Anda di halaman 1dari 138

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISA RISIKO PROYEK PIPA BAWAH LAUT DENGAN


METODE RISK FMEA: PROYEK PIPA NATUNA BAWAH LAUT

TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Teknik Manajemen Gas

Mochamad Albareno
NPM 1406507682

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
KEKHUSUSAN MAGISTER MANAJEMEN GAS
DEPOK
JANUARI 2016
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Mochamad Albareno


NPM : 1406507682
Tanda Tangan :

Tanggal : Januari 2016

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :


Nama : Mochamad Albareno
NPM : 1406507682
Program Studi : Manajemen Gas
Judul Tesis : Analisa Risiko Proyek Pipa Bawah Laut Dengan
Metode Risk FMEA: Proyek Pipa Natuna Bawah
Laut

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister
Teknik pada Program Studi Manajemen Gas Fakultas Teknik, Universitas
Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Anondho Wijanarko M. Eng (............................... )

Pembimbing : Dr. Ir. Andy Noorsaman DEA (…........................... )

Penguji 1 : Dr. Tania Surya Utami, ST, MT (............................... )

Penguji 2 : Prof. Dr. Heri Hermansyah, ST. M.Eng (............................... )

Penguji 3 : Dr. Ir. Praswasti PDK Wulan, M.T (............................... )

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : Januari 2016

iii
KATA PENGANTAR

Segala pujian saya panjatkan kehadirat Alloh Subhanahu wa ta’ala, karena atas
pertolongan, taufik dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan seminar tesis ini.
Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Magister Teknik Program Studi Teknik Kimia Kekhususan
Manajemen Gas pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Selama penyusunan
Seminar Tesis ini, saya mendapatkan banyak bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Anondho Wijanarko M. Eng dan Dr. Ir. Andy Noorsaman DEA
sebagai dosen pembimbing Seminar dan Tesis;
2. Dr. Ir. Nelson Saksono M.T., sebagai Pembimbing Akademis atas segala
dukungannya;
3. Dr. Tania Surya Utami, ST, MT, Prof. Dr. Heri Hermansyah, ST. M.Eng dan
Dr. Ir. Praswasti PDK Wulan, M.T sebagai penguji Tesis;
4. Seluruh Sekretariat dan dosen teknik kimia dan departemen lainnya yang turut
memberikan bantuan dan saran;
5. Ibunda tercinta, Papa tersayang, Fadya dan keluarga yang telah memberikan
bantuan dukungan doa dan semangat;
6. Muhammad Zeki yang telah membantu menkonversi file tesis;
7. Intan RA, Yoga PH, Aditia Ramdhan, Alfian, Accid Kurnia, Muhammad
Khalis, Mochamad Bilal, Caesitria, Ridho CU, Gumelar TS, Sarah A, Ridwan
dan Genkli yang selalu mendukung, doa dan semangat;
8. Rekan kerja Stefanus Dharmawan, Fajar, Angga, Petrus, rekan kuliah dan
manpro lovers yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan
seminar tesis ini.
Semoga Alloh Subhanahu wa ta’ala membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah
membantu.

Jakarta, Januari 2016

Mochamad Albareno

iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Nama : Mochamad Albareno
NPM : 1406507682
Program Studi : Manajemen Gas
Departemen : Teknik Kimia
Fakultas : Teknik
Jenis karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“ANALISA RISIKO PROYEK PIPA BAWAH LAUT DENGAN


METODE RISK FMEA : PROYEK PIPA NATUNA BAWAH LAUT”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : Januari 2016
Yang menyatakan :

Mochamad Albareno

v
ABSTRAK

Nama : Mochamad Albareno


Program studi : Manajemen Gas
Judul : Analisa Risiko Proyek Pipa Bawah Laut Dengan Metode
Risk FMEA: Proyek Pipa Natuna Bawah Laut

Potensi bahaya yang terjadi selama fase FEED (Front End Engineering
Design) mengakibatkan kegagalan proyek pipa bawah laut yang diderita dari
berbagai aspek baik dari kerugian dana, lingkungan dan bencana alam. Perlu
ditentukan metode yang tepat dalam menentukan tingkat risiko dan mitigasi pada
integritas pipa sehingga meningkatkan keamanan dan mengurangi potensi risiko.
Penerapan analisa risiko metode Risk FMEA yang memperhatikan faktor deteksi
dan analisa biaya dengan Monte Carlo, dapat meningkatkan ketepatan mengambil
kebijakan risiko, optimalisasi dalam penerapan strategi inspeksi, monitor dan
evaluasi risiko. Hasil analisa risiko didapatkan 13 tindakan rekomendasi
penanggulangan potensi bahaya yang berasal dari 56 potensi risiko yang ada.
Nilai perbandingan antara biaya pemeliharaan dan penanggulangan risiko
dibandingkan dengan dampak risiko adalah 0,0986. Analisa yang dilakukan
menyatakan bahwa penerapan rekomendasi risiko tersebut dapat menghilangkan
potensi bahaya pada proyek pipa bawah laut.

Kata kunci : Analisa Risiko, proyek pipa bawah laut, metode Risk FMEA,
Analisa biaya risiko Monte Carlo

vi
ABSTRACT

Name : Mochamad Albareno


Study program : Gas Management
Title : Risk Analysis of Subsea Pipeline Using Risk FMEA
Method : Natuna Subsea Pipeline Project

Potential hazards that occured during phase FEED (Front End Engineering
Design) were resulted in the failure of subsea pipeline project and reviewed from
various aspects both from financial lost, environmental and natural disasters. The
exact method had to be determined the level of risks and mitigate the integrity of
pipeline in order to increase security and reduce potential risks. The approach of
the Risk FMEA method which consider the value of detection and analyze pusing
Monte Carlo method can improve the accuracy of risk policies, implementation of
the strategies, inspection, monitoring and evaluation of risks. This risk analysis’
results obtained 13 actions of hazard mitigation which were initally 56 potential
risks. The value comparison between the cost of maintenance and control of risk
were compared and its value was 0.0986. The implementation of risk analysis’
result can be conducted in order to eliminate the potential hazards of subsea
pipeline project.

Keywords: Risk Analysis, subsea pipeline project, Risk FMEA method,


Monte Carlo economical risk analysis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...............................v
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ....................................v
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
BAB 1 ......................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................3
1.4 Ruang Lingkup atau Batasan Masalah ......................................................3
1.5 Sistematika Penulisan ................................................................................3
BAB 2 ......................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................5
2.1 Proyek Subsea Pipeline .............................................................................5
2.1.1 Klasifikasi Pipa Bawah Laut Berdasarkan Fluida yang Dialirkan .....6
2.1.2 Klasifikasi Sistem Pipa Bawah Laut Berdasarkan Lokasi Pipa .........7
2.1.3 Klasifikasi Sistem Pipa Bawah Laut Berdasarkan Tingkat Keamanan .....7
2.2 Pembebanan Pada Pipa ..............................................................................8
2.3 Diameter Pipa dan Pemilihan Material Pipa .............................................9
2.4 Disain Tebal Dinding Pipa (Wall Thickness) ..........................................10
2.4.1 Kriteria Pressure Containment ........................................................10

viii
2.4.2 Kriteria Buckling ..............................................................................10
2.5 Kondisi Lingkungan Pipa Bawah Laut....................................................12
2.5.1 Gaya Seret Pipa (Drag Force) .........................................................13
2.5.2 Gaya Inersia .....................................................................................13
2.5.3 Gaya Angkat (Lift Force) .................................................................14
2.5.4 Gaya Gesek Tanah - Pipa .................................................................14
2.6 Metode Pemasangan Pipa Bawah Laut ...................................................14
2.6.1 Metode S-Lay ...................................................................................14
2.6.2 Metode J-Lay ...................................................................................15
2.6.3 Metode Reel-Lay..............................................................................16
2.6.4 Metode Tow or Pull .........................................................................17
2.7 Proses Instalasi Pipa Bawah Laut ............................................................18
2.8 Konsep Dasar Manajemen Risiko ...........................................................20
2.9 Elemen Utama Manajemen Risiko ..........................................................22
2.10 Proses Manajemen Risiko .......................................................................23
2.11 Proses Manajemen Risiko .......................................................................25
2.11.1 Konsekuensi / Dampak dan Kemungkinan ......................................26
2.11.2 Tipe Analisis ....................................................................................26
2.11.3 Evaluasi Risiko ................................................................................28
2.11.4 Pengendalian Risiko .........................................................................28
2.12 Penilaian Alternatif-Alternatif Pengendalian Risiko ...............................29
2.12.1 Rencana Persiapan Pengendalian .....................................................30
2.13 Konsep Risk FMEA ................................................................................31
2.14 State of The Art ........................................................................................34
2.15 Konsep Analisa Monte Carlo ..................................................................36
2.15.1 Langkah- langkah Simulasi Monte Carlo ........................................36
2.15.2 Verifikasi dan Validasi Monte Carlo ...............................................38
BAB 3 ....................................................................................................................40
METODOLOGI PENELITIAN .............................................................................40

ix
3.3.1 Analisa Tertimpa Jangkar ................................................................44
3.3.2 Analisa Tertarik Jangkar ..................................................................44
3.5.1 Frekuensi Hazard dari Korosi ..........................................................47
3.5.2 Seismic Hazard.................................................................................47
BAB 4 ....................................................................................................................54
PENGOLAHAN DATA DAN HASIL ..................................................................54
4.1 Ruang Lingkup Kerja ..............................................................................54
4.2 Penentuan Segmen Pipa ..........................................................................56
4.3 Desain Data Proses ..................................................................................57
4.4 Material Pipa ...........................................................................................58
4.5 Evaluasi Risiko ........................................................................................58
4.6 Brainstorming Risiko ..............................................................................59
4.7 Penentuan Nilai Risiko Pada Desain .......................................................62
4.7.1 Safety Factor ............................................................................................62
4.7.2 Fatique .....................................................................................................63
4.7.3 Potensi Surge ...........................................................................................63
4.7.4 Verifikasi Integritas .................................................................................64
4.7.5 Pergerakan Tanah ....................................................................................64
4.7.6 Penentuan Nilai Risiko Korosi / Erosi ...................................................64
4.7.7 Korosi Internal .........................................................................................65
4.8. Penentuan Nilai Risiko Dari Pihak Ke-Tiga ...........................................66
4.9 Penentuan Nilai Risiko Ketidaktepatan Operasi .....................................68
4.9.1 Operasi Desain ........................................................................................68
4.9.2 Operasi Konstruksi ..................................................................................68
4.9.3 Fase Operasi ............................................................................................69
4.9.4 Fase Pemeliharaan ...................................................................................69
4.10 Pengolahan Data Risiko ..........................................................................70
4.10.1 Sebaran Risiko .........................................................................................70
4.10.2 Perhitungan Risiko ..................................................................................71

x
4.10.3 Pemetaan Mitigasi Risiko ........................................................................74
4.10.4 Tindakan Mitigasi Risiko ........................................................................79
4.10.4.1 Mitigasi Korosi/erosi ........................................................................79
4.10.4.2 Mitigasi Desain ................................................................................82
4.10.4.3 Mitigasi Pihak Ketiga .......................................................................83
4.10.4.4 Mitigasi Operasi ...............................................................................84
4.11 Strategi Inspeksi dan Pemeliharaan Pipa .................................................85
4.12 Analisa Biaya Inspeksi, Pemeliharaan dan Perbaikan Pipa.....................88
4.12.1 Biaya Inspeksi dan Pemeliharaan ............................................................89
4.12.2 Biaya Perbaikan Pipa ...............................................................................92
4.12.3 Kerugian Kegagalan Pipa ........................................................................92
BAB 5 ....................................................................................................................97
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................97
5.1 Kesimpulan ..............................................................................................97
5.2 Saran ........................................................................................................98
REFERENSI ..........................................................................................................99

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 2 Gambar Proyek Pipa Natuna Bawah Laut.......................................... 1

Gambar 2. 1 Proses desain subsea pipeline ............................................................ 6


Gambar 2. 2 Pipa buckling .................................................................................. 11
Gambar 2. 3. Sketsa orbit partikel gelombang ..................................................... 12
Gambar 2. 4 Gaya seret Pipa ................................................................................ 13
Gambar 2. 5 Gaya angkat pipa ............................................................................. 14
Gambar 2. 6. Metode S- Lay Pipeline ................................................................. 15
Gambar 2. 7. Metode J-Lay Pipeline ................................................................... 16
Gambar 2. 8. Metode Reel-Lay ............................................................................ 17
Gambar 2. 9 Metode Tow or Pull ......................................................................... 17
Gambar 2. 10 Distribusi momen pada stinger ...................................................... 19
Gambar 2. 12 Proses Manajemen Risiko ............................................................. 22
Gambar 2. 13 Biaya Dari Ukuran Pengurangan Risiko ........................................ 29
Gambar 2. 14 Gambar proses RFMEA ................................................................. 32
Gambar 2. 15 Pareto Risk &RFMEA ................................................................... 33
Gambar 2. 16. Scatter Diagram RFMEA VS Risk Score ...................................... 34
Gambar 2. 17 Langkah simulasi Monte Carlo ...................................................... 37

Gambar 3. 1 Diagram Alir Tahapan Penelitian ..................................................... 41


Gambar 3. 2 Dampak minyak tumpah .................................................................. 42
Gambar 3. 3 Konsekuensi konstruksi subsea pipeline .......................................... 43
Gambar 3. 4 Konsekuensi operasi subsea pipeline ............................................... 44
Gambar 3. 5 Konsekuensi tertimpa jangkar ......................................................... 44
Gambar 3. 6 Konsekuensi tertarik jangkar ........................................................... 45

Gambar 4. 1 Cakupan Proyek Pengembangan Blok Natuna ............................... 54

xii
Gambar 4. 2. Grafik sebaran risiko ....................................................................... 70
Gambar 4. 3. Gambar Konversi Matriks Risiko ................................................... 71
Gambar 4. 4. Sebaran Penilaian Risiko Konvensional ......................................... 72
Gambar 4. 5 Nilai Risiko Pareto ........................................................................... 73
Gambar 4. 6 Nilai RPN Pareto .............................................................................. 73
Gambar 4. 7 Perbandingan Risiko dan Mitigasi Konvensional ............................ 74
Gambar 4. 8 Pembagian Mitigasi Risiko RFMEA................................................ 76
Gambar 4. 9 Pembagian Mitigasi Risiko RFMEA............................................... 77
Gambar 4. 10. Biaya ROV dan Kapal ................................................................... 90
Gambar 4. 11. Total Biaya Pemeliharaan Pipa ..................................................... 91
Gambar 4. 12. Sensitivitas Total Biaya Pemeliharaan ......................................... 91
Gambar 4. 13. Total Biaya kegagalan Pipa dan Sensitivitas................................. 94
Gambar 4. 14. Frekuensi Kumulatif CBV ............................................................ 96
Gambar 4. 15. Sensitivitas CBV ........................................................................... 96

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Klasifikasi pipa bawah laut berdasarkan fluida .................................... 7


Tabel 2. 2. Klasifikasi lokasi bawah laut berdasarkan lokasi ................................. 7
Tabel 2. 3. Klasifikasi Sistem Pipa Berdasarkan Tingkat Keamanan ..................... 8
Tabel 2. 4 Klasifikasi Pipa Bawah Laut Tingkat Keamanan Kondisi Normal. ...... 8
Tabel 2. 5 Distribusi momen pada stinger ............................................................ 19
Tabel 2. 6 Tabulasi proyek Risk score dan RFMEA ............................................ 32
Tabel 2. 7 State of The Art ................................................................................... 35

Tabel 3. 1 Tabel identifikasi Hazard.................................................................... 45


Tabel 3. 2 Matriks Risiko ..................................................................................... 48
Tabel 3. 3 Tabel Ranking RFMEA ...................................................................... 50
Tabel 3. 4 Tabel Pengurangan risiko ................................................................... 51

Tabel 4. 1. Ruang lingkup kerja di Platform ......................................................... 55


Tabel 4. 2. KP pipa bawah laut ............................................................................. 56
Tabel 4. 3. Komposisi Hidrokarbon ...................................................................... 57
Tabel 4. 4 Komposisi Air Pada Hidrokarbon ........................................................ 58
Tabel 4. 5. Desain Material Pipa ........................................................................... 59
Tabel 4. 6. Tabel Brainstoriming Risiko............................................................... 60
Tabel 4. 7. Tabel Penjumlahan Matriks ................................................................ 75
Tabel 4. 8. Daftar Mitigasi RFMEA ..................................................................... 78
Tabel 4. 9. Tabel Inspeksi dan Pemeliharaan Proyek ........................................... 85
Tabel 4. 10. Biaya Monitor Corrosion Probe ...................................................... 89
Tabel 4. 11. Biaya Sewa ROV dan Kapal ............................................................ 90
Tabel 4. 12. Biaya Perbaikan Pipa ....................................................................... 92
Tabel 4. 13. Total kerugian gas ............................................................................. 93
Tabel 4. 14. Total Kerugian Kegagalan Pipa ....................................................... 94
Tabel 4. 15. Total kerugian gas ............................................................................. 95

xiv
DAFTAR SINGKATAN

ABCPP : Abu Central Processing Platform


ALARP : As Low As Reasonably Practicable
ANSI : American Nationanal Standards Institute
ANZS : Australian New Zealand Standard
API : American Petroleum Institute
ASME : American Society of Mechanical Engineers
BOL : Bottom of Line
CBV : Cost Benefit Value
COSO : Committee of Sponsoring Organization of The Treadway
Commission
CRA : Corrosive Resistance Alloy
DNV : Det Norske Veritas
DNV OS : Det Norske Veritas Offshore Standard
DNV-RP : Det Norske Veritas-Recommended Practice
EPCI : Engineerin, Procurement, Construction and Installation
ESDV : Emergency Shut Down Valve
FEED : Front End Engineering Design
FMEA : Failure Method and Effect Analysis
GHV : Gross Heating Value
HAZOP : Operation Hazardous and Operability
IRM : Inspection, Repair and Maintenance
ISO : The international Organization for Standardization
KP : Kilometer Poin
LRFD : Load and Resistance Factor Design
MIC : Microbial Induced Corrosion
MMSCFD : Million Standard Cubic Feet per Day
NDE : Non-Destructive Examination
NORSOK : Norsk Sokkels Konkuranseposisjon
OD : Outside Diameter
PCV : Pressure Choke Valve
PMBOK : Project Management Body of Knowledge
RFMEA : Risk Failure Method and Effect Analysis
ROV : Remotely Operated Underwater Vehicle
ROW : Right of Way
RPA : Risk Per Annum
RPN : Risk Priority Number
SCADA : Supervisory Control and Data Acquisition
SMYS : Specified Minumum Yield Strength

xv
TOL : Top of Line
USD : United States Dollar
UT : Ultrasonic Testing
WHP : Wellhead Platform

xvi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan laju peningkatan eksplorasi dan produksi gas konvensional,
cadangan gas potensial yang dimiliki Indonesia menuju pada tantangan baru untuk
memulai pengembangan cadangan gas di laut.
Pada saat produksi minyak Indonesia telah terus menurun sejak
pertengahan 1990-an, produksi gas telah meningkat dalam beberapa tahun
terakhir, yaitu mencapai 81 bcm pada tahun 2011. Infrastruktur merupakan
tantangan yang paling signifikan untuk memproduksi gas di Indonesia, karena
sebagian besar sumber gas terletak di pulau-pulau terluar, yang jauh dari pusat-
pusat permintaan di pulau Jawa (IEA, 2013).

Gambar 1. 1 Proyek Pipa Natuna Bawah Laut

Menurut IEA, hingga akhir tahun 2013, cadangan terbukti gas Indonesia
adalah sekitar 3 TCM (sekitar 106 TCF), dimana daerah produksi terbesar berada
2

di Sumatera dan Kalimantan Timur. Prospek pengembangan terbesar terletak di


Laut Natuna, yaitu sekitar 1.3 TCM (sekitar 46 TCF) cadangan gas. Kandungan
CO2 yang tinggi (sekitar 70%) membuat pengembangan proyek menjadi mahal
dan kompleks.
Pengembangan Proyek Pipa Bawah laut yang terhubung dengan WHP
(Subsea Wellhead Platform) Biru dan Merah, yang terdapat pada Gambar 1.1,
akan menghasilkan gas alam yang akan di transfer ke ABCPP (Abu Central
Processing Platform) yang berdekatan dengan WHP. ABCPP memiliki pipa 22”
yang memasok alam gas ke Singapura. Biru WHP dan Merah WHP diharapkan
dapat berproduksi pada tahun 2015.
Setiap potensi risiko perlu dikaji dan diukur sehingga dapat dilakukan
mitigasi pipa sebelum terjadi potensi kegagalan pada proyek pipa bawah laut ini.
Permasalahan-permasalahan yang terdapat pada proyek ini adalah faktor-faktor
risiko dan level risiko pada proyek, kelayakan fase pekerjaan berdasarkan level
risiko dan upaya mitigasi risiko agar level risiko dapat diturunkan sehingga dapat
diterima.
Tesis ini menyajikan penerapan manajemen risiko yang dapat menyusun
strategi yang efektif dalam proyek ini. Mengingat faktor keselamatan dan pipa
dapat beroperasi dengan baik, diperlukan suatu strategi yang tepat dengan
memperhatikan risiko-risiko yang ada. Analisa risiko dengan pendekatan Risk
FMEA dan analisa biaya dengan Monte Carlo yang dilakukan dalam kajian ini
diharapkan dapat mendukung proses EPCI, khususnya pada fase FEED agar dapat
berjalan dengan baik, memprioritaskan risiko yang tepat sehingga keselamatan,
waktu, biaya dan kualitas sesuai dengan yang diharapkan.

1.2 Rumusan Masalah


Potensi bahaya yang terjadi selama EPCI, khususnya pada fase FEED
dapat mengakibatkan kegagalan proyek pipa bawah. Maka dari itu, permasalahan
pada proyek ini adalah:
a. Mengetahui potensi risiko yang ada pada proyek pipa bawah laut dan
dilanjutkan dengan ketepatan dalam mengolah metode risiko proyek
pipa bawah laut.
b. Diperlukan tindakan mitigasi risiko yang meliputi strategi inspeksi,
3

monitor dan pemeliharaan proyek.


c. Diperlukan analisa biaya mitigasi risiko yang dimulai dengan
mempertimbangkan dampak risiko itu terjadi.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penelitian ini adalah menganalisa dan menentukan tingkat risiko
pada pipa bawah laut dengan tujuan:
a. Meningkatkan ketepatan mengelola risiko proyek, mitigasi risiko dan tindakan
rekomendasi yang tepat.
b. Didapatkan strategi inspeksi, monitor dan pemeliharaan yang optimum
dengan melakukan evaluasi risiko proyek.
c. Perkiraan biaya penanggulangan risiko yang tepat dan efisien dengan
membandingkan besarnya biaya dari dampak risiko itu sendiri.

1.4 Ruang Lingkup atau Batasan Masalah


Dalam penelitian ini terdapat batasan masalah yang ditujukan untuk
proyek pipeline bawah laut yang tidak termasuk fasilitas yang ada di dalam
transportasi gas, seperti peralatan instrumentasi, kompresor dan peralatan lainnya.
Fasilitas pada proyek ini mencakup pada seluruh instalasi pipa dari sumur
bawah laut hingga platform yang tersedia, dihubungkan dengan in-line manifold
yang hasil dari gas alam akan di transfer ke Gajah Puteri.

