Anda di halaman 1dari 36

Sejarah Nusantara

(1602–1800)
Kedatangan bangsa asing di Nusantara

Hindia Belanda pada abad ke-17 dan 18


tidak dikuasai secara langsung oleh
pemerintah Belanda namun oleh
perusahaan dagang bernama
Perusahaan Hindia Timur Belanda
(bahasa Belanda: Verenigde Oostindische
Compagnie atau VOC). VOC telah
diberikan hak monopoli terhadap
perdagangan dan aktivitas kolonial di
wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda
pada tahun 1602. Markasnya berada di
Batavia, yang kini bernama Jakarta.

Tujuan utama VOC adalah


mempertahankan monopolinya terhadap
perdagangan rempah-rempah di
Nusantara. Hal ini dilakukan melalui
penggunaan dan ancaman kekerasan
terhadap penduduk di kepulauan-
kepulauan penghasil rempah-rempah,
dan terhadap orang-orang non-Belanda
yang mencoba berdagang dengan para
penduduk tersebut. Contohnya, ketika
penduduk Kepulauan Banda terus
menjual biji pala kepada pedagang
Inggris, pasukan Belanda membunuh
atau mendeportasi hampir seluruh
populasi dan kemudian mempopulasikan
pulau-pulau tersebut dengan pembantu-
pembantu atau budak-budak yang
bekerja di perkebunan pala.

VOC menjadi terlibat dalam politik


internal Jawa pada masa ini, dan
bertempur dalam beberapa peperangan
yang melibatkan pemimpin Mataram dan
Banten.
Alur waktu dari tahun ke
tahun

