BAB I
DESKRIPSI KAWASAN
A. Lokasi
Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop Secara geografis terletak pada posisi
140o 22 – 145o 43’ BT dan 2o 25’ – 2o 33’ LS. Kawasan ini berbentuk memanjang
dan membentang dari Tanjung Tanah Merah Depapre hingga ke arah Timur Teluk
Numbay. Gunung Raveni merupakan puncak tertinggi dalam kawasan ini, dengan
ketinggian mencapai 1.880 meter dari permukaan laut.
Untuk pertama kalinya kawasan ini terungkap dari perjalanan J.S.C Dumont
D’Urvelle pada tahun 1827, ketika ia merapat ke bagian utara pantai pegunungan
ini. Iamencatat bahwa gugusan pegunungan yang masif pertama di daerah bagian
barat Pulau New Guinea dan menamakannya sebagai pegunungan Cycloop dan
masif kedua di bagian Timur diberi nama Bougenfille di Papua New Guinea. Gugusan
pegunungan yang berdiri megah ibarat seorang raksasa kemudian diberi nama
1
“Cycloop”. Cycloop adalah seorang raksasa bermata satu yang terdapat dalam
legenda orang Yunani (Van Royen, 1959).
Kawasan Cagar Alam Pengunungan Cycloop mencakup beberapa tipe hutan mulai
dari hutan pantai, hutan hujan dataran rendah hingga ke hutan pegunungan.
Pertimbangan terhadap perlindungan kawasan ini mengacu kepada pentingnya
perlindungan terhadap :
a. Pusat endemis dan evolusi penting biogeography pulau Papua. Ralina mayri dan
Paraleptomys rufogaster hidup di daerah ini; banyak tanaman dan satwa
endemik Papua juga terwakili disini.
b. Pegunungan Cycloop/Dafonsoro mempunyai arti yang penting dalam
penampilannya terisolir dari wilayah pegunungan lainnya, lagi pula merupakan
wilayah tersendiri yang terdiri atas tanah ultrabasik khusus yang tidak dapat
ditumbuhi taxa tropis dan toleran. Dengan demikian wilayah ini memberikan
2
tempat bagi banyak spesies daripada biasanya yang disebabkan oleh faktor
geologisnya.
c. Keragaman ketinggian kawasan ini meliputi spectrum luas jenis-jenis habitat
termasuk daerah pantai berbatu, hutan pantai, hutan daratan rendah, hutan
gunung rendah, hutan lumut, hutan ultra basic dan padang rumput.
d. Sumber-sumber mata air utama bagi masyarakat yang berada kota Jayapura
dan Kabupaten Jayapura.
1. Potensi Flora
3
tumbuhan penghasil sayur berasal dari jenis paku-pakuan. Buah merah
(Pandanus conoideus), matoa (Pometia pinnata), pisang, sukun,
melinjo/genemo, merupakan jenis penghasil buah yang banyak tumbuh di
kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop. Untuk peralatan rumah tangga yang
sering dimanfaatkan adalah jenis pandanus, daun podo (Donnax Cagar Alam
naeformis), dan dube (Neololeba atra).
2. Potensi Fauna
Selain itu Cagar Alam Pegunungan Cycloop merupakan rumah bagi sekitar 31
jenis katak, 65 jenis reptil dan 271 jenis kupu-kupu. Berdasarkan survey yang
dilakukan oleh Conservation Internatioal (Stephen & Suryadi, 2002), di daerah
Yongsu diperoleh data potensi keanekaragaman hayati fauna sebagai berikut :
Kupu-kupu :
Enam puluh sembilan spesies kupu-kupu dari dari 4 famili berhasil ditemukan
dengan menggunakan jaring penangkap dan layar dengan lampu merkuri dan
neon. Fauna yang berhasil dikumpulkan terdiri dari: Papilionidae (7 spesies),
Pieridae (7 spesies), Lycaenidae (17 spesies) dan Nymphalidae (38 spesies).
4
Kupu-kupu Nymphalidae, Elymnias paradoxa adalah spesies yang sebelumnya
hanya diketahui berada di sebelah timur Papua New Guinea, dan dengan
ditemukannya spesies tersebut di Yongsu menunjukkan adanya perluasan
distribusi ke arah barat. Total keragaman spesies di dataran rendah ini
mewakili hampir setengah dari 144 spesies yang pernah dilaporkan
keberadaannya di seluruh Cagar Alam Pegunungan Cycloop, menunjukkan
bahwa hutan-hutan di Yongsu memberikan kualitas habitat yang bagus untuk
serangga. Kurva akumulasi spesies mengindikasikan adanya kemungkinan
spesies yang ada di daerah ini tetapi tidak tercatat.
Ikan :
Jenis ikan yang ditemukan sebanyak 33 spesies dari 25 genus dan 15 famili.
Ikan-ikan di Yongsu telah teradaptasi dengan kondisi sungai yang relatif
curam, dan faunanya mirip dengan kelompok yang hidup di pesisir bergunung
di pesisir utara New Guinea. Jenis ikan didominasi oleh kelompok Gobi
(Gobiidae dan Eleotridae) dengan jumlah hampir setengah dari total spesies
yang ada. Ikan “Cling goby”sub-famili Sicydiinae terwakili dengan tujuh
spesies. Daerah Yongsu dan sekitar pesisir Cycloop merupakan contoh terbaik
untuk habitat sungai pesisir yang curam di seluruh Papua. Daerah ini juga
merupakan rumah bagi dua ikan gobi endemik dari genus Lentipes, salah
satunya adalah spesies baru yang ditemukan pada kegiatan pelatihan,
sehingga dapat dijadikan justifikasi bagi kegiatan konservasi.
Dua puluh enam spesies reptilia dan delapan spesies katak ditemukan di
daerah Yongsu dengan mengkombinasikan pengamatan langsung dan suara
serta plot serasah. Dua spesies katak tergolong spesies baru bagi ilmu
pengetahuan dan satu katak lainnya terdengar dari kanopi hutan yang tinggi
dan hampir dipastikan merupakan spesies Litoria yang belum pernah
dideskripsikan. Spesies amfibi di lantai hutan ditemukan sebanyak lima
spesies, sedangkan untuk speseis penyu ditemukan dua spesies penyu di
pantai Yongsu yaitu spesies penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu
5
tempayan (Caretta caretta). Dan diperkirakan masih terdapat spesies lainnya
yang belum dideskripsikan dengan baik yang terdapat di kawasan Cagar Alam
Pegunungan Cycloop sehingga diperlukan upaya lebih lanjut untuk
mengoleksi dan mengidentifiasi spesies amfibi baik yang menghuni kanopi,
lantai hutan hingga perairan laut yang sangat menarik ini.
Burung :
3. Tipe Ekosistem
6
pinnata” yang tingginya dapat mencapai30 meter. Selain itu juga dijumpai
Intsia bijuga, Anisoptera dillenia, Dracontomelon, Firmiana, Maplolobus, Mristica
sp, Callophyllum dan Pleiogynium spp. Selain itu juga terdapat tumbuhan
berspora berbatang lembut, termasuk pakis mulia (Cyathea spp), baik di dasar
hutan maupun sebagai tumbuhan rambat dan epiphytes, rotan (Clamus spp)
dan berbagai jenis anggrek. Beberapa jenis anggrek unik dari Cagar Alam
Pegunungan Cycloop yang saat ini semakin langka ditemukan antara lain:
Anggrek Dasi (Bulbophyllum fletcherianum), Angrek kribo (Dendrobium
spectabile) dan Dendrobium johnsoniae.
Di atas ketinggian 800 Mdpl dapat dijumpai lumut (moss) pada batang pohon,
cabang, dan bahkan daun, yang menunjukkan kondisi yang lebih basah bersama
dengan banyaknya sinar matahari yang mencapai tanah. Daerah ini umumnya
didominiasi oleh tumbuhan dengan daun yang ukurannya lebih kecil seperti
Nothofagusflaviramea, Quercus sp. dan spesies Myrtaceae, dengan spesies
andalan dari kawasan ini adalah jenis kayu Sowang (Xanthostemom sp). Pada
ketinggian ini, jenis-jenis cemara mulai menjadi lebih dominan seperti
Dacrydium, Papuacerdrus dan Phyllocladus.
Pada ketinggian di atas 600 m dpl. didominasi oleh Castonopsis spp, dan
Quercus spp, sering terlihat bersama-sama dengan species-species Sapotaceae ;
Palaqium warburgianum, Plancchonella,Caensis), Callophyllum carii, Engelhardia
rigida, Ficus spp dan Syzygium spp. Kemudian pada ketinggian 200 Mdpl
didominasi oleh Castanopsis accuminatissima dan Hopea sp., selain itu juga
dijumpai Araucari cunninghamii, Engelhardia rigida, Gevuina papuana dan
spesies lain yang biasanya lebih banyak terdapat di daerah-daerah yang lebih
tinggi. Daerah yang lebih tinggi dari hutan ultrabasik ini didominasi oleh
Castonopsis sp., Nothofagus sp., dan Dacrydium elatum.
Selain itu juga di sekitar Cagar Alam Pegunungan Cycloop juga dapat dijumpai
hutan sekunder, terutama di bagian selatan kawasan ini. Hal ini disebabkan
karena pembukaan hutan primer oleh masyarakat untuk dijadikan sebagai areal
perlandangan mereka. Rumput yang dominan tumbuh di areal ini adalah
Imperata cylindrical dan Themeda australis. Selain itu juga banyak ditumbuhi
7
oleh jenis-jenis anggrek tanah ungu, putih dan merah (Spathoglottis plicata),
Thysanotis chinesis dan Nussaenda frondosa.
Daerah berawa dan tergenang dijumpai di bagian utara dari kawasan ini dan
biasanya ditumbuhi oleh rumput dan Pandanus sp, sedangkan daerah rawa yang
dianggap cukup luas di daerah Sabron, Maribu, Waibron, Sentani dan Kampung
Harapan yang umumnya ditumbuhi oleh Sagu (Metroxylon sago).
