Anda di halaman 1dari 21

Kurikulum 2006/2013

Kel a s

XII
Sejarah
PERKEMBANGAN POLITIK INDONESIA

SEMESTER 1 KELAS XII SMA/MA/SMK/MAK – KTSP 2006 dan K-13

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Menganalisis Perjuangan Bangsa 1.4 Menganalisis perkembangan politik dan


Indonesia sejak Proklamasi hingga ekonomi serta perubahan masyarakat
Lahirnya Orde Baru. di Indonesia dalam upaya mengisi
kemerdekaan.

Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami Demokrasi Liberal.
2. Memahami Pemilu 1955.
3. Memahami Demokrasi Terpimpin.

A. Demokrasi Liberal
Pada 17 Agustus 1950, pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) dibubarkan dan
Indonesia kembali dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pergantian
RIS ke NKRI menyebabkan Konstitusi RIS yang berlaku sejak 27 Desember 1949 tidak
berlaku lagi dan digantikan UUDS 1950 yang ditandatangani pada 15 Agustus 1950.
Dengan demikian, pada masa Demokrasi Liberal NKRI menggunakan sistem pemerintahan
parlementer.
Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem yang mengangkat presiden atau
raja sebagai kepala negara dan bertugas sebagai pemegang pemerintahan, sedangkan
kepala pemerintahan bertugas sebagai pelaksana pemerintahan dan dipimpin oleh
perdana menteri.

Pada masa itu, situasi politik tidak stabil karena sering terjadi pergantian kabinet.
Anggota partai-partai politik yang duduk dalam pemerintahan lebih mengutamakan
kepentingan partainya daripada kepentingan negara. Akibatnya, pada masa ini
pula, pemerintahan Indonesia sering mengalami pergantian kabinet sebelum dapat
menyelesaikan program kerjanya. Pergantian kabinet ini secara umum diakibatkan
persaingan antarpartai sehingga seringkali apabila ada kegagalan atau kesalahan dalam
menjalankan tugas, kabinet-kabinet masa Demokrasi Liberal akan dijatuhi mosi tidak
percaya oleh partai politik lainnya. Adapun kabinet yang pernah memerintah adalah
sebagai berikut.

1. Kabinet Natsir (6 September 1950 - 21 Maret 1951)


Kabinet Natsir adalah kabinet pertama Indonesia sejak kembali ke bentuk NKRI. Kabinet
Natsir dipimpin oleh Muhammad Natsir yang berasal dari Masyumi. Kabinet Natsir
berkuasa sejak 6 September 1950 - 21 Maret 1951. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan
Kabinet Natsir adalah sebagai berikut.
a. Program kerja Kabinet Natsir
1.) Menggiatkan usaha keamanan dan ketenteraman.
2.) Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
3.) Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
4.) Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
5.) Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.

b. Percapaian kerja Kabinet Natsir


1.) Indonesia diterima sebagai anggota PBB pada 28 September 1950 sebagai
anggota PBB yang ke-60.
2.) Menyelenggarakan Sumitro Plan yang mengubah ekonomi kolonial menjadi
ekonomi nasional.
3.) Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya
mengenai masalah Irian Barat pada 4 Desember 1950 walaupun tidak berjalan
dengan baik.

2
c. Kendala/masalah yang dihadapi Kabinet Natsir
1.) Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami
kegagalan.
2.) Timbul masalah keamanan dalam negeri, yaitu terjadi pemberontakan hampir
di seluruh wilayah Indonesia, seperti gerakan DI/TII, gerakan Andi Azis, gerakan
APRA, gerakan RMS.

d. Berakhirnya kekuasaan Kabinet Natsir


Pada masa Kabinet Natsir, perundingan mengenai masalah Irian Barat mengalami
kegagalan dan terjadi mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan
Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah
No. 39 Tahun 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut
disetujui parlemen sehingga M. Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada
presiden.

2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)


Kabinet Sukiman merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dengan PNI. Kabinet ini
dipimpin oleh Sukiman Wiryosanjoyo.
a. Program kerja Kabinet Sukiman
1.) Menjamin keamanan dan ketenteraman.
2.) Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbarui hukum agraria agar
sesuai dengan kepentingan petani.
3.) Mempercepat persiapan pemilihan umum.
4.) Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat
ke dalam wilayah RI secepatnya.

b. Pencapaian kerja Kabinet Sukiman


Program Kabinet Sukiman hanya melanjutkan program Natsir, tetapi dengan
beberapa perubahan prioritas, seperti dari program menggiatkan usaha keamanan
dan ketenteraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan
ketenteraman.

c. Kendala/masalah yang dihadapi Kabinet Sukiman


1.) Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Menlu Indonesia, Soebardjo dengan
Dubes AS, Merle Cochran. Pertukaran Nota Keuangan ini mengenai pemberian

3
bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia
berdasarkan ikatan Mutual Security Act.

Tindakan Sukiman dalam penandatanganan Mutual Security Act dipandang telah


melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke
Blok Barat, bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam Blok Barat.

2.) Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada
setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
3.) Masalah Irian Barat belum juga teratasi.
4.) Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik. Hal ini tampak dengan kurang
tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.

d. Berakhirnya kekuasaan Kabinet Sukiman


Berakhirya kekuasaan Kabinet Sukiman berawal dari muncul pertentangan dari
Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya
pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan kemudian ia terpaksa
mengembalikan mandat kepada presiden.

3. Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)


Kabinet ini merupakan zaken kabinet, yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli
dalam bidangnya. Kabinet ini dipimpin oleh Mr. Wilopo.
a. Program kerja Kabinet Wilopo
1.) Program dalam negeri, yaitu menyelenggarakan pemilihan umum (Konstituante,
DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan
rakyat, dan pemulihan keamanan.
2.) Program luar negeri, yaitu mengubah hubungan Indonesia-Belanda menjadi
hubungan internasional biasa, pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia,
serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.

b. Pencapaian kerja Kabinet Wilopo


Walaupun Kabinet Wilopo gagal dalam menyelenggarakan pemilu, Kabinet Wilopo
berhasil menyusun peraturan yang menjadi landasan pemilu di Indonesia. Peraturan
tersebut kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 pada 4
April 1953.

4
c. Kendala/masalah yang dihadapi Kabinet Wilopo
1.) Adanya krisis ekonomi yang disebabkan oleh jatuhnya harga barang-barang
ekspor Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
2.) Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak
terlebih setelah terjadi penurunan hasil panen sehingga membutuhkan biaya
besar untuk mengimpor beras.
3.) Terjadi Peristiwa 17 Oktober 1952. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh konflik
intern Angkatan Darat (AD antara Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) A.H.
Nasution dengan Kolonel Bambang Supeno yang berujung pada campur
tangan DPRS ke tubuh AD. Dalam Peristiwa 17 Oktober 1952 KSAD A.H. Nasution
bersama 7 panglima meminta agar DPRS dibubarkan. Keadaan ini menyebabkan
muncul demonstrasi dari kalangan sipil yang dianggap telah dimobilisasi A.H.
Nasution untuk menuntut dibubarkannya DPRS. Bahkan, Letkol Kemal Idris
selaku Komandan Garnisun Jakarta mengarahkan moncong meriam ke arah
istana dengan dalih melindungi presiden dari demonstrasi Mahasiswa.

Peristiwa 17 Oktober 1952 adalah gerakan yang dilakukan oleh KSAD A.H.
Nasution beserta pendukungnya untuk membubarkan DPRS karena campur
tangannya ke dalam tubuh Angkatan Perang. Akibat dari peristiwa ini, KSAD
A.H. Nasution dipecat dari Angkatan Darat pada Desember 1952 dan posisinya
digantikan oleh Bambang Sugeng.

4.) Munculnya peristiwa Tanjung Morawa pada 16 Maret 1953 mengenai


persoalan tanah perkebunan di Sumatra Timur (Deli). Dilatarbelakangi oleh
rencana pemerintah dan karesidenan Sumatra Timur untuk membangun
sawah percontohan di areal perkebunan tembakau, Tanjung Morawa. Namun,
lahan tersebut sudah digarap oleh penggarap liar. Untuk memindahkan para
penggarap liar, pemerintah bersedia memberikan ganti rugi dan menyediakan
lahan garapan baru. Akan tetapi, hal ini dihalangi oleh Barisan Tani Indonesia
(BTI) yang merupakan organisasi di bawah PKI. Akibatnya, timbulah bentrokan
antara polisi dengan penggarap yang telah dihasut BTI sehingga menimbulkan
korban meninggal.

Peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat


kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di
Tanjung Morawa, Deli, Sumatra Timur (Deli).

5
d. Berakhirnya kekuasaan Kabinet Wilopo
Akibat Peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa Tanjung Morawa muncul mosi tidak
percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap Kabinet Wilopo sehingga Wilopo harus
mengembalikan mandatnya pada presiden.

4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)


Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU. Dipimpin oleh Mr. Ali Sastroamijoyo
dengan wakilnya, Wongsonegoro sehingga sering disebut Kabinet Ali – Wongso.
a. Program kerja Kabinet Ali Sastroamijoyo
1.) Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan
pemilu.
2.) Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3.) Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
4.) Penyelesaian pertikaian politik.

b. Pencapaian kerja Kabinet Ali Sastroamijoyo


1.) Persiapan pemilihan umum untuk memilih anggota parlemen yang akan
diselenggarakan pada 29 September 1955.
2.) Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.

SUPER "Solusi Quipper"


Untuk mengingat pencapaian kerja Kabinet Ali, ingatlah SUPER berikut.
Ali bersiap pemilu untuk memilih Permen dengan 29 Sepatu, ia pun lelah dihibur 55
orang ASIA dan AFRIKA.

c. Kendala/masalah yang dihadapi Kabinet Ali Sastroamijoyo


1.) Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan,
seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
2.) Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 yang menunjukkan konflik antara AD dengan
pemerintah sipil masih berlanjut. Masalah dari peristiwa 27 Juni 1955 merupakan
kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala
Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet karena
menurut Kabinet Ali, Bambang Sugeng selalu meminta pendapat presiden
tanpa melalui persetujuan kabinet. Sebagai gantinya menteri pertahanan, Iwa

6
Kusuma Sumantri menunjuk Kolonel Bambang Utoyo, tetapi panglima AD
menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap
tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD, yaitu
mengangkat SAD berdasarkan kemampuan dan senioritas. Bahkan, ketika
terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi
yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta.
3.) Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi
yang menunjukkan gejala membahayakan.
4.) Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkan NU memutuskan
untuk menarik kembali menteri-menterinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang
diikuti oleh partai lainnya.

d. Berakhirnya kekuasaan Kabinet Ali


NU menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam
kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada
presiden.

