Kel a s
XII
Sejarah
PERKEMBANGAN POLITIK INDONESIA
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami Demokrasi Liberal.
2. Memahami Pemilu 1955.
3. Memahami Demokrasi Terpimpin.
A. Demokrasi Liberal
Pada 17 Agustus 1950, pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) dibubarkan dan
Indonesia kembali dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pergantian
RIS ke NKRI menyebabkan Konstitusi RIS yang berlaku sejak 27 Desember 1949 tidak
berlaku lagi dan digantikan UUDS 1950 yang ditandatangani pada 15 Agustus 1950.
Dengan demikian, pada masa Demokrasi Liberal NKRI menggunakan sistem pemerintahan
parlementer.
Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem yang mengangkat presiden atau
raja sebagai kepala negara dan bertugas sebagai pemegang pemerintahan, sedangkan
kepala pemerintahan bertugas sebagai pelaksana pemerintahan dan dipimpin oleh
perdana menteri.
Pada masa itu, situasi politik tidak stabil karena sering terjadi pergantian kabinet.
Anggota partai-partai politik yang duduk dalam pemerintahan lebih mengutamakan
kepentingan partainya daripada kepentingan negara. Akibatnya, pada masa ini
pula, pemerintahan Indonesia sering mengalami pergantian kabinet sebelum dapat
menyelesaikan program kerjanya. Pergantian kabinet ini secara umum diakibatkan
persaingan antarpartai sehingga seringkali apabila ada kegagalan atau kesalahan dalam
menjalankan tugas, kabinet-kabinet masa Demokrasi Liberal akan dijatuhi mosi tidak
percaya oleh partai politik lainnya. Adapun kabinet yang pernah memerintah adalah
sebagai berikut.
2
c. Kendala/masalah yang dihadapi Kabinet Natsir
1.) Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami
kegagalan.
2.) Timbul masalah keamanan dalam negeri, yaitu terjadi pemberontakan hampir
di seluruh wilayah Indonesia, seperti gerakan DI/TII, gerakan Andi Azis, gerakan
APRA, gerakan RMS.
3
bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia
berdasarkan ikatan Mutual Security Act.
2.) Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada
setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
3.) Masalah Irian Barat belum juga teratasi.
4.) Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik. Hal ini tampak dengan kurang
tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.
4
c. Kendala/masalah yang dihadapi Kabinet Wilopo
1.) Adanya krisis ekonomi yang disebabkan oleh jatuhnya harga barang-barang
ekspor Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
2.) Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak
terlebih setelah terjadi penurunan hasil panen sehingga membutuhkan biaya
besar untuk mengimpor beras.
3.) Terjadi Peristiwa 17 Oktober 1952. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh konflik
intern Angkatan Darat (AD antara Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) A.H.
Nasution dengan Kolonel Bambang Supeno yang berujung pada campur
tangan DPRS ke tubuh AD. Dalam Peristiwa 17 Oktober 1952 KSAD A.H. Nasution
bersama 7 panglima meminta agar DPRS dibubarkan. Keadaan ini menyebabkan
muncul demonstrasi dari kalangan sipil yang dianggap telah dimobilisasi A.H.
Nasution untuk menuntut dibubarkannya DPRS. Bahkan, Letkol Kemal Idris
selaku Komandan Garnisun Jakarta mengarahkan moncong meriam ke arah
istana dengan dalih melindungi presiden dari demonstrasi Mahasiswa.
Peristiwa 17 Oktober 1952 adalah gerakan yang dilakukan oleh KSAD A.H.
Nasution beserta pendukungnya untuk membubarkan DPRS karena campur
tangannya ke dalam tubuh Angkatan Perang. Akibat dari peristiwa ini, KSAD
A.H. Nasution dipecat dari Angkatan Darat pada Desember 1952 dan posisinya
digantikan oleh Bambang Sugeng.
5
d. Berakhirnya kekuasaan Kabinet Wilopo
Akibat Peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa Tanjung Morawa muncul mosi tidak
percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap Kabinet Wilopo sehingga Wilopo harus
mengembalikan mandatnya pada presiden.