4. Proses Ekologis
Pola penutupan vegetasi dan penggunaan lahan saat ini di wilayah DAS Sentani,
meliputi hutan, rawa, lahan kritis, semak belukar, kebun campuran, pemukiman
dan danau. Hasil analisis citra landsat tahun 2009 menunjukkan bahwa
penutupan lahan di wilayah DAS Sentani, didominasi oleh hutan yakni seluas
49.864 ha ( 63,95 %) dari total luas DAS Sentani, walaupun mutu penutupan
lahan hutan tersebut telah mengalami kerusakan. Luas lahan terbuka yang
kondisinya telah kritis di wilayah DAS Sentani yakni seluas 14.847 ha (19,04%).
Selanjutnya penutupan lahan semak belukar terdapat seluas 7.271 ha (9,33%),
pemukiman terdapat seluas 1.697 ha (2,18%), kebun campuran terdapat seluas
2.509 ha.
D. Aksesibilitas Kawasan
Letak pemukiman dalam wilayah administrasi ini sebagian besar berada pada daerah
penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloop, namun aktivitas masyarakat terutama
yang bekerja pada sektor informal telah merambah masuk sampai ke dalam
kawasan Cagar Alam dengan berbagai alasan. Hal ini memungkinkan karena
aksesibilitasnya didukung ketersediaan sarana-prasarana jalan permanen maupun
setapak dapat dilihat pada berikut ini.
8
Tabel 1. Aksesibilitas Kampung/Kelurahan di sekitar Cagar Alam Pegunungan
Cycloop
No Wilayah Kampung/Kelurahan Aksesibilitas
A. Kabupaten Jayapura
1. Distrik Depapre Tablanusu, Yapase, Mudah, jalan darat dan
Wambena,Doromena setapak
2. Distrik Sentani Barat Sabron Sari, Sabron Yaru,
Dosai, Maribu, Waibron Mudah, jalan darat dan
3. Distrik Waibu Doyo Lama, Doyo Baru setapak
4. Distrik Sentani Hinekombe, Sentani, Hobong,
Ifar Besar, Sereh Mudah, jalan darat dan
5. Distrik Sentani Timur Asei Kecil, Asei Besar, Nolokla setapak
6. Distrik Ravinerara Necheibe, Negeibe, Ormu, Mudah, jalan darat dan
Negasawa, Yongsu Sapari, setapak
Yongsu Dosoyo
Mudah, jalan darat dan
setapak
Sulit, jalan setapak
B. Kota Jayapura
1. Distrik Jayapura Utara Angkasapura, Bhayangkara, Mudah, jalan darat dan
Gurabesi. setapak
Distrik Jayapura Selatan
2. Distrik Heram Entrop
Mudah, jalan darat dan
3. Yabansai setapak
Akses ke dalam kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop sisi selatan dapat
ditempuh melalui perjalanan darat dan sisi utara melalui perjalanan laut. Perjalanan
darat dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda 2 dan roda 4. Untuk
kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop daerah Pos 7 di wilayah Kabupaten
Jayapura dapat ditempuh ± 15 menit dari bandara Sentani, dan untuk kawasan
Cagar Alam Pegunungan Cycloop wilayah Kota Jayapura, perjalanan membutuhkan
waktu ± 1,5 jam dari bandara Sentani sampai di wilayah Angkasa dan Bhayangkara.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan akses ke kawasan Cycloop bila perjalanan
ditempuh dari Pelabuhan Laut. Dari pelabuhan laut menuju ke kawasan Angkasa-
9
Bhayangkara dapat ditempuh ± 20 menit, namun apabila menuju ke kawasan di
wilayah Kabupaten Jayapura dapat ditempuh selama ± 1,5 jam
Namun untuk wilayah yang berada di sisi utara Cagar Alam Pegunungan Cycloop
dapat ditempuh menggunakan sarana transportasi laut ± 2 jam untuk mencapai
Kampung Ormu Distrik Ravenirara.
10
termasuk dalam Tipe Iklim B dan areal yang termasuk wilayah Kabupaten
Jayapura termasuk dalam tipe Iklim A.
2. Geologi
Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop umumnya terdiri dari batuan beku
basa-ultrabasa dan batuan metamorfik sebagai batuan dasar (Suwarna dan Noya,
1995). Batuan berumur Tersier dijumpai di sekitar Pegunungan Cycloop umumnya
adalah batuan basa-ultrabasa dan batuan metamorfik (urutan dari paling muda
hingga ke paling tua) adalah sebagai berikut :
11
Dengan banyaknya struktur kekar pada batuan yang berumur Tersier, maka batuan
yang umumnya relatif kompak akan menjadi berongga dan dapat dilalui air tanah.
Diperkirakan arah aliran air tanah ini umumnya menuju ke arah Danau Sentani.
3. Tanah
4. Topografi
Cycloop merupakan jantung pegunungan yang terdiri dari sebaris puncak yang
melintang dari arah Timur ke arah Barat, ketinggiannya mencapai 1880 Mdpl,
Gunung Refeni merupakan puncak tertinggi dari gugusan pegunungan Cycloop.
Sebagian besar kawasan ini mempunyai lereng amat curam dan seolah-olah
terpotong oleh aliran sungai, tebing-tebing yang mengelilingi melengkung tajam.
Pada bagian lain, guguran batuan pegungungan tampak berupa sebagaran batu
dan kerikil yang memenuhi sebagian lembah hingga ke selatan kota dan Danau
Sentani.
12
5. Hidrologi
Kondisi hidrologi / hidrogeologi dikenali dari aliran permukaan (sungai) dan aliran
bawah permukaan (air tanah). Aliran permukaan berupa kecepatan dan pola
aliran sungai yang masuk ke dalam danau Sentani. Sedangkan air tanah berupa
lapisan akuifer.
Kondisi hidrologi kawasan Pegunungan Cycloop ditandai oleh pola aliran sungai
radial ke arah Danau Sentani. Berdasarkan data laporan studi Tim ESC Uncen
(1984), jumlah keseluruhan sungai yang mengalir di daerah aliran danau
sebanyak 35 sungai dengan panjang keseluruhan 242,95 km. Dari jumlah
tersebut, 26 sungai di antaranya (208,45 km) bermuara di Danau Sentani dan
sungai tersebut merupakan sungai perenial yang mengalir sepanjang tahun.
Namun dari pengamatan yang dilakukan PLN Papua (1993) didapatkan hanya 10
sungai yang masih mengalirkan air, yaitu delapan sungai di bagian utara dan dua
sungai di bagian selatan.
Debit aliran sungai yang mengalir dari Pegunungan Cycloop semakin berkurang,
bahkan beberapa sungai telah mengering. Debit air di Sungai Anafre menurun
debitnya dari semula 80 m3/detik menjadi 50 m3/detik. Kali Entrop memiliki debit
62 m3/detik menjadi 45 m3/detik. Keadaan ini cukup mengkhawatirkan jika
13
dibiarkan dan berlangsung lama, maka akan terjadi krisis air bersih bagi Kota
Jayapura dan Kota Sentani.
1. Sosial Budaya
Kawasan PegununganCycloop yang terdiri dari tiga puncak tertinggi, yaitu Puncak
Raveni (1.880 meter), Puncak Rara (1.700 meter) dan Puncak Dafonsoro (1.530
meter), berbatasan langsung dengan kampung-kampung lokal mulai dari bagian
timur sampai barat, dan dari bagian utara sampai selatan.
Semua kampung di kawasan ini, mulai dari kampung Kayu Batu di sebelah Timur
sampai kampung Tablasupa di sebelah Barat, kampung Yongsu di sebelah utara
dan kampung-kampung di sebelah utara danau Sentani, merupakan lokasi
pemukiman penduduk lokal sebagai batas wilayah kawasan gunung Cycloop.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat pada kampung-kampung tersebut
selalu dikaitkan dengan hutan dan gunung Cycloop, termasuk dalam menentukan
batas kepemilikan dan penguasaan lahan yang menggunakan nilai dan kearifan
lokal. Batas-batas yang berlaku dalam kehidupan masyarakat lokal yang disepakti
dan dipatuhi bersama untuk menunjukkan batas antar suku dalam penguasaan
hak ulayat di Kawasan Gunung Cycloop berupa sungai dan kali, pohon besar,
gunung karang, sagu berduri halus.
Dahulu dalam aktivitas kehidupan masyarakat lokal, tanda batas yang diketahui
merupakan kesepakatan bersama yang harus ditaati, tidak boleh disentuh apalagi
dilanggar, karena bila terjadi pelanggaran akan ada risiko dimarah penjaga
gunung dalam bentuk bencana bagi semua orang berupa tanah longsor, hujan
lebat dan banjir besar.
Peranan kebudayaan tradisional masih sangat kuat bagi masyarakat asli suku-
suku yang memiliki dan mendiami tanah ulayat di kawasan Cycloop dalam wilayah
administrasi pemerintahan Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura. Suku-suku
yang berada dan memiliki ulayat terhadap kawasan Cycloop antara lain suku
Tepra, Mooi, Sentani, Ormu dan suku Numbay.
14
Sistem adat yang kuat dalam kehidupan suku-suku ini turut mempengaruhi sistem
pemanfaatan lahan atau tanah dan sumber daya alam yang lebih dikenal dengan
hak ulayat. Kawasan hutan pegunungan Cycloop telah ditetapkan oleh Pemerintah
sebagai kawasan Cagar Alam, namun bagi warga masyarakat suku-suku lokal
menganggap bahwa kawasan hutan Cagar Alam Pegunungan Cycloop merupakan
tanah adat yang merupakan hak ulayatnya turun temurun.
15
- Cycloop sebagai tempat tinggal bagi semua mahluk hidup (manusia,
tumbuhan dan hewan) yang merupakan warisan leluhur.
2. Ekonomi
Konsekuensi dari pengembangan aspek sosial dan ekonomi yang begitu cepat di
kawasan Cycloop ini telah berdampak pada berbagai masalah berupa:
16
3. Lingkungan Masyarakat Sekitar Kawasan
Cagar Alam Pegunungan Cycloop terletak memanjang dan membentang pada dua
wilayah administrasi kota/kabupaten dari Teluk Tanah Merah (Kabupaten
Jayapura) ke arah Timur sampai di Tanjung Kayu Batu (Kota Jayapura).Secara
administratif dalam wilayah Kabupaten Jayapura (74%) antara lain Distrik
Depapre, Sentani Barat, Waibu, Sentani, Sentani Timur dan Distrik Ravenirara,
sedangkan dalam wilayah Kota Jayapura (26%) antara lain distrik Jayapura Utara,
Jayapura Selatan dan Distrik Heram.
