Anda di halaman 1dari 2

5.

Perlawanan terhadap
Kolonialisme dan Imperialisme

a. Perlawanan terhadap Persekutuan Dagang


1) Sultan Baabullah Mengusir Portugis
Penyebab utamanya adalah Portugis menghalang-halangi perdagangan
Banda dengan Tidore. Portugis menembaki jung-jung (perahu) dari Banda yang
akan membeli cengkih ke Tidore. Tidore tidak terima dengan tindakan armada
Portugis, lalu melakukan perlawanan. Dalam perang tersebut, Portugis berhasil
mengadu domba Kerajaan Ternate dan Tidore. Portugis mendapat dukungan
dari Ternate dan Bacan. Akhirnya, Portugis mendapat kemenangan
Rakyat Maluku sadar bahwa Portugis hanya akan merusak perdamaian.
Sultan Hairun berhasil menyatukan rakyat dan mengobarkan perlawanan
pada tahun 1565. Pada tahun 1570, bertempat di Benteng Sao Paolo,
terjadi perundingan antara Sultan dan Portugis pada saat perundingan
berlangsung tanpa disangka-sangka tiba-tiba Portugis menangkap Sultan
Hairun dan pada saat itu juga membunuhnya.
Kelicikan dan kejahatan Portugis tersebut menimbulkan kemarahan
rakyat Maluku. Sultan Baabullah (putera Sultan Hairun) dengan gagah
melanjutkan perjuangan ayahandanya dengan memimpin perlawanan. Pada
saat bersamaan, Ternate dan Tidore bersatu melancarkan serangan terhadap
Portugis. Akhirnya, pada tahun 1575, Portugis berhasil diusir dari Ternate.
Selanjutnya, Portugis melarikan diri dan menetap di Ambon. Pada tahun
1605, Portugis berhasil diusir oleh VOC dari Ambon. Portugis kemudian
menyingkir ke Timor Timur/Timor Leste dan melakukan kolonisasi di tempat
itu.

2) Perlawanan Aceh
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639), armada
Aceh telah disiapkan untuk menyerang kedudukan Portugis di Malaka.
Saat itu, Aceh telah memiliki armada laut yang mampu mengangkut 800
prajurit. Pada saat itu, wilayah Kerajaan Aceh telah sampai di Sumatra Timur
dan Sumatra Barat. Pada tahun 1629, Aceh mencoba menaklukkan
Portugis, tetapi penyerangan yang dilakukan Aceh ini belum berhasil
mendapat kemenangan. Meskipun demikian, Aceh masih tetap berdiri sebagai
kerajaan yang merdeka.

3) Ketangguhan “Ayam Jantan dari Timur”


Tokoh ini sangat ditakuti Belanda karena ketangguhannya melawan
Belanda sehingga disebut sebagai “Ayam Jantan dari Timur”. Sultan
Hasanuddin adalah Raja Gowa di Sulawesi Selatan. Suatu ketika, Kerajaan
Gowa (Sultan Hasanuddin) dan Bone (Arung Palaka) berselisih paham. Hal ini
dimanfaatkan VOC dengan mengadu domba kedua kerajaan tersebut. VOC
memberikan dukungan, sehingga Bone menang saat perang dengan Gowa
tahun 1666. Sultan Hassanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian
Bongaya pada 18 November 1667. Perjanjian Bongaya adalah perjanjian
antara Sultan Hasanuddin dan VOC. Isi dari perjanjian Bongaya sebagai
berikut.
a) Belanda memperoleh monopoli dagang rempah-rempah di Makassar;
b) Belanda mendirikan benteng pertahanan di Makassar;
c) Makassar harus melepaskan daerah kekuasaannya berupa daerah di luar
Makassar;
d) Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone

Anda mungkin juga menyukai