Abad ke-17

Maret 1602 - Belanda berusaha


memonopoli perdagangan rempah-
rempah dengan membentuk suatu
kongsi dagang bernama VOC
(Vereenigde Oost-Indische
Compagnie).
1603 - VOC telah membangun pusat
perdagangan pertama yang tetap di
Banten namun tidak menguntungkan
kerena terdapat persaingan dengan
para pedagang Tionghoa dan Inggris.
Februari 1605 - Armada VOC bersekutu
dengan Hitu menyerang kubu
pertahanan Portugis di Ambon dengan
imbalan VOC berhak sebagai pembeli
tunggal rempah-rempah di Hitu.
1602 - Sir James Lancaster kembali
ditunjuk memimpin pelayaran yang
armada berisi orang-orang The East
India Company dan tiba di Aceh untuk
selanjutnya menuju Banten.
1604 - Pelayaran yang ke-2 maskapai
Inggris yang dipimpin oleh Sir Henry
Middleton, maskapai ini berhasil
mencapai Ternate, Tidore, Ambon dan
Banda. Akan tetapi di wilayah yang
mereka kunjungi ini mendapat
perlawanan yang keras dari VOC.
1609 - VOC membuka kantor dagang
di Sulawesi Selatan namun niat
tersebut dihalangi oleh raja Gowa. Raja
Gowa tersebut melakukan kerjasama
dengan pedagang-pedagang Inggris,
Prancis, Denmark, Spanyol dan
Portugis.
1610 - Ambon dijadikan pusat VOC,
dipimpin seorang-gubernur jendral.
Tetapi selama 3 orang gubernur-
jendral, Ambon tidak begitu
memuaskan untuk dijadikan markas
besar karena jauh dari jalur-jalur utama
perdagangan Asia.
1611 - Inggris berhasil mendirikan
kantor dagangnya di bagian Indonesia
lainnya, di Sukadana (Kalimantan barat
daya), Makassar, Jayakerta, Jepara,
Aceh, Priaman, Jambi.
1618 - Des Banten mengambil
keputusan untuk menghadapi
Jayakarta dan VOC dengan memaksa
Inggris untuk membantu, dipimpin
laksamana Thomas Dale.
1619 - Ketika VOC akan menyerah
pada Inggris, secara tiba-tiba muncul
tentara Banten menghalangi maksud
Inggris. Karena Banten tidak mau pos
VOC di Batavia diisi oleh Inggris.
Akibatnya Thomas Dale melarikan diri
dengan kapalnya; Banten menduduki
kota Batavia.
12 Mei 1619 - Pihak Belanda
mengambil keputusan untuk memberi
nama baru Jayakarta sebagai Batavia.
Mei 1619 - Jan Pieterszoon Coen,
seorang Belanda, melakukan pelayaran
ke Banten dengan 17 kapal.
30 Mei 1619 - Jan Pieterszoon Coen
melakukan penyerangan terhadap
Banten, memukul mundur tentara
Banten. Membangun Batavia sebagai
pusat militer dan administrasi yang
relatif aman bagi pergudangan dan
pertukaran barang-barang, karena dari
Batavia mudah mencapai jalur-jalur
perdagangan ke Indonesia bagian
timur, timur jauh, dari Eropa.
1619 - Jan Pieterszoon Coen ditunjuk
menjadi gubernur-jendral VOC. Dia
menggunakan kekerasan, untuk
memperkokoh kekuasaannya dia
menghancurkan semua yang
merintangi. Dan menjadikan Batavia
sebagai tempat bertemunya kapal-
kapal dagang VOC.
1619 - Terjadi migrasi orang Tionghoa
ke Batavia. VOC menarik sebanyak
mungkin pedagang Tionghoa yang ada
di berbagai pelabuhan seperti Banten,
Jambi, Palembang dan Malaka ke
Batavia. Bahkan ada juga yang
langsung datang dari Tiongkok. Di sini
orang-orang Tionghoa sudah menjadi
suatu bagian penting dari
perekonomian di Batavia. Mereka aktif
sebagai pedagang, penggiling tebu,
pengusaha toko, dan tukang yang
terampil.
1620 - Atas dasar pertimbangan
diplomatik di Eropa VOC terpaksa
bekerjasama dengan pihak Inggris
dengan memperbolehkan Inggris
mendirikan kantor dagang di Ambon.
1620 - Dalam rangka mengatasi
masalah penyeludupan di Maluku, VOC
melakukan pembuangan, pengusiran
bahkan pembantaian seluruh
penduduk Pulau Banda dan berusaha
menggantikannya dengan orang-orang
Belanda pendatang dan
mempekerjakan tenaga kerja kaum
budak.
1623 - VOC melanggar kerjasama
dengan Inggris, Belanda membunuh 12
agen perdagangan Inggris, 10 orang
Inggris, 10 orang Jepang; 1 orang
Portugis dipotong kepalanya.
1630 - Belanda telah mencapai banyak
kemajuan dalam meletakkan dasar-
dasar militer untuk mendapatkan
hegemoni perniagaan laut di
Indonesia.
1637 - VOC yang telah beberapa lama
di Maluku tidak mampu memaksakan
monopoli atas produksi pala, bunga
pala, dan yang terpenting, cengkih.
Penyeludupan cengkih semakin
berkembang, muncul banyak
komplotan-komplotan yang anti
dengan VOC. Gubernur-Jendral
Antonio van Diemen melancarkan
serangan terhadap para penyeludup
dan pasukan-pasukan Ternate di
Hoamoal.
1638 - Van Diemen kembali ke Maluku
dan berusaha membuat persetujuan
dengan raja Ternate dimana VOC
bersedia mengakui kedaulatan raja
Ternate atas Seram, Hitu serta
menggaji raja sebesar 4.000
real/tahun dengan imbalan bahwa
penyeludupan cengkih akan dihentikan
dan VOC diberi kekuasaan de facto
atas Maluku. Akan tetapi persetujuan
ini gagal.