17
BAB II
ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Analisa
A1. Metodologi
PERHATIAN : (SILAKAN PILIH SALAH SATU SESUAI DENGAN FUNGSI
KAWASAN NYA)
DRAF FINAL
DOKUMEN & PETA
BLOK PENGELOLAAN
18
Gambar 1. Alur Metode Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop
Tabel Error! No text of specified style in document..1 Nama dan Kriteria Zonasi
untuk Taman Nasional
Nama Zona Kriteria
Zona Inti 1. Memiliki ekosistem atau merupakan perwakilan tipe ekosistem
atau fenomena/gejala alam dan formasi geologi yang masih asli
19
dan alami;
2. Merupakan konsentrasi komunitas tumbuhan/biota target
dan/atau merupakan area dengan keragaman jenis yang tinggi;
3. Merupakan lokasi tempat kawin dan bersarang satwa target
dan/atau tempat berpijah dan pembesaran satwa/biota target;
dan/atau
4. Tempat singgah satwa migran secara periodik.
Zona Rimba/ 1. Merupakan daerah sebaran tumbuhan dan daerah jelajah satwa
Perlindungan serta perkembangbiakan jenis target;
Bahari 2. Berbatasan dengan zona inti dan atau zona pemanfaatan/batas
fungsi;
3. Merupakan lokasi tempat kawin/berpijah dan pembesaran
satwa/biota target;
4. Memiliki ekosistem yang masih asli dan alami; dan/atau
5. Masih ditemukan tumbuhan dan satwa/biota utama dalam
jumlah yang cukup.
Zona Pemanfaatan1. Merupakan wilayah yang memiliki keindahan alam/daya tarik
alam atau nilai sejarah dan/atau wilayah dengan aksesibilitas
yang mampu mendukung aktivitas pemanfaatan;
2. Merupakan wilayah yang memungkinkan dibangunnya sarana
prasarana antara lain untuk menunjang pemanfaatan dan
pengelolaan;
3. Bukan merupakan konsentrasi komunitas tumbuhan/biota utama;
4. Bukan merupakan areal dengan keragaman jenis yang tinggi;
dan/atau
5. Terdapat potensi jasa lingkungan yang dapat dimanfaatkan.
Zona Tradisional Memenuhi kriteria sebagai zona rimba atau zona pemanfaatan
yang telah dimanfaatkan untuk kepentingan tradisional masyarakat
secara turun-temurun.
Zona Rehabilitasi Merupakan wilayah yang telah mengalami kerusakan sehingga
perlu dilakukan kegiatan pemulihan ekosistem.
Zona Religi, Budaya
Merupakan wilayah yang memenuhi kriteria sebagai zona rimba
dan Sejarah atau zona pemanfaatan yang telah dimanfaatkan untuk
kepentingan religi, adat budaya, perlindungan nilai-nilai budaya
atau sejarah.
zona khusus 1. Terdapat bangunan yang bersifat strategis yang tidak dapat
dielakkan;
2. Merupakan pemukiman masyarakat yang bersifat sementara
yang keberadaannya telah ada sebelum penetapan kawasan
tersebut sebagai TN; dan/atau
3. Memenuhi kriteria sebagai wilayah pembangunan strategis yang
tidak dapat dielakkan yang keberadaannya tidak mengganggu
fungsi utama kawasan.
20
2. Blok Lainnya yang meliputi:
a. Blok Rehabilitasi;
b. Blok Religi, Budaya dan Sejarah; dan/atau
c. Blok Khusus.
Pembagian Blok Pengelolaan SM menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 meliputi:
1. Blok Perlindungan/Perlindungan Bahari;
2. Blok Pemanfaatan; dan/atau
3. Blok Lainnya yang meliputi:
a. Blok Rehabilitasi;
b. Blok Religi, Budaya dan Sejarah; dan/atau
c. Blok Khusus.
Pembagian Blok Pengelolaan TWA menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 meliputi:
1. Blok Perlindungan/Perlindungan bahari;
2. Blok Pemanfaatan; dan/atau
3. Blok Lainnya yang meliputi:
a. Blok Tradisional
b. Blok Rehabilitasi;
c. Blok Religi, budaya dan sejarah; dan/atau
d. Blok khusus.
Pembagian Blok Pengelolaan Tahura menurut Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 meliputi:
1. Blok perlindungan/perlindungan bahari;
2. Blok pemanfaatan; dan/atau
3. Blok koleksi tumbuhan dan/atau satwa
4. Blok lainnya yang meliputi:
a. Blok tradisional
b. Blok rehabilitasi;
c. Blok religi, Budaya dan Sejarah; dan/atau
d. Blok Khusus.
Kriteria dan masing-masing blok pengelolaan untuk CA, SM, TWA dan Tahura
sebagaiamana tersebut diatas adalah seperti yang disajikan dalam Tabel 2.2.
Tabel Error! No text of specified style in document..2 Nama dan kriteria blok
pengelolaan untuk CA, SM, Tahura dan TWA
Nama Blok Kriteria Berada di
CA SM TahuraTWA
Blok Memiliki ekosistem atau merupakan √ - - -
Perlindunga perwakilan tipe ekosistem atau
n/Perlindun fenomena/gejala alam dan formasi geologi
gan Bahari yang masih asli dan alami;
Sebagai areal konsentrasi komunitas √ √ - -
tumbuhan atau satwa/biota utama;
Sebagai tempat kawin/berpijah, pembesaran - √ - -
21
dan bersarang satwa/biota utama;
Tingkat ancaman manusia rendah; dan/atau √ √ √ √
Tempat singgah satwa migran secara periodik. √ √ -
Tempat perlindungan jenis tumbuhan dan - - √ √
satwa
Merupakan wilayah yang memiliki keterwakilan - - - √
bentang alam, gejala alam dan formasi geologi
yang unik.
Blok Merupakan wilayah yang memiliki potensi - √ - -
Pemanfaata wisata alam terbatas dan kondisi lingkungan
n berupa penyimpanan dan/atau penyerapan
karbon, masa air, energi air, energi panas dan
energi angin.
Merupakan wilayah yang memiliki obyek dan - - √ √
daya tarik wisata;
Merupakan wilayah yang memiliki potensi - - √ √
kondisi lingkungan berupa penyimpanan
dan/atau penyerapan karbon, masa air, energi
air, energi panas dan energi angin;
Merupakan wilayah yang memungkinkan - - √ √
dibangunnya sarana prasarana bagi kegiatan
pemanfaatan kondisi lingkungan, penelitian
dan pendidikan, dan wisata alam;
Merupakan wilayah yang memiliki nilai sejarah - - √ √
atau wilayah dengan aksesibilitas yang mampu
mendukung aktivitas wisata alam.
Blok Merupakan wilayah yang telah mengalami √ √ √ √
Rehabilitasikerusakan sehingga perlu dilakukan kegiatan
pemulihan ekosistem.
Blok Religi,Merupakan wilayah yang memenuhi kriteria √ √ √ √
Budaya dansebagai blok perlindungan/perlindungan bahari
Sejarah yang telah dimanfaatkan untuk kepentingan religi,
adat budaya, perlindungan nilai-nilai budaya atau
sejarah.
Blok Khusus Terdapat bangunan yang bersifat strategis √ √ √ √
yang tidak dapat dielakkan;
Merupakan pemukiman masyarakat yang √ √ √ √
bersifat sementara yang keberadaannya telah
ada sebelum penetapan kawasan tersebut
sebagai CA, SM, Tahura atau TWA;
Memenuhi kriteria sebagai wilayah √ √ √ √
pembangunan strategis yang tidak dapat
dielakkan yang keberadaannya tidak
mengganggu fungsi utama kawasan.
Blok Merupakan wilayah yang memenuhi kriteria - - √ √
Tradisionalsebagai blok perlindungan / perlindungan bahari
atau blok pemanfaatan yang telah dimanfaatkan
22
untuk kepentingan tradisional masyarakat secara
turun temurun.
Blok Koleksi
Wilayah yang ditujukan untuk koleksi - - √ -
Tumbuhan tumbuhan dan/atau satwa liar;
dan/atau Terdapat tumbuhan dan/atau satwa asli atau - - √ -
Satwa unggulan setempat dalam jumlah yang cukup;
Lokasi dengan kondisi biofisiknya memenuhi - - √ -
syarat untuk dijadikan pusat pengembangan
koleksi tumbuhan dan/atau satwa liar.
2) Bahan
1. Perangkat Keras:
Komputer baik Personal Computer (PC) maupun Laptop.
Printer dan Plotter.
2. Perangkat lunak:
ArcGIS atau perangkat lunak SIG yang lain.
Microsoft Word.
Microsoft Excel.
3) Data Primer
Hasil pengukuran di lapangan khususnya dalam bentuk:
1. Koordinat perjumpaan satwa.
2. Koordinat kerapatan vegetasi.
3. Koordinat tempat kawin/bersarang/berpijah/pembesaran satwa/biota target.
4. Koordinat atau delineasi area dari fenomena alam/geologi unik.
5. Koordinat atau delineasi area dari lokasi singgah satwa migran.
6. Koordinat lokasi-lokasi religi, situs budaya, dan sejarah di dalam kawasan.
7. Koordinat lokasi atau delineasi area bangunan strategis.
8. Koordinat lokasi atau delineasi area permukiman sementara di dalam
kawasan.
4) Data Sekunder
1. Peta Topografi.
2. Citra satelit resolusi menengah atau tinggi untuk mengidentifikasi kerusakan
ekosistem.
3. Peta penutupan/penggunaan lahan.
4. Peta sIstem lahan RePPProT (Regional Physical Planning Programme for
Transmigration).
23
5. Peta-peta ijin pemanfaatan kawasan konservasi.
C. Identifikasi Data Spasial Berdasarkan Kriteria Zona & Blok Pengelolaan
PERHATIAN : (SILAKAN PILIH SALAH SATU SESUAI DENGAN FUNGSI
KAWASAN NYA)
Kriteria zona dan blok pengelolaan seperti yang sudah dijelaskan pada bagian
terdahulu perlu diterjemahkan dalam bentuk data-data spasial yang diperlukan sebagai
masukan dalam analisa spasial penentuan zona dan blok pemanfaatan kawasan
konservasi. Hal itu dilakukan dengan cara mengidentifikasi parameter spasial yang
relevan sesuai kriteria yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan P.76/2015 dan kebutuhan data spasial yang digunakan sebagai pendekatan
untuk merepresentasikan kriteria tersebut secara keruangan.