5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)


Dipimpin oleh Burhanuddin Harahap dari Partai Masyumi. Dalam Kabinet Burhanuddin
Harahap, wakil dari PNI tidak ada sehingga PNI bertindak sebagai oposisi dalam Kabinet
Burhaduddin Harahap.
a. Program kerja Kabinet Burhanuddin Harahap
1.) Mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada
pemerintah.
2.) Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan
mempercepat terbentuknya parlemen baru.
3.) Menyelesaikan undang-undang desentralisasi.
4.) Memperjuangkan Irian Barat agar dimasukkan dalam wilayah Indonesia.
5.) Politik kerja sama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.

b. Pencapaian kerja Kabinet Burhanuddin Harahap


1.) Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955
(memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih Konstituante). Pemilu
ini diikuti 27 partai yang lolos seleksi dan menghasilkan 4 partai politik besar
yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.

7
2.) Perjuangan diplomasi dalam menyelesaikan masalah Irian Barat dengan
pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
3.) Terbinanya hubungan baik antara Angkatan Darat dengan Kabinet
Burhanuddin.
4.) Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel
A.H. Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.

Keberhasilan Kabinet Burhanuddin Harahap yang paling diingat adalah


penyelenggaraan pemilu pada 1955. Pemilu tersebut menjadi pemilu pertama
yang diselenggarakan Indonesia setelah merdeka. Pemilu 1955 merupakan salah
satu wujud dari kehidupan demokratis di Indonesia.

c. Kendala/masalah yang dihadapi Kabinet Burhanuddin


1.) Adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap Kabinet Burhanuddin Harahap
karena yang menunjuk formatur kabinet adalah wakil presiden Mohammad
Hatta.
2.) Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan
ketidaktenangan di kalangan pejabat negara.

d. Berakhirnya kekuasaan Kabinet Burhanuddin


Kabinet Burhanuddin Harahap mengembalikan mandatnya seiring dengan
berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai.

6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)


Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU. Dipimpin oleh Ali
Sastroamijoyo dengan wakilnya Mohammad Roem dan Idham Chalid.
a. Program Kerja Kabinet Ali Sastroamijoyo II
1.) Membentuk program pembangunan lima tahun.
2.) Menitikberatkan perekonomian pada kebutuhan rakyat jelata dan berusaha
memenuhi kebutuhan primer.
3.) Memperjuangkan penegakan kedaulatan Indonesia di Irian Barat.
4.) Membentuk daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-
anggota DPRD.
5.) Menyehatkan perimbangan keuangan negara.

8
6.) Mengusahakan pembatalan KMB.
7.) Menjalankan politik luar negeri bebas aktif.
8.) Melaksanakan keputusan KAA.

b. Pencapaian Kerja Kabinet Ali Sastroamijoyo II


Pencapaian kerja Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah pembatalan seluruh perjanjian
KMB.

c. Kendala/masalah yang dihadapi Kabinet Ali Sastroamijoyo II


1.) Muncul kekacauan di daerah yang mengarah pada gerakan separatisme yang
ditandai dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan Banteng di
Sumatra Tengah, Dewan Gajah di Sumatra Utara, Dewan Garuda di Sumatra
Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
2.) Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap
mengabaikan pembangunan di daerahnya.
3.) Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya
mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha
Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang
merekalah yang kuat ekonominya.
4.) Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar
Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan
PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas
demokrasi dan parlementer.

d. Berakhirnya kekuasaan Kabinet Ali Sastroamijoyo II


Mundurnya sejumlah menteri dari Partai Masyumi membuat kabinet Ali
Sastroamidjoyo II jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.

7. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)


Kabinet Djuanda dibentuk karena kegagalan Konstituante dalam menyusun UUD
pengganti UUDS 1950 serta terjadinya perebutan kekuasaan antarpartai politik. Kabinet
ini dipimpin oleh Ir. Juanda, tapi Presiden Soekarno sendiri yang menjadi formatur
kabinetnya. Kabinet ini dikenal sebagai zaken kabinet.

Zaken kabinet adalah kabinet yang terdiri dari para menteri yang ahli dalam bidangnya.

9
a. Program kerja Kabinet Djuanda
Program kerja Kabinet Djuanda disebut Pancakarya sehingga sering juga disebut
sebagai Kabinet Karya. Berikut ini adalah program Pancakarya.
1.) Membentuk Dewan Nasional.
2.) Normalisasi keadaan Republik Indonesia.
3.) Melancarkan pelaksanaan pembatalan KMB.
4.) Perjuangan pengembalian Irian Jaya.
5.) Mempercepat proses pembangunan.

Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah,


perjuangan pengembalian Irian Barat, masalah ekonomi serta keuangan yang sangat
buruk.

b. Pencapaian kerja Kabinet Djuanda


1.) Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda
yang mengubah batas laut Indonesia dari 3 mil menjadi 12 mil.