6
Kusuma Sumantri menunjuk Kolonel Bambang Utoyo, tetapi panglima AD
menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap
tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD, yaitu
mengangkat SAD berdasarkan kemampuan dan senioritas. Bahkan, ketika
terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi
yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta.
3.) Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi
yang menunjukkan gejala membahayakan.
4.) Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkan NU memutuskan
untuk menarik kembali menteri-menterinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang
diikuti oleh partai lainnya.
7
2.) Perjuangan diplomasi dalam menyelesaikan masalah Irian Barat dengan
pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
3.) Terbinanya hubungan baik antara Angkatan Darat dengan Kabinet
Burhanuddin.
4.) Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel
A.H. Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
8
6.) Mengusahakan pembatalan KMB.
7.) Menjalankan politik luar negeri bebas aktif.
8.) Melaksanakan keputusan KAA.
Zaken kabinet adalah kabinet yang terdiri dari para menteri yang ahli dalam bidangnya.
9
a. Program kerja Kabinet Djuanda
Program kerja Kabinet Djuanda disebut Pancakarya sehingga sering juga disebut
sebagai Kabinet Karya. Berikut ini adalah program Pancakarya.
1.) Membentuk Dewan Nasional.
2.) Normalisasi keadaan Republik Indonesia.
3.) Melancarkan pelaksanaan pembatalan KMB.
4.) Perjuangan pengembalian Irian Jaya.
5.) Mempercepat proses pembangunan.
10
c. Kendala/masalah yang dihadapi Kabinet Djuanda
1.) Kegagalan menghadapi pergolakan di daerah yang semakin meningkat. Hal
ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya
pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
2.) Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program
pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
3.) Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap
Presiden Soekarno di depan Perguruan Cikini pada 30 November 1957.
B. Pemilu 1955
1. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) 1955
Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu ciri dari pemerintahan demokratis
karena dalam pemilu, rakyat dilibatkan untuk memilih pemimpinnya sendiri. Pemilu
pertama dilaksanakan Indonesia pada tahun 1955. Pemilu 1955 telah dipersiapkan pada
masa Kabinet Ali I dan dapat dilaksanakan pada masa kabinet Burhanuddin Harahap.
Pelaksanaan Pemilu 1955 terjadi ketika kondisi negara kurang kondusif karena berada di
bawah ancaman DI/TII bentukan Kartosuwiryo.
11
Pada 31 Juli 1954, Panitia Pemilihan Umum Pusat dibentuk dan diketuai oleh
Hadikusumo dari PNI. Dalam pelaksanaan Pemilu 1955, seluruh elemen masyarakat
Indonesia termasuk TNI dan POLRI memiliki hak suara.
Pemilu 1955 berjalan dengan tertib, disiplin, serta tanpa politik uang atau tekanan dari
pihak manapun. Oleh karena itu, banyak ahli politik menilai bahwa pemilu di Indonesia
pada 1955 sebagai pemilu paling demokratis yang terlaksana di Indonesia sampai
sekarang.
12
Hasil dari Pemilu 1955 memunculkan empat partai pemenang yaitu Masyumi, PNI,
NU, dan PKI. Adapun persebaran kursi yang diperoleh adalah sebagai berikut.
C. Demokrasi Terpimpin
1. Latar Belakang Munculnya Demokrasi Terpimpin
13
Pasca-Pemilu 1955, keadaan Indonesia semakin tidak stabil karena pertikaian di
dalam parlemen sehingga Konstituante tidak mampu menyusun konstitusi baru untuk
mengganti UUDS 1950.
Kegagalan Konstituante dalam menyusun UUD disebabkan oleh adanya sikap saling
mementingkan kepentingan partai politik yang diusung oleh anggota Konstituante
tanpa melihat asas persatuan dan kesatuan negara.
14
1.) UUDS 1950
UUDS 1950 atau Undang-Undang Dasar Sementara Republik
Indonesia tahun 1950 adalah konstitusi yang berlaku di Republik Indonesia
sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959.
Pemberlakuan UUDS 1950 ditetapkan dalam Sidang Pertama DPR RIS pada
14 Agustus 1950. Keputusan tentang pemberlakuan UUDS 1950 berdasarkan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara
Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik
Indonesia.