24
satwa migran. dalam zona inti.
25
Berada di zona rimbaKoordinat atau delineasiZona tradisional pada umumnya sudah lebih
atau pemanfaatan danarea pemanfaatan dulu ada sebelum TN dibentuk. Oleh karena
digunakan oleh tradisional. itu area-area ini harus dipetakan koordinat
masyarakat lokasinya atau didelineasi secara khusus.
tradisional.
26
Pemukiman Koordinat lokasi atau Pemukiman masyarakat sementara di dalam
masyarakat delineasi area kawasan pada umumnya adalah pemukiman
sementara di dalampermukiman sementaramasyarakat adat yang secara turun temurun
kawasan. di dalam kawasan. sudah menempati area tersebut, sehingga
area ini dimasukkan dalam zona khusus.
27
penduduk harian pemukim intensif, sehingga ancaman manusia
merupakan ancaman). semakin besar.
28
3. Kebutuhan Data Spasial untuk Pembuatan Blok Pengelolaan SM
Indentifikasi kebutuhan data spasial berdasarkan kriteria blok
perlindungan/perlindungan bahari, blok pemanfaatan, blok rehabilitasi, blok religi,
budaya dan sejarah, blok khusus, disajikan berturut-turut dalam Tabel 2.14 sampai
dengan 2.18.
29
kriteria menurut
P.76
Potensi wisata Potensi wisata berupa spot-spot landscape
Koordinat spot-spot wisata,
terbatas, Peta secara terbatas dapat dimanfaatkan untuk
penyimpan/ penutupan/penggunaan ekowisata. Penyimpan/penyerap karbon,
penyerap karbon, lahan Ditjen Planologi potensi air dapat direpresentasikan dengan
potensi air dan Kehutanan dan Tata kondisi penutupan lahan yang tutupan
angin. Lingkungan, Peta ijin hutan primer baik yang berada di hutan
pemanfaatan kawasan lahan kering, hutan rawa maupun hutan
konservasi. mangrove.
Koordinat air terjun. Areal-areal yang sudah dibebani ijin
pemanfaatan kawasan konservasi harus
dimasukan kedalam blok pemanfaatan.
30
menurut P.76
Bangunan strategis.Koordinat lokasi atau Bangunan strategis seperti sarana militer,
delineasi area bangunantelekomunikasi, energi, dll, pada umumnya
strategis. menyangkut kepentingan Negara secara luas,
karena itu area ini dimasukkan dalam zona
khusus.
Pemukiman Koordinat lokasi atau Pemukiman masyarakat sementara di dalam
masyarakat delineasi area kawasan pada umumnya adalah pemukiman
sementara di dalampermukiman sementaramasyarakat adat yang secara turun temurun
kawasan. di dalam kawasan. sudah menempati area tersebut, sehingga
area ini dimasukkan dalam zona khusus.
31
ancaman).
33
Tabel Error! No text of specified style in document..25 Identifikasi kebutuhan data
spasial berdasarkan kriteria blok khusus Tahura
Kata kunci kriteriaData yang dibutuhkan Alasan/penjelasan
menurut P.76
Bangunan strategis.Koordinat lokasi atau Bangunan strategis seperti sarana militer,
delineasi area bangunantelekomunikasi, energi, dll, pada umumnya
strategis. menyangkut kepentingan Negara secara luas,
karena itu area ini dimasukkan dalam zona
khusus.
Pemukiman Koordinat lokasi atau Pemukiman masyarakat sementara di dalam
masyarakat delineasi area kawasan pada umumnya adalah pemukiman
sementara di dalampermukiman sementaramasyarakat adat yang secara turun-temurun
kawasan. di dalam kawasan. sudah menempati area tersebut, sehingga
area ini dimasukkan dalam zona khusus.
34
mengancam kelestarian semakin besar.
hutan).
35
Tabel Error! No text of specified style in document..29 Identifikasi kebutuhan data
spasial berdasarkan kriteria blok religi, budaya dan sejarah TWA
Kata kunci Data yang dibutuhkan Alasan/penjelasan
kriteria menurut
P.76
Telah dimanfaatkanKoordinat lokasi-lokasi Daerah-daerah yang dimanfaatkan untuk
untuk kepentinganreligi, situs budaya dan kepentingan religi, budaya dan sejarah,
religi, budaya dan sejarah di dalam kawasan.pada umumnya sudah lebih dulu ada
sejarah. sebelum TN dibentuk. Oleh karena itu area-
area ini harus dipetakan koordinat lokasinya
atau didelineasi secara khusus.
36
blok pengelolaan lainnya. Demikian seterusnya sehingga seluruh kawasan terbagi
menjadi zona atau blok pengelolaan.
38
500 m
500 m 500 m
500 m
500 m 500 m
500 m
500 m 500 m
TIDAK
TIDAK
39
Gambar Error! No text of specified style in document..1 Diagram alir proses
penyesuaian (matching) penentuan zona pengelolaan TN
2. Proses Analisa Keruangan Penentuan Blok Pengelolaan CA
Proses analisa keruangan untuk penentuan blok pengelolaan CA secara ringkas
disajikan dalam Gambar 2.2. Adapun penjelasan dari gambar tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Masukan awal adalah peta batas kawasan CA.
2. Menumpangsusunkan dengan peta area religi, budaya dan sejarah. Peta ini
dibuat dengan proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi
lapangan misalnya sejauh 500 m dari koordinat lokasi religi, budaya dan
sejarah atau dengan delineasi/pengukuran lapangan. Jika area masuk dalam
wilayah buffer, maka area tersebut termasuk kedalam blok religi, budaya dan
sejarah. Jika tidak termasuk maka akan diseleksi di tahap berikutya.
3. Menumpangsusunkan peta hasil tahap sebelumnya dengan peta kawasan
strategis dan area permukiman sementara. Peta kawasan strategis dan area
permukiman sementara dibuat dengan proses buffer pada jarak tertentu
mempertimbangkan kondisi lapangan misalnya sejauh 500 m dari koordinat
lokasi kawasan strategis dan permukiman sementara atau dengan
delineasi/pengukuran lapangan. Jika area masuk dalam wilayah buffer, maka
area tersebut termasuk kedalam blok khusus. Jika tidak termasuk maka akan
diseleksi di tahap berikutya.
4. Menumpangsusunkan peta hasil tahap sebelumnya dengan peta kerusakan
kawasan. Peta kerusakan kawasan dibuat berdasarkan interpretasi kerusakan
dalam kawasan yang disebabkan karena perambahan, kebarakan hutan,
bencana alam seperti tanah longsor, dll. Data kerusakan kawasan ini juga
dapat diperoleh dari peta lahan kritis (kelas kritis dan sangat kritis). Jika area
masuk dalam wilayah area yang rusak, maka area tersebut termasuk kedalam
blok rehabilitasi. Jika tidak termasuk maka seluruh area yang belum termasuk
kedalam blok-blok diatas seluruhnya termasuk kedalam blok perlindungan.
5. Namun area yang sudah ditetapkan sebagai blok perlindungan ini harus
dikonfirmasi dengan beberapa kriteria yaitu:
- Menumpangsusunkan dengan peta hutan lahan kering, hutan rawa atau
hutan mangrove baik primer dan sekunder serta savanna yang bersumber
dari peta penutupan/penggunaan lahan. Jika termasuk dalam kelas
penutupan lahan tersebut, maka memperkuat areal tersebut adalah blok
perlindungan. Jika tidak termasuk maka harus dimasukkan sebagai blok
rehabilitasi.
- Menumpangsusukan dengan peta jelajah satwa. Jika termasuk maka
semakin memperkuat areal tersebut sebagai blok perlindungan.
- Menumpangsusunkan dengan peta fenomena alam unik (misanya;
formasigeologi unik, goa, kaldera, dll). Peta ini dibuat dengan proses buffer
pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi lapangan misalnya sejauh
1 km dari koordinat lokasi fenomena alam/geologi atau dengan
delineasi/pengukuran lapangan. Jika termasuk maka semakin memperkuat
areal tersebut sebagai blok perlindungan.
- Menumpangsusunkan dengan peta ancaman manusia. Peta ini dibuat
dengan proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi
40
lapangan misalnya sejauh 0,5 km dari jaringan jalan, alur sungai yang
digunakan untuk sarana transportasi masyarakat, dan permukiman
disekitar kawasan hutan yang aktivitasnya mengancam kawasan. Jika area
masuk dalam wilayah buffer (ancaman manusia tinggi), maka area
tersebut termasuk kedalam blok rehabilitasi. Jika tidak maka tetap sebagai
blok perlindungan.
- Menumpangsusunkan dengan peta area singgah satwa migran. Peta ini
dibuat dengan proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan
kondisi lapangan misalnya sejauh 1 km dari koordinat lokasi singgah satwa
atau dengan delineasi/pengukuran lapangan. Jika termasuk maka semakin
memperkuat areal tersebut sebagai blok perlindungan.
500 m
500 m 500 m
500 m
500 m 500 m
41
3. Proses Analisa Keruangan Penentuan Blok Pengelolaan SM
Proses analisa keruangan untuk penentuan blok pengelolaan SM secara ringkas
disajikan dalam Gambar 2.3. Adapun penjelasan dari gambar tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Masukan awal adalah peta batas kawasan SM.
2. Menumpangsusunkan dengan peta area religi, budaya dan sejarah. Peta ini
dibuat dengan proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi
lapangan misalnya sejauh 500 m dari koordinat lokasi religi, budaya dan
sejarah atau dengan delineasi/pengukuran lapangan. Jika area masuk dalam
wilayah buffer, maka area tersebut termasuk kedalam blok religi, budaya dan
sejarah. Jika tidak termasuk maka akan diseleksi di tahap berikutya.
