SOEKARNO
D. Dampak Persaingan Politik Nasional
a. Kabinet Natsir ( 6 September 1950 – 20 Maret 1951 )
Kabinet Natsir memerintah antara tanggal 6 September 1950 –
20 Maret 1951. Setelah bentuk negara RIS dibubarkan, kabinet pertama
yang membentuk NKRI adalah kabinet Natsir yang merupakan kabinet
koalisi yang dipimpin oleh Masyumi dan PNI sebagai partai kedua
terbesar menjadi oposisi. PNI menolak ikut serta dalam komite karena
merasa tidak diberi kedudukan yang tepat sesuai dengan kekuatannya.
Tokoh-tokoh terkenal yang mendukung kabinet ini adalah
Sri Sultan HB IX, Mr. Asaat, Mr. Moh Roem, Ir Djuanda dan
Dr. Sumitro Djojohadikusuma. Program pokoknya adalah :
Menggiatkan usaha keamanan dan ketenteraman
Konsolidasi dan menyempurnakan pemerintahan
Menyempurnakan organisasi angkatan perang
Mengembangkan dan memperkuat ekonomi kerakyatan
Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat
c. Kabinet Wilopo bertugas pada periode 3 April 1952 -
30 Juli 1953.
Kabinet Wilopo
masa bakti : 3 April 1952-30 Juli 1953
Kabinet Sukiman (26 April 1951- Februari 1952 )
Kabinet Sukiman merupakan koalisi antara Masyumi
dengan PNI. Pada masa Kabinet Sukiman muncul
berbagai gangguan keamanan, misalnya DI/TII
semakin meluas dan Republik Maluku Selatan.
Kabinet ini jatuh karena kebijakan politik luar
negerinya diangap condong ke Serikat. Pada tanggal
15 Januari 1952 diadakan penandatanganan Mutual
Security Act (MSA). Perjanjian ini berisi kerja sama
keamananan dan Serikat akan memberikan bantuan
ekonomi dan militer.
c. Kabinet Wilopo (April 1952- Juni 1953)
Kabinet Wilopo didukung oleh PNI, Masyumi, dan
PSI. Prioritas utama program kerjanya adalah
peningkatan kesejahteraan umum. Peristiwa penting
yang terjadi semasa pemerintahannya adalah peristiwa
17 Oktober 1952 dan peristiwa Tanjung Morawa.
Peristiwa 17 Oktober 1952, yaitu tuntutan rakyat yang
didukung oleh Angkatan Darat yang dipimpin
Nasution, agar DPR Sementara dibubarkan diganti
dengan parlemen baru. Sedang Peristiwa Tanjung
Morawa (Sumatra Timur) mencakup persoalan
perkebunan asing di Tanjung Morawa yang
diperebutkan dengan rakyat yang mengakibatkan
beberapa petani tewas.
d. Kabinet Ali Sastroamidjojo I
Kabinet Ali Sastroamidjojo I, sering disebut
Kabinet Ali-Wongso atau Kabinet Ali-Wongso-
Arifin, memerintah pada periode 30 Juli 1953 -
12 Agustus 1955.
f. Kabinet Djuanda, disebut juga Kabinet Karya,
memerintah pada periode 9 April 1957 - 10 Juli 1959.
Kabinet Karya masa bakti : 9 April 1957 -10 Juli
1959
e. Kabinet Ali Sastroamidjojo II, sering pula disebut
Kabinet Ali-Roem-Idham, bertugas pada periode
24 Maret 1956 - 14 Maret 1957. Kabinet Ali kembali
diserahi mandat pada tanggal 20 Maret 1956 yang
merupakan koalisi antara PNI, Masyumi, dan NU.
Program pokok kabinet ini :
Pembatalan KMB pada tanggal 3 Mei 1956 untuk memperbaiki
masalah ekonomi yang mengalami kesulitan, disusul oleh munculnya
gerakan separatisme yang dikenal dengan PRRI/Permesta.
Perjuangan mengembalikan Irian Barat ke pangkuan RI.
Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan ekonomi,
keuangan, industri, perhubungan, pendidikan dan pertanian.
Melaksanakan keputusan Konferensi Asia Afrika
Kabinet Djuanda (Maret 1957 – April 1959)
Kabinet Djuanda sering dikatakan sebagai Zaken
Kabinet, karena para menterinya merupakan ahli dan
pakar di bidangnya masing-masing. Tugas Kabinet
Djuanda melanjutkan perjuangan membebaskan
Irian Barat dan menghadapi keadaan ekonomi dan
keuangan yang buruk. Prestasi yang diraih adalah
berhasil menetapkan lebar wilayah Indonesia
menjadi 12 mil laut diukur dari garis dasar yang
menghubungkan titik-titik terluar dari Pulau
Indonesia. Ketetapan ini dikenal sebagai Deklarasi
Djuanda. Kabinet ini menjadi demisioner ketika
Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5
Juli 1959.