Deklarasi Djuanda merupakan pernyataan Indonesia bahwa laut di sekitar wilayah


Indonesia merupakan satu kesatuan dengan wilayah NKRI bukan sebagai pemisah
antarwilayah NKRI. Deklarasi Djuanda baru dapat diterima dalam Konvensi Hukum
Laut PBB yang ke-3 di Montego Bay (Jamaika) pada 1982.

2.) Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung


dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan
presiden sebagai ketuanya sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem
demokrasi terpimpin.
3.) Diadakannya Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah
krisis dalam negeri, tetapi tidak berhasil dengan baik.

SUPER "Solusi Quipper"


Untuk mengingat pencapaian kerja Kabinet Djuanda, ingatlah SUPER berikut ini.
DJUANDA BAPER uangnya 3 jadi 12 MILIAR diberi DEWA NASI di MONAS

10
c. Kendala/masalah yang dihadapi Kabinet Djuanda
1.) Kegagalan menghadapi pergolakan di daerah yang semakin meningkat. Hal
ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya
pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
2.) Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program
pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
3.) Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap
Presiden Soekarno di depan Perguruan Cikini pada 30 November 1957.

d. Berakhirnya kekuasaan Kabinet Djuanda


Kekuasaan Kabinet Djuanda berakhir saat Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret
Presiden 5 Juli 1959. Mulailah babak baru sejarah RI, yaitu Demokrasi Terpimpin.
Dengan demikian, kabinet-kabinet yang berkuasa pada masa Demokrasi Liberal
adalah sebagai berikut.
1.) Kabinet Natsir
2.) Kabinet Sukiman
3.) Kabinet Wilopo
4.) Kabinet Ali Sastroamijoyo
5.) Kabinet Burhanuddin Harahap
6.) Kabinet Ali Sastroamijoyo II
7.) Kabinet Djuanda

SUPER "Solusi Quipper"


Untuk mengingat semua kabinet yang berkuasa pada masa Demokrasi Liberal ingatlah
SUPER berikut.
Natsir makan SAWI 1 ABAD

B. Pemilu 1955
1. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) 1955
Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu ciri dari pemerintahan demokratis
karena dalam pemilu, rakyat dilibatkan untuk memilih pemimpinnya sendiri. Pemilu
pertama dilaksanakan Indonesia pada tahun 1955. Pemilu 1955 telah dipersiapkan pada
masa Kabinet Ali I dan dapat dilaksanakan pada masa kabinet Burhanuddin Harahap.
Pelaksanaan Pemilu 1955 terjadi ketika kondisi negara kurang kondusif karena berada di
bawah ancaman DI/TII bentukan Kartosuwiryo.

11
Pada 31 Juli 1954, Panitia Pemilihan Umum Pusat dibentuk dan diketuai oleh
Hadikusumo dari PNI. Dalam pelaksanaan Pemilu 1955, seluruh elemen masyarakat
Indonesia termasuk TNI dan POLRI memiliki hak suara.

Adapun pelaksanaan Pemilu 1955 dilatarbelakangi oleh hal berikut.


a. Revolusi fisik dalam perang mempertahankan kemerdekaan, menuntut semua potensi
bangsa untuk memfokuskan diri pada usaha mempertahankan kemerdekaan.
b. Adanya pertikaian internal di dalam lembaga pemerintah. Hal ini cukup menguras
energi dan perhatian sehingga kondisi negara tidak stabil.
c. Belum adanya UU pemilu yang mengatur tentang pelaksanaan pemilu. Namun, pada
4 April 1953, UU Pemilu disahkan oleh kabinet Wilopo menjadi UU Nomor 7 Tahun
1953.

2. Tujuan Pelaksanaan Pemilu 1955


Pemilu 1955 dilakukan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante.

3. Pelaksanaan dan Jalannya Pemilu 1955


Pelaksanaan Pemilu 1955 diumumkan oleh Ketua Panitia Pemilu, Hadikusumo pada 16
April 1955. Hal ini mendorong partai politik meningkatkan kampanyenya hingga ke
pelosok daerah. Pemilu 1955 dilaksanakan 2 tahap agar lebih fokus. Kedua tahap tersebut
antara lain sebagai berikut.
a. Tahap pertama adalah pemilihan anggota DPR yang diselenggarakan pada 29
September 1955. Pemilihan Anggota DPR diikuti oleh 29 kandidat yang terdiri dari
partai politik maupun individu.
b. Tahap kedua adalah pemilihan anggota Konstituante yang diselenggarakan pada 15
Desember 1955. Pemilihan anggota Konstituante diikuti oleh 35 kandidat dari partai
politik maupun individu.
Tujuan pemisahan waktu penyelenggaraan pemilu DPR dan Konstituante adalah
agar penyelenggaraan pemilu menjadi fokus.

Pemilu 1955 berjalan dengan tertib, disiplin, serta tanpa politik uang atau tekanan dari
pihak manapun. Oleh karena itu, banyak ahli politik menilai bahwa pemilu di Indonesia
pada 1955 sebagai pemilu paling demokratis yang terlaksana di Indonesia sampai
sekarang.