1.5 Sistematika Penulisan


Dalam penyusunan tesis ini, penulisan penelitian ini didasarkan pada sistematika
sebagai berikut:
BAB 1 LATAR BELAKANG
Pada bab ini, penulis membahas tentang latar belakang analisa risiko proyek
subsea pipeline, dimulai dengan pembahasan tentang kondisi aktual gas Indonesia
dan proyeksinya hingga beberapa tahun yang akan datang. Kemudian membahas
tentang analisa risiko yang merupakan subyek utama.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, penulis menyajikan tinjauan pustaka dengan dimulai dari konsep
dasar analisa risiko pipa bawah laut, termasuk komponen-komponen
4

pendukungnya. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan tentang gambaran


umum proses proyek pipa bawah laut. Selanjutnya pembahasan umum tentang
permasalahan risiko. Dalam hal ini adalah pembahasan tentang beberapa teori atau
konsep yang digunakan dan informasi.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini, penulis membahas tentang metode riset yang digunakan untuk
menganalisa risiko proyek pipa bawah laut berikut beberapa asumsi dan
pendekatan yang diambil.
BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL
Pada bab ini, penulis menyajikan hasil analisa risiko, mitigasi risiko, penerapan
optimalisasi strategi risiko dan analisa biaya pada proyek pipa bawah laut di Laut
Natuna dengan pertimbangan dan asumsi yang telah ditentukan .
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini, Penulis memberi kesimpulan pada analisa risiko proyek dan
pengembangan metode RFMEA untuk proyek yang akan datang.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proyek Pipa Bawah Laut


Pada sebuah proyek konstruksi dalam konstruksi pipa bawah laut
mencakup tiga langkah disain, yaitu: Conceptual Engineering, Preliminary
Engineering, dan Detail Engineering. Conceptual engineering adalah langkah
yang membahas mengenai batasan dan kelayakan teknis disain dan konstruksi
yang akan dilakukan. Dalam langkah ini juga akan dipertimbangkan mengenai
penjadwalan dan perkiraan biaya secara kasar, hasil pada langkah disain ini akan
menjadi acuan untuk langkah selanjutnya. Dalam Preliminary engineering
dilakukan pendefinisian konsep (ukuran pipeline dan grade/kelas),
mempersiapkan aplikasi otoritas, dan menyediakan detail disain sehingga cukup
untuk melakukan pemesanan pipa. Sedangkan pada detail engineering
dilaksanakan proses disain secara lengkap untuk menggambarkan masukan teknis
untuk proses pengadaan dan tender konstruksi. Dalam proses disain pipa bawah
laut dilakukan serangkaian proses yang sistematis, tahapan tersebut tentunya harus
disesuaikan dengan standar internasional yang umum digunakan seperti DNV,
API, ASME dan lain-lain. Gambar 2.1 merupakan flow cart dari langkah-langkah
disain yang umum dilakukan. Perinsip utama dalam proses mendisain pipa bawah
laut adalah agar sistem pipa yang akan dibangun dapat kuat dan aman baik pada
saat proses instalasi, hydrotest dan selama masa layan/oprasional yang
direncanakan. Berdasarkan standar DNV OS F101 Submarine Pipeline Systems
2000, kemanan dari sebuah sistem pipa dapat dipastikan dengan menggunakan
safety class methodology. Dalam metodologi ini sebuah sistem pipa bawah laut
dapat dikategorikan kedalam satu klas atau lebih berdasarkan pada konsekuensi
kegagalan yang dapat ditimbulkan, umumnya suatu sistem pipa bawah laut
diklasifikasikan bedasarkan sifat fluida yang dialirkan dan lokasi pemasangan.
Bedasarkan LRFD (Load and Resistance Factor Design), sebuah sistem pipa
bawah laut dapat diklasifikasikan menjadi sub-bab berikut.
6

Gambar 2. 1 Proses desain subsea pipeline (Zenal, 2008)

2.1.1 Klasifikasi Pipa Bawah Laut Berdasarkan Fluida yang Dialirkan


Jenis fluida yang dialirkan dalam sebuah pipa bawah laut bermacam
jenisnya, dalam hal ini jenis fluida yang dialirkan dikatagorikan menjadi lima
seperti yang terdapat dalam Tabel 2.1.
7

Tabel 2. 1. Klasifikasi pipa bawah laut berdasarkan fluida


Kategori Fluida Keterangan
A Fluida tidak terbakar, fluida yang berbasis air
Fluida yang dapat terbakar dan beracun yang berbentuk cair
B
pada kamar dan kondisi tekanan atmosfir
Fluida yang terbakar dan tidak beracun pada suhu kamar dan
C
kondisi tekanan atmosfir
D Gas yang berfasa satu, tidak beracun
Fluida yang dapat terbakar dan beracun yang berbentuk gas
E
pada suhu kamar dan kondisi tekanan atmosfir

2.1.2 Klasifikasi Sistem Pipa Bawah Laut Berdasarkan Lokasi Pipa


Sistem pipa bawah laut dibagi menjadi dua klas berdasarkan lokasi pipa
pemasangan tersebut, dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2. 2. Klasifikasi lokasi bawah laut berdasarkan lokasi


Klasifikasi Keterangan
Lokasi Pipa
Lokasi dimana tidak terjadi akitifitas manusia yang rutin
1
sepanjang jalur pipa
Bagian dari pipa yang dekat dengan platform dengan
aktifitas manusia yang banyak , luas dari lokasi ini harus
2 berdasakan analisis resiko, atau dapat asumsikan sebagai
area yang berjarak 500 meter dari platform bila data yang
diperlukan untuk analisis resiko tidak ada.

2.1.3 Klasifikasi Sistem Pipa Bawah Laut Berdasarkan Tingkat Keamanan


Dalam mendisain system pipa bawah laut harus berdasarkan pada
konsekuensi kegagalan yang dapat terjadi, klasifikasi berdasarkan tingkat
kemanan pipa dapat dibagi menjadi tiga seperti pada Tabel 2.3.
8

Tabel 2. 3. Klasifikasi Sistem Pipa Bawah Laut Berdasarkan Tingkat Keamanan


Kelas Keterangan
Keamanan
Dimana kegagalan yang mungkin terjadi menyebabkan
Rendah resiko yang sangat kecil terhadap manusia dan lingkungan,
klasifikasi ini diterapkan pada saat instalasi.
Fluida yang dapat terbakar dan beracun yang berbentuk cair
Normal
pada kamar dan kondisi tekanan atmosfer.
Fluida yang terbakar dan tidak beracun pada suhu kamar
Tinggi
dan kondisi tekanan atmosfer.

Klasifikasi keamanan pipa bawah laut mungkin akan berbeda-beda untuk


fase konstruksi dan lokasi yang berbeda. Dalam keadaan normal, DNV 2000
mengklasifikasi system pipa bawah laut berdasarkan tingkat kemanan menjadi
dua fase keadaan pipa seperti pada Tabel 2.4.

Tabel 2. 4 Klasifikasi Pipa Bawah Laut Tingkat Keamanan Kondisi Normal.


Kategori Fluida A dan C Kategori Fluida B, D dan E
Fase
1 2 1 2
Temporer Rendah Rendah Rendah Rendah
Operasional Rendah Normal Normal Tinggi

2.2 Pembebanan Pada Pipa


Berdasarkan pada strandar DNV OS F101 Submarine Pipeline Systems
2000 pembebanan pada pipa dibagi menjadi 2 yaitu beban fungsional dan beban
lingkungan, dimana beban-beban tersebut akan ditentukan terlebih dahulu
sebelum proses disain dimulai.
1. Beban Fungsional
Beban fungsional merupakan beban yang berasal dari keberadaan fisik
pipa dan hal tersebut sangat menentukan integritas dari sistem pipa baik
selama proses instalasi, hydrotest, maupun keadanan oprasional. Dantara
yang termasuk kedalam beban fungsional adalah sebagai berikut:
9

 Gaya Berat
Yang termasuk kedalam beban ini adalah berat pipa secara
keseluruhan, berat isi yang ditransportasikan baik pada saat kondisi
oprasi dan hydrotest, serta gaya angkat.
 Tekanan
Beban tekanan yang dimaksud adalah tekanan yang terjadi pada
pipa yang terdiri tekanan internal, tekanan eksternal dan tekanan
tanah untuk pipa yang dikubur.
 Thermal ekspansion dan contraction
Beban ini biasanya diakibatkan oleh temperature dari isi yang
ditrasportasikan dalam pipa.
 Pre- stressing
Beban yang termasuk kedalam beban pre-stressing biasanya adalah
tekanan yang diakibatkan oleh aktifitas pada saat instalasi pipa.
2. Beban Lingkungan
Beban lingkungan adalah beban yang bekerja pada pipa yang diakibatkan
oleh lingkungan sekitar dan bukan merupakan beban fungsional atau
beban accidental. Beban lingkungan yang bekerja pada pipa biasanya
terdiri atas beban angin, gelombang, arus, beban hidrodinamik dan
fenomena lingkungan lainya. Selain beban fungsional dan lingkungan
diatas dalam disain pipa juga dikenal adanya beban accidental yaitu beban
yang diakibatkan oleh keadaan yang tidak direncanakan, yang termasuk
beban ini adalah diantaranya tertabrak kapal, benda jatuh, pergerakan
tanah, gesekan jangkar dan lain lain.

2.3 Diameter Pipa dan Pemilihan Material Pipa


Perancangan pipa melibatkan pemilihan diameter pipa, ketebalan dan
material yang digunakan. Diameter pipa harus dipilih berdasarkan pertimbangan
kapasitas aliran yang diinginkan untuk mengangkut hasil produksi fluida dari
sumur-sumur minyak atau gas. Hal ini membutuhkan suatu analisis menyeluruh
dengan asumsi untuk keadaan kondisi operasi terburuk sepanjang masa layan dari
pipa yang direncanakan. Setelah itu, disain dilanjutkan untuk memilih jenis bahan
10

pipa yang akan dipakai, apakah akan menggunakan pipa dari baja, komposit, atau
jenis fleksibel yang kemudian membuat keputusan detail mengenai komposisi dan
spesifikasi dari material yang digunakan. Pertimbangan pemilihan material pipa harus
didasarkan pada jenis fluida yang akan ditransportasikan, beban, temperatur, dan
mode kerusakan yang mungkin selama proses instalasi dan operasi. Pemilihan
material pipa harus dicocokan dengan semua komponen dalam sistem pipa bawah
laut. Pipa yang dipilih harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
 Sifat mekanik bahan.
 Kekakuan material.
 Ketahanan terhadap retak/fraktur.
 Ketahanan terhadap fatigue.
 Weldability.
 Ketahanan terhadap korosi.

2.4 Disain Tebal Dinding Pipa (Wall Thickness)
Penentuan tebal pipa adalah satu pekerjaan yang sangat penting dan
mendasar dalam mendisain sistem pipa bawah laut. Dalam penentuan tebal pipa
didasarkan pada kiteria disain yang disebabkan adanya tekanan internal dan atau
tekanan eksternal hidrostatik yang bekerja pada pipa. Dalam DNV OS F101
Submarine Pipeline Systems 2000 diterangkan mengenai kriteria disain untuk
penentuan tebal pipa sebagai berikut.

2.4.1 Kriteria Pressure Containment


Perhitungan tebal dinding pipa adalah menentukan kriteria pressure
containment. Dalam konsep lama pressure containment dituliskan sebagai fungsi
allowable hoop stress. Dalam kriteria tersebut, tekanan hoop stress yang
merupakan perbedaan antara tekanan internal dan eksternal nilainya tidak boleh
melebihi nilai yang diijinkan.

2.4.2 Kriteria Buckling


Buckling merupakan keadaan dimana pipa sudah tidak bundar atau
mengalami perubahan bentuk akibat tekanan hidrostatis yang besar pada
11

kedalaman tertentu, kedalaman tersebut merupakan kedalaman mulai terjadinya


buckle atau initiation buckle. Buckling dapat dibagi menjadi 2 yaitu local
buckling dan global buckling. Berdasarkan DNV 2000 local buckling harus dicek
terhadap beberapa kriteria, yaitu:

1. Kriteria System collapse


Kriteria ini menunjukan bahwa pipa akan mampu bertahan dari deformasi
bentuk pipa selama masa layannya. Kiteria ini sangat dipengaruhi oleh
kapasitas plastis, kapasitas elastis, dan ovalitas dari baja yang terdapat pada
Gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Pipa buckling (Nonerieska, 2013)

2. Kriteria Combained loading


Kriteria ini adalah menunjukan kekuatan dari pipa baja yang akan diletakan di
dasar lau terhadap semua gaya dan tekanan yang akan terjadi pada pipa.
Dalam kriteria ini pipa dikenai beberapa pembebanan secara langsung, dalam
hal ini pipa dikenai kombinasi pembebanan terhadap momen tekuk (bending
moment), gaya aksial efektif, tekanan internal berlebih (internal over
pressure) dan kombinasi pembebanan terhadap momen tekuk, gaya aksial
efektif, tekanan internal berlebih dan tekanan eksternal berlebih (external over
pressure).
12

3. Kriteria Propagating buckling


Propagation buckling dapat digambarkan sebagai suatu situasi dimana buckle
yang terjadi pada pipa berubah menjadi buckle yang memanjang sepanjang pipa.
Perambatan ini tidak bias mulai atau menjalar kebagian lain jika tekanan eksternal
masih dibawah tekanan propagasi.

2.5 Kondisi Lingkungan Pipa Bawah Laut


Dalam proses disain pipa bawah laut data lingkungan yang dipakai adalah
data gelombang dan data arus laut. Data kondisi lingkungan yang digunakan harus
merupakan data yang berasal dari tempat disain analisis dilakukan. Data biasanya
merupakan hasil pengukuran, hasi pemodelan hindcasting, maupun hasil dari
pengamatan langsung di tempat. Data-data yang masih acak ini akan mengalami
analisis statistik untuk mendapatkan nilai dari tinggi gelombang signifikan,
periode puncak gelombang, dan kesesuaian waktu ulang. Hasil analisis statistik
dan periode ulang adalah data lingkungan yang akan digunakan pada disain
stabilitas pipa yang akan dibahas kemudian. Gelombang yang bergerak pada
permukaan air akan memberikan percepatan pada patikel air yang dilaluinya.
Pergerakan partikel air yang terjadi akan membentuk orbit, selama penjalaran
gelombang dari laut dalam menuju laut dangkal, orbit partikel ini akan mengalami
perubahan bentuk seperti pada Gambar 2.3. Orbit perpindahan patikel berbentuk
lingkaran pada seluruh kedalaman pada laut dalam sedangkan di laut transisi dan
dangkal lintasan partikel akan mengalami perubahan bentuk menjadi elips,
semakin dangkal kedalamannya bentuk elips ini semakin pipih dan di dasar gerak
partikel adalah horizontal.

Gambar 2. 3. Sketsa orbit partikel gelombang (Zenal, 2008)


13

Gelombang menjalar dari laut dalam menuju laut dangkal, hal ini akan
mempengaruhi kecepatan dan panjang gelombang. Berdasarkan kedalaman relatif,
yaitu perbandingan antara kedalaman air (d) dan panjang gelombang (L),
gelombang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Gelombang di laut dangkal, jika d / L ≤1/ 20 .
2. Gelombang di laut menengah, jika 1/ 20 < d / L ≤1/ 2 .
3. Gelombang di laut dalam, jika d / L ≥1/ 2 .
Terjadinya gelombang seperti yang telah dijelaskan akan mempengaruhi
kecepatan dan percepatan partikel air, oleh karena itu perhitungan panjang
gelombang, kecepatan dan percepatan juga didekati dengan sesuai jenis
perairannya.

2.5.1 Gaya Seret Pipa (Drag Force)


Gaya seret terjadi karena adanya gesekan antara fluida dengan dinding pipa
atau yang dikenal sebagai skin friction dan adanya vortex yang terjadi dibelakang
pipa (form drag), sketsa terjadinya gaya friksi pada pipa dapat dilihat pada
Gambar 2.4.

Gambar 2. 4 Gaya seret Pipa (Zenal, 2008)

2.5.2 Gaya Inersia


Gaya inersia menunjukan adanya gaya dari masa fluida yang dipindahkan
oleh pipa, nilainya dipengaruhi oleh percepatan partikel air.
14

2.5.3 Gaya Angkat (Lift Force)


Gaya angkat adalah gaya hidrodinamik dalam arah vertikal, gaya ini terjadi
apabila terdapat konsentrasi streamline pada pipa. Konsentrasi steramline terjadi
diatas silinder pipa yang mengakibatkan gaya angkat ke atas. Jika terjadi celah
sempit antara silinder dan seabed, konsentrasi steamline dibawah silinder pipa
akan mengakibatkan gaya angkat negatif kearah bawah. Gambar 2.5 menunjukan
sketsa terjadinya gaya angkat pada pipa.

Gambar 2. 5 Gaya angkat pipa (Zenal, 2008)

2.5.4 Gaya Gesek Tanah - Pipa


Gaya horizontal yang mempengaruhi kestabilan pipa selain gaya yang
diakibatkan gelombang diatas adalah gaya gesek. Gaya gesek ini sangat
dipengaruhi oleh besarnya koefisien gesek antara permukan pipa dengan
tanah/seabed, nilai dari koefisien ini bergantung pada jenis tanah dan permukaan
pipa.

2.6 Metode Pemasangan Pipa Bawah Laut


Pada instalasi pipa dapat ditinjau dari lokasi pipa tersebut akan dipasang.
terdapat beberapa metode pemasangan pipa bawah laut.

2.6.1 Metode S-Lay


Perbedaan teknologi dan peralatan telah diadopsi untuk pemasangan pipa
di lepas pantai. Salah satu metode untuk pemasangan pipa yaitu metode S-lay,
15

disebut S-lay karena seperti kurva pipa yang keluar dari kapal pemasang sampai
seabed berbentuk seperti huruf S, seperti Gambar 2.6. Pipeline difabrikasi di atas
kapal dengan satu, dua atau tiga joints. Membutuhkan stinger untuk mengontrol
bending bagian atas dan tensioner untuk mengontrol bagian bawah. Laut yang
lebih dalam membutuhkan stinger yang lebih panjang dan tensioner yang lebih
kuat. S-lay laut dangkal hanya bisa dipakai sampai kedalaman sekitar 300m saja.
Untuk yang lebih dalam lagi, DP S-lay bisa dipakai sampai kedalaman 700m.
Kecepatan pasang sekitar 4 – 5 km per hari. Ukuran pipa maksimum yang bisa
diinstal adalah 60” OD.

Gambar 2. 6. Metode S- Lay Pipeline (Zenal, 2008)

2.6.2 Metode J-Lay

Dalam metode ini, kapal menggunakan sebuah menara sentral, biasanya


dikonversi dari kapal pengeboran, untuk melakukan pengelasan pada posisi
vertikal dan peluncuran pipa dari menara. Pipa dilepaskan dengan cara yang
membentuk kelengkungan sagbending, menghindari overbending, seperti yang
ditunjukkan gambar dibawah. Kesulitan terbesar dalam metode ini adalah untuk
melakukan pengelasan vertikal, meskipun membawa keuntungan dibandingkan
16

dengan metode S-lay untuk perairan dalam J-Lay seperti Gambar 2.7. memiliki
tingkat produksi yang relatif rendah karena terbatasnya jumlah work station.
Metode J-Lay sangat cocok untuk perairan dalam dan tidak cocok untuk perairan
dangkal.
Pengelasan dilakukan hanya oleh satu section jadi lebih lambat dari S-lay dan
untuk mempercepat proses, teknik pengelasan yang lebih canggih seperti friction
welding, electron beam welding atau laser welding digunakan. Pipa yang akan
dipasang mempunyai sudut yang mendekati vertikal sehingga tidak butuh tensioner.
Teknik ini sangat cocok untuk instalasi di laut dalam. Beda dengan S-lay, J-lay tidak
membutuhkan stinger. Kecepatan pasang sekitar 1-1.5 km per hari. Ukuran pipa
maksimum yang bisa diinstal adalah 32” OD.

Gambar 2. 7. Metode J-Lay Pipeline (Zenal, 2008)

2.6.3 Metode Reel-Lay

Dalam metode ini umumnya pipa yang dipasang adalah pipa berukuran
diameter kecil atau pipa yang fleksibel. Pada instalasi ini dibutuhkan vessel yang
memiliki drum dengan ukuran besar karena pipa tersebut digulung dalam drum
ini. Jika pipa ini dipasang secara horizontal maka akan berbentuk S-Lay namun
jika dinstall secara vertikal maka akan berbentuk J-Lay, seperti Gambar 2.8.
Metode ini lebih murah jika dibandingkan dengan metode lain ditinjau dari sisi
waktu dan biaya, namun terbatas untuk pipa dengan ukuran diameter kecil.
17

Gambar 2. 8. Metode Reel-Lay (Zenal, 2008)

2.6.4 Metode Tow or Pull


Metode ini digunakan dengan cara menarik pipa yang sudah disiapkan di
darat dan kemudian ditarik ke tempat instalasi dengan cara ditarik oleh tug boat. ,
seperti Gambar 2.9. Ada 4 jenis tow berdasarkan posisi pipa terhadap dasar laut:
1. Bottom tow
2. Off-bottom tow
3. Controlled depth tow
4. Surface Dow

Gambar 2. 9 Metode Tow or Pul (Zenal, 2008)


Selain bottom tow, diperlukan minimal dua buah kapal, satu di depan dan
satu di belakang. Dalam controlled depth tow, kecepatan kapal harus disesuaikan
dengan kedalaman pipa yang diinginkan pada saat towing. Dalam towing lay,
semua fabrikasi dikerjakan di onshore termasuk pemasangan anode dan coating di
sambungan. Menarik buat lapangan yang terletak tidak terlalu jauh dari pantai.
18

2.7 Proses Instalasi Pipa Bawah Laut


Pada proses instalasi pipa, bending stress yang terjadi pada pipa harus
diperhatikan mengikuti spesifikasi kode yang digunakan. Salah satunya pada
metode S-lay yang telah dibahas sebelumnya, terdapat dua daerah dari pipa bawah
laut yaitu daerah overbend dan sagbend. Pada daerah overbend memanjang dari
tensioner di barge deck, melewati barge rampe, dadn turun ke stinger sapai
dengan titik lift-off dimana pipa tidak lagi ditumpu pada stinger.
Sedangkan pada daerah sagbend memanjang dari titik perubahan
(inflection effect) sampai dengan throuch down point. Pada metode S-Lay bending
stress pada kedua daerah tersebut adalah yang menjadi konsentrasi utama selama
proses instalasi pipa, sedangkan pada J-Lay hanya sagbend yang menjadi
perhatian. Pada reel-lay bergantung pada jenis instalasi yang dipakai antara S-Lay
atau J-Lay.
Pada daerah overbend selalu dikontrol posisi yang tepat untuk tahanan
ramp, dan posisi dari stinger yang terdapat pada Gambar 2.10. Pada umumnya
radius kurfatur dari overbend ditentukan agar maksimum bending stress pipa tidak
melebihi 85% SMYS (Specified Minumum Yield Strength). Persamaan regangan
tekuk (bending strain) pipa adalah:

Dimana:

(2.1)

D : Diameter luar pipa


R : jari-jari kurvatur dari overbend

Sedangkan untuk persamaan untuk tegangan aksial tekut (axial bending stress)
adalah:

(2.2)

Dimana:

E : Modulus elasis (3x106 psi)


Maka nilai jari-jari overbend adalah:

(2.3)
19

Dimana:
F : Desain faktor (0.85)
σ: Specified Minimum Yield Stress (SYMS)

Gambar 2. 10 Distribusi momen pada stinger (Zenal, 2008)

Berbeda dengan sagbend , terdapat beberapa metode untuk menganalisis,


yaitu metode linear beam, non linear beam, natural catenary, stiffed catenary,
dan finite element. Setiap metode memiliki persyaratan sesuai dengan kondisi
instalasi pipa, terdapat pada Tabel 2.5.

Tabel 2. 5 Distribusi momen pada stinger


Metode Instalasi Aplikasi Kondisi Batas Validitas
Linear beam Perairan dangkal Terpenuhi Defleksi kecil
Nonlinear beam Semua perairan Terpenuhi Defleksi besar
dan kecil
Natural catenary Perairan dalam Tidak terpenuhi Defleksi kecil
Stiffed catenary Perairan dalam Terpenuhi Defleksi kecil
Finite element Semua kedalaman Terpenuhi Defleksi besar
dan kecil

Metode finite element, linear dan nonlinear adalah metode yang umum
digunakan untuk analisis pemasangan pipa. Beberapa program nonlinear finite
element umum digunakan untuk menganalisa pipa selama instalasi.
20

2.8 Konsep Dasar Manajemen Risiko


Manajemen risiko adalah sistem pengawasan risiko dan perlindungan harta
benda, hak milik dan keuntungan badan usaha atau perorangan atas kemungkinan
timbulnya kerugian karena adanya suatu risiko.
Proses pengelolaan risiko yang mencakup identifikasi, evaluasi dan
pengendalian risiko yang dapat mengancam kelangsungan usaha atau aktivitas
perusahaan. Proses ini merupakan pendekatan terstruktur/metodologi dalam
mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian
aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk
mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan/
pengelolaan sumberdaya.
Risiko dikaitkan dengan kemungkinan kejadian atau keadaan yang dapat
mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Vaughan (1978)
mengemukakan beberapa definisi risiko sebagai berikut (Tile, 2008):
a. Risiko Dalam Kemungkinan Kerugian
Berhubungan dengan suatu keterbukaan (exposure) terhadap kemungkinan
kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan
tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu. Sebagian penulis
menolak definisi ini karena terdapat perbedaan antara tingkat risiko
dengan tingkat kerugian. Dalam hal chance of loss 100%, berarti kerugian
adalah pasti sehingga risiko tidak ada.
b. Risiko adalah kemungkinan kerugian (Risk is the possibility of loss)
Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada diantara
nol dan satu.
Namun, definisi ini kurang cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif.

c. Risiko adalah ketidakpastian (Risk is uncertainty)


Uncertainty dapat bersifat subjektif dan objektif. Subjective uncertainty
merupakan penilaian individu terhadap situasi risiko yang didasarkan pada
pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan. Jika suatu risiko
diartikan sebagai ketidakpastian, maka risiko terbesar akan terjadi bila
terdapat dua kemungkinan hasil yang masing-masing mempunyai
kemungkinan yang sama untuk terjadi. Objective uncertainty akan
21

dijelaskan pada dua definisi risiko berikut.