3. Menumpangsusunkan peta hasil tahap sebelumnya dengan peta kawasan
strategis dan area permukiman sementara. Peta kawasan strategis dan area
permukiman sementara dibuat dengan proses buffer pada jarak tertentu
mempertimbangkan kondisi lapangan misalnya sejauh 500 m dari koordinat
lokasi kawasan strategis dan permukiman sementara atau dengan
delineasi/pengukuran lapangan. Jika area masuk dalam wilayah buffer, maka
area tersebut termasuk kedalam blok khusus. Jika tidak termasuk maka akan
diseleksi di tahap berikutya.
4. Menumpangsusunkan peta hasil tahap sebelumnya dengan peta kerusakan
kawasan. Peta kerusakan kawasan dibuat berdasarkan interpretasi kerusakan
dalam kawasan yang disebabkan karena perambahan, kebarakan hutan,
bencana alam seperti tanah longsor, dll. Data kerusakan kawasan ini juga
dapat diperoleh dari peta lahan kritis (kelas kritis dan sangat kritis). Jika area
masuk dalam wilayah area yang rusak, maka area tersebut termasuk kedalam
blok rehabilitasi. Jika tidak termasuk maka akan diseleksi di tahap berikutya.
5. Menumpangsusunkan dengan peta hutan lahan kering, hutan rawa atau hutan
mangrove baik primer dan sekunder serta savanna yang bersumber dari peta
penutupan/penggunaan lahan. Jika termasuk dalam kelas penutupan lahan
tersebut, maka areal tersebut adalah blok perlindungan.
6. Menumpangsusukan dengan peta jelajah satwa. Peta ini dibuat menggunakan
metode minimum convex polygon. Jika termasuk kedalam polygon daerah
jelajah satwa maka dimasukkan kedalam blok perlindungan.
7. Menumpangsusunkan dengan peta ancaman manusia. Peta ini dibuat dengan
proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi lapangan
misalnya sejauh sejauh 0,5 km dari jaringan jalan, alur sungai yang digunakan
untuk sarana transportasi masyarakat, dan permukiman disekitar kawasan
hutan. Jika area tidak termasuk dalam wilayah buffer, maka area tersebut
memiliki tingkat ancaman manusia yang rendah sehingga termasuk kedalam
blok perlindungan. Jika ancaman manusia tinggi dan berbatasan dengan blok
perlindungan maka dimasukan dalam blok rehabilitasi.
8. Menumpangsusunkan dengan peta area singgah satwa migran. Peta ini dibuat
dengan proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi
lapangan misalnya sejauh sejauh 1 km dari koordinat lokasi singgah satwa
atau dengan delineasi/pengukuran lapangan. Jika termasuk maka dimasukkan
kedalam blok perlindungan.
9. Seluruh area yang belum termasuk kedalam blok-blok diatas seluruhnya
termasuk kedalam blok pemanfaatan. Namun area yang sudah ditetapkan
42
sebagai blok pemanfaatan ini harus dikonfirmasi dengan beberapa criteria
yaitu:
- Menumpangsusunkan dengan peta spot keindahan alam/daya tarik wisata
atau nilai sejarah. Jika termasuk maka memperkuat areal tersebut adalah
blok pemanfaatan.
- Jika akan dibangun sarana prasarana untuk menunjang kegiatan
pemanfaatan maka harus ditumpangsusunkan dengan peta kemiringan
lereng untuk memastikan bahwa lokasi yang akan dibangun memiliki
kemiringan lereng datar atau landai.
- Menumpangsusunkan dengan peta-peta ijin pemanfaatan kawasan
konservasi untuk memastikan bahwa areal yang sudah dibebani ijin
tersebut termasuk kedalam blok pemanfaatan.
43
500 m
500 m 500 m
500 m
500 m 500 m
BLOK
PERLINDUNGAN
44
4. Proses Analisa Keruangan Penentuan Blok Pengelolaan Tahura
Proses analisa keruangan untuk penentuan blok pengelolaan Tahura secara
ringkas disajikan dalam Gambar 2.4. Adapun penjelasan dari gambar tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Masukan awal adalah peta batas kawasan Tahura.
2. Menumpangsusunkan dengan peta area religi, budaya dan sejarah. Peta ini
dibuat dengan proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi
lapangan misalnya sejauh 500 m dari koordinat lokasi religi, budaya dan
sejarah atau dengan delineasi/pengukuran lapangan. Jika area masuk dalam
wilayah buffer, maka area tersebut termasuk kedalam blok religi, budaya dan
sejarah. Jika tidak termasuk maka akan diseleksi di tahap berikutya.
3. Menumpangsusunkan peta hasil tahap sebelumnya dengan peta kawasan
strategis dan area permukiman sementara. Peta kawasan strategis dan area
permukiman sementara dibuat dengan proses buffer pada jarak tertentu
mempertimbangkan kondisi lapangan misalnya sejauh 500 m dari koordinat
lokasi kawasan strategis dan permukiman sementara atau dengan
delineasi/pengukuran lapangan. Jika area masuk dalam wilayah buffer, maka
area tersebut termasuk kedalam blok khusus. Jika tidak termasuk maka akan
diseleksi di tahap berikutya.
4. Menumpangsusunkan peta hasil tahap sebelumnya dengan peta kerusakan
kawasan. Peta kerusakan kawasan dibuat berdasarkan interpretasi kerusakan
dalam kawasan yang disebabkan karena perambahan, kebarakan hutan,
bencana alam seperti tanah longsor, dll. Data kerusakan kawasan ini juga
dapat diperoleh dari peta lahan kritis (kelas kritis dan sangat kritis). Jika area
masuk dalam wilayah area yang rusak, maka area tersebut termasuk kedalam
blok rehabilitasi. Jika tidak termasuk maka akan diseleksi di tahap berikutya.
5. Menumpangsusunkan dengan peta hutan lahan kering, hutan rawa atau hutan
mangrove baik primer dan sekunder serta savanna yang bersumber dari peta
penutupan/penggunaan lahan. Jika termasuk dalam kelas penutupan lahan
tersebut, maka areal tersebut adalah blok perlindungan.
6. Menumpangsusukan dengan peta jelajah satwa. Peta ini dibuat menggunakan
metode minimum convex polygon. Jika termasuk kedalam polygon daerah
jelajah satwa maka dimasukkan kedalam blok perlindungan.
7. Menumpangsusunkan dengan peta ancaman manusia. Peta ini dibuat dengan
proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi lapangan
misalnya sejauh 0,5 km dari jaringan jalan, alur sungai yang digunakan untuk
sarana transportasi masyarakat, dan permukiman disekitar kawasan hutan.
Jika area tidak termasuk dalam wilayah buffer, maka area tersebut memiliki
tingkat ancaman manusia yang rendah sehingga termasuk kedalam blok
perlindungan. Jika ancaman manusia tinggi dan berbatasan dengan blok
perlindungan maka dimasukan dalam blok rehabilitasi.
8. Menumpangsusunkan dengan peta area singgah satwa migran. Peta ini dibuat
dengan proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi
lapangan misalnya sejauh 1 km dari koordinat lokasi singgah satwa atau
45
dengan delineasi/pengukuran lapangan. Jika termasuk maka dimasukkan
kedalam blok perlindungan.
9. Menumpangsusunkan dengan peta lokasi koleksi baik flora maupun fauna.
Peta lokasi koleksi flora/fauna ini harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan
mempertimbangkan parameter kerapatan jenis flora/fauna, aksesibilitas dan
kedekatan dengan sumber air. Jika termasuk dalam area lokasi koleksi
flora/fauna maka dimasukkan ke dalam blok koleksi.
10. Menumpangsusunkan dengan peta area tradisional yaitu area yang secara
turun-temurun sudah ditempati masyarakat jauh sebelum kawasan tersebut
ditunjuk atau ditetapka sebagai kawasan hutan. Jika area dalam butir e, f, g, h
dan i tersebut, termasuk dalam area tradisional maka dimasukkan sebagai
blok tradisional.
11. Seluruh area yang belum termasuk kedalam blok-blok diatas seluruhnya
termasuk kedalam blok pemanfaatan. Namun area yang sudah ditetapkan
sebagai blok pemanfaatan ini harus dikonfirmasi dengan beberapa kriteria
yaitu:
- Menumpangsusunkan dengan peta spot keindahan alam/daya tarik wisata
atau nilai sejarah. Jika termasuk maka memperkuat areal tersebut adalah
blok pemanfaatan.
- Jika akan dibangun sarana prasarana untuk menunjang kegiatan
pemanfaatan maka harus ditumpangsusunkan dengan peta kemiringan
lereng untuk memastikan bahwa lokasi yang akan dibangun memiliki
kemiringan lereng datar atau landai.
- Menumpangsusunkan dengan peta-peta ijin pemanfaatan kawasan
konservasi untuk memastikan bahwa areal yang sudah dibebani ijin
tersebut termasuk kedalam blok pemanfaatan.
46
500 m
500 m 500 m
500 m
500 m 500 m
500 m
500 m 500 m
YA
BLOK
PERLINDUNGAN
47
5. Proses Analisa Keruangan Penentuan Blok Pengelolaan TWA
Proses analisa keruangan untuk penentuan blok pengelolaan Tahura secara
ringkas disajikan dalam Gambar 2.4. Adapun penjelasan dari gambar tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Masukan awal adalah peta batas kawasan Tahura.
2. Menumpangsusunkan dengan peta area religi, budaya dan sejarah. Peta
ini dibuat dengan proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan
kondisi lapangan misalnya sejauh 500 m dari koordinat lokasi religi,
budaya dan sejarah atau dengan delineasi/pengukuran lapangan. Jika
area masuk dalam wilayah buffer, maka area tersebut termasuk ke dalam
blok religi, budaya dan sejarah. Jika tidak termasuk maka akan diseleksi di
tahap berikutya.
3. Menumpangsusunkan peta hasil tahap sebelumnya dengan peta kawasan
strategis dan area permukiman sementara. Peta kawasan strategis dan
area permukiman sementara dibuat dengan proses buffer pada jarak
tertentu mempertimbangkan kondisi lapangan misalnya sejauh 500 m dari
koordinat lokasi kawasan strategis dan permukiman sementara atau
dengan delineasi/pengukuran lapangan. Jika area masuk dalam wilayah
buffer, maka area tersebut termasuk ke dalam blok khusus. Jika tidak
termasuk maka akan diseleksi di tahap berikutya.