E. Pergolakan Sosial Politik
Pemberontakan APRA
Pada bulan Januari 1950 di Jawa Barat di kalangan KNIL timbul
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh Kapten
Westerling. Tujuan APRA adalah mempertahankan bentuk Negara
Federal Pasundan di Indonesia dan mempertahankan adanya tentara
sendiri pada setiap negara bagian Republik Indonesia Serikat. APRA
mengajukan ultimatum menuntut supaya APRA diakui sebagai
�Tentara Pasundan� dan menolak dibubarkannya Pasundan/negara
Federal tersebut. Ultimatum ini tidak ditanggapi oleh pemerintah,
maka pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung APRA melancarkan
teror, APRA berhasil ditumpas. Ternyata dalang gerakan APRA ini
berada di Jakarta, yakni Sultan Hamid II. Rencana gerakannya di
Jakarta ialah menangkap beberapa menteri Republik Indonesia Serikat
yang sedang menghadiri sidang kabinet dan membunuh Menteri
Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekertaris Jenderal
Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepada Staf
Angkatan Perang Kolonel T.B Simatupang.. Sultan Hamid II berhasil
ditangkap pada tanggal 4 April 1950. Akan tetapi, Westerling berhasil
melarikan diri ke luar negeri.
Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
Kudeta 23 Januari Bagian dari Revolusi Nasional Indonesia
Tanggal 22 Januari–23 Januari
1950[1] Lokasi Bandung dan
Jakarta, Jawa Hasil Pendudukan
sementara Bandung oleh
Tentara APRA [2]
Percepatan integrasi negara-
negara bagian Republik
Indonesia Serikat ke dalam
Republik Indonesia tanggal 17
Agustus 1950.[3] Oposisi
terhadap rencana integrasi RIS
dengan RI.[4] Pihak yang terlibat
TNI
KNIL[5] Tentara APRA
Komandan Kolonel Sadikin [6]
Mayor Jenderal Engels[7]
Raymond Westerling [6]
Kekuatan Divisi Siliwangi[1]
4,500 Prajurit TNI[2] 523
Pemberonratakan Andi Azis
Karena tindakan Andi Azis tersebut maka pemerintah pusat
bertindak tegas. Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan
ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus
melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya, pasukannya harus dikonsinyasi, senjata-
senjata dikembalikan, dan semua tawanan harus dilepaskan.
Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian disusul
oleh pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel A.E
Kawilarang pada tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan
dua brigade dan satu batalion di antaranya adalah Brigade
Mataram yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto.
Kapten Andi Azis dihadapkan ke Pengadilan Militer di
Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya
dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
Adapun faktor yang menyebabkan
pemberontakan Andi Azis adalah :
Menuntut agar pasukan bekas KNIL
saja yang bertanggung jawab atas
keamanan di Negara Indonesia Timur.
Menentang masuknya pasukan
APRIS dari TNI
Mempertahankan tetap berdirinya
Negara Indonesia Timur.
Pemberontakan RMS
Pada tanggal 25 April 1950 di Ambon diproklamasikan
berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) yang dilakukan oleh
Dr. Ch. R. S. Soumokil mantan Jaksa Agung Negara Indonesia
Timur. Soumokil sebenarnya terlibat dalam pemberontakan Andi
Azis. Namun, setelah gagalnya gerakan itu ia melarikan diri ke
Maluku Tengah dengan Ambon sebagai pusat kegiatannya.
Untuk itu pemerintah mengutus Dr. Leimena untuk mengajak
berunding. Misi Leimena tidak berhasil karena RMS menolak
untuk berunding. Pemerintah bertindak tegas, pasukan ekspedisi
di bawah pimpinan Kolonel A. E. Kawilarang dikirimkan ke
Ambon. Dalam pertempuran memperebutkan benteng New
Victoria, Letkol Slamet Riyadi tertembak dan gugur. Pada
tanggal 28 September 1950 pasukan ekspedisi mendarat di
Ambon dan bagian utara pulau itu berhasil dikuasai. Tanggal 2
Desember 1963 Dr. Soumokil berhasil ditangkap selanjutnya
tanggal 21 April 1964 diadili oleh Mahkamah Militer Laut Luar
Biasa dan dijatuhi hukuman mati.