1. Risiko merupakan penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan
(Risk is the dispersion of actual from expected results)
Ahli statistik mendefinisikan risiko sebagai derajat penyimpangan
sesuatu nilai disekitar suatu posisi sentral atau di sekitar titik rata-rata.
2. Risiko adalah probabilitas sesuatu outcome berbeda dengan outcome
yang diharapkan (Risk is the probability of any outcome different from
the one expected)
Menurut definisi di atas, risiko bukan probabilita dari suatu kejadian
tunggal, tetapi probabilitas dari beberapa output yang berbeda dari
yang diharapkan.
Pemahaman manajemen risiko memungkinkan manajemen untuk terlibat
secara efektif dalam menghadapi uncertainty dengan risiko dan peluang yang
berhubungan dan meningkatkan kemampuan organisasi untuk memberikan nilai
tambah. Menurut COSO, proses manajemen risiko dapat dibagi ke dalam 8
komponen:
a. Lingkungan internal (Internal environment)
Komponen ini berkaitan dengan lingkungan dimana instansi Pemerintah
berada dan beroperasi. Cakupannya adalah kultur manajemen tentang
risiko (risk-management philosophy), integritas (integrity), perspektif
terhadap risiko (risk-perspective), risk- selera atau penerimaan terhadap
risiko (appetite), nilai moral (ethical values), struktur organisasi, dan
pendelegasian wewenang.
b. Objective setting (Penentuan tujuan)
Manajemen harus menetapkan tujuan (objectives) dari organisasi agar dapat
mengidentifikasi, mengakses, dan mengelola risiko. Tujuan dapat
diklasifikasikan menjadi strategic objective dan activity objective. Strategic
objective di instansi Pemerintah berhubungan dengan pencapaian dan
peningkatan kinerja instansi dalam jangka menengah dan panjang, dan
merupakan implementasi dari visi dan misi instansi tersebut.
22

2.9 Elemen Utama Manajemen Risiko


Elemen utama dari proses manajemen risiko, seperti yang terlihat pada
gambar 2.11 meliputi:
a. Penetapan tujuan
Menetapkan strategi, kebijakan organisasi dan ruang lingkup manajemen
risiko yang akan dilakukan.
b. Identifkasi risiko
Mengidentifikasi apa, mengapa dan bagaimana faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya risiko untuk analisis lebih lanjut.

Gambar 2. 11 Proses Manajemen Risiko (Susilo, Victor, 2010)

c. Analisis risiko
Dilakukan dengan menentukan tingkatan probabilitas dan konsekuensi
yang akan terjadi. Kemudian ditentukan tingkatan risiko yang ada dengan
mengalikan kedua variabel tersebut (Probabilitas x Konsekuensi).
d. Evaluasi risiko
Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar. Setelah
itu tingkatan risiko yang ada untuk beberapa hazards dibuat tingkatan
prioritas manajemennya. Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko
tersebut masuk ke dalam kategori yang dapat diterima dan mungkin hanya
memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian.
23

e. Pengendalian risiko
Melakukan penurunan derajat probabilitas dan konsekuensi yang ada
dengan menggunakan berbagai alternatif metode, bisa dengan transfer
risiko, dan lain-lain.
f. Monitor dan Review
Monitor dan review terhadap hasil sistem manajemen risiko yang
dilakukan serta mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu
dilakukan.
g. Komunikasi dan konsultasi
Komunikasi dan konsultasi dengan pengambil keputusan internal dan
eksternal untuk tindak lanjut dari hasil manajemen risiko yang dilakukan.

Manajemen risiko dapat diterapkan di setiap level di organisasi, baik level


strategis dan level operasional. Manajemen risiko juga dapat diterapkan pada
proyek yang spesifik, untuk membantu proses pengambilan keputusan ataupun
untuk pengelolaan daerah dengan risiko yang spesifik.

2.10 Proses Manajemen Risiko


Pada proses penetapan manajemen risiko yang secara rinci sebagai
berikut:
a. Umum
Pada dasarnya urutan kegiatan dalam proses manajemen risiko ini
menggambarkan beberapa konsep dasar sebagai berikut:
1. Urutan tahapan manajemen risiko menggambarkan siklus problem
solving.
2. Manajemen risiko bersifat preventif.
3. Manajemen risiko sejalan dengan konsep continuous improvement.
4. Manajemen risiko fokus pada ruang lingkup masalah yang akan
dikelola.
b. Konteks Strategis
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah:
mendefinisikan hubungan antara organisasi dan lingkungan sekitarnya,
mengidentifikasi kelebihan, kekurangan, kesempatan dan rintangan.
24

Konteksnya meliputi bidang keuangan, bidang operasional, pesaing, bidang


politik (persepsi umum), sosial, klien, budaya dan bidang legal dari fungsi
organisasi.
Mengidentifikasi faktor pendukung internal dan eksternal dan
mempertimbangkan tujuan, menjadikannya dalam bentuk persepsi dan
menerbitkan peraturan. Intinya tahapan ini melakukan eksplorasi terhadap
semua faktor yang dapat mendukung dan menghambat jalannya kegiatan
manajemen risiko selanjutnya.
Tahap ini berfokus pada lingkungan dimana organisasi itu berada.
Sebuah organisasi seharusnya mencoba menetapkan elemen-elemen penting
yang mungkin mendukung atau menghambat kemampuan untuk mengelola
risiko yang dihadapi, analisa strategis harus dibuat. Hal ini seharusnya
didukung pada level eksekutif, membuat parameter dasar dan memberikan
bimbingan lebih rinci bagi proses manajemen risiko. Dimana seharusnya ada
hubungan yang erat antara misi organisasi atau tujuan organisasi atau tujuan
strategis dengan pengelolaan dari seluruh risiko yang akan dilakukan.
c. Konteks Organisasi
Sebelum studi manajemen risiko dilakukan, hal yang diperhatikan
untuk memahami kondisi terhadap organisasi adalah pemahaman terhadap
tujuan, sasaran dan strategi yang dibuat untuk manajemen risiko.Manajemen
risiko menempati konteks sebagai tujuan tahap dekat untuk mencapai tujuan
organisasi dan strategi organisasi, karena hasil manajemen risiko barulah
tahap awal untuk terciptanya continuous improvement.
1. Kegagalan pencapaian sebuah objektif dari organisasi bisa dilihat
sebagai salah satu risiko yang harus dikelola.
2. Jelasnya kebijakan dan pengertian tujuan organisasi akan sangat
membantu dalam menentukan kriteria penilaian terhadap risiko
yang ada, apakah dapat diterima/tidak, demikian juga dengan
penentuan pilihan-pilihan pengendaliannya.
d. Konteks Manajemen Risiko
Tujuan, strategi, ruang lingkup dan parameter dari aktifitas, atau bagian
dari organisasi dimana proses manajemen risiko harus dilaksanakan, dan
25

ditetapkan. Proses itu sebenarnya dilakukan dengan pemikiran dan pertimbangan


yang matang untuk memenuhi keseimbangan biaya, keuntungan dan
kesempatan. Prasyarat sumber risiko dan pencatatannya dibuat secara spesifik.
Isi dan ruang lingkup dari aplikasi proses manajemen risiko, meliputi :
1. Identifikasi tujuan dari proyek yang akan dilakukan (sejalan dengan
manajemen perusahaan).
2. Penentuan waktu dan tempat pelaksanaan proyek.
3. Identifikasi studi yang diperlukan lengkap dengan ruang lingkupnya,
prasyarat, dan objektifitasnya.
4. Menentukan cakupan dan ruang lingkup dari aktifitas manajemen
risiko. Kegiatan yang harus dilakukan adalah penentuan wilayah
tanggung jawab setiap unit (siapa yang berwenang) dan hubungan
antara proyek yang satu dengan yang lainnya dalam organisasi tersebut
(koordinasinya).
e. Pengembangan Kriteria Dalam Melakukan Evaluasi Risiko
Tentukan kriteria yang diduga akan menghambat evaluasi risiko
yang akan dilakukan. Hal tersebut ditentukan oleh kesesuaian dan
perlakuan risiko yang didasari kegiatan operasional, teknis, dana, hukum,
sosial, kemanusiaan atau kriteria lainnya. Biasanya hal tersebut tergantung
dari kebijakan internal, tujuan, objektifitas, dan kebijakan organisasi
perusahaan.
Kriteria dipengaruhi oleh persepsi internal dan eksternal, serta
ketentuan hukum. Sangat penting untuk menyesuaikan kriteria tersebut
dengan lingkungan yang ada. Kriteria risiko harus dibuat sesuai dengan
jenis risiko yang ada dan level risikonya.

2.11 Proses Manajemen Risiko


Konsekuensi dan probabilitas adalah kombinasi/ gabungan untuk
memperlihatkan level risiko. Berbagai metode bisa digunakan untuk menghitung
konsekuensi dan probabilitas, diantaranya dengan menggunakan metode statistik.
Metode lain yang juga bisa digunakan jika data terdahulu tidak tersedia,
dengan melakukan ekstrapolasi data-data sekunder secara umum dari lembaga-
26

lembaga internasional maupun industri sejenis. Kemudian dibuat estimasi/


perkiraan secara subyektif. Metode ini disebut metode penentuan dengan
professional judgement. Hasilnya dapat memberikan gambaran secara umum
mengenai level risiko yang ada.

2.11.1 Konsekuensi / Dampak dan Kemungkinan


Sumber informasi yang dapat digunakan untuk menghitung
konsekuensi diantaranya adalah:
1. Catatan-catatan terdahulu.
2. Pengalaman kejadian yang relevan.
3. Kebiasaan-kebiasaan yang ada di industri dan pengalaman-pengalaman
pengendaliannya.
4. Literatur-literatur yang beredar dan relevan.
5. Penelitian lapangan.
6. Percobaan-percobaan dan prototipe.
7. Model ekonomi, teknik, maupun model yang lain.
8. Spesialis dan pendapat-pendapat para pakar.
Sedangkan teknik-tekniknya adalah:
1. Wawancara yang terstruktur dengan para pakar yang terkait.
2. Menggunakan berbagai disiplin keilmuan dari para pakar.
3. Evaluasi perorangan dengan menggunakan kuesioner.
4. Menggunakan sarana komputer dan lainnya.
5. Menggunakan pohon kesalahan (fault tree) dan pohon kejadian (event
tree).

2.11.2 Tipe Analisis


Analisis risiko akan tergantung informasi risiko dan data yang tersedia.
Metode analisis yang digunakan bisa bersifat kualitatif, semi kuantitatif, atau
kuantitatif bahkan kombinasi dari ketiganya tergantung dari situasi dan
kondisinya.
Urutan kompleksitas serta besarnya biaya analisis (dari kecil hingga besar)
adalah: kualitatif, semi kuantitatif, dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan
27

untuk memberikan gambaran umum tentang level risiko. Setelah itu dapat
dilakukan analisis semi kuantitatif ataupun kuantitatif untuk lebih merinci level
risiko yang ada.
Penjelasan tentang karakteristik jenis-jenis analisis tersebut dapat dilihat
dibawah ini:
a. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif menggunakan bentuk kata atau skala deskriptif
untuk menjelaskan seberapa besar potensi risiko yang akan diukur. Hasilnya
misalnya risiko dapat termasuk dalam:
1. Risiko rendah
2. Risiko sedang
3. Risiko tinggi
Analisis kualitatif digunakan untuk kegiatan skrining awal pada risiko
yang membutuhkan analisis lebih rinci dan lebih mendalam.
b. Analisis Semi-Kuantitatif
Pada analisis semi kuantitatif, skala kualitatif yang telah disebutkan
diatas diberi nilai. Setiap nilai yang diberikan haruslah menggambarkan
derajat konsekuensi maupun probabilitas dari risiko yang ada. Misalnya suatu
risiko mempunyai tingkat probabilitas sangat mungkin terjadi, kemudian
diberi nilai 100. setelah itu dilihat tingkat konsekuensi yang dapat terjadi
sangat parah, lalu diberi nilai 50. Maka tingkat risiko adalah 100 x 50 = 5000.
Nilai tingkat risiko ini kemudian dikonfirmasikan dengan tabel standar yang
ada (misalnya dari ANZS/ Australian New Zealand Standard, No. 96, 1999).
Kehati-hatian harus dilakukan dalam menggunakan analisis semi-
kuantitatif, karena nilai yang kita buat belum tentu mencerminkan kondisi
obyektif yang ada dari sebuah risiko. Ketepatan perhitungan akan sangat
bergantung kepada tingkat pengetahuan tim ahli dalam analisis tersebut
terhadap proses terjadinya sebuah risiko. Oleh karena itu kegiatan analisis ini
sebaiknya dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu
dan latar belakang yang sesuai, tentu saja juga melibatkan manajer ataupun
supervisor di bidang operasi.
c. Analisis Kuantitatif
28

Analisis dengan metode ini menggunakan nilai numerik. Kualitas dari


analisis tergantung pada akurasi dan kelengkapan data yang ada. Konsekuensi
dapat dihitung dengan menggunakan metode modeling hasil dari kejadian atau
kumpulan kejadian atau dengan mempekirakan kemungkinan dari studi
eksperimen atau data sekunder/ data terdahulu.
Probabilitas biasanya dihitung sebagai salah satu atau keduanya
(exposure and probability). Kedua variabel ini (probabilitas dan konsekuensi)
kemudian digabung untuk menetapkan tingkat risiko yang ada. Tingkat risiko
ini akan berbeda-beda menurut jenis risiko yang ada.

2.11.3 Evaluasi Risiko


Evaluasi Risiko adalah membandingkan tingkat risiko yang telah dihitung
pada tahapan analisis risiko dengan kriteria standar yang digunakan. Hasil
Evaluasi risiko diantaranya adalah:
a. Gambaran tentang seberapa penting risiko yang ada.
b. Gambaran tentang prioritas risiko yang perlu ditanggulangi.
c. Gambaran tentang kerugian yang mungkin terjadi baik dalam parameter
biaya ataupun parameter lainnya.
d. Masukan informasi untuk pertimbangan tahapan pengendalian.

2.11.4 Pengendalian Risiko


Pengendalian risiko meliputi identifikasi alternatif-alternatif pengendalian
risiko, analisis pilihan-pilihan yang ada, rencana pengendalian dan pelaksanaan
pengendalian. Alternatif alternatif pengendalian yang dapat dilakukan dapat
dilihat di bawah ini:
a. Keputusan untuk menghindari atau menolak risiko sebaiknya
memperhatikan informasi yang tersedia dan biaya pengendalian risiko.
b. Kemungkinan kegagalan pengendalian risiko.
c. Kemampuan sumber daya yang ada tidak memadai untuk pengendalian.
d. Penghindaran risiko lebih menguntungkan dibandingkan dengan
pengendalian risiko yang dilakukan sendiri.
e. Alokasi sumber daya tidak terganggu.
29

f. Mengurangi probabilitas
g. Mengurangi konsekuensi
h. Transfer risiko
Alternatif transfer risiko ini, dilakukan setelah dihitung keuntungan dan
kerugiannya. Transfer risiko ini bisa berupa pengalihan risiko kepada pihak
kontraktor. Oleh karena itu didalam perjanjian kontrak dengan pihak kontraktor
harus jelas tercantum ruang lingkup pekerjaan dan juga risiko yang akan
ditransfer. Selain itu konsekuensi yang mungkin terjadi dapat juga di transfer
risikonya dengan pihak asuransi.

2.12 Penilaian Alternatif-Alternatif Pengendalian Risiko


Pilihan sebaiknya dinilai atas dasar/ besarnya pengurangan risiko dan
besarnya tambahan keuntungan atau kesempatan yang ada, seperti Gambar 2.12.
Seleksi dari alternatif yang paling tepat meliputi keseimbangan biaya pelaksanaan
terhadap keuntungan.
Walaupun pertimbangan biaya menjadi faktor penting dalam penentuan
alternatif pengendalian risiko, tetapi faktor waktu dan keberlangsungan operasi
tetap menjadi pertimbangan utama.

Gambar 2. 12 Biaya Dari Ukuran Pengurangan Risiko

Seringkali perusahaan bisa mendapatkan manfaat besar dari pilihan


kombinasi alternatif-alternatif pengendalian yang tersedia. Oleh karena itu
30

sebenarnya tidak pernah terjadi penggunaan alternatif tunggal dalam proses


pengendalian risiko.

2.12.1 Rencana Persiapan Pengendalian


Setelah ditentukan alternatif pengendalian risiko yang paling tepat,
langkah berikutnya adalah menyusun rencana persiapan. Rencana persiapan ini
berkaitan dengan pertanggungjawaban, jadwal waktu, anggaran, ukuran kinerja,
dan tempat.
Idealnya, tanggung jawab dari pengendalian risiko seharusnya dilakukan
oleh mereka yang benar-benar mengerti. Tanggung jawab tersebut harus disetujui
lebih awal. Pelaksanaan pengendalian risiko yang baik membutuhkan sistem
manajemen yang efektif, pembagian tanggungjawab yang jelas dan kemampuan
individu yang handal.
Pemantauan selama pengendalian risiko berlangsung perlu dilakukan
untuk mengetahui perubahan-perubahan yang bisa terjadi. Perubahan-perubahan
tersebut kemudian perlu ditelaah ulang untuk selanjutnya dilakukan perbaikan-
perbaikan. Pada prinsipnya pemantauan dan telaah ulang perlu untuk dilakukan
untuk menjamin terlaksananya seluruh proses manajemen risiko dengan optimal.
Komunikasi dan konsultasi merupakan pertimbangan penting pada setiap
langkah atau tahapan dalam proses manejemen risiko. Sangat penting untuk
mengembangkan rencana komunikasi, baik kepada kontributor internal maupun
eksternal sejak tahapan awal proses manajemen risiko. Komunikasi dan konsultasi
termasuk didalamnya dialog dua arah diantara pihak yang berperan didalam
proses manajemen risiko dengan fokus terhadap perkembangan kegiatan.
Komunikasi internal dan eksternal yang efektif penting untuk meyakinkan pihak
manajemen sebagai dasar pengambilan keputusan.
Persepsi risiko dapat bervariasi karena adanya perbedaan dalam asumsi
dan konsep, isu-isu, dan fokus perhatian kontributor dalam hal hubungan risiko
dan isu yang dibicarakan. Kontributor membuat keputusan tentang risiko yang
dapat diterima berdasarkan pada persepsi mereka terhadap risiko. Karena
kontributor sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan maka sangat penting
bagaimana persepsi mereka tentang risiko sama halnya dengan persepsi
31

keuntungan-keuntungan yang bisa didapat dengan pelaksanaan manajemen risiko.

2.13 Konsep Risk FMEA


Definisi RFMEA (Risk Failure Mode and Effect Analysis) diadopsi dan
diselaraskan dengan PMBOK Guide (Project Management Body of Knowledge).
Risiko didefinisikan probabilitas risiko sebagai kemungkinan bahwa risiko akan
terjadi. Sedangkan, Pada RFMEA, risiko ini terjadi pada probabilitas besar, tetapi
tidak semua risiko memiliki dampak yang signifikan apabila risiko dapat dengan
mudah terdeteksi. Bila suatu risiko tidak cukup waktu untuk dikendalikan ataupun
tidak dapat diketahui penyebabnya maka risiko itu bias dibilang memiliki nilai
detection yan tinggi, sehingga nilai RFMEA yang tinggi.
Analisa FMEA telah lama digunakan sebagai alat perencanaan selama
pengembangan proses, produk, dan jasa. Dalam mengembangkan FMEA, tim
mengidentifikasi mode kegagalan dan tindakan yang dapat mengurangi atau
menghilangkan potensi kegagalan dari terjadi. Input diminta dari kelompok luas
ahli di desain, pengujian, kualitas, lini produk, pemasaran, manufaktur, dan
pelanggan untuk memastikan bahwa mode kegagalan potensial diidentifikasi.
FMEA kemudian digunakan selama penyebaran produk atau jasa untuk
pemecahan masalah dan tindakan korektif.
Format dan metode RFMEA dikembangkan sejalan dengan FMEA. Metode
RFMEA diperkenalkan kepada tim perencanaan dengan memanfaatkan form
template yang telah dimodifkasi sesuai kebutuhan untuk suatu proyek (Thomas,
Donald, (2004). Modifikasi termasuk pada penambahan rincian daris uatu proyek,
penyesuaian presentase, dan penerapan nilai dari suatu dampak risiko. Prosedur
RFMEA digambarkan pada Gambar 2.13.
32

Gambar 2. 13 Gambar proses RFMEA

Langkah pertama adalah tim melakukan brainstorming risiko yang terjadi.


Tim dilatih untuk tiap risiko kejadian harus diidentifikasi dalam format, “ Jika X
terjadi, maka Y akan terjadi”, dimana X adalah kejadian risiko dan Y adalah
dampak dari kejadian yang terjadi. Dampaknya memiliki kemungkinan
penundaan waktu, penambahan harga, atau kedua-duanya. Risiko yang diberikan
mungkin memiliki dampak berganda, dalam kasus tersebut, identifikasi risiko
dengan memberikan risk ID untuk setiap dampak yang teridentifikasi. Dari setiap
risiko didaftarkan pada Tabel 2.6.

Tabel 2. 6 Tabulasi proyek Risk score dan RFMEA


ID Jenis Penyebab Dampak Probab Conseq Detec Risk RFMEA Ketera
Resiko Risiko Risiko i-lity uences tion Score Score ngan

Kedua, nilai yang memiliki kemungkinan, dampak yang terdeteksi perlu


didiskusikan oleh tim. Tim mendiskusikan penilaian dan kesepakatan nilai yang
33

diisyaratkan pada penambahan data dari para ahli atau peninjauan ulang tiap risiko
sebelumnya dengan berdasarkan pengalaman dari berbagai latar belakang yang
tergabung dalam tim.
Pada langkah berikutnya adalah diketahui nilai risiko didapatkan dengan:
Risk = Probability x Consequences (2.4)
Sedangkan, nilai RFMEA didapatkan dengan:
RFMEA = Probability x Consequences x Detection (2.5)
Dimana dari setiap perhitungan risiko antara Risk dan RFMEA memiliki karateristik
yang berbeda.

Gambar 2. 14 Pareto Risk &RFMEA

Analisa Pareto dilakukan untuk mengukur nilai kritis dari setiap risiko
seperti Gambar 2.14. Tidak ada langkah ilmiah untuk pemilihan nilai kritis.
Dalam beberapa kasus, pilihan terlihat jelas dan pada kasus lainnya penyebaran
tingkat nilai risiko merata sehingga sulit untuk menentukan nilai prioritas.
Setelah nilai kritis diketahui untuk risk score dan RFMEA, dilakukan
pembuatan scatter diagram untuk nilai risk score dan RFMEA seperti Gambar 2.15.
Tidak ada ekpektasi bahwa alur data harus sesuai pola dari nilai itu sendiri. Lalu
dilanjutkan dengan membuat sumbu sebagai perpotongan 2 nilai kritis untuk
pendefinisian awal nilai risiko yang mensyaratkan respon rencana yang dihasilkan
sebelumnya. Garis perpotongan ini menjadi kan nilai risiko menjadi 4 kuadran yang
dimana pada zona kritis (Bagian kiri-atas) merupakan nilai risiko yang tinggi dan
34

mendesak.
Banyak risiko yang memiliki nilai risiko tinggi, tetapi belum tentu risiko itu
dapat dideteksi sedini mungkin. Tim harus mengevaluasi risiko-risiko tersebut,
bahkan jika risiko ini dapat dideteksi menjadi indikasi yang signifikan pada
rencana respon awal.
Setelah identifikasi nilai kritis, tim harus mempertimbangkan strategi
respon risiko penghindaran, pemindahan, perhitungan dan tindakan
rekomendasi atas risiko. Sesuai perencanaan respon, langkah terkahir adalah
menghitung ulang risk score dan RFMEA berdasarkan aksi antisipasi respon
perencaanaan. Jika perhitungan ulang angka risk score dan RFMEA masih
dikategorikan nilai kritis, diperlukan pengkajian untuk mengurangi nilai atau
tingkat risiko dengan tindakan-tindakan rekomendasi.

Gambar 2. 15. Scatter Diagram RFMEA VS Risk Score

Penambahan metode untuk mendeteksi risiko adalah pilihan kedua. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi nilai risiko pada perencanaan respon awal. Penambahan
kemampuan dari mendeteksi suatu risiko bisa dibilang lebih mudah dan murah
dibandingkan penyelesaian resiko sejak dini.

