 1534,49 10507,94
10 271119610 253120000 17999,61 26062,33
100 353513400 253600000 9991,34 27473,66
250 387834250 254060000 5350,97 27135,7
skenario 2 500 465556000 255950000 4192,12 26860,17
1000 646361000 266780000 3795,81 29237,63
5000 1954240000 312700000 3283,08 27581,78
10000 3614990000 326460000 3288,53 27471,03
10 271225530 253200000 18025,53 26582,88
100 352432500 253480000 9895,25 27124,34
250 386719750 253840000 5315,19 27655,44
skenario 3 500 466708500 256460000 4204,97 27260,07
1000 646014000 266170000 3798,44 29914,04
5000 1962475000 314290000 3296,37 27591,29
10000 3629990000 332960000 3297,03 27670,32
Lampiran 3. Data sekunder larva di perairan Teluk Palabuhanratu dalam present absent (Furry 2011, Said 2011, Rifai 2011)
koordinat
Anguilla ikan
No Lokasi Nama DD DD Congridae Gobiidae Trichiuridae
sp. lain2
(X) (Y)
1 laut Cimandiri 7,0000 106,4100 1 1 1
2 laut Cimaja 6,9641 106,4816 1 1
3 laut Citepus 6,9683 106,5100 1 1 1
4 laut Citiis 6,9547 106,4443 1 1 1
5 laut Sukawayana 6,9679 106,5005 1 1 1
6 maura sungai Cimandiri 7,0300 106,5500 1 1 1
7 maura sungai Cimaja 6,9620 106,4811 1 1
8 maura sungai Citepus 6,9657 106,5120 1 1 1
9 maura sungai Citiis 6,9531 106,4449 1 1
10 maura sungai Sukawayana 6,9640 106,5033 1 1
11 muara sungai Cikaret 6,9556 106,4539 1
12 muara sungai Cigenteng 6,9571 106,4566 1
13 muara sungai Cipawenang 6,9563 106,4628 1
14 muara sungai Cihaur 6,9614 106,4884 1
15 muara sungai muara sungai 6,9748 106,5264 1
67
Lampiran 4. Perbandingan Hasil desain marxan tiap BLM
100
68
Lampiran 4. (lanjutan)
250
500
69
Lampiran 4. (lanjutan)
1000
5000
70
Lampiran 4. (lanjutan)
10000
71
Lampiran 5. Target Konservasi Yang Tercapai
Skenario 1.
Conservation Amount Occurrence Occurrences Separation Separation Target
Feature Name Target
Feature Held Target Held Target Achieved Met
1 ANGUILLA 9100000 38000000 0 38 0 0 yes
2 CONGRIDAE 0.200000 1000000 0 1 0 0 yes
3 LAYUR 7100000 44000000 0 44 0 0 yes
4 GOBIIDAE 100200000 101000000 0 101 0 0 yes
5 NG 1000000 3000000 0 3 0 0 yes
6 FG_TEPI 57280000 65000000 0 65 0 0 yes
7 FG_TENGAH 44160000 58000000 0 58 0 0 yes
Skenario 2.
Conservation Amount Occurrence Occurrences Separation Separation Target
Feature Name Target
Feature Held Target Held Target Achieved Met
1 ANGUILLA 36.400.000 37.000.000 0 37 0 0 yes
2 CONGRIDAE 0.800000 1.000.000 0 1 0 0 yes
3 LAYUR 28.400.000 40.000.000 0 40 0 0 yes
4 GOBIIDAE 250.500.000 251.000.000 0 251 0 0 yes
5 NG 4.000.000 4.000.000 0 4 0 0 yes
6 FG_TEPI 143.200.000 145.000.000 0 145 0 0 yes
7 FG_TENGAH 143.520.000 144.000.000 0 144 0 0 yes
72
Lampiran 5. (lanjutan)
Skenario 3.
Conservation Amount Occurrence Occurrences Separation Separation Target
Feature Name Target
Feature Held Target Held Target Achieved Met
1 ANGUILLA 36400000 37000000 0 37 0 0 yes
2 CONGRIDAE 0.800000 1000000 0 1 0 0 yes
3 LAYUR 28400000 40000000 0 40 0 0 yes
4 GOBIIDAE 250500000 251000000 0 251 0 0 yes
5 NG 4000000 4000000 0 4 0 0 yes
6 FG_TEPI 143200000 145000000 0 145 0 0 yes
7 FG_TENGAH 143520000 144000000 0 144 0 0 yes
73
74
Larva Dewasa
Anguilla
Lepturacanthus (trichiuridae)
Congridae
Gobiidae