4. Menumpangsusunkan peta hasil tahap sebelumnya dengan peta
kerusakan kawasan. Peta kerusakan kawasan dibuat berdasarkan
interpretasi kerusakan dalam kawasan yang disebabkan karena
perambahan, kebarakan hutan, bencana alam seperti tanah longsor, dll.
Data kerusakan kawasan ini juga dapat diperoleh dari peta lahan kritis.
Jika area masuk dalam wilayah area yang rusak, maka area tersebut
termasuk kedalam blok rehabilitasi. Jika tidak termasuk maka akan
diseleksi di tahap berikutya.
5. Menumpangsusunkan dengan peta hutan lahan kering, hutan rawa atau
hutan mangrove baik primer dan sekunder serta savanna yang bersumber
dari peta penutupan/penggunaan lahan. Jika termasuk dalam kelas
penutupan lahan tersebut, maka areal tersebut adalah blok perlindungan.
6. Menumpangsusukan dengan peta jelajah satwa. Peta ini dibuat
menggunakan metode minimum convex polygon. Jika termasuk kedalam
polygon daerah jelajah satwa maka dimasukkan kedalam blok
perlindungan.
7. Menumpangsusunkan dengan peta ancaman manusia. Peta ini dibuat
dengan proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi
lapangan misalnya sejauh 0,5 km dari jaringan jalan, alur sungai yang
digunakan untuk sarana transportasi masyarakat, dan permukiman
disekitar kawasan hutan. Jika area tidak termasuk dalam wilayah buffer,
maka area tersebut memiliki tingkat ancaman manusia yang rendah
sehingga termasuk kedalam blok perlindungan.
48
8. Menumpangsusunkan dengan peta area singgah satwa migran. Peta ini
dibuat dengan proses buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan
kondisi lapangan misalnya sejauh 1 km dari koordinat lokasi singgah
satwa atau dengan delineasi/pengukuran lapangan. Jika termasuk maka
dimasukkan ke dalam blok perlindungan.
9. Menumpangsusunkan dengan peta fenomena alam yang unik, misalnya
formasi geologi tertentu, gua, kaldera, dll. Peta ini dibuat dengan proses
buffer pada jarak tertentu mempertimbangkan kondisi lapangan misalnya
sejauh 1 km dari koordinat lokasi fenomena alam/geologi atau dengan
delineasi/pengukuran lapangan.
10. Menumpangsusunkan dengan peta area tradisional yaitu area yang secara
turun-temurun sudah ditempati masyarakat jauh sebelum kawasan
tersebut ditunjuk atau ditetapkan sebagai kawasan hutan. Jika area dalam
butir e, f, g, h dan i tersebut, termasuk dalam area tradisional maka akan
dimasukkan sebagai blok tradisional.
11. Seluruh area yang belum termasuk kedalam blok-blok diatas seluruhnya
termasuk kedalam blok pemanfaatan. Namun area yang sudah ditetapkan
sebagai blok pemanfaatan ini harus dikonfirmasi dengan beberapa kriteria
yaitu:
- Menumpangsusunkan dengan peta spot keindahan alam/daya tarik
wisata atau nilai sejarah. Jika termasuk maka memperkuat areal
tersebut adalah blok pemanfaatan.
- Jika akan dibangun sarana prasarana untuk menunjang kegiatan
pemanfaatan maka harus ditumpangsusunkan dengan peta kemiringan
lereng untuk memastikan bahwa lokasi yang akan dibangun memiliki
kemiringan lereng datar atau landai.
- Menumpangsusunkan dengan peta-peta ijin pemanfaatan kawasan
konservasi untuk memastikan bahwa areal yang sudah dibebani ijin
tersebut termasuk kedalam blok pemanfaatan.
49
500 m
500 m 500 m
500 m
500 m 500 m
500 m
500 m 500 m
YA
BLOK
PERLINDUNGAN
50
E. Aplikasi Model Analisa Spasial untuk membuat Peta Arahan
Pengelolaan Kawasan Konservasi
Hasil dari proses analisa keruangan penentuan arahan pengelolaan kawasan
konservasi baik untuk TN, CA, SM, TWA dan Tahura sebagaimana yang diurakan dalam
Sub Bab sebelumnya adalah peta arahan pengelolaan kawasan konservasi. Peta ini
memberikan gambaran secara umum sebaran keruangan penataan kawasan kawasan
dalam bentuk zonasi untuk TN dan blok untuk CA, SM, TWA dan Tahura. Peta ini
merupakan informasi awal yang digunakan dalam proses pembuatan Peta Zonasi TN dan
Blok CA, SM, TWA dan Tahura.
Peta Arahan pengelolaan kawasan konservasi memberikan informasi fakta-fakta di
lapangan berdasarkan data inventarisasi potensi dan peta-peta tematik, sebagai
gambaran kondisi kawasan konservasi tersebut yang harus di kelola pada setiap zona
atau bloknya. Peta ini selanjutnya harus ditelaah dan dicermati oleh UPT pengelola
untuk mendapatkan masukan secara internal. Masukan internal ini antara lain berupa
kebijakan yang mungkin berbeda dari kriteria zona/blok yang sudah ditetapkan. Sebagai
contoh sebuah area berdasarkan kriteria seharusnya ditetapkan sebagai blok rehabilitasi.
Namun dikarenakan pada area tersebut sudah direncanakan untuk dibuat sebuah
sanctuary maka area tersebut ditetapkan sebagai blok perlindungan. Hasil pencermatan
secara internal ini menghasilkan peta zona/blok yang bersifat tentative dan perlu
mendapatkan masukan secara eksternal melalui proses konsultasi public.
Selanjutnya dilakukan konsultasi publik dengan para pihak terkait untuk
mendapatkan berbagai masukan secara eksternal. Dalam proses konsultasi publik
tersebut kemungkinan akan terjadi proses penyesuaian (adjustment) zona/blok untuk
mengakomodir kepentingan dari berbagai parapihak baik dari instansi pemerintah lain
maupun dari masyarakat. Sebagai contoh sebuah area menurut kriteria ditetapkan
sebagai blok perlindungan, tetapi terdapat keberatan dari masyarakat dikarenakan
secara turun-temurun masyarakat sudah terbiasa mengambil pekan ternak dari area
tersebut. Dalam hal ini terjadi proses negosiasi dengan masyarakat setempat, dimana
kepentingan masyarakat tersebut dapat diakomodir dengan menetapkan area tersebut
menjadi blok pemanfaatan, namun bisa jadi tidak dapat diakomodir dikarenakan
terdapat tumbuhan/satwa liar yang harus dilindungi, sehingga masyarakat diarahkan
untuk mencari pakan ternak di blok pemanfaatan yang lain.
Perlu digarisbawahi disini bahwa dalam proses negosiasi tersebut diupayakan
agar proses penyesuaian peta arahan pengelolaan KK menjadi zona/blok definitif ini
tidak terlalu menyimpang jauh dari arahan awal supaya tidak mengorbankan aspek-
aspek konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya.
Model spasial penentuan arahan blok kawasan konservasi ini disusun dengan
software GIS menggunakan metode matching dengan menggunakan query yang disusun
dengan bahasa pemrograman Phyton. Arahan yang disusun dalam model spasial ini
memerlukan input data yang diperlukan sebagai berikut:
Fitur Religi, Budaya dan Sejarah : Merupakan sebuah fitur religi, budaya
atau sejarah yang secara langsung dan tidak langsung memberikan pengaruh
terhadap sekitarnya dan dianggap “sakral” untuk pelestarian adat budaya dan
51
perlindungan nilai sejarah sehingga diperlukan pengelolaan pada zona tersendiri.
Contoh : Makam, Masjid, Candi. (data hasil inventarisasi)
Fitur lahan kritis : Merupakan fitur dari kekritisan lahan pada kawasan konservasi.
Kawasan yang dianggap paling kritis merupakan kawasan yang sangat diperlukan
pemulihan ekosistem didalamnya. (dari data lahan kritis dengan updating lebih
lanjut)
Fitur Fenomena Alam Unik: Merupakan fitur yang berisi fenomena geologis/
alam yang unik yang berbeda dari kenampakan yang lain.
contoh : Batuan karst, Kawah Gunung Api, Savanna. (data hasil inventarisasi)
52
1. Aplikasi Model Analisa Spasial untuk Pengelolaan Arahan TN
a. Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan TN
53
b. Tampilan Aplikasi Model Spasial untuk Pengelolaan Arahan TN
Tabel 3.31 Syarat dan Kebutuhan Data Masukan untuk Pengelolaan Arahan TN
Keterangan dan tata cara penyusunan zona/blok
pengelolaan KK yang lebih lengkap silakan dibaca
Perhatian
pada BAB I PENDAHULUAN dan BAB II
METODOLOGI.
Semua input harus tersedia datanya dalam format
Syarat shapefile (.shp). Jika ada data yang tidak tersedia,
gunakan data shapefile (.shp) kosong.
No. Data Keterangan
1 Poligon TN Isikan batas kawasan TN (.shp) [dari KLHK]
2 Titik Religi Isikan titik objek religi/sejarah/budaya (.shp)
Isikan nilai buffer dari titik religi/sejarah/budaya
3 Jarak Buffer Religi
(jarak dan satuan menyesuaikan ketentuan tiap KK)
4 Poligon Religi Isikan poligon objek religi/sejarah/budaya (.shp)
5 Poligon Strategis Isikan poligon objek strategis: militer, dst (.shp)
6 Poligon Ancaman Isikan poligon objek ancaman (.shp)
54
7 Poligon Tradisional Isikan poligon objek tradisional (.shp)
8 Poligon Fenomena Alam Isikan poligon fenomena alam unik/khas (.shp)
9 Penggunaan Lahan Isikan poligon penggunaan lahan (.shp) [dari KLHK]
10 Tiik Potensi JasLing Isikan titik objek jasa lingkungan (.shp)
Isikan nilai buffer dari titik wisata (jarak dan satuan
11 Jarak Buffer Wisata
menyesuaikan ketentuan tiap kawasan)
12 Poligon Izin JasLing Isikan poligon objek izin pemanfaatan JasLing (.shp)
13 Poligon Potensi JasLing Isikan poligon objek jasa lingkungan (.shp)
14 Poligon Gambut Isikan poligon persebaran gambut (.shp) [dari KLHK]
Isikan nilai buffer kawasan rimba dengan nilai negatif
15 Jarak Buffer Rimba yang artinya buffer ke dalam kawasan (jarak dan
satuan menyesuaikan ketentuan tiap kawasan)
16 Titik Satwa Isikan titik objek tumbuhan satwa liar (.shp)
17 Geometry Type Pilih tipe geometri (convex hull atau menyesuaikan)
18 Lahan Kritis Isikan poligon lahan kritis (.shp) [dari KLHK]
Pilih lokasi penyimpanan data akhir hasil pemrosesan:
19 Arahan Pengelolaan
Arahan Pengelolaan (.shp)
55
2. Aplikasi Model Analisa Spasial untuk Pengelolaan Arahan CA
a. Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan CA
56
Gambar 3.8 Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan CA
57
b. Tampilan Aplikasi Model Spasial untuk Pengelolaan Arahan CA
Tabel 3.32 Syarat dan Kebutuhan Data Masukan untuk Pengelolaan Arahan CA
Keterangan dan tata cara penyusunan zona/blok
pengelolaan KK yang lebih lengkap silakan dibaca
Perhatian
pada BAB I PENDAHULUAN dan BAB II
METODOLOGI.