2.14 State of The Art


Metode RFMEA merupakan penggabungan metode antara konvensional risiko
dan FMEA yang pertama kali diperkenalkan pada akhir tahun 2004 oleh Thomas A.
35

Carbone dan Donald D.Tipplet. Beliau mengembangkan metode ini di sebuah


proyek industri elektronik dan terus berkembang hingga berbagai industri,
termasuk proyek konstruksi.
Pada Tabel 2.7 didapatkan bebarapa karya ilmiah yang menggunakan
metode RFMEA.
Tabel 2. 7 State of The Art
No Tah-
Penelitian Industri Batasan
. un
Scott Anthony M. Theses  Membandingkan
and Dissertations: Risk Universitas, beberapa metode
1. Management Among 2011 industri secara umum
Research and Development manukfaktur  Analisa hingga
Projects. Lehigh University tindakan rekomendasi
M. Ko dan T. Nishikawa.
Penelitian fokus pada
Application of RFMEA to
kegiatan pemeliharaan
2. Risk Analysis of 2012 Elektronik
fasilitas elektrik dan
Maintanance of Electric
penanggulangan.
Facilities
Mican. CA. Schedule Risk Analisa risiko pada
Analysis in Construction pembangunan
3. Project Using RFMEA and 2013 Infrastruktur infrastruktur dimulai dari
Bayesian Networks: The brainstroming risiko
Cali-Colombia case study hingga mitigasi
Andreas Rahmawan K. Mengetahui faktor-faktor
Thesis: Analisis utama yang
Seismik,
4. Pengendalian Proyek Survei 2013 mempengaruhi survey
Migas
Seismik Laut Lepas Pantai seismik hingga rencana
Alexandria dan Laut Barens tanggap
 Analisa brainstorming
hingga mitigasi
FEED  Strategi inspeksi dan
proyek pipa pemeliharaan
5. Tesis 2015
bawah laut,  Estimasi biaya
Migas mitigasi dan
perbandingan nilai
risiko yang diterima

Pada pengembangannya, penulis mengimplementasikan metode Risk FMEA


pada proyek minyak dan gas bumi, khususnya pada proyek pipa bawah laut di laut
Natuna.
36

2.15 Konsep Analisa Monte Carlo


Simulasi Monte Carlo adalah salah satu teknik asesmen risiko kuantitatif yang
dapat digunakan oleh berbagai organisasi dalam proses manajemen risiko mereka,
terutama dalam tahapan analisis risiko dan/atau evalusi risiko yang memiliki
fenomena variabel acak (random variable). Analisis dan evaluasi risiko dengan
fenomena variabel acak tidak hanya hanya terjadi untuk peristiwa-peristiwa risiko
pasar (market risk), risiko kredit (credit risk), dan risiko operasional (operational
risk) dalam dunia perbankan, tetapi juga untuk risiko operasional di berbagai industri
lain misalnya industri minyak dan gas (oil and gas) dan pertambangan (mining).
Metode Monte Carlo bertujuan untuk menganalisis perambatan
ketidakpastian yang melibatkan penggunaan angka acak (angka random) untuk
memodalkan sistem sehingga pada penelitian ini digunakan dua software untuk
menentukan angka random yaitu Excel dan Crystall Ball. Angka random yang
diambil merupakan angka diantara nilai minimum dan maksimum setiap jenis
pekerjaan yang dilakukan di proyek dan dilakukan pengulangan sesuai dengan
jumlah iterasi yang terjadi.
Teknik asesmen risiko ini adalah analisa kuantitatif yang diakui dalam
penerapan ISO 31000 Risk Management Standard. Teknik ini secara eksplisit
tercantum dalam dokumen pendukung ISO 31000 yaitu“ISO31010 Risk
Assessment Techniques”.

2.15.1 Langkah- langkah Simulasi Monte Carlo


Teknik simulasi Monte Carlo terbagi atas lima langkah sederhana, pada Gambar
2.16, yaitu sebagai berikut:
a. Menetapkan sebuah distribusi probabilitas bagi variabel penting.
Ide dasar simulasi Monte Carlo adalah untuk membangkitkan nilai untuk
variabel pada model yang sedang diuji. Dalam sistem dunia nyata,
sebagian besar variabel memiliki probabilitas alami. Diantaranya adalah:
permintaan persediaan, waktu tenggang pesanan untuk tiba, waktu diantara
mesin rusak, waktu diantara kedatangan pelanggan pada suatu fasilitas
pelayanan, waktu pelayanan, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
aktivitas proyek, dan jumlah karyawan yang tidak hadir setiap hari.
Sebuah cara untuk menetapkan distribusi probabilitas bagi variabel
37

tertentu adalah dengan menguji hasil histories. Distribusi probabilitas


dapat ditemukan, atau frekuensi relatif, untuk setiap output variable yang
mungkin dengan cara membagi jumlah pengamatan dengan jumlah
pengamatan total.

Gambar 2. 16 Langkah simulasi Monte Carlo

b. Membuat distribusi probabilitas kumulatif bagi setiap variabel.


Untuk mengubah distribusi probabilitas biasa menjadi sebuah distribusi
probabilitas kumulatif (cumulative probability distribution) merupakan
pekerjaan yang mudah.
c. Menetapkan sebuah interval angka acak bagi setiap variabel.
Setelah distribusi probabilitas kumulatif bagi setiap variabel yang
digunakan dalam simulasi sudah diterapkan, maka diberikan serangkaian
angka yang mewakili setiap nilai atau output yang mungkin. Angka ini
disebut sebagai interval angka acak. Pada dasarnya, angka acak merupakan
serangkaian digit yang telah terpilih oleh sebuah proses yang teracak
secara sempurna, yakni sebuah proses di mana setiap angka acak memiliki
peluang yang sama untuk bisa terpilih.
d. Membangkitkan angka acak.
Angka acak dapat dihasilkan dengan dua cara. Jika persoalan yang
dihadapi besar dan proses yang sedang diteliti melibatkan banyak
percobaan simulasi, maka digunakan program komputer untuk
38

membangkitkan angka acak. Jika simulasi dilakukan dengan perhitungan


tangan, angka acak dapat diambil dari sebuah table angka acak.
e. Mensimulasikan serangkaian percobaan.
Hasil dari eksperimen dapat disimulasikan secara sederhana dengan
memilih angka acak dari tabel angka acak.

2.15.2 Verifikasi dan Validasi Monte Carlo


Suatu model merupakan representasi realitas, atau abstraksi dan
simplifikasi dari referensi sistem, dan jarang orang dapat memasukkan semua
variabel, maka:
a. Tidak ada model simulasi yang secara absolut benar
b. Tidak ada korespondensi satu-satu antara model simulasi dengan referensi
sistemnya. Oleh karena itu, biasanya model simulasi harus diuji.
Verifikasi dan validasi adalah tahap dalam permodalan untuk memeriksa
diterima atau tidaknya suatu model diterapkan. Verifikasi adalah memeriksa
sintesa sistem dengan logika dan/atau analitik secara teoritik. Verifikasi dapat
dibedakan menurut tahap pemodelannya, yaitu verifikasi model konseptual dan
verifikasi logis. Verifikasi model konseptual adalah pengujian relevansi asumsi-
asumsi dan teori-teori yang dipegang oleh pengambil keputusan dan analisis
dalam melakukan cara pandang (point of view) situasi masalah. Verifikasi logis
adalah tahap memeriksa dilibatkan atau diabaikannya suatu variabel atau
hubungan. Aspek yang perlu diperhatikan dalam formulasi model adalah ukuran
performansi sistem.
Validasi merupakan tahap terakhir dalam pengembangan model untuk
memeriksa model dengan meninjau apakah keluaran model sesuai dengan sistem
nyata, dengan konsistensi internal, korespondensi, dan representasi. Penilaian
dalam langkah validasi merupakan hal yang paling sulit dicapai dalam dunia nyata
karena pengembangan model merupakan proses yang iteratif. Walaupun
demikian, terdapat tiga cara menentukan derajat validasi suatu model, yakni: valid
replikatif, valid prediktif, dan valid struktur.
Dikaitkan dengan tahap pemodelan pada gambar 3 diatas, proses validasi
model dapat dibedakan menjadi validasi eksperimental, validasi operasional, dan
39

validasi data. Validasi eksperimental adalah mengestimasi parameter model


dengan data dan pengujian signifikansi parameter model. Validasi operasional
adalah pengukur kualitas dan kemampuan penerapan solusi. Validasi data
menyangkut pengecekan penyebaran, ketepatan, kecukupan, dan ketersediaan data
yang diperlukan dalam proses penyelesaian masalah. Secara umum verifikasi dan
validasi dilakukan guna memenuhi tuntutan ilmiah (rasional dan fakta) dan
pemanfaatannya. Dalam hal ini verifikasi dan validasi model dilandasi oleh aliran
pemikiran berikut:
1. Pemikiran rasionalisme
Merupakan proses penggunaan akal (logika) untuk memberikan suatu
dasar pembenaran kepada suatu persoalan, dimana dasar atau alasan itu
bukan penyebab langsung dari masalah itu.
2. Empirisme
Pemikiran yang menekankan pada bukti empirik dengan lebih melihat
objek permasalahan dan lingkungannya.
3. Positifisme
Berdasarkan apakah model memberikan manfaat yang positif atau tidak
terdapat pemecahan masalah.
40

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian


Tahapan penelitian yang digunakan untuk menganalisa risiko pada proyek
pipa bawah laut di Laut Natuna secara garis besar meliputi tahap-tahap yang
diilustrasikan pada Gambar 3.1, dimana dibagi menjadi 5 bagian utama:
a. Identifikasi Hazard,
b. Penentuan formula Risiko dengan pendekatan Risk FMEA, dijelaskan
pada Bab 2.8,
c. Analisa Biaya dengan metode Monte Carlo yang sebagaimana telah
dijelaskan pada Sub-Bab 2.9.1,
d. Evaluasi risiko,
e. Mitigasi dan tindakan rekomendasi risiko.
Pada fase awal penulis melakukan identifikasi hazard yang kemungkinan
pada proyek pipa bawah laut. Kemudian melakukan formula risiko dengan
menentukan parameter probabilitas dan konsekuensi kegagalan dengan metode
perhitungan qualitative berdasarkan identifikasi hazard yang telah dilakukan. Dari
perhitungan risiko maka penulis dapat mengevaluasi profil risiko sepanjang pipa
tersebut. Parameter-parameter probabilitas yang digunakan untuk qualitative
risiko meliputi third party damate, internal corrosion, external corrosion, dan
design & operation, sedangkan parameter yang digunakan untuk pemodelan
konsekuensi antara lain Business Interruption (Loss), Safety on population, Cost
of the Company Asset, Cost of Environmental Asset dan Company Reputation.

Parameter probabilitas memiliki bobot presentase untuk setiap parameter


hazard yang dihitung berdasarkan sejarah kegagalan pipa yang pernah terjadi dan
pengalaman di lapangan pada proyek sebelumnya yang sejenis. Dari perhitungan
model probabilitas dan konsekuensi, lalu akan dilakukan perhitungan sehingga
menghasilkan score risiko dari masing-masing segmen pipa. Output score tersebut
dimasukan ke dalam matriks yang telah ditentukan sehingga dapat diketahui
41

tingkat risiko yang terjadi apakah termasuk kategori very high, high, medium, low,
very low risk. Tingkat risiko tersebut menjadi referensi untuk mitigasi dalam
rangka mengurangi risiko yang terjadi agar bobot tersebut menjadi tingkat risiko
yang lebih rendah.

Gambar 3. 1 Diagram Alir Tahapan Penelitian


42

3.2 Mitigasi Risiko

Usaha-usaha yang dilakukan untuk menghadapi bencana yang diakibatkan


oleh minyak tumpah dapat dibagi menjadi 3 kategori sperti Gambar 3.2.

Gambar 3. 2 Dampak minyak tumpah

Rencana kontingensi untuk mengatasi efek minyak tumpah harus menjadi


salah satu tinjauan penting pada operasi. Pengembangkan strategi respon harus
dilakukan secara rinci untuk pada kemungkinan tumpahan minyak terjadi dalam
pipa koridor yang direncanakan. Skenario operasi pembersihan minyak juga harus
dibuat bila mencapai garis pantai. operasi pembersihan di wilayah pesisir bisa
sangat rumit dan sulit jika melibatkan daerah-daerah yang sensitif secara ekologis.
Hal ini juga tergantung pada karakteristik dan kondisi pantai itu sendiri.
Perencanaan yang tepat harus dipertimbangkan sehingga semua operasi
yang aman dan risiko tumpahan minyak dapa diminimalisi. Rencana kontingensi
tumpahan minyak yang komprehensif diperlukan untuk mengurangi dampak
dengan memperhatikan ketersediaan tenaga kerja, peralatan dan sumber daya
untuk mengoperasikan rencana tersebut.
Data yang didapatkan dari Concawe (organisasi lingkungan industri
minyak Eropa) menunjukkan bahwa untuk periode 1985-1989, sekitar sepuluh
tumpahan minyak dari pipa telah dicatat setiap tahun dan total, lebih dari setengah
yang disebabkan oleh korosi eksternal oleh pihak ketiga yang disengaja. Oleh
karena pipa harus diinsulasi dan dilindungi dengan trenched sehingga risiko
kebocoran akibat korosi eksternal sangat kecil.
Selain itu pipa harus dirancang dimungkinkan pemeriksaan internal
dengan menggunakan intellegent pig yang dapat mendeteksi pengurangan
43

ketebalan dinding.
Pipa yang di las sekarang ini sangat kuat dan mampu melawan menyeret
dari jaring ikan, jangkar, dan lain-lain. Hal ini didapatkan bahwa kegagalan pipa
karena terseret jaring ikang dan lain-lain dapat dikatakan kejadian yang sangat
jarang.

3.3 Analisa Konsekuensi dan Deteksi

Setiap kejadian berpeluang memiliki konsekuensi, baik berdampak besar


ataupun kecil. Konsekuensi yang ditampilkan pada Gambar 3.3 dan Gambar 3.4,
merupakan strategi detail dan pertimbangan yang harus dipertimbangkan pada
perencanaan dan eksekusi proyek. Pertimbangan ini yang meliputi pada semua
fase proyek : Engineering, Installation dan Construction dengan tujuan
meminimalisir risiko dan kensekuensi yang akan didapatkan.
Tidak semua risiko memiliki nilai risiko deteksi (detection) yang tinggi
karena dampak dari risiko tersebut tidak akan secara langsung mempengaruhi dari
kegiatan proyek dan dapat terdeteksi dalam waktu yang cukup. Salah satunya
adalah bidang sosial ekonomi, Nelayan kehilangan mencari lahan ikan yang tidak
berpengaruh langsung pada proyek dengan waktu yang cukup.

Gambar 3. 3 Konsekuensi konstruksi subsea pipeline


44

Gambar 3. 4 Konsekuensi operasi subsea pipeline

3.3.1 Analisa Tertimpa Jangkar

Konsekuensi tertimpa jangkar merupakan risiko yang perlu diperhatikan,


mengakibatkan kebocoran atau pipa tergores yang memungkinkan korosi pipa.
Pemodelan dampak tertimpa jangkar dapat digambarkan seperti pada Gambar 3.5
berikut ini:

Gambar 3. 5 Konsekuensi tertimpa jangkar (DNV, 2007)

Dengan pemodelan tersebut dapat dikalkulasi impact energy yang


ditimbulkan oleh masing-masing jangkar dan % dent pada pipa akibat jatuhnya
jangkar tersebut.

3.3.2 Analisa Tertarik Jangkar


Konsekuensi tertimpa jangkar merupakan risiko yang perlu diperhatikan,
mengakibatkan kebocoran atau pipa tergores. Gambar 3.6 menunjukan resultan
energi yang diakibatkan garukan jangkar. Dari persamaan yang ada dapat
dikalkulasi impact energy pada pipa yang diakibatkan tertarik jangkar sehingga
dapat pula dikalkulasi % dent yang ditimbulkan.
45

Gambar 3. 6 Konsekuensi tertarik jangkar (DNV, 2007)

3.4 Identifikasi Hazard


Secara mekanis, integritas pipa ditentukan oleh tipe dan ukuran dari
cacat/defect. Memahami mekanisme dan perilaku defect sangat penting untuk
membuat rencana yang tepat untuk mengurangi kegagalan pada pipa dan
meningkatkan keselamatan pengoperasian pipa transmisi. Identifikasi hazard dan
kerusakan yang dapat terjadi berdasarkan DNV-RP-F107 dapat diuraikan pada
Tabel 3.1.
Tabel 3. 1 Tabel identifikasi Hazard
Operasi/Aktivitas Hazard Efek yang ditimbulkan

Instalasi pipa Benturan dan gesekan Impact damage


jangkar atau rantai
jangkar ke permukaan
pipa
Kehilangan teganga, Kerusakan pada pipa
pipa terjatuh yang akan dipasang atau
pipa yang sudah
dipasang
Pipa rusak karena Impact damage
gesekan batuan,
trenching
46

Lanjutan Tabel 3.1 identifikasi

Operasi/Aktivitas Hazard Efek yang ditimbulkan

Rusak ketika memasang Impact damage


cover
Rusak ketika pipa Impact damage
melewati penyebrangan
pipa lainnya
Instalasi Riser dan modul Objek terjatuh Impact damage
pig launcher/receiver Terkena jangkar Pipa terangkat, tergores
Anchor handling (rig dan Jangkar jatuh, rantai Impact damage
operasi pemasangan jangkar patah
vessel) Terkena jangkar Terkait jangkar
Tertarik rantai jangkar Pipa terangkat, tergores
Aktivitas lifting (operasi Objek jatuh ke laut Impact damage
di rig dan platform)
Operasi bawah laut Terbentur ROV Impact damage
(Operasi berkelanjutan) Kegagalan maneuver Pipa terangkat, tergores,
ketika instalasi ataupun impact damage
pengangkatan
Aktivitas nelayan Terkena jaring atau Pipa terangkat, tergores
pukat harimau, pipa
tertarik
Tanker, supply vessel dan Tabrakan (baik benturan Impact damage
lalu lintas kapal laut langsung maupun
tergores)
Emergency hooking Pipa terangkat, tergores,
impact damage
Kapal tenggelam Impact damage

Proses identifikasi Hazard merupakan input utama dan menjadi bagian


terpenting dalam penentuan tindakan apa saja yang akan terjadi. Kondisi bahaya
dalam keadaan tertentu mengakibatkan kegagalan pipa, yang memungkinkan
terjadinya risiko yang tinggi. Dari setiap potensi hazard ini didapatkan dari
47

sejarah proyek yang pernah didapatkan, fenomena dan berita terkini di daerah
tersebut, kondisi lapangan dan kebijakan perusahaan.
Pada penelitian ini dikembangkan form dengan mengacu kepada DNV-
RP-F116, Integrity Management of Submarine Pipeline System, yang dimodifikasi
dengan mempertimbangkan analisa proyek RFMEA pada Lampiran 2.

3.5 Kuantitas Hazard


3.5.1 Frekuensi Hazard dari Korosi
Mengacu pada laju korosi pipa offshore maka nilai hazard akibat korosi
yang berasal dari perhitungan dari jumlah karbon dioksida, kandungan air pada
pipa dan laju alir fluida di dalam pipa. Dengan tindakan analisa desain dan
manajemen yang tepat, baik memperhatikan desain, pemilihan material dan
inspeksi yang dilakukan, Program IRM (Repair and Maintenance) dapat
mengurangi risiko dan kegagalan secara signifikan (Iberahim, 1999).

3.5.2 Seismic Hazard


Setiap kesalahan geologi harus benar-benar dipelajari untuk mengetahui
risiko bahaya seismik untuk sistem pipa. Hal ini sangat penting bahwa data yang
cukup untuk mendukung keputusan untuk rute akhir pipa. Ketersediaan data
seismik yang lengkap dapat mengurangi kesalahan offshore dan memungkinkan
pilihan yang lebih akurat.

3.6 Penilaian Risiko


Secara umum, penilaian risiko terdiri dari estimasi frekuensi peristiwa dan
konsekuensi yang diakibatkan dari peristiwa/aktfitas. Frekuensi dari suatu
kejadian dapat berupa :
a. Dinilai dengan data dan infrormasi yang mendetail, misal jatuhnya
crane ke pipa dengan dibuat detail skenario kejadi, atau
b. Diperkirakan dengan pertimbangan dari operator yang berpengalaman
atau pun expert di bidang yang bersangkutan
Untuk frekuensi kejadian diberikan sistem ranking dimulai dari skala 1,
sebagai frekuensi terendah dan 5 sebagai frekuensi tertinggi.
Begitu juga dengan konsekuensi, dihitung atau diestimasi dengan ranking
48

1, sebagai kejadian tidak kritis / risiko rendah dan 5 sebagai kejadian sangat kritis
atau risiko tinggi. Berdasarkan DNV-RP-F116, tingkat risiko ditabulasi dengan
mengacu pada Tabel 3.2.
Tabel 3. 2 Matriks Risiko

Pada Prakteknya, setiap aktivitas / peristiwa diklasifikasikan menjadi 5


kategori, yaitu kerusakan very low (VL), Low (L), Medium (M), High (H) dan Very
High (VH) yang menjadi dasar untuk konsekuensi peringkat pada 5 kategori yang
berbeda. Ranking frekuensi dan peringkat konsekuensi ditetapkan sesuai kategori
kerusakan yang relevan, Risiko tersebut kemudian dievaluasi dengan mentabulasi
data frekuensi yang didapat dan konsekuensi dalam matriks risiko.
Untuk beberapa operasi yang terisolasi, metodologi penilaian risiko akan
tidak berlaku. Isolasi operasi kritis, seperti pengangkatan modul baru. Metodologi
risiko tidak berlaku sebagai perkiraan frekuensi yang wajar untuk aktifitas
tersebut.
Untuk operasi seperti studi HAZOP (Operation Hazardous and
Operability) dan RFMEA (Risk Failure Mode Effect Analysis) digunakan untuk
mengidentifikasi kondisi kritis selama operasi dan kegagalan peralatan yang
mungkin yang dapat menyebabkan atau memperburuk kritis dan tidak frekuensi
yang sesuai.
Jika salah satu parameter dasar yang berhubungan dengan risiko
perubahan penilaian risiko, misalnya tingkat aktivitas, desain, parameter, prosedur
operasi, berubah, penilaian risiko harus diperbarui untuk mencerminkan
perubahan.
49

3.7 Analisa Risiko Risk Score dan RFMEA


Analisa Risiko dilakukan dengan 2 metode yaitu penilaian risiko dengan
hasil perkalian likehood dan occurance dan dilakukan dengan metode proyek
RFMEA (Risk Failure Mode and Effect Analysis) yang dijelaskan pada Bab II,
bagian 2.8.

3.8 Perhitungan Penilaian RFMEA


Perhitungan dan penilaian risiko dilakukan dengan hasil perkalian dari
jumlah frekuensi dari suatu kejadian dengan frekuensi yang didapat dan
dipengaruhi dari tingkat prioritas aktivitas tersebut. Perlu diketahui bahwa setiap
risiko yang memiliki nilai deteksi tinggi belum tentu termasuk ke permasalahan
yang kritis dan belum tentu pula berdampak besar untuk suatu proyek. Sehingga
dari tiap-tiap risiko perlu dievaluasi (Thomas, Donald, 2004).
Dari tiap-tiap metode tersebut memiliki formula yang berlainan, dimana
untuk menghitung RFMEA secara umum pada persamaan :
RFMEA = Probability x Consequences x Detection (3.1)
Pada perhitungan Risk factor itu sendiri merupakan hasil dari tingkat
prioritas dari tingkat prioritas masalah dengan perkalian antara frekuensi kejadian
dengan tingkat keseriusan dari kejadian tersebut yang sebagaimana dijelaskan
oleh Kerzner pada persamaan [15] :
Risk Factor = Probability x Consequences (3.2)
Untuk frekuensi (probability) kejadian diberikan sistem ranking dimulai
dari skala 1, sebagai frekuensi terendah dan 5 sebagai frekuensi tertinggi. Untuk
konsekuensi (consequences), dihitung atau diestimasi dengan ranking 1, sebagai
kejadian tidak kritis / risiko rendah dan 5 sebagai kejadian sangat kritis / atau
risiko tinggi. Begitu juga dengan deteksi (detection), dihitung atau diestimasi
dengan ranking 1, sebagai kejadian tidak kritis / risiko rendah dan 5 sebagai
kejadian sangat kritis / atau risiko tinggi. Sebagaimana dijelaskan pada Tabel 3.3.
50

Tabel 3. 3 Tabel Ranking RFMEA


Consequences
Rank Safety Environment Cost Probability Detection
Controls will
not or cannot
detect the
Has been
Massive existence of
>10 experienced
Multiple effect. Large a failure. No
5 Million by most
fatalities damage area > known
Euro operators 10-
100 BBL. 2 controls
– 10-1.
available to
detect failure
mode.
Has been Controls
Single Major effect
1-10 experienced probably will
fatality or significant
4 Million by most not detect the
permanent spill response
Euro operators 10- existence of
disability <100 BBL. 3
– 10-2. failure mode.
An accident Controls
Major Localized has occurred have a poor
0.1-1
injury, long effect. Spill in the chance of
3 Million
terms response <50 industry 10-4 detecting the
Euro
distance BBL. – existence of
10-3. failure mode.
Control may
Slight Minor effect. Never heard
0.01-0.1 detect the
injury, a Non of in the
2 Million existence of
few lost compliance <5 industry 10-5
Euro a failure
work days BBL. – 10-4.
mode.
Controls
have a good
chance of
Slight effect
No <0.01 Failure is not detecting
on the
1 superficial Million expected 10- failure mode,
environment 5
injuries Euro . process
<1 BBL.
automatically
detects
failure mode.