1643 - Arnold de Vlaming mengambil
kesempatan kekalahan Ternate
dengan memaksa raja Ternate
Mandarsyah ke Batavia dan
menandatangani perjanjian yang
melarang penanaman pohon cengkih
di semua wilayah kecuali Ambon atau
daerah lain yang dikuasai VOC. Hal ini
disebabkan pada masa itu Ambon
mampu menghasilkan cengkih
melebihi kebutuhan untuk konsumsi
dunia.
1656 - Seluruh penduduk Ambon yang
tersisa dibuang. Semua tanaman
rempah-rempah di Hoamoal
dimusnahkan dan akibatnya daerah
tersebut tidak didiami manusia kecuali
jika ekspedisi Hongi (armada tempur)
melintasi wilayah itu untuk mencari
pohon-pohon cengkih liar yang harus
dimusnahkan.
1660 - Armada VOC yang terdiri dari 30
kapal menyerang Gowa,
menghancurkan kapal-kapal Portugis.
Agustus-Desember 1660 - Sultan
Hasanuddin, raja Gowa dipaksa
menerima persetujuan perdamaian
dengan VOC, namun persetujuan ini
tidak berhasil mengakhiri permusuhan.
18 November 1667 - Sultan
Hasanuddin dipaksa menandatangani
perjanjian Bongaya, akan tetapi
Hasanuddin kembali mengobarkan
pertempuran.
April 1668 dan Juni 1669 - VOC
melakukan serangan besar-besaran
terhadap Goa dan setelah
pertempuran ini perjanjian Bongaya
benar-benar dilakukan.
1669 - Kondisi keadaan Nusantara
bagian timur bertambah kacau,
kehidupan ekonomi dan administrasi
tidak terkendalikan lagi.
1670 - VOC telah berhasil melakukan
konsolidasi kedudukannya di
Indonesia Timur. Pihak Belanda masih
tetap menghadapi pemberontakan-
pemberontakan tetapi kekuatannya
tidak begitu besar.
1670 - VOC menebangi tanaman
rempah-rempah yang tidak dapat
diawasi, Hoamoal tidak dihuni lagi,
orang Bugis dan Makassar
meninggalkan kampung halamannya.
Banyak orang-orang Eropa dan sekutu-
sekutu yang tewas, semata-mata guna
mencapai tujuan VOC untuk
memonopoli rempah-rempah.
1674 - Pulau Jawa dalam keadaan
yang memprihatinkan, kelaparan
merajalela, berjangkit wabah penyakit,
gunung merapi meletus, gempa bumi,
gerhana bulan, dan hujan yang tidak
turun pada musimnya.
1680 - Di Jawa Barat, kerajaan Banten
pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa
mengalami masa kejayaannya, Banten
memiliki suatu armada yang dibangun
menurut model Eropa. Kapal-kapalnya
berlayar memakai surat jalan
menyelenggarakan perdagangan yang
aktif di Nusantara. Atas bantuan pihak
Inggris, Denmark, Tiongkok orang-
orang Banten dapat berdagang dengan
Persia, India, Siam, Vietnam, Tiongkok,
Filipina dan Jepang. Banten
merupakan penghasil lada yang
sangat kaya.
1680 - VOC pada dasarnya hanya
terbatas menguasai dataran-dataran
rendah tertentu saja di Jawa. daerah
pegunungan sering kali tidak berhasil
dikuasai dan daerah ini dijadikan
tempat persembunyian pemberontak.
Tidak dapat dihindarkan lagi
pemberontakan-pemberontakan
mengakibatkan kesulitan dan
menguras dana VOC.
1682 - Pasukan VOC dipimpin François
Tack dan Isaac de Saint-Martin
berlayar menuju Banten guna
menguasai perdagangan di Banten.
VOC merebut dan memonopoli
perdagangan lada di Banten. Orang-
orang Eropa yang merupakan saingan
VOC diusir. Orang-orang Inggris
mengundurkan diri ke Bengkulu dan
Sumatra Selatan satu-satunya pos
mereka yang masih ada di Indonesia.
1683-1710 - VOC mengalami masalah
keuangan yang sangat berat di wilayah
Asia selama kurun waktu tersebut. Di
antara 23 kantornya hanya tiga
(Jepang, Surat dan Persia) yang
mampu memberikan keuntungan;
sembilan menunjukkan kerugian setiap
tahun termasuk Ambon, Banda,
Ternate, Makassar, Banten, Cirebon
dan wilayah pesisir Jawa. VOC banyak
mengeluarkan biaya-biaya yang sangat
tinggi akibat pemberontakan di
samping pengeluaran pribadi VOC
yang tidak efesien, kebejatan moral,
korupsi yang merajalela. VOC juga
menuntut semakin banyak kepada
rakyat Jawa, yang mengakibatkan
pemberontakan yang terus berlanjut
dan pengeluaran VOC bertambah
tinggi.
1684 - Gubernur-Jendral Speelman
meninggal. Terbongkarlah korupsi dan
penyalah gunaan kekuasaan. Konon
Speelman memerintah tanpa
menghiraukan nasihat Dewan Hindia
dan banyak melakukan pembayaran
dengan uang VOC yang pada dasarnya
tidak pernah ada untuk pekerjaan yang
tidak pernah dilakukan. Selama masa
kekuasaan Speelmen jumlah penjualan
tekstil menurun 90%, monopoli candu
tidak efektif. Speelman juga banyak
melakukan penggelapan uang negara
dan pada 1685 semua penunggalan
Speelman disita negara.
8 Februari 1686 - Dengan tipu muslihat
Surapati berhasil membunuh François
Tack dalam suatu pertempuran. Tack
tewas dengan dua puluh luka di
tubuhnya.
1690 - Belanda berusaha membalas
kekalahan yang dialami Tack tetapi
gagal karena Surapati menguasai
teknik-teknik militer Eropa dengan
baik.

Abad ke-18

1702 - Jumlah kekuatan serdadu


militer Belanda yang berkebangsaan
Eropa hanya tinggal sedikit.
Administrasi VOC kacau balau
1706 - Surapati terbunuh di Bangil.
1721 - VOC mengumumkan apa yang
dinamakan komplotan orang-orang
Islam yang bermaksud melakukan
pembunuhan terhadap orang-orang
Eropa di Batavia dan juga orang-orang
Tionghoa.
1722 - Perlakuan terhadap orang-orang
Tionghoa bertambah kejam dan korup.
Walaupun demikian jumlah orang
Tionghoa bertambah dengan pesat.
VOC melakukan sistem kuota untuk
membatasi imigrasi, tetapi kapten-
kapten kapal Tionghoa mampu
menghindarinya dengan bantuan dari
pejabat VOC yang korupsi. Kebanyakan
orang-orang Tionghoa pendatang yang
tidak memperoleh pekerjaan sebagian
besar mereka bergabung menjadi
gerombolan-gerombolan penjahat di
sekitar Batavia.
1727 - Posisi ekonomi orang Tionghoa
makin penting di satu pihak dan sering
terjadinya kejahatan oleh orang
Tionghoa, menimbulkan perasaan
tidak senang terhadap orang
Tionghoa. Rasa tidak senang menjadi
semakin tebal di kalangan warga
bebas, kolonis-kolonis Belanda yang
tidak dapat menandingi orang
Tionghoa. Timbullah kemudian rasa
permusuhan dan sikap rasialis
terhadap orang Tionghoa.
1727 - Pemerintah kolonial Belanda
mengeluarkan peraturan bahwa semua
orang Tionghoa yang telah tinggal 10
sampai 12 tahun di Batavia dan belum
memiliki surat izin akan dikembalikan
ke Tiongkok.
1729 - Pemerintah kolonial
memberikan kesempatan selama 6
bulan kepada orang Tionghoa untuk
mengajukan permohonan izin tinggal
di Batavia dengan membayar 2 ringgit.
1730 - Dikeluarkan larangan bagi orang
Tionghoa untuk membuka tempat
penginapan, tempat pemadatan candu
dan warung baik di dalam maupun di
luar kota.
1736 - Pemerintah kolonial
mengadakan pendaftaran bagi semua
orang Tionghoa yang tidak memiliki
surat izin tinggal.
1740 - Terdapat 2.500 rumah orang
Tionghoa di dalam tembok Batavia
sedangkan jumlah orang Tionghoa di
kota dan daerah sekitarnya
diperkirakan 15.000 jiwa. Jumlah ini
setidak-tidaknya merupakan 17% dari
keseluruhan penduduk di daerah
terebut. Ada kemungkinan bahwa
orang-orang Tionghoa sebenarnya
merupakan unsur penduduk yang lebih
besar jumlahnya. Ada pula orang-orang
Tionghoa di kota-kota pelabuhan Jawa
dan Kartasura walaupun jumlahnya
hanya sedikit.
1740 - Terjadi penangkapan terhadap
orang Tionghoa, tidak kurang 1.000
orang Tionghoa dipenjarakan. Orang
Tionghoa menjadi gelisah lebih-lebih
setelah sering terjadi penangkapan,
penyiksaan, dan perampasan hak milik
Tionghoa.
4 Februari 1740 - Segerombolan orang
Tionghoa melakukan pemberontakan
dan penyerbuan pos penjagaan untuk
membebaskan bangsanya yang
ditahan.
Juni 1740 - Kompeni Belanda
mengeluarkan lagi peraturan bahwa
semua orang Tionghoa yang tidak
memiliki izin tinggal akan
ditangkapdan diangkut ke Sailan.
Peraturan ini dilaksanakan dengan
sewenang-wenang.
September 1740 - Tersiar berita bahwa
segerombolan orang Tionghoa di
daerah pedesaan sekitar Batavia
bergerak mendekati pintu gerbang
Batavia. Mr. Cornelis di Tangerang dan
de Qual di Bekasi, memerintahkan
memperkuat pos-pos penjagaan.
7 Oktober 1740 - Pasukan bantuan
yang dikirim ke Tangerang oleh
pemerintah kolonial diserang oleh
gerombolan Tionghoa, sebagian besar
dari pasukan tersebut tewas.
Oktober 1740 - Berdasarkan bukti yang
didapatkan VOC menarik kesimpulan
bahwa orang-orang Tionghoa sedang
merencanakan sebuah
pemberontakan.
8 Oktober 1740 - Kompeni Belanda