15
Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden pada 5 Juli 1959 pukul
17.00, dalam upacara resmi di Istana Merdeka. Adapun Dekret Presiden 1959
berisi:
• pembubaran Badan Konstituante,
• berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950,
• pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu singkat.
3. Terbentuknya MPRS
Pelaksanaan Dekret Presiden 1959, terlihat dari pembentukan MPRS berdasarkan
Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Keanggotaan MPRS terdiri dari 261 orang anggota
DPR, 94 orang anggota Utusan Daerah, dan 200 orang anggota Wakil Golongan. Susunan
pemimpin MPRS sebagai berikut.
a. Ketua: Chaerul Saleh
b. Wakil Ketua: Mr. Ali Sastroamidjojo
c. Wakil Ketua: K.H. Idham Khalid
d. Wakil Ketua: D.N. Aidit
e. Wakil Ketua: Kolonel Wiluyo Puspoyudo
Sistem keanggotaan MPRS juga diatur dalam Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun
1959 sebagai berikut.
a. MPRS terdiri atas Anggota DPR Gotong Royong (DPR-GR) ditambah dengan utusan-
utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.
b. Jumlah Anggota MPRS ditetapkan oleh Presiden.
c. Anggota tambahan MPRS diangkat oleh Presiden dan mengangkat sumpah menurut
agamanya di hadapan Presiden atau Ketua MPRS yang dikuasakan oleh Presiden.
d. MPRS mempunyai seorang Ketua dan beberapa Wakil Ketua yang diangkat oleh
Presiden.
16
Dalam perkembangannya, MPRS sudah melaksanakan sidang umum sebanyak 3 kali
pada masa Demokrasi Terpimpin dan mengeluarkan beberapa kebijakan antara lain:
1.) penetapan manifesto politik sebagai GBHN;
2.) penetapan garis garis besar pembangunan nasional berencana tahap 1 (1961-
1969);
3.) menetapkan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
6. Dibentuknya DPR-GR
Setelah DPR hasil Pemilu 1955 dibubarkan karena DPR menolak RAPBN pada 1960 yang
diajukan pemerintah, Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR. Sebagai
17
gantinya, Presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR).
Semua anggotanya ditunjuk oleh Presiden. Peraturan DPR-GR juga ditentukan oleh
Presiden sehingga DPR-GR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah.
Tugas DPR-GR antara lain:
a. melaksanakan manifesto politik;
b. mewujudkan amanat penderitaan rakyat;
c. melaksanakan Demokrasi Terpimpin.
7. Pemberlakuan Dwikora
Dwikora merupakan kepanjangan dari Dwi Komando Rakyat. Dwikora adalah salah
satu bagian saat Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia yang berlangsung
sejak 1962 – 1966. Awal mula konfrontasi dengan Malaysia adalah rencana Inggris pada
1961 untuk membentuk Federasi Malaysia yang terdiri dari gabungan koloni Inggris di
Semenanjung Malaya dengan Koloni Inggris di Serawak, Sabah, Brunei, serta Singapura.
Rencana Inggris mendapatkan reaksi keras dari Indonesia dan Filipina. Kedua negara
tersebut memliki alasan sebagai berikut.
a. Indonesia melalui Presiden Soekarno beranggapan bahwa Malaysia hanya sebuah
boneka Inggris dan Federasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di Asia
Tenggara sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia.
b. Filipina mengklaim wilayah Sabah sebagai wilayah Filipina dengan alasan daerah itu
memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan Sulu.
Awalnya konflik antara Indonesia-Filipina dengan Federasi Malaysia dapat diredam
melalui penandatangan persetujuan Manila pada 31 Juli 1963. Namun, pada 16 September
1963, Federasi Malaysia diresmikan tanpa menunggu hasil penyelidikan PBB. Oleh sebab
itu, Indonesia menuduh Federasi Malaysia telah melanggar Persetujuan Manila.
Secara garis besar, isi Persetujuan Manila adalah Indonesia dan Filipina akan mendukung
pembentukan Federasi Malaysia jika rakyat Sabah dan Serawak menginginkannya
setelah melalui referendum di bawah pengawasan PBB.
18
Tindakan Malaysia dinilai telah melecehkan martabat bangsa Indonesia. Oleh sebab
itu, Presiden Soekarno melancarkan aksi Ganyang Malaysia. Pada 3 Mei 1964 di Jakarta,
Presiden Soekarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang isinya:
a. perhebat ketahanan revolusi Indonesia;
b. bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk
membubarkan pembentukan negara boneka Malaysia.
Sebagai wujud dari pelaksanaan Dwikora, Indonesia melakukan beberapa hal, seperti:
a. mengadakan konfrontasi senjata dengan Malaysia;
b. membentuk sukarelawan yang terdiri dari TNI dan masyarakat; dan
c. mengirimkan sukarelawan ke Singapura dan Kalimantan Utara, wilayah Malaysia,
melalui Kalimantan untuk melancarkan operasi terhadap kekuatan militer Federasi
Malaysia.
19
e. Dalam kelanjutannya, Indonesia cenderung lebih dekat dengan Blok Timur seiring
dengan kebencian Indonesia dan Presiden Soekarno terhadap Blok Barat yang
dianggap sebagai kumpulan negara penjajah. Bahkan, Indonesia membagi dunia
mejadi dua kekuatan, yaitu:
1.) New Emerging Forces (Nefo) yang berisi negara-negara berkembang eks-
jajahan,
2.) Old Established Forces (Oldefo) yang berisi negara-negara imperialis dan
kolonialis yang didominasi negara-negara Barat.
f. Melaksanakan politik Mercusuar yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai
mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi New Emerging Forces (kekuatan
baru yang sedang tumbuh) di dunia. Proyek-proyek besar dan spektakuler pun
diselenggarakan dengan harapan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan
terkemuka di kalangan Nefo. Politik Mercusuar diwujudkan dalam pembangunan
Monumen Nasional (Monas), Stadion Geloran Bung Karno, Jembatan Semanggi,
Gedung Sarinah, dan lain-lain.
g. Melanjutkan perjuangan mengembalikan Irian Barat ke wilayah Indonesia.
20
2.) Pembentukan Nefo dan Oldefo yang membagi dunia menjadi dua kekuatan.
Hal ini menyebabkan Presiden Soekarno seakan-akan membuat blok kekuatan
sendiri;
3) Presiden Soekarno membentuk organisasi tandingan PBB yaitu Conference of
the New Emerging Forces (Conefo) dan membentuk Games of the New Emerging
Forces (Ganefo) sebagai tandingan olimpiade. Beberapa pihak berpendapat
bahwa hal tersebut bukanlah penyelewengan, tapi ini adalah tindakan Soekarno
untuk meningkatkan martabat dan harga diri Indonesia di mata dunia. Selain itu
Soekarno, menganggap PBB sudah tidak sesuai lagi dengan fungsinya karena
didominasi oleh negara-negara imperialis dan kolonialis sedangkan negara
berkembang hanya sebagai pelengkap saja.
e. Politik Mercusuar Soekarno yang bertujuan untuk menunjukkan pada dunia bahwa
Indonesia adalah negara besar dianggap sebagai pemborosan uang negara.
Walaupun terjadi penyimpangan, berikut ini adalah keberhasilan yang dicapai pada
masa Demokrasi Terpimpin.
a. Berhasil meningkatkan kesadaran politik di kalangan pemuda dan masyarakat
Indonesia. Hal ini terlihat dari jumlah anggota GMNI, HMI, dan CGMI yang mencapai
ribuan orang.
b. Penumpasan PRRI/Permesta pada 1961.
c. Penumpasan DI/TII yang ditandai dengan penangkapan pemimpin DI/TII Jawa Barat,
Kartosuwiryo pada 1962, Musyawarah penyelesaian dengan pemimpin DI/TII Aceh,
Daud Beureuh, Penembakan Pemimpin DI/TII Sulawesi Selatan, Kahar Muzakar pada
1965.
d. Penyerahan Irian Barat oleh Belanda pada 1963.
21