3.9 Penurunan Penilaian Risiko


Pada setiap risiko yang diperkirakan pada kategori tinggi, dilakukan
pengurangan risiko, sesuai Tabel 3.5 dengan cara :
a. Mengurangi frekuensi aktivitas/kegiatan
b. Mengurangi konsekuensi dengan menambah peralatan pengaman, standar
operasi dan lain-lain
c. Mengkombinasikan 2 hal di atas
51

Tabel 3. 4 Pengurangan risiko

Pengukuran Pengurangan Risiko Detail

Membatasi kegiatan Mengurangi atau


lifting ke area tertentu, Frekuensi meniadakan kegiatan
zona ataupun sektor secara efektif
Pipa tidak diizinkan
untuk diangkat pada
Membatasi objek yang safety zone. Hanya
menggunakan kegiatan Frekuensi menggunakan crane
lifting di zona tertentu terjauh dari area untuk
mengankat benda yang
berat
Tidak diperbolehkan
Mensosialisasikan jarak
Frekuensi melakukan aktivitas
aman
instalasi di area ini
Aktivitas harus
Memperhatikan keadaan
dihentikan/ditunda bila
alam/cuaca pada kegiatan Frekuensi
cuaca buruk hingga
kerja
keadaan membaik
Meningkatkan alat
pelindung/pengaman
akan mengurangi damage
Meningkatkan alat pada pipa. Dapat
Konsekuensi
pengaman dilakukan dengan
berbagai cara, seperti
membangun terowongan
pada pipa
Cara efektif untuk
Menghentikan produksi
mengurangi konsekuensi
pipeline pada saat Konsekuensi
yang mengakibatkan
aktivitas proyek
aktivitas ini akan
52

Lanjutan Tabel 3.5 Pengurangan Risiko

Pengukuran Pengurangan Risiko Detail

memakan biaya yang


besar, tetapi akan
mengurangi konsekuensi
damage ekonomis

Untuk mengevaluasi efek ekonomi dari setiap pengurangan risiko, perlu


dilakukan perhitungan biaya dan manfaat dari sebuah risiko. Melakukan analisa
Cost-Benefit Value (CBV) merupakan perbandingan antara meningkatnya biaya
karena penambahan tindakan preventif yang disebut ∆Cost (PMBOK, 2000).
Untuk pengurangan risiko disebut ∆Risk. Solusi biaya yang efektif divariabelkan
dengan rasio:
Cost (3.3)
CBV 
Risk

Dari persamaan ini dapat dihitung dengan:

Cm
CBV  (3.4)
Cr  Cp
 y 1  r 2 .PoF
Dimana:
Cm : Biaya dari pengurangan risiko
∆Cr : Pengurangan dari biaya perbaikan
∆Cp : Pengurangan dari kehilangan produktivitas
PoF : Kemungkinan dari frekuensi kegagalan
R : Suku bunga
Y : Jumlah tahun

3.10 Analisa Biaya


Biaya merupakan salah satu faktor yang tidak terpisahkan pada keamanan
pipa. Salah satu cara paling efektif adalah dengan mengumpulkan dan
mengelompokan masing-masing biaya dari setiap aktivitas yang menimbulkan
risiko agar penglokasian sumber daya yang dimiliki menjadi optimal.
Analisa biaya dengan menggunakan estimasi biaya dengan menggunakan
53

analisa biaya proyek dengan monte carlo yang dijelaskan pada Bab 2, bagian 2.9.
Dengan perhitungan dengan software Excel dan Crystall Ball ini diharapkan dapat
memberikan gambaran aktual mengenai biaya yang lebih tepat dalam
menjalankan manajemen risiko pada proyek pipa bawah laut. Sehingga dapat
membantu manajemen untuk mengambil langkah yang strategis.
Dalam analisa biaya Monte Carlo ini mempertimbangkan dari distribusi
dari setiap bagian di proyek, apakah sebaran distribusi normal, uniform, discrete
dan lainnya. Dari data ini akan mempengaruhi hasil perkiraan/ forecast dari biaya
yang diperlukan dengan tingkat keyakinan 80% dari efek risiko dan juga
penanggulangan dari risiko tersebut.
Lalu dilakukan analisa sensitivitas dari biaya yang perlu dikeluarkan.
Ketepatan prediksi biaya ini menjadi referensi sehingga tim manajemen dapat
mengetahui nilai risiko mana yang paling signifikan terhadap biaya yang akan
digunakan.
Analisa risiko biaya yang dilakukan, analisa CBV (Cost Benefit Ratio)
turut diperhitungkan dengan persamaan (3.3) dan (3.4). Dari Analisa ini dapat
diketahui rasio antara biaya yang diperlukan untuk mengurangi risiko dengan
nilai risiko itu sendiri.
BAB 4
PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

Hasil pengumpulan dan pengolahan hasil risiko pada ruang lingkup kerja
proyek ini dibahas dengan membagi beberapa segmen. Pada setiap probabilitas,
konsekuensi dan faktor deteksi dianalisa yang pengerjaan tiap langkahnya
mengacu pada Bab 3 – Metodologi Penelitian.
Terdapat Beberapa risiko utama yang ditinjau pada penelitian ini. Risiko
awal adalah pada fase desain fabrikasi- instalasi, risiko korosi /erosi, dan risiko
infrastruktur yang telah ada. Untuk faktor eksternal, ditinjau dari risiko dari pihak
ketiga dan bahaya dari faktor lingkungan. Pada fase terakhir, yaitu operasional,
perlu ditinjau prosedur dan ketidak-tepatan operasi.

4.1 Ruang Lingkup Kerja


Pada pengembangan proyek di blok Natuna ini, merupakan proyek
pengembangan di permukaan platform lepas pantai, sumur hidrokarbon dasar laut
dan pipa bawah laut. Peningkatan produksi dengan penambahan tiga sumur dasar
laut memberikan dampak modifikasi pada platform lepas pantai yang sudah ada
dan jalur pipa bawah laut baru.

Gambar 4. 1 Cakupan Proyek Pengembangan Blok Natuna


55

Sumur dasar laut baru yang terdapat sekitar Platform Blok Biru & Abu
yang terdapat pada Gambar 4.1 akan dihubungkan ke sumur Platform AGX
melalui manifold sumur dasar laut platform tersebut. Produksi hidrokarbon cair
dari wellhead dasar laut ini akan dikirim menuju Platform Merah dengan tujuan
untuk di ekspor.
Pengembangan sumur dasar laut kisaran Platform Merah pun dilakukan
yang kemudian akan dihubungkan ke platform itu sendiri. Dari Platform ini
hidrokarbon gas didistribusikan menuju Platform Produksi pada Platform AGX
untuk di ekspor.
Pengolahan risiko pada ruang lingkup kerja proyek EPCI (Engineering
Procurement Construction and Installation) ini dibahas dengan membagi
beberapa segmen. Selain pengerjaan pada instalasi pipa bawah laut, dilakukan
pula pengerjaan pada platform yang sudah ada dan sumur. Terdapat modifikasi di
4 platform lepas pantai ini yang memiliki ruang lingkup secara garis besarnya
adalah penambahan equipment pig launcher, pig receiver, kontrol instrumen,
modifikasi Condensate Treatment Package,dan Wellhead Control Panel. Untuk
lebih detail pada Tabel 4.1.

Tabel 4. 1. Ruang lingkup kerja di Platform


No. Nama Platform Ruang Lingkup Kerja

1. Platform Abu a. Instalasi Pig-Receiver diameter 6”,


b. Instalasi Flexible Riser diameter 6”,
c. Instalasi pipa bawah laut diameter 6” menuju
Platform Biru,
d. Instalasi Equipment PCV (Pressure Choke Valve),
ESDV (Emergency Shut Down Valve) dan
perlengkapan instrumentasi pendukung.
2. Platform Biru a. Instalasi Pig Launcher diameter 6” dan
menghubungkan ke Existing Export Riser diameter
6”,

Universitas Indonesia
56

Lanjutan Tabel 4.1 Ruang lingkup kerja di Platform


No. Nama Platform Ruang Lingkup Kerja

b. Instalasi Pipa sumur baru V-2030 menuju Pig


Launcher diameter 6”.
3. Platform Merah a. Instalasi Pig Receiver diameter 10” dan pipa fasilitas
pendukung,
b. Instalasi pipa diameter 8” dari manifold menuju
existing riser diameter 10”.
4. Platform Hijau a. Instalasi Pig Receiver diameter 12” dan pipa fasilitas
pendukung,
b. Instalasi pipa diameter dari manifold menuju existing
riser diameter.

4.2 Penentuan Segmen Pipa


Pada proyek pipa bawah laut ini, diperlukan penentuan segmen pipa yang
dibagi berdasarkan material dan utilitasnya. Identifikasi semua risiko kegagalan,
inspeksi dan pemeliharaan menjadi lebih mudah yang dilakukan oleh operator
pipa. Pada Tabel 4.2 dibagi menjadi 2 wilayah KP (Kilometer Poin) berdasarkan
material pipa yang digunakan.

Tabel 4. 2. KP pipa bawah laut


Panjang
No. Wilayah KP Material Pipa
Pipa

KP A (KP 00 – Carbon Steel


1 Platform Biru & Abu 3 Km
KP 3.0) Clad

Pipa bawah laut antara


KP B (3.00 – KP Carbon Steel
2 Platform Biru & Abu dan 39,28 Km
42.28) Pipe
Platform Merah

Total 42,28 Km

Universitas Indonesia
57

4.3 Desain Data Proses


Komposisi dari hidrokarbon ini terdiri dari fase cair dan gas. Kadar CO2
yang cukup tinggi dari hasil bumi seperti Tabel 4.3. Kandungan Metana yang
mendominasi dari komposisi gas dengan nilai 98.4% yang didapatkan dari hasil
laporan proyek sebelumnya pada PT.X.

Tabel 4. 3. Komposisi Hidrokarbon


Platform Merah
Platform Platform Platform
Parameter Unit Merah Abu -
Hijau Abu Biru
- hijau Biru
CO2 0.82 5.27 5.42 8.46 6.34
H2S - - - - -
C1 %mol 98.4 67.37 69.78 60.34 73.7
C2 %mol 0.25 12.12 11 10.85 10.97
C3 %mol 0.05 6.73 5.99 6.31 3.62
n-C4 %mol 0.03 1.32 1.52 1.55 1.43
i-C4 %mol - 1.73 1.59 1.83 1.02
n-C5 %mol 0.004 0.6 0.71 1.31 0.61
i-C5 %mol - 0.38 0.51 0.93 0.37
C6 %mol - 0.39 0.75 1.53 0.39
C7 %mol - 0.98 0.59 - 0
C8 %mol - 1.24 0.58 - 0.29
C9 %mol - 0.78 0.32 - 0.1
C10 %mol - 0.4 0.26 - 0.13
C11 %mol - 0.98 0.59 - 0
C11+ %mol - 0.43 0.55 - -
C7+ %mol - - - 6.59 0.52

Universitas Indonesia
58

Sedangkan, kandungan air pun terdapat pada gas hidrokarbon ini yang
perlu dipertimbangkan untuk menganalisa risiko. Komposisi air ini seperti pada
Tabel 4.4 di bawah.

Tabel 4. 4 Komposisi Air Pada Hidrokarbon


Komposisi Unit Nilai Komposisi Unit Nilai
mg/l 3276.2 mg/l
Sodium Bicarbonate 274.5 (4.50)
(Meq/l) (162.08) (Meq/l)
mg/l 13400 mg/l
Calcium Carbonate 0.0 (0.0)
(Meq/l) (668.66) (Meq/l)
mg/l 67 mg/l
Magnesium Hydroxide 0.0 (0.0)
(Meq/l) (5.51) (Meq/l)
mg/l 8.7 mg/l 7.2
Barium pH
(Meq/l) (0.13) (Meq/l) (0,12)
mg/l 82
Total Iron
(Meq/l) (2.94)
mg/l 2700
Potassium
(Meq/l) (69.04)
mg/l 29426
Chloride
(Meq/l) (830.11)
mg/l 226.3
Sulphate
(Meq/l) (4.71)

4.4 Material Pipa


Proyek pipa bawah laut yang terbentang sepanjang 42.28 km, dibagi
menjadi 2 material. Pada 3 km awal bermaterial Carbon Steel Cladding dan 39
km lainnya bermaterial Carbon Steel. Sedangkan desain data proses pipa itu
sendiri dibagi berdasarkan percabangan pipa itu sendiri yang lebih detil terdapat
pada Lampiran 1.

4.5 Evaluasi Risiko


Evaluasi risiko dilakukan pada semua peralatan/tanki dan segmen
pipa sepanjang ±42 km dengan melakukan survey lapangan dan data operasional
di lapangan sehingga dapat diketahui nilai probabilitas dan nilai konsekuensi

Universitas Indonesia
59

untuk masing-masing segmen pipa yang dievaluasi. Data yang digunakan untuk
perhitungan evaluasi risiko meliputi data inspeksi lapangan, survey dasar laut,
desain proses, tekanan operasi, data kapasitas pipa, data perlindungan katodik
pada pipa, serta data-data inspeksi dan pemeliharaan pipa sebelumnya
sebagaimana Tabel 4.6.

Tabel 4. 5. Desain Material Pipa

Parameter Unit Nilai

Masa Desain Tahun 15


Fluida yang ditransportasi - Hidrokarbon gas dengan fluida cair
Keadaan Lingkungan - Bawah laut
Temperatur Laut °F (°C) 77(25) 77(25)
Salinity Ppm 35000 35000
Perkiraan Panjang Pipa km 11 31
Tekanan Desain psig 3200
Temperatur Desain °F 289
Maksimum (°C) (143)
Operasi °F (°C) 219 (103.9) 80 (26.7)
Metode Instalasi Pipa - S-Lay
PLEM/ILT/SSIV - Air or Submerged Lift
Flexible Riser Pull-in operations

Evaluasi risiko dilakukan pada fase pertama yaitu FEED (Front End
Engineering Design) pada proyek dimana pengumpulan dan perhitungan risiko
dilakukan berdasarkan keadaan lapangan dan sejarah proyek sebelumnya yang
sejenis. Dengan adanya evaluasi risiko, dapat meningkatkan ketepatan dalam
mengelola risiko untuk setiap segmen pipa berdasarkan identifikasi hazard
sehingga pengerjaan proyek dan integritas pipa lebih baik dan aman. Evaluasi ini
pun bertujuan untuk optimalisasi dalam penerapan strategi dan evaluasi proyek.

4.6 Brainstorming Risiko


Potensi – potensi risiko pada tahap awal dilakukan dengan dari keadaan
lapangan, survey dan hasil analisa dari fase FEED (Front End Engineering
Design) itu sendiri. Risiko yang diperoleh merupakan dari evaluasi dan
kesepakatan tim evaluasi yang terbentuk dimana tim terdiri dari 26 orang baik dari

Universitas Indonesia
60

dari pihak kontraktor dan operator kilang serta seorang fasilitator dari pihak ke-
tiga. Tim evaluasi merupakan tim yang berpengalaman minimal 5 tahun dan
mewakili dari setiap disiplin ilmu yang berhubungan. Daftar tim terdapat pada
Lampiran 7. Sedangkan, landasan brainstorming risiko yang didapatkan dari
setiap risiko mengacu kepada referensi (Muhlbauer, 2004). Hasil brainstorming
tersebut didapatkan pada Tabel 4.6 di bawah.

Tabel 4. 6. Tabel Brainstoriming Risiko

Grup Risiko Tinjau Risiko Kerugian / Damage

Safety Factor Kehilangan material

Potensi fatique Penyok

Potensi Surge Patah

Verifikasi Integritas Free span

Pergerakan permukaan Bengkok lokal


Desain
Bengkok global

Bergeser

Pembongkaran

Kerusakan coating

Kerusakan Anode

Korosi internal Kehilangan material

Eksternal korosi dan Patah


coating
Korosi/Erosi Bocor

Kerusakan coating

Kerusakan Anode

Pelindung Pipa Kehilangan material

Universitas Indonesia
61

Lanjutan Tabel 4.6 Brainstoriming Risiko


Grup Risiko Tinjau Risiko Kerugian / Damage

Kerusakan oleh pihak Tingkat aktivitas Penyok


ketiga
Fasilitas permukaan Patah

Pencegahan kerusakan Free span


pipa
Bengkok lokal
Patroli
Bengkok global

Bergeser

Pembongkaran

Kerusakan coating

Kerusakan Anode

Operasi desain Kehilangan


perlatan/material
Operasi konstruksi
Penyok
Operasi
Patah
Pemeliharaan
Free span

Ketidaktepatan operasi Bengkok lokal

Bengkok global

Bergeser

Pembongkaran

Kerusakan coating

Kerusakan Anode

Universitas Indonesia
62

4.7 Penentuan Nilai Risiko Pada Desain


Pembangunan fasilitas pipa bawah laut sangat memerlukan verifikasi
integritas pipa dengan tujuan untuk mengurangi kegagalan dari segi desain itu
sendiri. Risiko-risiko yang terjadi pada fase FEED (Front End Engineering
Design) diakumulasikan pada Tabel Risk Assessment & RFMEA pada Lampiran
2. Sedangkan penilaian frekuensi, konsekuensi dari tiap risiko berdasarkan Sub-
Bab 3.6 tentang penilaian risiko. Penilaian dan pembobotan risiko dilakukan
secara kualitatif dan kuantitatif sesuai Lampiran 8. Untuk data-data yang
memiliki nominal angka seperti maksimum desain operasi, Safety factor, potensi
surge, gempa bumi menggunakan analisa kuantitatif. Sedangkan suatu risiko
pengecekan prosedur, ketidakpastian operasi, operasi konstruksi dan lainnnya
menggunakan analisa kualitatif. Perhitungan nilai risiko itu sendiri berdasarkan
beberapa pertimbangan pada Safety factor, fatique, potensi surge, verifikasi
integritas, dan pergerakan tanah (Muhlbauer, 2004), seperti sub-bab di bawah.

4.7.1 Safety Factor


Penilaian ditinjau tidak hanya pada besarnya potensi suatu kegagalan yang
aktif, tetapi juga kemampuan dari pipa itu sendiri menerima suatu kegagalan.
Kekuatan pada saat menerima kegagalan itu sendiri atau bisa disebut Safety factor
dan verifikasi integritas pipa menjadi peranan penting dalam menganalisa risiko.

Terdapat beberapa hal yang menjadi poin penilaian pada sub-bab ini
adalah sebagai berikut:
a. Tekanan maksimum
Dari data proses Tabel 4.5 didapatkan bahwa tekanan pada saat operasi
tidak melebihi dari tekanan desain material pipa itu sendiri, dimana
tekanan desain adalah 289 Psig dan tekanan operasi maksimum adalah
219 Psig.
b. Kekuatan Material
Material dasar pipa yang digunakan adalah Carbon Steel ASME Sec. II
(KP 3-42) dan Carbon Steel ASME Sec. II Clad 625 (KP 0-3) yang
dengan sesuai dengan umur desain dari pipeline itu sendiri adalah 15
tahun. Karakteristik pipa itu sendiri teradapat pada Lampiran 1.

Universitas Indonesia
63

c. Ketebalan Pipa
Ketebalan pipa berdasarkan dari rekomendasi dari pipe stress analysis dan
ketebalan pipa ditambah corrosion Allowance. Nilai Corrosion Allowance
itu sendiri adalah minimal 3 mm dan rekomendasi dari Corrosion
Assessment adalah 4 mm sesuai pada Lampiran 1.
d. Beban eksternal
Beban natural pipa telah dipertimbangkan pada analisa stress seperti
wave, earthquake dan perubahan temperatur yang signifikan.

4.7.2 Fatique
Perhatian utama dari fenomena fatique ini sendiri adalah kekuatan material
pipa dan desain dari routing pipa (Keyser, 2010). Data historis kegagalan pipa
tidak akan mendominasi mekanisme kegagalan itu sendiri, karena efek dari
fatique itu tidak ada peringatan awal, tidak dapat terdeteksi, tetapi memberikan
bencana yang sangat besar bila fenomena ini terjadi (Muhlbauer, 2004).
Pada proyek instalasi pipa bawah laut telah mewajibkan analisa fatique
untuk pipa dan struktur terkait. Tidak hanya itu, komponen instrumen seperti
valve dan peralatan lainnya perlu disertakan laporan analisa fatique baik yang
dilakukan oleh kontraktor maupun pemasok peralatan.

4.7.3 Potensi Surge


Fenomena surge atau bisa disebut water hammer adalah mekanisme tiba-
tiba berupa energi kinetik menjadi energi potensial yang dapat diterima oleh pipa.
Besarnya tekanan surge tergantung pada modulus density dan elastisitas dari
fluida yang ditransportasikan itu sendiri. Degan pendekatan awal bahwa modulus
pipa 207 x 103 MPa pada Lampiran 1 dapat dikategorikan bahwa fenomena ini
dapat ditanggulangi. Potensi surge ini juga dimasukan pada skenario analisa pada
laporan analisa stress pipa.

Universitas Indonesia
64

4.7.4 Verifikasi Integritas


Integritas pipa dapat dipastikan keabsahannya dengan 2 hal utama, yaitu
kamampuan untuk terdeteksi kelainan/anomali pada pipa dan kemauan untuk
menghindari dari bahaya untuk ke depannya (Muhlbauer, 2004).
Inspeksi dan dan tes komponen dan perlatan menjadi hal yang
fundamental dari integritas pipa yang akan mengurangi faktor ketidak-pastian.
Tujuan dari integritas pipa ini adalah inspeksi secara rutin dari setiap perencanaan
desain dan eksekusi untuk keamanan.
Audit internal, inspeksi pekerjaan dan pengecekan dokumen dilakukan
dari setiap dokumen yang masuk kepada kontraktor dan operator. Analisa yang
telah dilakukan oleh kontraktor tentu saja harus mendapatkan persetujuan dari
operator dan sesuai standar yang ada seperti ASME, API, DNV dan lain-lain.

4.7.5 Pergerakan Tanah


Pipa bawah laut akan berkemungkinan mengalami stress bila pergerakan
tanah terjadi. Pergerakan tanah ini akan menjadi bencana yang sangat besar pada
pipa. Efek yang lebih kecil adalah deformasi pipa yang menyebabkan stress. Bila
fenomena ini terjadi, umur pipa akan berkurang.
Pihak kontraktor menindak lanjuti fenomena ini dengan membuat
skenario analisa stress pipa terhadap pergerseran permukaan, erosi tanah dan
gempa bumi.

4.7.6 Penentuan Nilai Risiko Korosi / Erosi


Kegagalan yang disebabkan oleh korosi dan erosi merupakan risiko yang
umum yang akan dihadapi oleh Carbon Steel. Kadar CO2 dan air menjadi
pertimbangan dari korosifitas pipa itu sendiri. Maka dari itu, nilai risiko korosi
ataupun erosi diakumulasikan pada Tabel Risk Assessment & RFMEA pada
Lampiran 2. Sedangkan penilaian frekuensi, konsekuensi dari tiap risiko
berdasarkan Sub-Bab 3.6 tentang penilaian risiko.

Universitas Indonesia
65

4.7.7 Korosi Internal


Internal korosifitas pipa disebabkan adalah berkurang atau menipisnya
dinding dalam pipa yang disebabkan oleh fluida yang mengalir di dalam pipa itu
sendiri. Hidrokarbon tidak menyebabkan korosi pada lapisan baja, tetapi kadar
CO2, H2S, klorida, Acid, oksigen, air dan kandungan sulfur menyebabkan
terkikisnya lapisan pipa.
Kualitas hidrokarbon berperan penting pada pemilihan, ketebalan, dan
lapisan pipa yang digunakan. Hidrokarbon yang ditransportasikan, terdapat
kandungan air dan CO2 gas ( sekitar 5% mol) pada Tabel 4.3. Pada akhirnya
CO2 akan terbentuk dalam ada cair yang akan terkumpul pada bagian bawah pipa
dan akan menyebabkan korosi. Keluaran gas yang dihasilkan oleh sumur dan
ditransportasikan, dapat dikatakan memiliki nilai korosifitas yang tinggi dan
berisiko tinggi.