Semua input harus tersedia datanya dalam format
Syarat shapefile (.shp). Jika ada data yang tidak tersedia,
gunakan data shapefile (.shp) kosong.
No. Data Keterangan
1 Titik Religi Isikan titik objek religi/sejarah/budaya (.shp)
Isikan nilai buffer dari titik religi/sejarah/budaya
2 Jarak Buffer Religi
(jarak dan satuan menyesuaikan ketentuan tiap KK)
3 Poligon Religi Isikan poligon objek religi/sejarah/budaya (.shp)
4 Poligon Strategis Isikan poligon objek strategis: militer, dst (.shp)
5 Poligon Ancaman Isikan poligon objek ancaman (.shp)
6 Poligon Fenomena Alam Isikan poligon fenomena alam unik/khas (.shp)
7 Penggunaan Lahan Isikan poligon penggunaan lahan (.shp) [dari KLHK]
8 Poligon Gambut Isikan poligon persebaran gambut (.shp) [dari KLHK]
9 Titik Satwa Isikan titik objek tumbuhan satwa liar (.shp)
58
10 Geometry Type Pilih tipe geometri (convex hull atau menyesuaikan)
11 Lahan Kritis Isikan poligon lahan kritis (.shp) [dari KLHK]
Pilih lokasi penyimpanan data akhir hasil pemrosesan:
12 Arahan Pengelolaan
Arahan Pengelolaan (.shp)
59
3. Aplikasi Model Analisa Spasial untuk Pengelolaan Arahan SM
a. Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan SM
60
Gambar 3.10 Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan SM
41
61
b. Tampilan Aplikasi Model Spasial untuk Pengelolaan Arahan SM
Tabel 3.33 Syarat dan Kebutuhan Data Masukan untuk Pengelolaan Arahan SM
Keterangan dan tata cara penyusunan zona/blok
pengelolaan KK yang lebih lengkap silakan dibaca
Perhatian
pada BAB I PENDAHULUAN dan BAB II
METODOLOGI.
Semua input harus tersedia datanya dalam format
Syarat shapefile (.shp). Jika ada data yang tidak tersedia,
gunakan data shapefile (.shp) kosong.
No. Data Keterangan
1 Titik Religi Isikan titik objek religi/sejarah/budaya (.shp)
Isikan nilai buffer dari titik religi/sejarah/budaya
2 Jarak Buffer Religi
(jarak dan satuan menyesuaikan ketentuan tiap KK)
3 Poligon Religi Isikan poligon objek religi/sejarah/budaya (.shp)
4 Poligon Strategis Isikan poligon objek strategis: militer, dst (.shp)
5 Poligon Ancaman Isikan poligon objek ancaman (.shp)
6 Penggunaan Lahan Isikan poligon penggunaan lahan (.shp) [dari KLHK]
7 Tiik Potensi JasLing Isikan titik objek jasa lingkungan (.shp)
62
Isikan nilai buffer dari titik wisata (jarak dan satuan
8 Jarak Buffer Wisata
menyesuaikan ketentuan tiap kawasan)
9 Poligon Izin JasLing Isikan poligon objek izin pemanfaatan JasLing (.shp)
10 Poligon Potensi JasLing Isikan poligon objek jasa lingkungan (.shp)
11 Poligon Gambut Isikan poligon persebaran gambut (.shp) [dari KLHK]
12 Titik Satwa Isikan titik objek tumbuhan satwa liar (.shp)
13 Geometry Type Pilih tipe geometri (convex hull atau menyesuaikan)
14 Lahan Kritis Isikan poligon lahan kritis (.shp) [dari KLHK]
Pilih lokasi penyimpanan data akhir hasil pemrosesan:
15 Arahan Pengelolaan
Arahan Pengelolaan (.shp)
63
4. Aplikasi Model Analisa Spasial untuk Pengelolaan Arahan THR
a. Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan THR
64
Gambar 3.12 Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan THR
65
b. Tampilan Aplikasi Model Spasial untuk Pengelolaan Arahan THR
Tabel 3.34 Syarat dan Kebutuhan Data Masukan untuk Pengelolaan Arahan THR
Keterangan dan tata cara penyusunan zona/blok
pengelolaan KK yang lebih lengkap silakan dibaca
Perhatian
pada BAB I PENDAHULUAN dan BAB II
METODOLOGI.
Semua input harus tersedia datanya dalam format
Syarat shapefile (.shp). Jika ada data yang tidak tersedia,
gunakan data shapefile (.shp) kosong.
No. Data Keterangan
1 Titik Religi Isikan titik objek religi/sejarah/budaya (.shp)
Isikan nilai buffer dari titik religi/sejarah/budaya
2 Jarak Buffer Religi
(jarak dan satuan menyesuaikan ketentuan tiap KK)
3 Poligon Religi Isikan poligon objek religi/sejarah/budaya (.shp)
4 Poligon Strategis Isikan poligon objek strategis: militer, dst (.shp)
5 Poligon Ancaman Isikan poligon objek ancaman (.shp)
6 Poligon Tradisional Isikan poligon objek tradisional (.shp)
7 Poligon Koleksi Isikan poligon objek koleksi (.shp)
66
8 Poligon Sarana PrasaranaIsikan poligon objek sarana prasarana (.shp)
9 Penggunaan Lahan Isikan poligon penggunaan lahan (.shp) [dari KLHK]
10 Tiik Potensi JasLing Isikan titik objek jasa lingkungan (.shp)
Isikan nilai buffer dari titik wisata (jarak dan satuan
11 Jarak Buffer Wisata
menyesuaikan ketentuan tiap kawasan)
12 Poligon Izin JasLing Isikan poligon objek izin pemanfaatan JasLing (.shp)
13 Poligon Potensi JasLing Isikan poligon objek jasa lingkungan (.shp)
14 Poligon Gambut Isikan poligon persebaran gambut (.shp) [dari KLHK]
15 Titik Satwa Isikan titik objek tumbuhan satwa liar (.shp)
16 Geometry Type Pilih tipe geometri (convex hull atau menyesuaikan)
17 Lahan Kritis Isikan poligon lahan kritis (.shp) [dari KLHK]
Pilih lokasi penyimpanan data akhir hasil pemrosesan:
18 Arahan Pengelolaan
Arahan Pengelolaan (.shp)
67
5. Aplikasi Model Analisa Spasial untuk Pengelolaan Arahan TWA
a. Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan TWA
68
Gambar 3.14 Desain Model Builder untuk Pengelolaan Arahan TWA
47
69
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
Tabel 3.35 Syarat dan Kebutuhan Data Masukan untuk Pengelolaan Arahan TWA
Keterangan dan tata cara penyusunan zona/blok
pengelolaan KK yang lebih lengkap silakan dibaca
Perhatian
pada BAB I PENDAHULUAN dan BAB II
METODOLOGI.
Semua input harus tersedia datanya dalam format
Syarat shapefile (.shp). Jika ada data yang tidak tersedia,
gunakan data shapefile (.shp) kosong.
No. Data Keterangan
1 Titik Religi Isikan titik objek religi/sejarah/budaya (.shp)
Isikan nilai buffer dari titik religi/sejarah/budaya
2 Jarak Buffer Religi
(jarak dan satuan menyesuaikan ketentuan tiap KK)
3 Poligon Religi Isikan poligon objek religi/sejarah/budaya (.shp)
4 Poligon Strategis Isikan poligon objek strategis: militer, dst (.shp)
70
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
2. Pengolahan data
Penolahan data data dibagi menjadi 2 tahapan:
a. Pengolahan data awal
Adalah Pemodelan Data masukan yang pada umumnya berupa data
mentah/ data primer dan atau data sekunder sehingga perlu
diproses/dianalisa untuk menjadi “Peta siap pakai” dalam proses Analisa
pemisahan batas blok (atau Analisa Data Lanjut).
Proses ini meliputi :
71
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
- Digitalisasi data (jika data masih berupa data analog/ peta kertas)
- Konversi format (jika data masih belum berformat universal- format
universal biasanya digunakan adalah shapefile (vector) atau format Grid
(raster) atau format tabel koordinat dan format GPS ke dalam format
SHP, dan lain sebagainya.
- Standar proyeksi dan datum yang sama
- Menggunakan tools antara lain : Updated tabel, Query tabel, Modeling
data vector (Buffer, Convex polygon, coversion), Analisa raster (Slope,
Hillshade, Aspect, Density, Raster Calculation/Map Algebra,
Feature/Raster Conversion dan Overlay (Union, Identitiy, Interect,
Erase)
72
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
2. Blok Khusus
Blok khusus berdasarkan kriteria adalah bangunan bersifat strategis yang tidak
dapat dielakkan. Ada 4 kawasan bangunan atau infrastruktur yang telah berdiri
dan ada di dalam kawasan CA Cycloop. Keempat itu adalah:
1. Daerah Transmigran Kampung Sabronsari
2. Intake Air Peninggalan Belanda
3. Markas/ Pangkalan Militer (Komando Daerah Militer XVII Cenderawasih)
4. Jalan Pasir 6
3. Blok Perlindungan
Untuk menyusun blok perlindungan sesuai dengan matrik kriteria dan data di
atas. Maka beberapa peta yang harus dianalisis, diantaranya :
1. Peta Tutupan hutan primer dan ekosistem asli termasuk savanna, diolah
dengan menggunakan peta tutupan lahan terkini dari KLHK 2014
2. Peta distrubisi satwa dilindungi , diolah dari berbagai sumber termasuk survey
lapangan dan SMART PATROL
3. Peta tipe habitat, diolah dari kombinasi peta Elevasi (ketinggian), tutupan
Hutan, dan Geologi induk
4. Peta Potensi Erosi (kombinasi slope dan jenis tanah)
73
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
4.Blok Rehabilitasi
Untuk menyusun blok rehabilitasi sesuai dengan matrik kriteria dan data di atas.