12
Hasil dari Pemilu 1955 memunculkan empat partai pemenang yaitu Masyumi, PNI,
NU, dan PKI. Adapun persebaran kursi yang diperoleh adalah sebagai berikut.

No. Nama Partai Persebaran Kursi Persebaran Kursi


DPR Konstituante
1. Partai Nasional Indonesia (PNI) 57 kursi 119 kursi
2. Masyumi 57 kursi 112 kursi
3. Nahdlatul Ulama (NU) 45 kursi 91 kursi
4. Partai Komunis Indonesia (PKI) 39 kursi 80 kursi

4. Kelebihan dan Kelemahan Pemilu 1955


a. Kelebihan Pemilu 1955
1.) Tingkat partisipasi rakyat sangat besar, terlihat sekitar 87% dari semua warga
punya hak pilih. Lebih dari 37 juta orang memberikan suara dari 43 juta para
pemilih yang terdaftar.
2.) Persentase suara yang sah cukup signifikan, yaitu 80% dari suara yang masuk,
padahal 70% penduduk Indonesia masih buta huruf.
3.) Pelaksanaannya berjalan secara aman, tertib, dan disiplin serta jauh dari unsur
kecurangan dan kekerasan. Pemilu ini dianggap pemilu yang paling demokratis
di Indonesia hingga saat ini.

b. Kekurangan Pemilu 1955


1.) Krisis ketatanegaraan yang diakibatkan kegagalan Konstituante menyusun
konstitusi baru mendorong lahirnya Dekret Presiden 5 Juli 1959.
2.) Tidak ada parpol yang memperoleh suara mayoritas mutlak sehingga stabilitas
pemerintahan dan penyusunan konstitusi baru untuk menggantikan UUDS
1950 tidak berhasil. Hal ini sebabkan tidak adanya pemenang mayoritas yang
berakibat kekuasaan terbagi-bagi ke dalam berbagai aliran politik yang akhirnya
mengakibatkan sistem pemerintahan saat itu menjadi tidak stabil.

C. Demokrasi Terpimpin
1. Latar Belakang Munculnya Demokrasi Terpimpin

Pengertian Demokrasi Terpimpin adalah suatu sistem pemerintahan yang keputusan


dan kebijakannya dijalankan dengan berpusat pada kekuasaan yang berada pada satu
orang sebagai pemimpin pemerintahan.

13
Pasca-Pemilu 1955, keadaan Indonesia semakin tidak stabil karena pertikaian di
dalam parlemen sehingga Konstituante tidak mampu menyusun konstitusi baru untuk
mengganti UUDS 1950.

Kegagalan Konstituante dalam menyusun UUD disebabkan oleh adanya sikap saling
mementingkan kepentingan partai politik yang diusung oleh anggota Konstituante
tanpa melihat asas persatuan dan kesatuan negara.

2. Ketegangan Pasca-Pemilu 1955


Penyelenggaraan Pemilu 1955 dapat dikatakan berjalan dengan lancar dan bersih dari
segala kecurangan karena suara yang diberikan masyarakat mencerminkan aspirasi
dan kehendak politik mereka. Hasil Pemilu 1955 menunjukkan ada empat partai yang
memperoleh suara terbanyak yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Namun, secara tidak
langsung kampanye pada saat Pemilu 1955 telah menanamkan sikap kecintaan yang
berlebihan terhadap partai. Akibatnya, anggota Konstituante yang terpilih dari Pemilu
1955 saling bertikai sehingga menghambat kinerja Konstituante dalam menyusun UUD
baru dan berdampak pada terganggunya stabilitas politik.
Konflik antaranggota Konstituante disebabkan karena adanya tiga poros kekuatan
dalam Konstituante, yaitu:
a. kekuatan Islam yang diwakili Masyumi dan NU;
b. kekuatan nasionalis yang diwakili PNI;
c. kekuatan komunis yang diwakili PKI.
Konflik di antara ketiga poros kekuatan tersebut terlihat dalam beberapa hal
berikut.
a. Sidang 29 Mei 1959
Tidak tercapainya kesepakatan dalam penyertaan butir pertama dalam Piagam
Jakarta yang menyatakan “dengan kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi
para pemeluknya”. Voting sudah dilakukan, tapi hasilnya tidak memenuhi kuorum.
b. Sidang 30 Mei 1959
Pembahasan usulan untuk kembali ke UUD 1945 tanpa perubahan, tapi hasil voting
juga tidak mencapai kesepakatan dan voting diulang pada 2 Juni 1959, hasilnya
tetap tidak tercapai kesepakatan.

Konflik tersebut menyebabkan tugas Konstituante terhambat sehingga untuk


menyelamatkan negara dari keadaan krisis, Presiden Soekarno mengambil langkah
penyelamatan dengan mengeluarkan Dekret Presiden pada 5 Juli 1959.

14
1.) UUDS 1950
UUDS 1950 atau Undang-Undang Dasar Sementara Republik
Indonesia tahun 1950 adalah konstitusi yang berlaku di Republik Indonesia
sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959.
Pemberlakuan UUDS 1950 ditetapkan dalam Sidang Pertama DPR RIS pada
14 Agustus 1950. Keputusan tentang pemberlakuan UUDS 1950 berdasarkan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara
Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik
Indonesia.

Pemberlakuan UUDS 1950 menandai berakhirnya bentuk negara RIS yang


diubah menjadi NKRI. UUDS 1950 diberlakukan sementara hingga konstitusi
baru untuk NKRI berhasil disusun.

Kata “sementara” dalam UUDS 1950 disebabkan UUDS 1950 hanya


berlaku sementara hingga Konstituante berhasil menyusun konstitusi
baru untuk Republik Indonesia setelah pembubaran RIS. Namun, upaya ini
mengalami kegagalan sebab walaupun pemilihan anggota Konstituante
berhasil dilaksanakan, tapi tugas Konstituante dalam menyusun konstitusi
baru mengalami kegagalan. Sehingga, Presiden Soekarno memutuskan untuk
kembali ke UUD 1945 yang dinyatakan dalam Dekret Presiden 1959.

2.) Dekret Presiden 1959

Pengertian dekret adalah perintah yang dikeluarkan oleh kepala negara


maupun pemerintahan dan memiliki kekuatan hukum. Dekret biasanya
diambil ketika negara dalam keadaan darurat.

Dalam perkembangan pemerintahan Indonesia, dekret pernah diambil


oleh Presiden Soekarno sebagai langkah terakhir untuk menciptakan stabilitas
politik akibat Konstituante tidak mampu menyusun konstitusi/UUD baru.

Sebelum mengeluarkan dekret, Presiden Soekarno pernah menganjurkan


untuk kembali ke UUD 1945 dalam sidang Konstituante 22 April 1959. Namun
anjuran tersebut tidak mampu disepakati oleh anggota Konstituante karena
selalu tidak dapat memenuhi kuorum.

15
Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden pada 5 Juli 1959 pukul
17.00, dalam upacara resmi di Istana Merdeka. Adapun Dekret Presiden 1959
berisi:
• pembubaran Badan Konstituante,
• berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950,
• pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu singkat.

Dekret Presiden mendapat dukungan penuh dari masyarakat Indonesia


beserta TNI. Hal ini terlihat dari tindakan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD)
Kolonel A.H. Nasution yang mengeluarkan perintah harian kepada seluruh
anggota Angkatan Darat untuk mengamankan dekret presiden. Dekret
Presiden 1959 menandakan bahwa Demokrasi Terpimpin di Indonesia telah
dimulai dengan Presiden Soekarno menjadi pemimpin tertinggi Indonesia.

3. Terbentuknya MPRS
Pelaksanaan Dekret Presiden 1959, terlihat dari pembentukan MPRS berdasarkan
Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Keanggotaan MPRS terdiri dari 261 orang anggota
DPR, 94 orang anggota Utusan Daerah, dan 200 orang anggota Wakil Golongan. Susunan
pemimpin MPRS sebagai berikut.
a. Ketua: Chaerul Saleh
b. Wakil Ketua: Mr. Ali Sastroamidjojo
c. Wakil Ketua: K.H. Idham Khalid
d. Wakil Ketua: D.N. Aidit
e. Wakil Ketua: Kolonel Wiluyo Puspoyudo

Sistem keanggotaan MPRS juga diatur dalam Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun
1959 sebagai berikut.
a. MPRS terdiri atas Anggota DPR Gotong Royong (DPR-GR) ditambah dengan utusan-
utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.
b. Jumlah Anggota MPRS ditetapkan oleh Presiden.
c. Anggota tambahan MPRS diangkat oleh Presiden dan mengangkat sumpah menurut
agamanya di hadapan Presiden atau Ketua MPRS yang dikuasakan oleh Presiden.
d. MPRS mempunyai seorang Ketua dan beberapa Wakil Ketua yang diangkat oleh
Presiden.

16
Dalam perkembangannya, MPRS sudah melaksanakan sidang umum sebanyak 3 kali
pada masa Demokrasi Terpimpin dan mengeluarkan beberapa kebijakan antara lain:
1.) penetapan manifesto politik sebagai GBHN;
2.) penetapan garis garis besar pembangunan nasional berencana tahap 1 (1961-
1969);
3.) menetapkan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup.

4. Manifesto Politik Republik Indonesia


Manifesto Politik atau disingkat Manipol merupakan sebutan pidato Presiden Soekarno
dalam upacara peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1959. Pidato
tersebut berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”.

Pidato “Penemuan Kembali Revolusi Kita” merupakan penjelasan dan


pertanggungjawaban atas Dekret Presiden 1959 serta garis kebijakan dalam
merencanakan pemerintahan Demokrasi Terpimpin.

Dalam sidang Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) 23 – 25 September


1959 diusulkan agar pidato Presiden Soekarno ditetapkan sebagai GBHN Indonesia
dengan nama Manipol. Usulan DPAS diterima dalam sidang MPRS tahun 1960. Manipol
ditetapkan sebagai GBHN dalam Tap MPRS No. 1/MPRS/1960. Manipol sendiri mencakup
UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan
Kepribadian Indonesia yang disingkat USDEK. Manipol dan USDEK sering disebut dengan
Manipol USDEK sebagai satu kesatuan.

5. Pembubaran DPR Hasil Pemilu 1955


Dekret Presiden 5 Juli 1959 sebenarnya didukung penuh oleh DPR, namun ketua DPR,
Mr. Sartono menyarankan Presiden Soekarno untuk meminta mandat DPR agar dapat
melakukan perombakan struktur negara secara konstitusional. Namun, Presiden Soekarno
menolak saran tersebut yang menandakan Presiden tidak terikat lagi dengan DPR.
Konflik antara Presiden dan DPR semakin memuncak ketika DPR menolak Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang berujung pada pembubaran
DPR oleh Presiden pada 5 Maret 1960.

6. Dibentuknya DPR-GR
Setelah DPR hasil Pemilu 1955 dibubarkan karena DPR menolak RAPBN pada 1960 yang
diajukan pemerintah, Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR. Sebagai

17
gantinya, Presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR).
Semua anggotanya ditunjuk oleh Presiden. Peraturan DPR-GR juga ditentukan oleh
Presiden sehingga DPR-GR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah.
Tugas DPR-GR antara lain:
a. melaksanakan manifesto politik;
b. mewujudkan amanat penderitaan rakyat;
c. melaksanakan Demokrasi Terpimpin.

7. Pemberlakuan Dwikora
Dwikora merupakan kepanjangan dari Dwi Komando Rakyat. Dwikora adalah salah
satu bagian saat Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia yang berlangsung
sejak 1962 – 1966. Awal mula konfrontasi dengan Malaysia adalah rencana Inggris pada
1961 untuk membentuk Federasi Malaysia yang terdiri dari gabungan koloni Inggris di
Semenanjung Malaya dengan Koloni Inggris di Serawak, Sabah, Brunei, serta Singapura.
Rencana Inggris mendapatkan reaksi keras dari Indonesia dan Filipina. Kedua negara
tersebut memliki alasan sebagai berikut.
a. Indonesia melalui Presiden Soekarno beranggapan bahwa Malaysia hanya sebuah
boneka Inggris dan Federasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di Asia
Tenggara sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia.
b. Filipina mengklaim wilayah Sabah sebagai wilayah Filipina dengan alasan daerah itu
memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan Sulu.
Awalnya konflik antara Indonesia-Filipina dengan Federasi Malaysia dapat diredam
melalui penandatangan persetujuan Manila pada 31 Juli 1963. Namun, pada 16 September
1963, Federasi Malaysia diresmikan tanpa menunggu hasil penyelidikan PBB. Oleh sebab
itu, Indonesia menuduh Federasi Malaysia telah melanggar Persetujuan Manila.

Secara garis besar, isi Persetujuan Manila adalah Indonesia dan Filipina akan mendukung
pembentukan Federasi Malaysia jika rakyat Sabah dan Serawak menginginkannya
setelah melalui referendum di bawah pengawasan PBB.

Akibat peresmian Federasi Malaysia, muncul gelombang demonstrasi anti-Malaysia


di Jakarta pada 17 September 1963. Tindakan serupa juga dibalas oleh warga Malaysia di
Kuala Lumpur, bahkan demonstran Malaysia menyerang dan merusak gedung kedutaan
besar Republik Indonesia di Malaysia. Lebih dari itu, demonstran Malaysia memaksa
Perdana Menteri Malaysia, Tunku Abdul Rahman untuk menginjak Garuda Pancasila.

18
Tindakan Malaysia dinilai telah melecehkan martabat bangsa Indonesia. Oleh sebab
itu, Presiden Soekarno melancarkan aksi Ganyang Malaysia. Pada 3 Mei 1964 di Jakarta,
Presiden Soekarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang isinya:
a. perhebat ketahanan revolusi Indonesia;
b. bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk
membubarkan pembentukan negara boneka Malaysia.
Sebagai wujud dari pelaksanaan Dwikora, Indonesia melakukan beberapa hal, seperti:
a. mengadakan konfrontasi senjata dengan Malaysia;
b. membentuk sukarelawan yang terdiri dari TNI dan masyarakat; dan
c. mengirimkan sukarelawan ke Singapura dan Kalimantan Utara, wilayah Malaysia,
melalui Kalimantan untuk melancarkan operasi terhadap kekuatan militer Federasi
Malaysia.

Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia semakin terlihat jelas di forum internasional.


Pada 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebagai protes diangkatnya
Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

Konfrontasi dengan Malaysia berakhir setelah perpindahan kekuasaan dari Presiden


Soekarno ke Jenderal Soeharto setelah peristiwa Gerakan September 30. Normalisasi
hubungan kedua negara tersebut dimulai pada 28 Mei 1966 di Bangkok dan pada 11
Agustus 1966 ditandatangani perjanjian perdamaian Indonesia-Malaysia.

8. Politik pada Masa Demokrasi Terpimpin


Beberapa kebijakan politik pada masa Demokrasi Terpimpin adalah sebagai berikut.
a. Penetapan ajaran Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom) melalui Penetapan
Presiden No. 2 Tahun 1959. Tujuan pemberlakuan Nasakom adalah untuk merangkul
semua golongan politik yang ada di Indonesia agar tidak saling bertikai.
b. Pembentukan Front Nasional yang ditetapkan melalui Penetapan Presiden No.
13 Tahun 1959. Adapun tujuan Front Nasional adalah memperjuangkan cita-cita
proklamasi dan UUD 1945. Front Nasional diketuai oleh Presiden Soekarno.
c. TNI dan polisi dipersatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
ABRI diakui sebagai salah satu golongan fungsional yang mempunyai wakil dalam
MPRS.
d. Pada awalnya, Indonesia masih melaksanakan politik luar negeri bebas aktif terlihat
dari pengiriman Pasukan Garuda ke Kongo, ikut memprakarsai Gerakan Non-Blok,
dan menyelenggarakan Asian Games pada 1962.

19
e. Dalam kelanjutannya, Indonesia cenderung lebih dekat dengan Blok Timur seiring
dengan kebencian Indonesia dan Presiden Soekarno terhadap Blok Barat yang
dianggap sebagai kumpulan negara penjajah. Bahkan, Indonesia membagi dunia
mejadi dua kekuatan, yaitu:
1.) New Emerging Forces (Nefo) yang berisi negara-negara berkembang eks-
jajahan,
2.) Old Established Forces (Oldefo) yang berisi negara-negara imperialis dan
kolonialis yang didominasi negara-negara Barat.
f. Melaksanakan politik Mercusuar yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai
mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi New Emerging Forces (kekuatan
baru yang sedang tumbuh) di dunia. Proyek-proyek besar dan spektakuler pun
diselenggarakan dengan harapan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan
terkemuka di kalangan Nefo. Politik Mercusuar diwujudkan dalam pembangunan
Monumen Nasional (Monas), Stadion Geloran Bung Karno, Jembatan Semanggi,
Gedung Sarinah, dan lain-lain.
g. Melanjutkan perjuangan mengembalikan Irian Barat ke wilayah Indonesia.

Namun dalam pelaksanaannya, Pemerintahan Demokrasi Terpimpin melakukan


beberapa penyimpangan terhadap UUD 1945. Hal ini disebabkan karena kekuasaan
Presiden yang begitu besar dan lembaga legislatif seperti MPRS dan DPR kehilangan
fungsinya. Penyelewengan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pemberlakuan Nasakom sebagai doktrin menyebabkan fungsi Pancasila kabur. Hal
ini menyebabkan PKI semakin leluasa untuk memengaruhi kebijakan pemerintahan
Indonesia, sebab dengan Nasakom, PKI seakan-akan mendapatkan pengakuan di
Indonesia. Di kemudian hari, PKI adalah salah satu unsur politik yang dekat dengan
Presiden Soekarno.
b. Penetapan Soekarno sebagai presiden seumur hidup oleh MPRS menyebabkan
kehidupan demokrasi di Indonesia tidak berjalan lancar.
c. Presiden seakan-akan bertindak menjadi lembaga tertinggi di Indonesia. Hal ini
terlihat pada saat Presiden mengangkat anggota MPRS dan juga membubarkan DPR
dan membentuk DPR-GR dan pemilihan anggotanya ditunjuk oleh Presiden
d. Penyelewengan terhadap politik luar negeri yang bebas aktif. Hal ini menyebabkan
Indonesia tidak sesuai lagi dengan Gerakan Non-Blok yang ironisnya Indonesia
menjadi salah satu negara pemrakarsa. Penyelewengan tersebut terlihat dari:
1.) Indonesia cenderung dekat dengan Blok Timur dengan membentuk poros
Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang;

20
2.) Pembentukan Nefo dan Oldefo yang membagi dunia menjadi dua kekuatan.
Hal ini menyebabkan Presiden Soekarno seakan-akan membuat blok kekuatan
sendiri;
3) Presiden Soekarno membentuk organisasi tandingan PBB yaitu Conference of
the New Emerging Forces (Conefo) dan membentuk Games of the New Emerging
Forces (Ganefo) sebagai tandingan olimpiade. Beberapa pihak berpendapat
bahwa hal tersebut bukanlah penyelewengan, tapi ini adalah tindakan Soekarno
untuk meningkatkan martabat dan harga diri Indonesia di mata dunia. Selain itu
Soekarno, menganggap PBB sudah tidak sesuai lagi dengan fungsinya karena
didominasi oleh negara-negara imperialis dan kolonialis sedangkan negara
berkembang hanya sebagai pelengkap saja.
e. Politik Mercusuar Soekarno yang bertujuan untuk menunjukkan pada dunia bahwa
Indonesia adalah negara besar dianggap sebagai pemborosan uang negara.

Walaupun terjadi penyimpangan, berikut ini adalah keberhasilan yang dicapai pada
masa Demokrasi Terpimpin.
a. Berhasil meningkatkan kesadaran politik di kalangan pemuda dan masyarakat
Indonesia. Hal ini terlihat dari jumlah anggota GMNI, HMI, dan CGMI yang mencapai
ribuan orang.
b. Penumpasan PRRI/Permesta pada 1961.
c. Penumpasan DI/TII yang ditandai dengan penangkapan pemimpin DI/TII Jawa Barat,
Kartosuwiryo pada 1962, Musyawarah penyelesaian dengan pemimpin DI/TII Aceh,
Daud Beureuh, Penembakan Pemimpin DI/TII Sulawesi Selatan, Kahar Muzakar pada
1965.
d. Penyerahan Irian Barat oleh Belanda pada 1963.

21

Anda mungkin juga menyukai