4.7.8 Korosi Eksternal dan Coating


Pada dasarnya korosi eksternal terjadi karena adanya reaksi kimia pada
permukaan pipa yang merupakan hasil dari interaksi dengan keadaan sekitar pipa.
Interaksi yang sering terjadi adalah oksidasi pada material pipa. Terdapat
beberapa skema yang perlu dipertimbangkan adalah penggunaan casing, insulasi
pipa, dan penggunaan support/hanger. Selain itu, secara umum korosi ini
disebabkan oleh 3 faktor yaitu:

a. Komposisi kimia
Komposisi pada air laut tentu saja mengandung garam, chlorine yang
dimana baja dapat sangat cepat beroksidasi.
b. Temperatur
Temperatur yang tinggi dapat menyebabkan korosi.
Pada proyek ini, korosi eksternal pipa, tie-in pools, struktur bawah laut,
peralatan/vessel bawah laut akan dilapisi lapisan anti korosi dan cathodic
protection. Sedangkan pada permukaan J-tube tidak diperlukan lapisan anti
korosi. Temperatur pun menjadi pertimbangan untuk pipa ini menggunakan
lapisan anti korosi mengingat temperatur laut adalah 25 °C pada Lampiran 1.

Universitas Indonesia
66

Pemilihan lapisan anti korosi pun sangat diperhatikan, dimana pipa terletak
di bawah laut. Pada batang pipa akan digunakan 3 mm 3LPP dan pada J-tube
5mm Neoprene sekitar splash zone (zona sekitar struktur offshore platform) dan
5mm AE atau 2.25mm 3LPP pada bagian pipa yang terhubung antara splash zone
dan pipa bawah laut, untuk lebih detail terdapat pada Lampiran 1.

4.8. Penentuan Nilai Risiko Dari Pihak Ke-Tiga


Setiap kejadian ataupun kecelakaan yang menyebabkan kerusakan pada
pipa yang dilakukan oleh aktivitas suatu pihak/ seseorang selain operator bisa
disebut sebagai risiko dari pihak ke-tiga. Suatu risiko yang paling diperhatikan
adalah tindakan yang disengaja ataupun sabotase. Nilai risiko yang diakibatkan
oleh pihak ke-tiga diakumulasikan pada Tabel Risk Assessment & RFMEA pada
Lampiran 2. Sedangkan penilaian frekuensi, konsekuensi dari tiap risiko
berdasarkan Sub-Bab 3.6 tentang penilaian risiko. Selanjutnya, pertimbangan
penilaian dari risiko tersebut dengan mempertimbangkan beberapa faktor sebagai
berikut.

4.8.1 Pelindung pipa


Pemanfaatan pelindung pada pipa yang biasa digunakan pada proyek
lepas pantai adalah Water Cover (Depth) dan penanaman pipa di dasar laut. Cara
ini bisa dilakukan untuk mengurangi risiko dari pihak ke-tiga. Dengan semakin
dalamnya pipa berarti aktivitas yang akan membahayakan proyek akan semakin
berkurang.

4.8.2 Tingkat Aktifitas


Penilaian aktivitas itu berkaitan dengan frekuensi yang akan diterima pipa
itu sendiri. Dengan tingginya aktivitas kapal yang melintas, kepadatan dari
pembangunan fasilitas lepas pantai dan pembagunan fasilitas pipa lainnya menjadi
peluang terjadinya kerusakan pada pipa. Untuk lebih detailnya dapat
diperhitungkan kemungkinan frekuensi terkena jaring, tertarik jangkar, tertimpa
jangkar, aktivitas di platform, pengangkutan penggunaan crane, detonator bawah
laut dan kapal rekreasi.

Universitas Indonesia
67

Kerusakan yang potensial berdasarkan bagaimana objek bersinggungan


dengan pipa. Perhitungan gaya, kontak area, sudut terkenanya pipa dengan objek,
kecepatan, momentum dan beban menjadi pertimbangan untuk menghitung
besarnya potensi bahaya. Konsekuensi dari risiko ini sendiri mengakibatkan
kerusakan pada coating, dinding pipa, anode, dan kemungkinan pipa itu sendiri
pecah.

4.8.3 Fasilitas di Permukaan


Pada umumnya platform lepas pantai jarang dikunjungi secara rutin
bahkan tanpa awak. Platform yang ada umumnya rentan dengan dampak atau
tertabrak oleh kapal, khususnya kapal pemancing. Tanda- tanda peringatan, lampu
penanda, monitor suara dan video pengamat perlu difasilitasi untuk mengurangi
risiko.

4.8.4 Pencegahan Kerusakan Pipa


Salah satu kegiatan pengurangan risiko adalah melakukan publikasi
kepada publik tentang proyek pipa dan potensi bahaya yang bisa terjadi. Rute dari
pipeline itu sendiri dapat diinformasikan dan pemberian pelatihan internal tentang
tanda-tanda gelembung pada air yang berasal dari kebocoran pipa dan rentannya
pipa bila tertarik atau tertimpa jangkar. Edukasi publik dapat diperhitungkan
dengan mengevaluasi input masyarakat, presentasi, iklan dan rute map pipa.

4.8.5 Patroli
Patroli pipa bertujuan untuk menjaga dan membuktikan bila tanda-tanda
adanya kebocoran pada pipa. Pada saat kebocoran pipa, lubang yang timbul dari
efek tersebut, dengan kasat mata tidak mudah untuk dideteksi. Terdapat beberapa
metode dan alat untuk mendeteksi kebocoran dengan infrared, pasif microwave,
aktif microwave, perambatan laser-thermal dan sensor laser akustik (K-620,
2015).

Universitas Indonesia
68

4.9 Penentuan Nilai Risiko Ketidaktepatan Operasi


Kegiatan operasi yang berpotensi menimbulkan bahaya menjadi bahan
pertimbangan pada analisa risiko operasi. Nilai risiko ditinjau pada fase desain,
konstruksi, operasi dan pemeliharaan yang akan diakumulasikan pada Tabel Risk
Assessment & RFMEA pada Lampiran 2. Sedangkan penilaian frekuensi,
konsekuensi dari tiap risiko berdasarkan Sub-Bab 3.6 tentang penilaian risiko.
Selanjutnya, pertimbangan penilaian dari risiko tersebut dengan
mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut.

4.9.1 Operasi Desain

Pada fase desain merupakan fase yang menjadi tolak ukur utama
kesuksesan suatu proyek. Pada fase ini terdapat beberapa verifikasi yang perlu
diperhatikan adalah identifikasi bahaya termasuk studi HAZOP, MOP (Maximum
Operating Pressure), sistem pengaman, pemilihan material, dan pengecekan.
Pada proyek ini, hal ini telah dilakukan dan tidak ada risiko besar yang
perlu diperhatikan, sebagaimana analisa risiko ini telah dilakukan pada fase
desain, Sub-Bab 4.5.

4.9.2 Operasi Konstruksi


Pada fase konstruksi, tim evaluasi perlu menentukan langkah-langkah
yang tepat untuk memastikan konstruksi pipa dapat berjalan dengan benar.
Setelah fase konstruksi dites ketepatannya dan hasil yang didapat tidak sesuai,
maka akan menimbulkan masalah pada fase berikutnya. Terdapat kemungkinan
dan dampak yang ditimbulkan seperti tegangan sisa, korosi, sistem pencegahan,
tidak tepatnya penggunaan support pipa, goresan atau pipa bengkok dan lainnya.
Setiap kegiatan dan penilaian yang berdampak kepada kerugian bahaya
tersebut dilakukan evaluasi, dimulai dari adanya kegiatan inspeksi, pemanfaatan
material yang tepat, penyambungan pipa, backfiling, coating dan cara
penanganannya.
Pada proyek ini, direncanakan dan didokumentasikan secara tepat dan
baik dari fase inspeksi hingga coating. Kemungkinan faktor kesalahan manusia

Universitas Indonesia
69

dari setiap variabel dapat lebih terkontrol dengan sistem pengecekan proyek yang
tepat dan sesuai standar.

4.9.3 Fase Operasi


Pada fase sebelumnya telah dipertimbangkan desain, konstruksi, risiko dari
pihak ketiga dan faktor risiko yang paling dipertimbangkan adalah kesalahan dari
manusia itu sendiri. Kesalahan ini bisa terjadi ketika operator dengan rutin
mengoperasikan valve, pompa, kompresor, dan peralatan lainnya.
Pada level operasi, kegiatan monitor, supervisi dan menkontrol dapat
diterapkan dengan maksimum. Dimana terdapat beberapa poin intervensi dapat
dipertimbangkan. Terdapat beberapa pon yang perlu dipantau adalah prosedur
kerja, sistem komunikasi/SCADA, tes penggunaan obat-obatan, program
keselamatan, survey lapangan, pelatihan untuk operator, pencegahan eror pada
mekanis.

Dimulai dari prosedur kerja, sistem komunikasi dan pengawasan kegiatan


yang dilakukan operator telah direncanakan dan dilakukan pada proyek ini.
Namun, kegiatan pencegahan eror pada mekanis belum diterapkan, sehingga
menjadi bahan pertimbangan adanya risiko tambahan.

4.9.4 Fase Pemeliharaan


Ketidaktepatan pada saat melakukan pemeliharaan dapat menyebabkan
eror pada tingkat operasi. Kurangnya perhatian dari manajemen untuk melakukan
kegiatan pemeliharaan, ketidaktepatan persyaratan pemeliharaan atau prosedur,
dan kesalahan yang dilakukan pada saat pemeliharaan dapat menyebabkan
kegagalan atau kerusakan pada fasilitas pipa langsung maupun tidak langsung.

Pemeliharaan harus memperhatikan dari umur suatu alat dan waktu


pemeliharaan berkala. Pada program ini perencanaan program yang sistematis,
dan kegiatan melakukan analisa secara proaktif sangat diperhatikan. Berdasarkan
dari analisa statistik, penerapan pemeliharaan yang teratur dapat mengoptimalkan
operasi dan tidak menghabiskan banyak biaya bahkan bisa meniadakan aktivitas
yang tidak diperlukan. Tim evaluasi melakukan kegiatan pengecekan dan

Universitas Indonesia
70

pemantauan pada kegiatan yang berkemungkinan risiko, pada saat dokumentasi,


penjadwalan dan prosedur.
Pada proyek pengembangan pipa bawah laut ini, terdapat kegiatan
dokumentasi pemeliharaan, penjadwalan yang tepat dan terencana. Prosedur
pemeliharaan pun telah disusun dan dapat diaplikasikan pada saat proyek ini
berjalan.

4.10 Pengolahan Data Risiko


Pada sub-bab ini dilakukan beberapa tahapan dalam penilaian risiko yang
sebelumnya telah didapatkan, yang terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut.

4.10.1 Sebaran Risiko


Terdapat empat elemen utama dalam melakukan analisa risiko pada
penelitian ini, terdiri dari korosi/erosi, desain, pihak ketiga dan operasi. Secara
garis besar proyek pembangunan pipa bawah laut ini mengalami beberapa fase
yang dimulai dari studi kelayakan, FEED ( Front End Engineering Design), EPCI
(Engineering, Procurement, Construction and Installation) dan diakhiri dengan
masa operasi. Risiko yang didapatkan pada fase FEED ini akan menjadi acuan
untuk fase berikutnya yang lebih detail.

Gambar 4. 2. Grafik sebaran risiko

Risiko yang terdaftar sesuai Lampiran 2 dari empat elemen ini adalah 56
risiko yang tiap elemen memiliki porsi yang berbeda. Dari sebaran data yang ada

Universitas Indonesia
71

terdapat kemungkinan risiko terbanyak elemen desain dan diikuti oleh operasi
sebanyak 16 risiko. Kemudian di urutan ketiga adalah risiko yang disebabkan oleh
kandungan fluida yang ada pada hidrokarbon dan atmosfer, 11 risiko, yaitu
elemen korosi/erosi. Terakhir, risiko yang paling sedikit, 8 risiko adalah risiko
dari elemen pihak ketiga seperti Gambar 4.2

4.10.2 Perhitungan Risiko


Dari sebaran data risiko, dilakukan penilaian dengan menghitung nilai dari
likehood, impact dan detection pada metode Project Risk FMEA atau RFMEA.
Sedangkan pada metode risiko, berfungsi untuk membandingkan dengan metode
baru yang diterapkan, dilakukan dengan menghitung probability dan
consequnce. Perlu diketahui bahwa likehood dan impact pada RFMEA memiliki
kesamaan dengan faktor penilaian risiko (Thomas, Donald, 2004). Lalu
disesuaikan dengan metode risiko, yang telah digunakan perusahaan sebelumnya,
dimana persamaan RFMEA:

RPN (Risk Priority Number) = likehood x impact x detection (4.1)


Pada perusahaan menggunakan risiko kualitatif, dengan matriks 5 x 5 antara
probability dan severity seperti pada Gambar 3.2 di Bab 3. Lalu pada severity
ini sendiri dari kategori A-E didefinisikan dengan angka 1-5 seperti Gambar 4.3
dengan tujuan bisa diakumulasi dengan angka pada metode RFMEA.

Gambar 4. 3. Gambar Konversi Matriks Risiko

Universitas Indonesia
72

Pada penilaian tiap komponen probability sendiri memiliki kesamaan


dengan likehood dan severity dengan impact pada Project Risk FMEA,
sedangkan impact memiliki kesamaan dengan severity dengan tabel sebelumnya.
Seperti persamaan (4.2).
RPN = Likehood x Impact x Detection

Risk = Probability x Severity (4.2)


Dari perhitungan dari tiap risiko tersebut, dapat diakumulasi kategori
risiko dari setiap data yang didapat. Perhitungan dan pemetaan risiko dilakukan
dengan risiko konvensional dan RFMEA, sebagai berikut:
1. Sebaran dengan risiko konvensional
Dari perhitungan antara probability dan severity, terdapat sebaran risiko
dari berbagai kategori, VL (Very Low), L (Low), M (Medium), H (High),
VH (Very High). Didapatkan bahwa jumlah risiko terbanyak, 18 risiko,
pada kategori VL. Sedangkan risiko paling sedikit, 4 risiko kategori VH
seperti Gambar 4.4.

Gambar 4. 4. Sebaran Penilaian Risiko Konvensional

Universitas Indonesia
73

2. Sebaran dengan Project Risk FMEA atau RFMEA


Sesuai dengan langkah RFMEA yang telah dijelaskan pada Bab 3,
langkah yang dilakukan setelah menghitung nilai RPN (Risk Priority
Number) adalah memetakan risiko dengan diagram pareto. Dari Gambar
4.5 dan Gambar 4.6 dapat diketahui bahwa tidak semua risiko yang yang
memiliki frekuensi dan konsekuensi tinggi dapat tedeteksi dengan mudah
dan waktu yang cukup. Kemungkinan lain bahwa belum tentu risiko dapat
diketahui secara langsung. Contohnya adalah ketika terjadi bending pada
pipa yang disebabkan tertimpa jangkar (Risk ID 38 pada Lampiran 2)
dan korosi eksternal karena air laut (Risk ID 3 pada Lampiran 2) belum
tentu dapat terdeteksi dengan mudah, kecuali melakukan inspeksi dan
peninjauan langsung dengan ROV (Remotely Operated Vehicle).

Gambar 4. 5 Nilai Risiko Pareto

Gambar 4. 6 Nilai RPN Pareto

Universitas Indonesia
74

4.10.3 Pemetaan Mitigasi Risiko


Setiap risiko yang ada belum tentu dapat diterima karena memiliki peluang
terjadinya kecelakaan ataupun kerugian yang tinggi. Perlu dilakukan pemetaan
ulang dari setiap risiko dalam rangka menurunkan kemungkinan, konsekuensi
atau pun faktor deteksi dari risiko proyek. Langkah selanjutnya yang diterapkan
adalah melakukan pengurangan risiko atau mitigasi risiko. Akumulasi dari
mitigasi ini sendiri dapat dibandingkan antara risiko konvensional dan risiko
RFMEA. Dari hasil penilaian dari tiap metode memiliki jumlah mitigasi risiko
dan urutan risiko yang berbeda, sebagai berikut.
1. Pemetaan Mitigasi dengan risiko konvensional
Jumlah mitigasi dari tiap elemen memiliki jumlah yang unik. Ditunjukan
dengan elemen korosi/erosi dari semua risiko yang ada, 11 risiko
dikategorikan perlu tindakan pengurangan risiko. Berbeda dengan elemen
desain, dari 21 risiko yang terdaftar hanya memiliki 5 risiko saja yang
perlu penanganan mitigasi risiko seperti Gambar 4.7.

Gambar 4. 7 Perbandingan Risiko dan Mitigasi Konvensional

2. Pemetaan Mitigasi dengan Project Risk FMEA atau RFMEA


Setiap risiko yang memiliki nilai yang tinggi, melalui perhitungan tiga
komponen antara frekuensi, dampak, dan frekuensi, dilakukan kebijakan
atau tindakan pengurangan dari tiap potensi risiko tersebut. Berbeda
dengan metode risiko konvensional menggunakan matriks, pada RFMEA
pengelompokan risiko dengan membagi 4 kuadran dari risiko, dimana,
a. Kuadran II

Universitas Indonesia
75

Memiliki nilai frekuensi, dampak dan deteksi yang tinggi.


b. Kuadran I
Memiliki nilai frekuensi dan dampak tinggi, deteksi yang rendah.
c. Kuadran IV
Memiliki nilai frekuensi dan dampak rendah, deteksi yang tinggi.
d. Kuadran III
Memiliki nilai frekuensi, dampak dan deteksi yang rendah.
Pada penggambaran metode RFMEA, tidak ada ketentuan khusus
dalam penetapan sumbu dari kuadran. Apakah dimulai dari nilai 20,30 atau
nilai lainnya. Dalam proyek ini menerapkan bahwa pada risiko
konvensional dimana terdapat potensi risiko yang memiliki nilai menengah
(Medium) atau ALARP (As Low as Reasonably Practicable) yang sesuai
dengan standar DNV-RP-107. Diketahui bahwa dari matriks tersebut
seperti Tabel 3.2 merupakan kombinasi dari probability dan severity. Nilai
minimum pada kategori M (Medium) bila dihitung dari perkalian matriks
adalah 1 x 5 = 5. Dari sini dapat dikatakan penetapan sumbu dari kuadran
nilai risiko adalah 5, seperti Tabel 4.7.

Tabel 4. 7. Tabel Perkalian Matriks


Probability

1 2 3 4 5

5 5x1=5 10 15 20 25

4 4 4 x 2= 8 12 8 20
Consequences

3 3 6 9 12 15

2 2 4 6 8 10

1 1 3 4 4 5

Universitas Indonesia
76

Sedangkan penentuan tingkat deteksi sendiri diketahui bahwa


kategori menengah atau M (Medium) terletak pada skala 1-5 terletak pada
angka 3, baik itu pada tingkat frekuensi dan konsekuensi. Maka dari itu,
untuk level deteksi dapat dikatakan angka 3 sebagai tingkat menengah dan
untuk sumbu nilai RPN dapat dihitung dari perkalian antara sumbu
frekuensi - dampak dan deteksi, yaitu 5 x 3 =15.
Dari nilai sumbu risiko tersebut, dapat digambarkan dengan
dipetakan seperti Gambar 4.8. Terdapat 4 kuadran pada gambar tersebut
dan pada kuadran II merupakan kumpulan risiko yang perlu tindakan
mitigasi karena memiliki nilai frekuensi, dampak dan deteksi yang
menengah hingga tinggi.
Berdasarkan tiga kategori level risiko, dengan batasan nilai, dapat
diklasifikasi sebagai berikut serta garis perpotongannya terdapat pada
Gambar 4.9.
a. Risiko dapat diterima (Acceptable)
Kategori risiko ini memiliki nilai kumulatif risiko yang rendah. Risiko
ini memiliki nilai 1 hingga 4. Sedangkan nilai faktor deteksi adalah 1
hingga 2. Sehingga nilai RPN adalah 2 hingga 14.

Gambar 4. 8 Pembagian Mitigasi Risiko RFMEA

Universitas Indonesia
77

b. Risiko ALARP
Kategori risiko ini memiliki nilai kumulatif risiko yang menengah.
Risiko ini memiliki nilai 5 hingga 8. Sedangkan nilai faktor deteksi
adalah 3. Sehingga nilai RPN adalah 15 hingga 24.
c. Risiko tidak dapat diterima (Unacceptable)
Kategori risiko ini memiliki nilai kumulatif risiko yang tinggi. Risiko
ini memiliki nilai lebih besar dari 8. Sedangkan nilai faktor deteksi
adalah 4 hingga 5. Sehingga nilai RPN lebih dari 24.
Dari gambar mitigasi risiko RFMEA, didapatkan risiko-risiko yang perlu
tindakan mitigasi sebanyak 26 risiko yang dimulai dari kategori ALARP
hingga kategori tidak dapat diterima/unacceptable. Daftar mitigasi risiko
tersebut lebih detail pada Tabel 4.8.

Gambar 4. 9 ALARP risiko RFMEA

Universitas Indonesia
78

Tabel 4. 8. Daftar Mitigasi RFMEA


Identifikasi Risiko Nilai
Grup Risk Nilai Nilai
Segmen Pipa Risiko / Kegagalan
Risiko ID Risk RPN
KP(0-3),
Korosi/Erosi 1 Korosi internal - Korosi CO2 16 48
KP(3-42)
KP(0-3),
Korosi/Erosi 2 Korosi internal - Korosi air laut 16 64
KP(3-42)
KP(0-3), Korosi internal - korosi galvanis
Korosi/Erosi 3 12 48
KP(3-42) pada batang pipa dan manifold
KP(0-3), Korosi internal - Microbial
Korosi/Erosi 4 8 24
KP(3-42) Induced Corrosion (MIC)
Korosi internal - korosi ketika
KP(0-3),
Korosi/Erosi 5 pre-commisioning dan 8 24
KP(3-42)
hydrotesting
KP(0-3), Korosi eksternal - korosi karena
Korosi/Erosi 6 16 48
KP(3-42) air laut
KP(0-3), Korosi eksternal - korosi
Korosi/Erosi 7 12 36
KP(3-42) galvanis
KP(0-3), Korosi eksternal - korosi
Korosi/Erosi 8 12 24
KP(3-42) eksternal pada splash zone
KP(0-3), Korosi eksternal - korosi
Korosi/Erosi 9 8 16
KP(3-42) atmosfer
KP(0-3), Korosi eksternal - korosi pada
Korosi/Erosi 10 9 18
KP(3-42) pengiriman dan penggudangan
KP(0-3), Korosi eksternal - korosi pada
Korosi/Erosi 11 9 18
KP(3-42) konstruksi
KP(0-3), Potensi Surge - berhentinya
Desain 21 12 24
KP(3-42) aliran
KP(0-3), Verifikasi integritas -
Desain 25 12 24
KP(3-42) kegagalanTeknik inspeksi
KP(0-3), Verifikasi integritas -
Desain 26 12 24
KP(3-42) ketidaktepatan inspeksi
KP(0-3), Pergerakan permukaan - gempa
Desain 28 20 60
KP(3-42) bumi
KP(0-3),
Desain 30 Pergerakan permukaan - badai 12 24
KP(3-42)
KP(0-3),
Pihak ketiga 36 Kondisi ROW (Right of Way) 12 24
KP(3-42)
KP(0-3),
Pihak ketiga 37 Terkena jaring/pukat 8 32
KP(3-42)
KP(0-3),
Pihak ketiga 38 Terkena jangkar 12 48
KP(3-42)
KP(0-3),
Pihak ketiga 39 Tertabrak kapal 8 24
KP(3-42)
KP(0-3),
Pihak ketiga 40 Perusakan sengaja / terorisme 10 40
KP(3-42)
KP(0-3),
Operasi 41 Desain - Identifikasi hazard 6 18
KP(3-42)

Universitas Indonesia
79

Lanjutan Tabel 4.8 Daftar Mitigasi RFMEA


Identifikasi Risiko Nilai
Grup Risk Nilai Nilai
Segmen Pipa Risiko / Kegagalan
Risiko ID Risk RPN
KP(0-3),
Operasi 47 Kesalahan manusia 12 24
KP(3-42)
KP(0-3), Operasi - Eror mekanis pada
Operasi 51 8 24
KP(3-42) sistem
KP(0-3),
Operasi 52 Hubungan antar komponen 9 27
KP(3-42)
KP(0-3),
Operasi 56 Hubungan antar komponen 8 24
KP(3-42)

4.10.4 Tindakan Mitigasi Risiko


Serangkaian upaya yang dipersiapkan untuk mengurangi dampak dari
bencana, bahaya operasi, lingkungan dan kerugian secara ekonomis pada proyek
disusun pada bagian ini. Tindakan mengurangi risiko, pengurangan konsekuensi
dari segi keselamatan, dampak lingkungan, ekonomi dan pengurangan
kemungkinan terjadi risiko direncanakan selaras dengan pengerjaan proyek pada
fase yang sedang dilakukan, fase desain sesuai dengan tabulasi risiko Lampiran
2. Pada dasarnya tindakan mitigasi ini dibagi menjadi 4 elemen utama, yaitu
sebagai berikut.