Pemberontakan
PemberontakanPRRI
PRRI/Permesta didahului dengan pembentukan
dewan-dewan di beberapa daerah di Sumatera, antara lain Dewan
Banteng di Sumatera Barat oleh Letnan Kolonel Achmad Husein
(20 Desember 1956) ; Dewan Gajah di Medan oleh Kolonel
Maludin Simbolon (22 Desember 1956) dan Dewan Manguni di
Manado oleh Letnan Kolonel Ventje Sumuai (18 Februari 1957).
Tanggal 10 1958 didirikan organisasi yang bernama Gerakan
Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang
diketuai oleh Letnan Kolonel Achamad Husein. Gerakan Husein ini
akhirnya mendirikan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia) yang berkedudukan di Bukittinggi dengan Syafruddin
Prawiranegara sebagai pejabat presiden. Permesta (Perjuangan
Rakyat Semesta) pada hari berikutnya mendukung dan bergabung
dengan PRRI sehingga gerakan bersama itu disebut PRRI/Permesta.
Permesta yang berpusat di Manado tokohnya adalah Letnan Kolonel
Vantje Sumual, Mayor Gerungan, Mayor Runturambi, Letnan
Kolonel D.J. Samba, dan Letnan Kolonel Saleh Lahade.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta dilaksanakan operasi gabungan yang terdiri atas unsur-
unsur darat, laut, udara, dan kepolisian. Serangkaian operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Operasi Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol
Kaharudin Nasution. Tujuan mengamankan instansi dan berhasil
menguasai kota. Pekanbaru pada tanggal 12 Maret 1958.
Operasi 17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin
oleh Kolonel Ahmad Yani berhasil menguasai kota Padang pada
tanggal 17 April 1958 dan menguasai Bukittinggi 21 Mei 1958.
Operasi Saptamarga dengan sasaran Sumatera Utara dipimpin
oleh Brigjen Jatikusumo.
Operasi Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan dipimpin oleh
Letkol Dr. Ibnu Sutowo.
Sedangkan untuk menumpas pemberontakan Permesta
dilancarkan operasi gabungan dengan nama Merdeka di bawah
pimpinan Letkol Rukminto Hendraningrat, yang terdiri dari :
Pemberontakan PKI Madiun
Amir Syarifuddin mengecam hasil Perjanjian Renville dan
menyusun kekuatan dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR)
yang dibentuk pada tanggal 26 Februari 1948 di Surakarta,
Front ini menyatukan semua golongan sosialis kiri dan
komunis. Kekuatan PKI makin bertambah besar setelah
kedatangan Musso dari Uni Soviet. Muso menyusun
doktrin PKI dengan nama �Jalan Baru� dengan
dibentuknya Front Nasional, yaitu penggabungan segala
kekuatan sosial, politik, dan perorangan yang berjiwa
antiimperialistis dan untuk menjamin kelangsungan Front
Nasional maka dibentuklah Kabinet Front Nasional yang
terdiri dari PKI, Partai Sosialis, dan Partai Buruh
Indonesia. Selain itu, didukung pula oleh Sentral
Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI).
Aksi PKI pada tanggal 18 September 1948 dengan ditandai
para tokoh PKI mengumumkan berdirinya Soviet Republik
Indonesia. Tindakan itu bertujuan untuk meruntuhkan
Republik Indonesia hasil Proklamasi 17 Agustus 1945 yang
berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan ajaran
komunis. Panglima Besar Jenderal Soedirman langsung
mengeluarkan perintah untuk merebut Madiun kembali.
Panglima Besar Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel
Gatot Subroto dari Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono dari
Jawa Timur untuk memimpin penumpasan terhadap kaum
pemberontak. Musso akhirnya tertembak mati, dan Amir
Syarifuddin berhasil ditangkap dihutan Ngrambe, Grobogan,
Purwodadi dan kemudian dihukum mati di Yogyakarta.
Pemberontakan PKI di Madiun telah berhasil ditumpas,
namun bangsa Indonesia masih harus menghadapi Belanda
yang berusaha menegakkan kembali Pemerintahannya di
Indonesia.
Contoh gambar kampanye dan Pemilu I
tahun 1955
SELESAI
SAMPAI JUMPA DI BAB V
INI TUGAS UNTUK KALIAN KERJAKAN SEKARANG
DIKERTAS SELEMBAR NANTI DIKUMPUL
1. Jelaskan secara singkat faktor yang mempengaruhi proses
kembalinya negara RIS menjadi NKRI !
2. Sebutkan isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 !
3. Sebutkan program pokok Kabinet Natsir !
4. Jelaskan faktor yang menyebabkan pemberontakan Andi
Azis di Makassar !
5. Sebutkan upaya pemerintah RIS dalam menumpas
pemberontakan Andi Azis di Makassar !