mengeluarkan maklumat, antara lain
perintah menyerahkan senjata kepada
kompeni. Jam malam diadakan.
9 Oktober 1740 - Dimulainya
pembunuhan terhadap orang Tionghoa
secara besar-besaran. Yang banyak
melakukan pembunuhan ini adalah
orang-orang Eropa dan para budak.
Dan pada akhirnya ada sekitar 10.000
orang Tionghoa yang tewas.
Perkampungan orang Tionghoa
dibakar selama beberapa hari.
Kekerasan ini berhenti setelah orang
Tionghoa memberikan uang premi
kepada serdadu-serdadu VOC guna
melakukan tugasnya yang rutin.
10 Oktober 1740 - Pertahanan
kompeni Belanda di Tangerang
diserang oleh sekitar 3.000 orang
pemberontak Tionghoa.
Mei 1741 - Orang-orang Tionghoa yang
berhasil lolos dari pembantaian di
Batavia melarikan diri ke arah timur
menyusur sepanjang daerah pesisir.
Mereka melakukan perebutan pos di
Juwana. Markas besar VOC dikepung
dan pos-pos lainnya terancam.
Juli 1741 - Pos VOC di Rembang
dihancurkan oleh orang-orang
Tionghoa yang membantai seluruh
personel VOC.
Juli 1741 - Prajurit raja yang berada di
Kartasura menyerang pos garnisun
VOC. Komandan VOC Kapten
Johannes van Velsen dan beberapa
serdadu lainnya tewas. Serdadu yang
selamat ditawari pilihan beralih ke
agama Islam atau mati dan banyak
yang memilih pindah agama.
November 1741 - Pakubuwana II
mengirim pasukan artileri ke
Semarang. Pasukan prajurit-prajurit
tersebut bersatu dengan orang
Tionghoa melakukan pengepungan
terhadap pos VOC. Pos VOC di
Semarang ini dikepung oleh kira-kira
20.000 orang Jawa dan 3.500 orang
Tionghoa dengan 30 pucuk meriam.
Orang Jawa dan Tionghoa bersatu
melawan kompeni Belanda.
Desember 1741-awal 1742 - VOC
merebut kembali daerah-daerah lain
yang terancam serangan. Sementara
itu antara tahun 1750-1850 terjadi
Revolusi Industri di Britania Raya dan
kemudian menyebar ke seluruh Eropa
Barat, Amerika Utara, Jepang, dan
akhirnya ke seluruh dunia.
13 Februari 1755 - VOC
menandatangani Perjanjian Giyanti.
Isinya VOC mengakui Mangkubumi
sebagai Sultan Hamengkubuwana I,
penguasa separuh wilayah Jawa
Tengah.
5 Agustus 1771 - 11 Oktober 1772 -
Perang Bayu atau Perang Puputan
Bayu (ada yang menyebut
Pemberontakan Jagapati) adalah
salah satu perlawanan yang dilakukan
oleh para pejuang Blambangan yang
dipimpin Mas Rempeg atau Pangeran
Jagapati (Perang Bayu I) dan Bapa
Endha (Perang Bayu II) melawan
Pasukan VOC yang dibantu oleh
laskar-laskar pribumi dari Madura dan
daerah Jawa Timur lainnya.
September 1789 - Belanda mendengar
desas-desus bahwa raja Jawa akan
melakukan pembunuhan terhadap
orang-orang Eropa, sehingga
mengutus seorang residen yang
bernama Andries Hartsick dengan
memakai pakaian Jawa menghadiri
pertemuan rahasia di Istana Jawa.
Sementara itu di Eropa terjadi Revolusi
Prancis tahun 1789–1799.
1 Januari 1800 - VOC secara resmi
dibubarkan, didirikan Dewan untuk
urusan jajahan Asia. Belanda kalah
perang dan dikuasai Prancis. Wilayah-
wilayah yang dimiliki Belanda menjadi
milik Prancis.
Artikel bertopik sejarah Indonesia ini
adalah sebuah rintisan. Anda dapat
membantu Wikipedia dengan
mengembangkannya (https://id.wikiped
ia.org/w/index.php?title=Sejarah_Nusa
ntara_(1602%E2%80%931800)&action=
edit) .

Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Sejarah_Nusantara_(1602–
1800)&oldid=22279985"
Halaman ini terakhir diubah pada 11 Desember
2022, pukul 04.02. •
Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali
dinyatakan lain.

Anda mungkin juga menyukai