4.10.4.1 Mitigasi Korosi/erosi


Kombinasi dari temperatur, tekanan dan kadar CO2 yang tinggi menjadi
penyebab utama pada korosi pada setiap permukaan pipa baja yang terkena
ataupun teraliri oleh fluida hidrokarbon. Terdapat 2 risiko yang ditinjau adalah
korosi internal dan korosi eksternal dengan coating.

1. Korosi Internal
Pada potensi turbulensi aliran internal di sekitar Well Jumper pada KP
(0-3) dan sekitar tie-in pipa walau dengan adanya corrosion inhibitor tidak dapat
dicegah ataupun terlindungi dengan proteksi karat yang ada. Maka dari itu
dipertimbangkan bahwa penggunaan material anti korosi, yaitu 25 Chrome
Duplex atau penggunnaan CRA Clad Carbon Steel (Alloy 625 Clad) sebagai
alternatif.
Pada bagian pipa, korosi di BOL (Bottom of Line) dan TOL (Top of Line)
menghasilkan tingkat korosifitas yang lebih besar dari penggunaan corrosion

Universitas Indonesia
80

inhibitor yang di-injeksi. Secara luas pemodelan korosi berdasarkan simulasi


Pipeline Steady State (K-610, 2015) yang telah disesuaikan secara konservatif
untuk menentukan berapa jarak antara hilir dan flowline dari korosi inlet apakah
penurunan nilainya masih terdapat dalam batas yang diperbolehkan dari material
atau tidak.
Efek dari korosi yang disebabkan oleh air pada bagian penggunaan CRA
(Corrosive Resistance Alloy), KP (0-3), dapat bertahan dari keadaan lingkungan
baik pada fase, konstruksi, instalasi dan commisioning. Merupakan sangat tepat
penggunaan material CRA pada bagian hulu. Penyebab korosi lainnya yang perlu
diperhatikan adalah korosi air laut yang mengakibatkan kebocoran pada bagian
dalam ketika instalasi dan commisioning. Pipa hilir, KP(3-46) pada poin ini akan
terbuat dari carbon Steel dengan dengan corrosion allowance setebal 4 mm.
Korosi internal pada pipa KP (3-46) sangat bergantung kepada kinerja dari
inhibitor, dimana alat tersebut membagi bahan kimia dan mengalirkan fluida
utama di pipeline. Corrosion Inhibitor dapat di-injeksi secara terus menerus ke
setiap subsea wellhead. Spesifikasi dan kriteria dari sistem injeksi corrosion
inhibitor terdapat pada Lampiran 4. Kriteria rekomendasi dari inhibitor dari
sistem adalah integritas dari kesanggupan inhibitor dengan 95% tingkat
kepercayaan dari alat itu sendiri, dimana nilai tersebut merupakan rekomendasi
dari Safety factor dari suatu desain untuk menantisipasi kondensat ketika inhibitor
berfungsi (K-610, 2015). Pemilihan inhibitor itu sendiri berdasarkan dari
corrosion rate sebesar 0,01mm/tahun (K-610, 2015).
Tingginya potensi dari kecepatan aliran dan shear stresses pada dinding
pipa ketika operasi dimulai, hal penting lainnya adalah inhibitor yang digunakan
pada pipa telah di tes dan telah memenuhi kualifikasi. Kinerja dari Inhibitor dapat
didemonstrasikan pada saat aliran yang tinggi atau pada situasi tegangan geser
oleh aliran. Inhibitor ini sendiri akan secara periode dilakukan penijauan ulang
dengan menggunakan intellenget pig dan hasil dari corrosion probe.
Pada pengoperasian pertama, inhibitor sistem harus benar-benar berfungsi
terhitung pada hari utama. Dosis dari corrosion inhibitor perlu ditingkatkan dari
keadaan normal/steady State. Diketahui bahwa keluaran dari wellhead adalah gas
basah. Dosis tipikal dari hasil laboratorium atau data lapangan untuk produksi

Universitas Indonesia
81

gas adalah 10 – 20 liter/ juta m3 dari gas (0.3 hingga 0.6 /MMscfd), atau 100 ppm
berdasarkan dari total air ditambah kondensat, tingkat pengenceran dari bahan
kimia aktif, hasil dari penilaian laboratorium dan rekomendasi dari pemasok
bahan kimia (Palmer, Dawson 2013). Inhibitor hanya dapat di-injeksi ketika pipa
berfungsi, sebagai raw corrosion inhibitor, lebih detailnya adalah amine dari
inhibitor, yang dapat menjadi korosi pada beberapa situasi.
Bila pemilihan dari corosion inhibitor tidak dapat mengurangi nilai dari
korosi, dibawah target, langkah yang dilakukan pertama kali adalah
meningkatkan dosis. Apabila ini tidak efektif, corrosion inhibitor alternatif akan
diidentifikasi melalui pengetesan program lainnya. Sebelum langkah pemulaian
pengetesan program, kompatibilitas dari inhibitor perlu di cek terlebih dahulu
dengan bahan kimia dan material yang digunakan pada fasilitas di segmen pipa
awal.

2. Korosi Eksternal dan Coating


Pada dasarnya, semua Carbon Steel yang tidak terproteksi akan berkarat
karena bereaksi dengan air laut dalam jangka waktu cepat atau lambat. Sehingga,
semua pipa bawah kau memerlukan sebuah kombinasi untuk lapisan eksternal
coating dan mengaplikasikan cathodic Protection.
Pada bagian permukaan pipa carbon Steel sangat rentan sekali dengan
berkarat di permukaan. Faktor yang memperbesar potensi ini adalah iklim tropis
laut pada atmosfer. Untuk mencegah korosi eksternal, lapisan coating yang sesuai
harus diaplikasikan pada pipa, lebih utamanya bagian segmen pipa yang akan
berisiko dengan atmosfer adalah bagian riser KP (0-3).
Korosi eksternal pada pipa, tie-in KP (3-42), struktur bawah laut KP (0-3),
peralatan bawah laut KP (0-3), dan permukaan dari riser KP (0-3), akan dikontrol
dengan mengimplementasikan coating anti korosi dan Cathodic Protection.
Sedangkan tidak ada lapisan anti korosi diaplikasikan pada bagian intern dari
riser.
Pada bagian pipa, terdapat beberapa tindakan untuk pencegahan dan
penanggulangan korosi eksternal pipa sebagai berikut.

Universitas Indonesia
82

a. Melapisi semua permukaan pipa dengan coating anti korosi, termasuk


dari sambungan pipa, kecuali bagian dalam dari lagian riser.
b. Semua bagian pipa yang terbenam perlu didesain dengan cathodic
protection berdasarkan standar DNV-RP-BP01 untuk struktur bawah laut
dan DNV-RP-F103 untuk pipa bawah laut.
c. Pada bagian mur, baut dan komponen minor pipa harus memiliki lapisan
zinc electroplated, dan bila mungkin secara elektrik bisa terhubung dengan
sistem cathodic protection.
d. Bagian dalam pada riser harus dilindungi dari air laut, maka perlu
dipasang blind flange untuk mencegah masuknya air laut.
e. Bagian ujung pada riser akan ditutup dengan seal setelah selesai instalasi.
Seal pas dengan flexible riser dan menutupi bagian bawah dari riser.
Setelah tertutup, semua perubahan fluida internal dan eksternal riser akan
dijaga dari air.
f. Menhindari keretakan pada area yang dekat dengan air.
g. Mengecat atau pemberian lapisan coating semua permukaan yang
berpotensi korosi karena atmosfer dengan sistem coating yang sesuai.
h. Pipe support didesain sehingga tidak ada celah antara pipa dan pipe
support
i. Mengembangkan program inspeksi coating dan pemeliharaan.

4.10.4.2 Mitigasi Desain


Tindakan pengurangan risiko desain identik dengan studi dari setiap
elemen pipa, pipe support, Safety factor, analisa stress, faktor lingkungan,
pergerakan bumi dan fenomena alam.
Terdapat beberapa tindakan mitigasi untuk menurunkan tingkat risiko dari
setia faktor tersebut dengan studi beberapa kombinasi pada analisa stress pipa
dengan memperhatikan faktor risiko yang aman. Secara filosofi dari studi yang
dilakukan harus mengikuti standar yang ada seperti ASME B31.8 untuk standar
pipa gas dan tentunya tegangan pipa yang diizinkan sesuai dengan kemampuan
pipa itu sendiri, mengacu kepada ASME (American Standards Mechanical
Engineering), ANSI (American Nationanal Standards Institute) dan API

Universitas Indonesia
83

(American Petroleum Institute). Pada segmen pipa dimulai dari KP (0-3) lalu
dilanjutkan dengan KP (3-42) terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan.

a. Sewaktu-waktu aliran dari fluida yang mengalir pada pipa dapat


berhenti, dan dapat menimbulkan perbedaan tegangan pada pipa, maka
skenario ini perlu dipertimbangkan pada flow Assurances dan studi
Pipe stress analysis.
b. Kegagalan pipa dapat terjadi bila salah satu faktor seperti kegagalan
dalam mengikuti standar pipa yang ada tidak terpenuhi. Pada bagian
ini semua dimensi pipa, fitting dan komponen kecil lainnya harus
mengikuti standar dari ASME, ANSI, dan API
c. Skenario fenomena alam seperti badai dan gempa bumi perlu
diperhitungkan pada setiap analisis, yang utama adalah penentuan
dari stress pipa itu sendiri apakah masih sesuai dengan Safety factor
yang ada ataupun belum.
d. Penambahan, pemilihan dan pengurangan dari Pipe support perlu
dipertimbankan sesuai dari rekomendasi analisis stress pipa

4.10.4.3 Mitigasi Pihak Ketiga


Pada beberapa risiko memegan peranan kritis pada elemen risiko dari
pihak ketiga. Dengan melihat beberapa faktor dan skenario risiko yang ada,
diperlukan studi yang lebih lanjut tentang beberapa kemungkinan yang akan
terjadi. Seperti analisa dan penilaian khusus seperti Assessment of Pipeline
Protection yang mengacu kepada standar DNV-RP F107. Rekomendasi praktis
yang dapat diaplikasikan terdapat dua skenario, yaitu:

a. Mengendalikan dan mengimplementasikan dari proteksi pipa hingga


pipa tersebut sesuai dengan rekomendasi yang ada.
b. Optimasi proteksi pipa itu sendiri yang akan berdampak kepada umur
proyek secara keseluruhan dan efisiensi. Dari semua ini akan
berdampak kepada desain lainnya, aktivitas dan prosedur operasional
yang seharusnya diidentifikasi sejak dini. Dengan keseluruhan sistem
dapat memberikan nilai optimum dari segi ekonomi dan keselamatan.

Universitas Indonesia
84

Dari setiap dokumen yang dihasilkan, baik dari produksi bawah laut
dibawah standar dari rekomendasi praktis dari referensi instalasi pipa bawah laut
seperti NORSOK.
Beberapa rekomendasi yang bisa diterapkan dalam mengurangi risiko
adalah:
a. Pemberian tanda ataupun simbol peringatan di sekitar pipa riser dan
semua pipa yang muncul di permukaan KP (0-3).
b. Melakukan kontrol dan aktivitas pipa yang melintas baik kapal nelayan
dan kapal bisnis lainnya
c. Melarang tindakan yang menjaring/ pukat di sekitar pipa dan tentunya,
tindakan pukat harimau pun merupakan tindakan yang melanggar
hukum.
d. Menkontrol dan membatasi frekuensi kapal tanker melintas.
e. Memberikan tameng pelindung pada riser, KP (0-3) yang berpotensi
tertabrak kapal dan menimbulkan rusak parah.
f. Memberikan batas aman mendekati platform untuk kapal bisnis
ataupun turis untuk mengurangi munngkinnya kapal berbenturan
dengan pipa.
g. Melakukan kegiatan patroli di sekitar pipa yang didukung dengan
jumlah personel patroli yang cukup.
h. Perlu dilakukan kerja sama, rapat keamanan dan latihan bersama
dengan pemerintah dan lembaga kenamaan pemerintah dalam rangka
menjaga keamanan proyek dan produksi hidrokarbon

4.10.4.4 Mitigasi Operasi


Setiap kesalahan dan kekurangan yang dilakukan pada masa operasi,
selain dari kesalahan manusia, ditentukan pula pada masa sebelumnya, terutama
dari fase desain dari proyek pipa bawah laut yang telah mengakomodasi beberapa
kemungkinan yang terjadi seperti penanggulangan fenomena alam, pihak ke-tiga,
sistem perlindungan pipa, korosi internal dan korosi eksternal. Pada mitigasi
operasi, merupakan elemen yang tergantung pada penjadwalan, pemeliharaan dan
kontrol yang akan dibahas lebih detail pada Sub-Bab 4.10.

Universitas Indonesia
85

Beberapa rekomendasi yang bisa diterapkan untuk mengurangi risiko pada


operasi adalah:
a. Kualifikasi dan kompetensi dari operator harus terkontrol dengan sesuai
standar yang ada, dan pemberian pelatihan yang rutin.
b. Konsentrasi dan vitalitas menjadi faktor yang perlu diperhitungkan. Maka
jam kerja dari tiap operator, pergantian shift sangat perlu diperhatikan
karena area offshore yang lebih monoton dan lebih terbelenggu membuat
tingkat kebosanan yang tinggi.
c. Melakukan kontrol yang terjadwal, kalibrasi dan dokumentasi yang baik
terhadap semua kesiapan dari semua valves, indikator, Special Item dan
peralatan lainnya guna produksi dari setiap segmen pipa dapat terpantau.
d. Menggunakan peralatan pengunci yang dimana untuk mengakses salah
satunya valves, harus mengakses dan mendapat persetujan dari supervisor
untuk membuka alat tersebut. Komponen pengunci yang berurutan pun
diterapkan, menggunakan sistem interlock, terumata pada pig launcher
dan pig receiver yang rawan sekali melakukan pembukaan atau penutupan
yang salah.

4.11 Strategi Inspeksi dan Pemeliharaan Pipa


Kegiatan inspeksi, memonitor dan memelihara merupakan tindakan lanjut
dari mitigasi-mitigasi risiko yang telah didapatkan. Terdapat beberapa poin yang
perlu dilakukan yang merupakan menjadi tindakan rekomendasi. Kegiatan ini,
termasuk inspeksi dan pemeliharaan dilakukan secara berkala dengan beberapa
tujuan sesuai dengan integritas dan kebutuhan sesuai dengan Tabel 4.9 berikut.

Tabel 4. 9. Tabel Inspeksi dan Pemeliharaan Proyek

Kegiatan Inspeksi
No. Frekuensi Tujuan
dan Pemeliharan

1. Pengambilan contoh
Untuk memastikan kadar dari
dari hidrokarbon (KP 1 bulan sekali
CO2 dan adanya H2S.
0-3)

Universitas Indonesia
86

Kegiatan Inspeksi
No. Frekuensi Tujuan
dan Pemeliharan

2. Pengambilan contoh secara


Pengambilan contoh periodik untuk memastikan
1 bulan sekali
air (KP 0-3) Mh, kandungan besi dan sisa
inhibitor.

3. Memonitor Corrosion
Probe (KP 0-3, KP 3- 1 bulan sekali Monitor Online secara rutin.
42)

4. Operasi rutin yang dilakukan


pada kondisi operasi dimana
dari kondisi dasar operasi
selalu dimonitor ( tekanan,
Memonitor kondisi Tiap hari, 4 suhu, laju alir dan lainnya).
proses (KP 0-3) bulan sekali Tiap 4 bulan sekali dilakukan
pengecekan dengan corrosion
engineer untuk memastikan
batas proses untuk
pemeliharaan.

5. Tingkat Kadar acetic atau


asam organik harus
ditentukan ketika awal
Pengujian acetic Acid 3 bulan pertama, produksi ( 3 bulan utama)
(KP 0-3) tiap tahun untuk memastikan adanya
korosi pada bagian atas pipa /
TOL (Top of Line) dan secara
periode dimonitor

6. Inspeksi visual pipa Perencanaan survey setelah 1


1 tahun, tahun
bawah laut dengan tahun operasi dilakukan
ke -3, tahun ke-5
ROV (Remotely untuk inspeksi mayoritas saja

Universitas Indonesia
87

Kegiatan Inspeksi
No. Frekuensi Tujuan
dan Pemeliharan

Operated Vehicle) (termasuk pada 5 km awal


(KP 0-3, KP 3-42) dari platform dan cathodic
Protection). Setelah tahun ke-
7. Potensial pipa dan
2, dilakukan survey dan
pengecekan anode
inspeksi keseluruhan dan
(KP 0-3, KP 3-42)
lengkap (5km awal,
8. Inspeksi struktur mencakup semua Cathodic
bawah laut (KP 0-3) Protection + setiap 5 km)

9. Inspeksi riser bawah


laut (KP 0-3)

10. Inspeksi visual riser eksternal


perlu dilakukan. Untuk lebih
lanjut NDE (Non-Destructive
Examination) dapat
Inspeksi riser diaplikasikan berdasarkan
Tahun ke-2 dan
permukaan (KP 0-3, dari keadaan alam dan lokasi
tahun ke-4
KP 3-42) yang memberikan indikasi,
seperti direct UT (Ultrasonic
Testing, Shear wave, Long
Range UT, radiografi dan
teknik lainnya.

11. Pada tahun pertama dan tahun


Hari pertama,
Inspeksi dengan kedua direkomendasikan
tahun ke-1,
Intellegent Pigging untuk menilai tingkat
tahun ke-2 dan
(KP 0-3, KP 3-42) korosifitas dan kinerja dari
tahun ke-5
inhibitor.

12. Pigging operasional Maksimum 1 Pigging operasional dan


(KP 0-3, KP 3-42) bulan sekali frekuensinya diaplikasikan

Universitas Indonesia
88

Lanjutan Tabel 4. 9 Inspeksi dan Pemeliharaan Proyek

Kegiatan Inspeksi
No. Frekuensi Tujuan
dan Pemeliharan

(Pilihan) sesuai kebutuhan.


Pembersihan air / dewatering
dapat dilakukan bila tingkat
air terlalu banyak. Frekuensi
dapat dimulai dari 2-3
minggu, hingga tiap bulan
berdasarkan tingkat air.

13. Inspeksi pertama dilakukan


setelah instalasi, lalu
Hari pertama, dilakukan pada tahun pertama
Inspeksi visual
tahun ke-1 dan kedua. Inspeksi ini dilakukan
fleksibel riser
tahun ke-2 berikutnya bila pipa tertimpa
sesuatu yang menyebabkan
bahaya.

4.12 Analisa Biaya Inspeksi, Pemeliharaan dan Perbaikan Pipa


Biaya merupakan salah satu faktor pengambilan keputusan terkait dengan
keamanan pipa. Antara biaya inspeksi, pemeliharaan dan risiko memiliki suatu
keterkaitan dimana di sisi lain membebani dari perhitungan investasi proyek, di
sisi lainnya dengan adanya tindakan preventif ini dapat mencegah kerugian yang
lebih besar lagi. Rencana dan tindakan mitigasi pada pembahasan sebelumnya
menjadi acauan dalam menentukan strategi dan akumulasi biaya dari proyek pipa
bawah laut.
Terdapat 13 tindakan rekomendasi untuk pemeliharaan inspeksi yang
selanjutnya. Tindakan ini akan dikelompokkan menjadi biaya inspeksi dan
pemeliharaan, biaya perbaikan pipa, dan terakhir diakumulasi potensi risiko pada
kerugian pada kegagalan pipa. Dari setiap data biaya tersebut, sebaran data
dipetakan dan diakumulasi dengan metode Monte Carlo menggunakan software
Crystall Ball.

Universitas Indonesia
89

4.12.1 Biaya Inspeksi dan Pemeliharaan


Biaya yang diperlukan untuk melakukan pengawasan dan pengecekan
pada pipa bawah laut terdiri dari 5 komponen yang merupakan rangkuman dari
tindakan rekomendasi dari Tabel 4.9. Dari tiap komponen memiliki perhitungan
yang dilakukan dengan perangkat lunak Crystall Ball sebagaimana penjelasan
sebagai berikut.
a. Pengambilan contoh kondisi proses, hidrokarbon, air, acetic acid
Pada kegiatan kontrol ini dilakukan oleh operator di platform yang
kemudian hasilnya dilakukan uji laboratorium 1 bulan sekali. Tidak ada biaya
tambahan yang diperlukan untuk pekerjaan ini karena sudah termasuk dari
biaya operasi dan produksi hidrokarbon.
b. Kegiatan memonitor corrosion probe
Kegiatan memonitor data dari corrosion probe dilakukan secara online..
dimana kegiatan ini dilakukan 1 bulan sekali untuk pipa 42,82 km Biaya
memonitor Online pada dasarnya data akan dikirim langsung ke server dalam
hitungan menit, sehingga pembiayaan peninjauan corrosion probe dilakukan
hanya sekali, termasuk dengan biaya pemeliharaan alat ini sendiri, dengan
asumsi sesuai Tabel 4.10 dalam biaya dan kedalaman pipa yang sama. Dari
sebaran data tersebut, diprediksi bentuk sebaran datanya terdapat pada
Lampiran 6.
Tabel 4.10 Biaya Monitor Corrosion Probe
Biaya identifikasi Biaya korosi Total Biaya
tiap kontraktor (USD / Km) (USD)
A 7.879,34 337.393,34
B 17.074,05 731.110,82
C 9273,6 397.095,55
Biaya rata-rata 488.533,24

c. Inspeksi pipa bawah laut dengan ROV


Kegiatan inspeksi bawah laut dilakukan pada periode tertentu, dimana dari
analisa risiko dilakukan 3 kali. Pertama kali dilakukan pada tahun ke-1

Universitas Indonesia
90

kemudian di tahun ke 3 dan tahun ke-5. Pada pembiayaan ROV terdiri dari 2
variabel utama, diasumsikan harga sewa inspeksi dengan ROV (Ricci, 1991)
dan biaya sewa kapal pada Tabel 4.13. Diketahui bahwa kecepatan ROV
adalah 2,25 m/s (8,1 Km/jam) (Ricci, 1991). Untuk melakukan inspeksi pipa
sepanjang 42,28 km maka diperlukan waktu minimal 5,2 jam. Maka pada satu
kali inspeksi dengan ROV diperlukan sewa ROV dan kapal sebanyak 1 hari.
Perhitungan lebih terdapat terdapat pada Lampiran 5 dan bentuk sebaran
datanya terdapat pada Gambar 4.10.
Tabel 4. 12. Biaya Sewa ROV dan Kapal
Biaya Sewa Rata –rata Sewa
Harga sewa
(USD)/ hari (USD) / hari
Sewa ROV 65.000 hingga 75.000 70.000
Sewa demob dan kapal ROV 51.163 hingga 71.628 66.852

Gambar 4. 10. Biaya ROV dan Kapal


d. Inspeksi riser permukaan
Biaya Inspeksi riser dilakukan 2 kali, yaitu pada tahun ke-2 dan tahun ke-4.
Harga inspeksi ini bervariatif dimulai dari USD 53.393 hingga USD 73.700
(Hopkins, Andrew, 2014) dan lebih jelasnya terdapat pada Lampiran 5
bentuk sebaran datanya terdapat pada Lampiran 6.
e. Inspeksi dengan intellegent pig
Biaya Inspeksi riser dilakukan 2 kali, yaitu pada tahun ke-2 dan tahun ke-
4.Harga inspeksi ini bervariatif dimulai dari USD 323.059,72 hingga USD
538.432,86 (Hopkins, Andrew 2014) dan lebih jelasnya terdapat pada
Lampiran 5 bentuk sebaran datanya terdapat pada Lampiran 6.
f. Total Biaya pemeliharaan

Universitas Indonesia
91

Total biaya pemeliharaan merupkan penjumlahan dari kegiatan inspeksi dan


pemeliharan disertai jumlah dari frekuensi pemeliharaan yang dilakukan. Dari
data tersebut dilakukan analisa menggunakan software dengan tingkat
keyakinan 80% sesuai pada Gambar 4.11. Tidak ada aturan khusus untuk
menentukan tingkat keyakinan karena ketetapan itu sendiri berdasarkan
pertimbangan dari proyek. Semakin tinggi tingkat keyakinan berarti semakin
optimis suatu proyek dan sebaliknya. Pada proyek ini mencontoh pada
Appendix E – Gas and Liquid Transmission Pipelines, DNV USA.

Gambar 4. 11. Total Biaya Pemeliharaan Pipa

Gambar 4. 12. Sensitivitas Total Biaya Pemeliharaan

Universitas Indonesia
92

4.12.2 Biaya Perbaikan Pipa


Biaya perbaikan pipa bisa sangat mahal pada pipa bawah laut. Terlebih
berpotensi pencemaran lingkungan yang tinggi. Diperlukan teknologi yang baik
dan teruji dalam penggantian pipa. Rincian penggantian pipa diasumsikan
dengan data seperti referensi Tabel 4.14 dan lebih jelasnya terdapat pada
Lampiran 5. Sehingga Total biaya perbaikan pipa pada set terjadi kebocoran
sebesar USD 11.959.876,48.