Maka beberapa peta yang harus dianalisis, diantaranya :
74
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
Gambar 7. Peta Tutupan lahan 2014 pada Cagar Alam Pegunungan Cycloop
75
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
BAB III
DESKRIPSI MASING-MASING BLOK
Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop yang telah dianalisis, kemudian dibagi
menjadi blok-blok seperti pada tabel berikut ini.
A. Blok Perlindungan
76
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
Blok Perlindungan pada Cagar Alam Pegunungan Cycloop terletak pada wilayah
Distrik Jayapura Selatan, Dsitrik Jayapura Utara, Distrik Ravenirara, Distrik Depapre,
Distrik Sentani Timur dan Distrik Sentani Barat, dengan luasan 28. 758,46 hektar
atau sekitar 91,36 % dari luas kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop. Blok ini
merupakan blok terbesar dan sesuai dengan fungsinya sebagai Cagar Alam, bahwa
sebagian besar kawasan pada Cagar Alam adalah merupakan blok perlindungan.
Gambar 10. Peta Citra Landsat SPOT 6 pada Blok Perlindungan Cagar Alam
PegununganCycloop(skala tidak berlaku)
77
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
bagian kawasan yang letaknya relatif sulit dari jangkauan masyarakat karena
keadaan topografi yang berat sehingga tetap terjaga seperti keadaan aslinya,
merupakan kawasan perlindungan ”water chatment” bagi daerah-daerah di
bawahnya untuk ketersedian air bersih, dan mewakili tipe habitat dalam kawasan
Cagar Alam yang kondisi fisiknya masih asli dan khas serta merupakan habitat
spesies penting diantaranya Burung Cenderawasih (Paradiseae minor), Burung
Kakatua Jambul Kuning (Cacatua galerita), Burung Nuri Kepala Hitam (Lorius lory),
Burung Bayan (Electus roratus sp), Kasuari, Burung Rangkong (Bucerotidae Spp),
Burung Mambruk (Goura victoria), dan Kangguru Pohon (Dendrolagus sp.).
78
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
B. Blok Rehabilitasi
Gambar 11. Peta Blok Rehabilitasi Cagar Alam PegununganCycloop (skala tidak
berlaku)
Blok Rehabilitasi merupakan blok yang akan dilakukan upaya pemulihan ekosistem,
baik melalui rehabilitasi maupun restorasi ekosistem. Rehabilitasi dan restorasi
ekosistem akan dilakukan melalui pengkayaan jenis dan penanaman dengan
mengunakan spesies asli setempat (endemik).
79
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
Saat ini pada blok rehabilitasi terdapat jenis-jenis tanaman perkebunan, rumput dan
alang-alang. Hal ini disebabkan daerah yang menjadi blok rehabilitasi sebenarnya
adalah merupakan kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop yang dirambah
menjadi perkebunan-perkebunan milik masyarakat urban.
Gambar 12. Peta Citra Landsat SPOT 6 pada Blok Rehabilitasi Cagar Alam
PegununganCycloop(skala tidak berlaku)
80
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
2. 12 1. 1.
2. 2.
dst
C. Blok Khusus
81
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
Gambar 13. Peta Blok Khusus Cagar Alam PegununganCycloop (skala tidak
berlaku)
Blok Khusus pada Cagar Alam Pegunungan Cycloop memiliki luas 109,97 Ha atau
0.35 % dari Luas Cagar Alam Pegunungan Cycloop, dengan rincian sebagai berikut:
82
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
Gambar 14. Peta Citra Landsat SPOT 6 pada Blok Khusus Cagar Alam
PegununganCycloop bagian Kampung Sabronsari (skala tidak
berlaku)
Gambar 15. Salah satu rumah permanen pada Blok Khusus Cagar Alam
Pegunungan Cycloop bagian Kampung Sabronsari
83
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
Batas areal transmigran berupa batas alam, penanaman pohon serta batas
sungai Doyewi/Dey.Tim telah melakukan Groundcheck pada lokasi pemukiman
dan batas transmigran sesuai dengan hasil dengan menyelusuri kali weri dan
sungai Doweyi (Indey/Dey).
84
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
Gambar 16. Peta Citra Landsat SPOT 6 pada Blok Khusus Cagar Alam
PegununganCycloop bagian Intake Air Wilayah Kota Jayapura (skala tidak
berlaku)
85
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
Gambar 17. Gambar Jalur Pipa Intake di Bhayangkara (“tangga seribu”), Distrik
Jayapura Utara Kota Jayapura
Gambar 18. Peta Citra Landsat SPOT 6 pada Blok Khusus Cagar Alam
PegununganCycloop bagian Intake Air Wilayah Kabupaten Jayapura
(skala tidak berlaku)
86
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
Gambar 19. Foto salah satu intake di Pos 7, Kampung Sereh, Distrik Sentani,
Kabupaten Jayapura
Alasan menjadikan blok khusus pada kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop
karena bangunan intake tersebut sudah dibangun sejak jaman belanda pada tahun
1954 dan merupakan bangunan strategis yang sangat penting untuk kehidupan
masyarakat kota dan kabupaten jayapura, dimana intake tersebut berperan dalam
penyuplai air pada kedua kabupaten tersebut. sebagaimana dijelaskan pada
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.76/Menlhk-Setjen/2015 Tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional Dan
Blok Pengelolaan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya Dan Taman
Wisata Alam Pasal 11 Huruf d Ayat 1, 2 dan 3, kriteria blok khusus pada CA yaitu 1)
terdapat bangunan yang bersifat strategis yang tidak dapat dielakkan; 2)
merupakan pemukiman masyarakat yang bersifat sementara yang keberadaannya
telah ada sebelum penetapan kawasan tersebut sebagai CA; dan/atau 3) memenuhi
kriteria sebagai wilayah pembangunan strategisyang tidak dapat dielakkan yang
keberadaannya tidak mengganggu fungsi utama kawasan, intake tersebut memenuhi
syarat dan kriteria sebagai blok khusus.
87
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
Gambar 20. Peta Citra Landsat SPOT 6 pada Blok Khusus Cagar Alam
PegununganCycloop bagian Komando Daerah Militer XVII
Cenderawasih(skala tidak berlaku)
Alasan kawasan ini dijadikan blok khusus sebab pada wilayah ini telah berdiri
Komando Daerah Militer XVII Cenderawasih. Berdasarkan P.85/Menhut-II/2014
tentang Tata cara Kerjasama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam pasal 4 menyatakan bahwa “ruang lingkup kegiatan
kerjasama dalam penyelenggaraan KSA dan KPA meliputi (c) pembangunan
strategis yang tidak dapat dielakkan”. Dalam penjabarannya pada BAB III pasal
13, dijelaskan bahwa “kerjasama dalam rangka pembangunan strategis yang
88
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
tidak dapat dielakkan sebagaimana dimaksud pada pasal 4 huruf (c) meliputi (a)
kegiatan yang mempunyai pengaruh terhadap kedaulatan Negara dan pertahanan
keamanan Negara”. Selain itu dijelaskan pula pada Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015
Tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional Dan Blok Pengelolaan Cagar
Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya Dan Taman Wisata Alam Pasal 11
Huruf d Ayat 1 dan 3, kriteria blok khusus pada CA yaitu 1) terdapat bangunan
yang bersifat strategis yang tidak dapat dielakkan; 3) memenuhi kriteria
sebagai wilayah pembangunan strategisyang tidak dapat dielakkan yang
keberadaannya tidak mengganggu fungsi utama kawasan.
Gambar 21. Gerbang Masuk Pangkalan Militer Komando Daerah Militer XVII
Cenderawasih.
89
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
4. Jalan Pasir 6
Gambar 22. Peta Citra Landsat SPOT 6 pada Blok Khusus Cagar Alam
PegununganCycloop bagian Jalan Pasir 6 (skala tidak berlaku)
90
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
Jalan Pasir 6 tersebut berada di Kelurahan Tanjung Ria Distrik Jayapura Utara
Kota Jayapura. Jalan tersebut merupakan penghubung Kota Jayapura dan
Kabupaten Jayapura bagian utara.Jalan tersebut sangat penting bagi masyarakat
yang berada di wilayah sisi utara Cagar Alam Pegunungan Cycloop yaitu kampung
Necheibe, Ormu, Negasawa, Yongsu Sapari, Yongsu Dosoyo Distrik Ravenirara
Kabupaten Jayapura, dimana selama ini sarana transportasi laut menjadi satu-
satunya alat transportasi mereka, dengan jarak tempuh ± 2 jam. Mengingat hal
tersebut, jalan pasir 6 ini merupakan salah satu jalan keluar dari keterisolasian
pada kampung-kampung tersebut di atas, jika musim gelombang laut dan angin,
keselamatan mereka menjadi taruhan apabila masih menggunakan transportasi
laut. Kebanyakan dari mereka merupakan nelayan, yang menjual hasil tangkapan
ikannya ke Pasar Hamadi yang berada di Kota Jayapura.
Alasan menjadikan jalan pasir 6 tersebut menjadi blok khusus yaitu karena
memiliki nilai strategis yang tidak dapat dielakkan dan keberadaannya tidak
mengganggu fungsi utama kawasan sebagaimana dijelaskan pada Peraturan
91
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
Pelaksanaan penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop dapat terwujud apabila
adanya kemauan dan komitmen politik yang tinggi, kesamaan persepsi dan tujuan,
92
Penataan Blok Cagar Alam Pegunungan Cycloop 2016
2. 12 1. 1.
2. 2.
dst
93