Tabel 4. 13. Biaya Perbaikan Pipa (Hopkins, Andrew, 2014)


Kegiatan perbaikan Biaya (USD/Km)
Biaya penggantian material pipa 7.686.086,79
Perbaikan pipa dan recoating 3.843.043,40
Biaya intellegent pigging, penilaian kegagalan dan
430.746,29
perbaikan
Total biaya perbaikan pipa 11.959.876,48

Dari hasil simulasi yang dilakukan, dengan sistem melakukan pengulangan


sebanyak 1.000.000 kali, didapatkan bahwa kemungkinan maksimum total biaya
pemeliharaan adalah USD 2.066.643,00. Sedangkan kemungkinan terbaik total
biaya yang dikeluarkan adalah USD 1.360.732,00.
Total biaya pemeliharaan untuk melakukan tindakan mitigasi didapatkan
bahwa biaya inspeksi intellegent pig memiliki porsi penting, sebesar 96% dalam
menentukan besar biaya pemeliharaan, seperti Gambar 4.12. Sehingga tim
proyek perlu melakukan pemantauan dan peninjauan khusus untuk faktor biaya
inspeksi ini.

4.12.3 Kerugian Kegagalan Pipa


Kegagalan pipa dapat terjadi kapan pun ketika kategori risiko yang
tergolong tinggi dan konsekuensi dari risiko tersebut dapat merugikan proyek dari
segi keselamatan, lingkungan, korban jiwa dan pada akhirnya kerugian dari segi
ekonomi. Selain biaya dari konsekuensi yang harus ditanggung, biaya lain seperti

Universitas Indonesia
93

perbaikan, investigasi, survei dan pemeliharaan selanjutnya harus ditanggung


pula.
Sebagai contoh adalah kegagalan pipa pada saat pipa pecah (rupture),
perusahaan operator akan menanggung kerugian pasokan gas yang akan dijual
berhenti dan biaya untuk penggantian dari fasilitas pipa tersebut. Selain itu,
kerusakan lingkungan baik pencemaran air laut, dan hewan laut di sekitarnya
menjadi terganggu bahkan menimbulkan kematian. Untuk mencegah itu terjadi
dilakukan tindakan untuk memperkecil risiko pecahnya pipa.
Asumsi perhitungan yang digunakan untuk menghitung kegagalan yang
diakibatkan pipa pecah pada KP (3-42) ketika pipa rupture dalam 8 jam, dan data
terdistribusi normal, sebagai berikut (K-620, 2015):
a. Gas price/ mmbtu (IGU, 2014) :8
b. Produksi perhari/mmscfd : 30
c. Kehilangan gas /mmscf : 10
d. Lamanya shut down/hari :6
e. GHV (Gross Heating Value) : 1.0
Total kerugian gas selama shut down yang akan dialami operator pipa selama 6
hari adalah jumlah gas yang hilang pada saat terjadi pecah, jumlah gas yang
digunakan sebagai pengganti gas yang hilang dan kemudian ditambah dengan
nominasi kapasitas gas selama shut down sesuai dengan Tabel 4.15.

Tabel 4. 14. Total kerugian gas


Kuantitas Total loss
Kegiatan Objek Satuan
/ mmscfd (USD)
Hilangnya gas Kehilangan fisik gas bbtu 10 80.000,00
Gas pengganti selama
Gas pengganti bbtu 180 1.440.000,00
shut down
Total kerugian gas 1.520.000,00

Total kerugian gas selama shut down yang dialami menghabiskan biaya
sebanyak USD 1.520.000,00 dari data ini menjadi perhitungan untuk total
kerugian dari kegagalan pipa pada Tabel 4.15. Terdapat dua faktor yang

Universitas Indonesia
94

menentukan dari kegagalan pipa yaitu kerugian gas dari risiko dan biaya untuk
perbaikan pipa. Kedua faktor tersebut diakumulasi menjadi total kerugian dari
kegagalan pipa.
Perhitungan dampak lingkungan, dihitung dengan jumlah hidrokarbon
yang tumpah dan mencemari lingkungan. Dari studi Oil Spill didapatkan bahwa
biaya penanggulangan dan oil spill cleaning 811,16 USD/m3 . Maka didapatkan
untuk kebocoran selama 8 jam adalah USD 1.967.549,70.

Tabel 4. 15. Total Kerugian Kegagalan Pipa

Kerugian pipa Total (USD)


Total kerugian gas 1.520.000,00
Perbaikan pipa 11.959.876,48
Biaya perbaikan lingkungan 1.967.549,70
Total 15.447.426,17

Gambar 4. 13. Total Biaya kegagalan Pipa dan Sensitivitas

Universitas Indonesia
95

Dari total kerugian dari satu risiko, yaitu pipa rupture didapatan sebesar
USD 15.447.426,17 secara perkiraan rata-rata. Sedangkan nilai optimis dan
pesimis yang mungkin terjadi adalah USD 13.570.241,43 dan mencapai USD
21.000.000,00 seperti Gambar 4.16.
Dapat dibandingkan bahwa total biaya pemeliharaan untuk pencegahan
semua risiko dimulai dari kategori yang level Medium hanya membutuhkan biaya
sekitar USD 1.887.677,00 pada Tabel 4.17. Sedangkan total karena risiko
kegagalan pipa bisa mencapai USD 24.000.000,00, kurang dari 10% untuk
melakukan biaya mitigasi untuk fenomena pipa rupture.

Tabel 4. 16. Total biaya pemeliharaan


Kegiatan Pemeliharaan Biaya (USD)
Biaya monitor corrosion probe 488.533,24
Total Biaya Survey Eksternal 410.557,09
Total biaya survey riser 127.094,00
Total biaya Intellegent pig 861.492,58
Total Biaya Pemeliharaan 1.887.677

Berdasarkan perhitungan CBV (Cost Benefit Value), yang merupakan


perbandingan antara jumlah biaya yang dikeluarkan dengan jumlah risiko yang
berpotensi akan diderita, didapatkan bahwa dari kerugian karena fenomena
kegagalan pipa rupture dengan persamaan (4.3) berikut.

Cm
CBV  (4.3)
Cr  Cp
 y 1  r 2 .PoF
Dimana:
CM = USD 1.887.677,00 R = 10%
Cr+Cp = USD 15.447.426,17 Y = 15 tahun
PoF = 0,1

Universitas Indonesia
96

Gambar 4. 14. Frekuensi Kumulatif CBV

Maka, nilai rata-rata CBV yang didapatkan adalah 0,09857. Sedangkan


dari hasil simulasi perangkat lunak nilai rasio dapat mendekati 0,09 dan nilai
pesimis adalah 0,16 seperti Gambar 4.14.
Tingkat sensitivitas dari CBV ini ditentukan dari beberapa faktor baik dari
segi biaya pemeliharaan dan biaya perbaikan pipa. Tetapi, biaya yang memiliki
nilai sensitivitas terbesar dalam menentukan rasio ini adalah biaya perbaikan
coating -68,0% . Biaya dari inspeksi intellegent pig menduduki urutan kedua
terhadap nilai sensitivitas, dengan nilai 10,3% seperti Gambar 4.15.

Gambar 4. 15. Sensitivitas CBV

Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengembangan metode dan hasil penelitian, dapat disimpulkan:
1. Analisa risiko dengan metode Project Risk FMEA atau RFMEA dapat
meningkatkan ketepatan dalam mengelola risiko karena memperhatikan
faktor deteksi, dimana analisa risiko konvensional hanya memperhatikan
faktor probabilitas dan konsekuensi.
2. Dari Pengelolaan 56 potensi risiko, Terdapat 29 tindakan mitigasi risiko
yang meliputi grup risiko korosi/erosi, desain, pihak ketiga dan operasi
pada fase FEED (Front End Engineering Design).
3. Penerapan strategi yang optimal meliputi 13 kegiatan inspeksi, memonitor
dan pemeliharaan yang terjadwal. Kegiatan tersebut meliputi pengambilan
contoh dari hidrokarbon dan air, memonitor corrosion probe, memonitor
kondisi proses, pengujian acetic acid, inspeksi pipa bawah laut dengan
ROV, pengecekan anode pipa, inspeksi struktur bawah laut, inspeksi riser
bawah laut, inspeksi riser permukaan, inspeksi internal pipa dengan
intellegent pigging dan yang terakhir adalah inspeksi visual fleksibel riser.
4. Kemungkinan maksimum total biaya pemeliharaan adalah USD
3.103.483,00. Sedangkan, kemungkinan terbaik total biaya yang
dikeluarkan adalah USD 1.808.396,00. Lain halnya dari tindakan mitigasi
didapatkan biaya inspeksi intellegent pig memiliki sensitivitas 94,5 % dari
keseluruhan faktor biaya.
5. Kerugian dari risiko pipa rupture rata-rata sebesar USD 15.447.426,17.
Sedangkan nilai optimis dan pesimis yang mungkin terjadi adalah USD
13.570.241,43 dan mencapai USD 21.000.000,00
6. Total biaya pemeliharaan untuk pencegahan semua risiko dari kategori
level Medium hanya membutuhkan biaya sekitar USD 1.887.677,00.
Sedangkan total karena risiko kegagalan pipa rata-rata adalah USD
17.199.426,17, kurang dari 10% untuk melakukan biaya mitigasi. Maka,
98

nilai rata-rata CBV yang didapatkan adalah 0,09857. Dengan deviasi


mulai dari 0,09 dan nilai paling pesimis adalah 0,16.

5.2 Saran
Terdapat beberapa sara yang dapat ditetapkan, dikembangkan dan digunakan pada
penelitian selanjutanya, yaitu:
1. Diperlukan analisa risiko lebih lanjut pada analisa risiko korosi, Pipeline
Protection, beberapa skenario dari minyak tumpah, pipa bengkok dan
beberapa kemungkinan risiko lainnya sesuai standar dengan sumber daya
manusia yang ada. Analisa risiko ini dibantu dengan data yang lebih
lengkap dan survey lapangan yang komprehensif pada fase Detail
Engineering. Sehingga, perhitungan dampak kerugian dan mitigas dari
setiap risiko dapat diketahui.
2. Analisa risiko Project Risk FMEA dapat dikembangkan dengan
pembuatan variabel detection yang lebih objektif dan penempatan standar
dengan parameter yang lebih terukur.
3. Manajemen Risiko Project Risk FMEA dapat dikembangkan dan
diusulkan studi kelayakannya kepada badan standar DNV (Det Norske
Veritas), SNI (Standar Nasional Indonesia) dan ISO (Internal
Standarization of Organization) dalam analisa risiko proyek, khususnya
proyek pipa bawah laut.

Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI

Buyon Guo, Shanhong Song, Jacob Chacko, Ali Ghalambor. (2005). GPP.
Offshore Pipeline.

Thomas A. Carbone, Donald D. Tipett. (2004). Paper: Project Risk Management


Using the Project Risk FMEA.

Tile Nemuth. (2008). Paper: Practical Use of Monte Carlo Simulation for Risk
Management within the International Construction Industry.

Det Norske Veritas. (2010). DNV-RP-F107 : Risk Assessment of Pipeline


Protection.

Det Norske Veritas. (2009). DNV-RP-F116 : Integrity Management of


Submarine Pipeline System.

Det Norske Veritas. (2010). Report Corrib Onshore Pipeline QRA.

Susannah Turner. (2011) Risk-based Inspection : Managing Uncertainty in the


Condition of Ageiung Assets.

Zenal Abidin. (2008). ITB. Laporan Tugas Akhir: Analisis On-Bottom Stability
dan Instalasi Pipa Bawah Laut di Daerah Shore Apprach.

Mariana Bariyyah. (2012). UI. Tesis: Analisa Risiko Pipa Transmisi Gas Onshore
di Sumatera.

Dody Yuhanes. (2011). UI. Tesis: Optimasi Transportasi Gas Alam Melalui Pipa
dari Natuna ke Singapura.

Yee Chin Tang, Elizabeth Hillier, Asle Venas. (2011). Det Norske Veritas. Case
Study: Development of Pipeline Integrity Management System (PIMS).

Statstuff.com. (2011). FMEA Scales for Severity, Occurance & Detection.


100

Iberahim Jusoh. (1999). Jurnal Mekanikal, Jilid 1, Offshore Pipeline Risk and
Consequence Assesment.

SINTEF. (1987). ‘Reliability Evaluation of Subsea Pipelines’, Report. Norway.

Kerzner, Harold. (2002). Project Management: A system Approach to Planning,


Schedulling and Controlling, 8th Ed., John Wiley&Sons, Inc.

Project Management Institute. (2000). A Guide to The Project Management Body


of Knowledge (PMBOK Guide). Project Management Institute.

International Energy Agency. (2013) World Energy Outlook 2013. IEA. France.

Nonerieska. (2013). Upheaval Buckling of Offshore Pipelines.Wordpress.

Susilo, Leo J. dan Victor Riwu Kaho. (2010). Manajemen Risiko Berbasis ISO
31000. Ppm Manajemen. Jakarta.

Keyser, C.A., Materials Science Engineering. (1980). 3rd De., Columbus, OH:
Charles E. Merill Publishing Co. Pp.75-101,131-159.

Muhlbauer Kent W. (2004). Pipeline Risk Management Manual, 3rd , Elsevier,


Gulf Professional Publishing Inc.

CO-13-100-810-00-RE-K-610. (2015). “Steady State (SS) Pipeline Hydraulic


Study - Gajah XX -Lembu- Anoa/AGX”; Bison XX and Gajah XX Development
Project.

CO-13-100-810-00-RE-K-620. (2015). “Pipeline Material Selection Report &


Corrosion Assessment”; Bison Iguana and Gajah Puteri Development Project;
Rev. B.

J. W. Palmer, W. Hedges, and J. L. Dawson. (2013). “The Use of Corrosion


Inhibitors in Oil and Gas Production”; European Federation of Corrosion
Publication; Number 39.

Universitas Indonesia
101

DNV-RP-B401. (2010). “Cathodic Protection Design”; Recommended Practice.

DNV-RP-F103. (2010). “Cathodic Protection of Submarine Pipelines by


Galvanic Anodes”; Recommended Practice.

NORSOK. (1998). “Subsea Structures and Piping System”, U-002, Revision 2.

Hopkins P, Andrew Palmer. (2014) “Pipeline Internal Inspection – What a


pipeline operator Needs to Know”. Penspen Integrity.

CO-13-100-810-00-RE-K-620. (2015). “Basis of Design”; Bison Iguana and


Gajah Puteri Development Project; Rev. A.

Thompson G. Neil. (2004). “Appendix E – Gas and Liquid Transmission


Pipelines”; CC Technologies Laboratories, Inc; Dublin, Ohio.

Ricci, F. (1991). “Use Of ROV’s In Operation of Ean Underwater Installation in


The North Sea. Stavanger.

Tsai H Teddy. (2008)”Opportunities in The Offshore Support Vessel Market”.

International Gas Union. (2014) “World LNG Report-2014 Edition”.

SKK Migas. (2016). “Work Program and Budget”.

Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Desain Pipa
Lampiran 2. Brainstorming Risiko
Lampiran 3. Desain dan dinding pipa

Tabel lapisan dan ketebalan pipa

VALUE
PARAMETER UNIT Plaform Biru & Abu Platform Merah REF.

Well Jumper - 3.0 mm 3LPP - [4]


PLEM / SSIV - 0.375 mm FBE (min) - [4]
External
Spools - 3.0 mm 3LPP 3.0 mm 3LPP [4]
Corrosion
Pipeline - 3.0 mm 3LPP 3.0 mm 3LPP [4]
Coating
Materials(1) Splash - 5 mm Neoprene
J- Zone [35]
Tube(2) 5 mm AE or
Linepipe -
2.25 mm 3LPP
CWC Thickness mm 40 40 [1]
Pipeline Bracelet Anode Spacing(2)(3) Joints 2 24 [6]
4
Lampiran 4. Kriteria inhibitor
107

Lampiran 5. Perhitungan Biaya Pemeliharaan

Biaya korosi
Panjang pipa 42,82 km

Biaya identifikasi tiap


Biaya korosi / Km Total Biaya
kontraktor
A 7.879,34
337.393,34
B 17.074,05
731.110,82
C 9273,6
397.095,55
Biaya rata-rata
488.533,24

Biaya ROV
1NOK = 0,12 USD
Kecepatan ROV 2,25 m/s

Kegiatan Harga USD/ hari Harga USD/hari

Sewa ROV Kontraktor


OBSROV 65.000 65.000

Sewa ROV Kontraktor SIROV 75.000 75.000

Biaya rata-rata ROV 75.000

Sewa Kapal
1 Euro 1,07 USD

Kegiatan Harga Euro/hari Harga USD/hari

Harga sewa Kapal survey 1 30.000 51.163

Harga sewa Kapal survey 2 38.000 64.806

Harga sewa Kapal survey 3 32.000 54.573

Universitas Indonesia
108

Harga sewa Kapal survey 4 55.000 93.798

Harga sewa Kapal survey 5 40.000 68.217

Harga sewa Kapal survey 6 42.000 71.628

Harga sewa Kapal survey 7 40.000 68.217

Harga sewa Kapal survey 8 34.000 57.984

Harga sewa Kapal survey 9 36.000 61.395

Harga sewa Kapal survey 10 38.000 64.806

Harga sewa Kapal survey 11 42.000 71.628

Harga sewa Kapal survey 12 41.000 69.922

Harga sewa Kapal survey 13 40.000 68.217

Harga sewa Kapal survey 14 40.000 68.217

Harga sewa Kapal survey 15 40.000 68.217

Rata -Rata 39.200 66.852

Kegiatan Frekuensi Biaya (USD)


Biaya ROV 3 210.000
Biaya kapal survey 3 200.557
Total Biaya Survey Eksternal 410.557

Inspeksi permukaan Pipa

1 mile 1,61 km

Kegiatan Harga USD/mile Harga USD

Biaya inspeksi Riser 1, hingga 73.700 73.700


Biaya inspeksi Riser 2 53.393 53.393
Rata-rata 63.547

Kegiatan Frekuensi Biaya (USD)


Total biaya survey riser 2 127.094

Universitas Indonesia
109

Intellegent Pig

1 mile 1,61 km
Panjang pipa 42,82 km

Kegiatan Harga USD/mile Harga USD/km Harga USD

Biaya Intellegent Pig1, hingga 3.000 7.544,60 323.059,72

Biaya Intellegent Pig 2 5.000 12.574,33 538.432,86

Rata-Rata Harga Inspeksi dengan Intellegent Pig 430.746,29

Kegiatan Frekuensi Biaya (USD)


Total biaya Intellegent pig 2 861.493

Total Biaya Inspeksi

Kegiatan Biaya
488.533,24
Biaya monitor corrosion probe
Total Biaya Survey Eksternal 410.557
Total biaya survey riser 127.094

Total biaya Intellegent pig 861.493

Total Biaya Pemeliharaan 1.887.677

Perbaikan pipa

Kegiatan perbaikan Biaya (USD/Km) Biaya (USD/Km)


Biaya penggantian material pipa 1.000.000,00 7.686.086,79
Perbaikan pipa dan recoating 500.000,00 3.843.043,40
Biaya intellegent pigging,
10.059,46 430.746,29
penilaian kegagalan dan perbaikan
Total biaya perbaikan 11.959.876,48

Total kerugian gas

Universitas Indonesia
110

Gas price/ mmbtu 8


Kehilangan gas/ mmscf 10
Produksi perhari/mmscfd 30
Lamanya shut down/hari 6
Lama kebocoran/jam 8
GHV (Gross Heating Value) 1

Total loss
Kegiatan Objek Satuan Kuantitas (USD)
Hilangnya gas Kehilangan fisik gas bbtu 4 32.000,00
Gas pengganti selama
Gas pengganti shut down bbtu 180 3.240.500,00

Total nilai dari kerugian gas 3.272.000,00

Perhitungan minyak tumpah

Total kerugian kegagalan pipa (pipe rupture)

Kegiatan Objek Satuan Total (USD)


Total kerugian gas USD 1.089.500,00
Perbaikan pipa USD 11.959.876,48

Total Kerugian kegagalan pipa USD 13.049.376,48

CBV (Cost Benefit Value)

CM 1.602.753
Cr 13.049.376,48
Cp 0
PoF 0,1

Universitas Indonesia
111

R 10%
Y 15

CBV 0,099076593

Universitas Indonesia
Lampiran 6. Kumpulan Diagram Crsytall Ball
113

Lampiran 6. Kumpulan Diagram Crsytall Ball

Universitas Indonesia
114

Lampiran 6. Kumpulan Diagram Crsytall Ball

Lampiran 6. Kumpulan Diagram Crsytall Ball

Universitas Indonesia
115

Universitas Indonesia
116

Lampiran 6. Kumpulan Diagram Crsytall Ball

Universitas Indonesia
117

Universitas Indonesia
118

Lampiran 6. Kumpulan Diagram Crsytall Ball

Universitas Indonesia
119

Lampiran 7. Tim Brainstorming Risiko

No. Jabatan Jumlah Pihak


1 Fasilitator 1 orang Pihak ke-tiga
2 Project Engineer 1 orang Kontraktor

3 Project Manager 1 orang Kontraktor

4 Technical Safety 2 orang Operator kilang

5 Process Engineer 2 orang Kontraktor

6 Pipeline Designer 2 orang Kontraktor

7 Instrument Engineer 1 orang Kontraktor

Process Safety
8 1 orang Operator kilang
Engineer
9 Pipeline Service 1 orang Operator kilang
Mechanical Piping
10 1 orang Kontraktor
Engineer
11 Process Engineer 1 orang Operator kilang

12 Lead Engineer 1 orang Operator kilang


13 FEED Manager 1 orang Operator Kilang

14 Pipeline Engineer 2 orang Operator Kilang

15 Pipeline Engineer 2 orang Kontraktor

16 Material Engineer 1 orang Operator kilang

17 Operation & Service 3 orang Operator kilang

18 General Engineer 1 orang Operator kilang

Lead Subsea 1 orang Operator kilang


19
Engineer

Total 26 orang

Universitas Indonesia
120

Lampiran 8. Pendekatan secara kualitatif dan kuantitatif

Tabel Pendekatan probabilitas dengan kualitatif dan kuantitatif (DNV,2010)

Tabel Pendekatan konsekuensi dengan kualitatif dan kuantitatif (DNV,2010)

Universitas Indonesia
121

Pengaruh keberadaan air di dalam pipa

Kriteria Nilai
Jalur pipa carbon steel beroperasi kering – tidak ada air di dalam
1
kandungan fluida di dalamnya (kandungan 10 lbs/MMSCF)
Jalur pipa carbon steel beroperasi kering – namun mengandung fluida
2
air di dalamnya dalam situasi diluar kondisi normal
Jalur pipa carbon steel sesekali terkandung air dalam bentuk uap 3
Jalur pipa carbon steel mengandung air, yang pada umumnya
4
berbentuk uap dan mudah mengembun
Jalur pipa carbon steel dengan fluida yang mengalir mengandung air
5
air pada kondisi operasi normal.

Tekanan Pipa

Kriteria Nilai
Tidak terjadi kelebihan tekanan. Pada desain untuk tekanan lebih besar
1
dara tekanan setting regulator atau tekanan maksimum kompresor
Kelebihan tekanan mungkin terjadi tetapi pipa dijaga dengan sistem
proteksi ganda ( HIPPS/High Integrity Pressure Protection System dan 2
relief valves)
Kelebihan tekanan mungkin terjadi tetapi pipa dijaga dengan sistem
3
proteksi tunggal
Kelebihan mungkin terjadi tetapi pipa tidak dijaga 5

Pengaruh keberadaan air di dalam pipa

Kriteria Nilai
Tidak terjadi risiko korosi lokal 1
02 > 50 ppb 2
Microbially influenced corrosion terdeteksi 3
Kandungan dasar sebagai asam (NACE) 4

Universitas Indonesia
122

Kriteria Nilai
CO2 > 1bar/70bar 5

Desain perpipaan

Kriteria Nilai
Tidak terjadi risiko korosi lokal 1
02 > 50 ppb 2
Microbially influenced corrosion terdeteksi 3
Kandungan dasar sebagai asam (NACE) 4
CO2 > 1bar/70bar 5

Sabotase

Kriteria Nilai
Situasi stabil, tidak terjadi sabotase di wilayah tersebut 1
Situasi stabil, pernah terjadi sabotase 3
Penduduk atau pihak teror pernah mengganggu wilayah tersebut 4
Penduduk atau pihak teror pernah mengganggu wilayah tersebut 5

Kepadatan aktivitas

Kriteria Nilai
Jaringan pipa tidak terlewati jalur pelayaran dan kapal berlabuh 1
Jaringan pipa tidak terlewati penangkapan ikan dan jauh dari
3
perkampungan
Jaringan pipa tidak terlewati jalur pelayaran dan berlabuh kapal
4
(anchor drop)
Jaringan pipa melewati area penangkapan ikan penduduk, dekat
5
dengan perkampungan, dan tempat berlabuh kapal

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai