Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PELAKSANAAN DEMOKRASI DI
INDONESIA PERIODE 1949-1959

Di susun oleh :

Nama : SHELINATULL S.

Kelas : XI SOS 3

No. Absen : 34

UPTD SMA NEGERI 1


BALAPULANG
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA PERIODE 1949 - 1959

A. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia pada periode 1949-1950


Pelaksanaan”
Lama Periode           :         27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950
Bentuk Negara  :         Serikat (Federasi)
Bentuk Pemerintahan :         Republik
System Pemerintahan  :         Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
Konstitusi      :         Konstitusi RIS
Presidan & Wapres    :         Ir. Soekarno (Presiden RIS)
                                             (27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)
Assaat                  :         Drs. Moh Hatta (pemangku sementara
jabatan                    presiden RI) (27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)

Dalam perjalannya, Belanda berusaha memecah-belah bangsa indonesia


dengan cara membentuk negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur,
Negara Pasundan, & Negara Jawa Timur. Bahkan Belanda melakukan Agresi
Militer I pada tahun 1947 (pendudukan terhadap ibukota jakarta) dan Agresi
Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian
Belanda dengan RI, PBB turun tangan dengan menyelenggarakann Konferensi
Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus -2 November
1949.
Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, Delegasi BFO (Bijeenkomst
voor Federale Overleg) dipimpin oleh Sultan Hamid Alkadrie dan delegasi
Belanda dipimpin olah Van Harseveen.
Adapun tujuan diadakannya KMB tersebut itu ialah untuk meyelesaikan
persengketaan Indonesia dan Belanda selekas-lekasnya dengan cara yang adil
dan pengakuan kedaulatan yang nyata, penuh dan tanpa syarat kepada Republik
Indonesia Serikat (RIS).
KMB menghasilkan 3 buah persetujuan pokok, yaitu :
1. didirikannya Negara Republik Indonesia Serikat
2. penyerahan kedaulatan kpada Republik Indonesia Serikat selambat-
lambatnya padatanggal 30    Desember  1949.
3.  dididrikannya uni antara RIS dengan kerajaan Belanda 
Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana
menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan RIS di Amesterdam. yang terdiri
atas Mukadimah berisi 4 alinea, Batang Tubuh yg berisi 6 bab dan 197 pasal,
serta sebuah lampiran. Piagam Konstitusi RIS ditandatangani oleh para Pimpinan
Negara/Daerah dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS, yaitu :
1. Mr. Susanto Tirtoprodjo dari Negara Republik Indonesia menurut perjanjian
Renville.
2. Sultan Hamid II dari Daerah Istimewa Kalimantan Barat
3. Ide Anak Agoeng Gde Agoeng dari Negara Indonesia Timur
4. R. A. A. Tjakraningrat dari Negara Madura
5. Mohammad Hanafiah dari Daerah Banjar
6. Mohammad Jusuf Rasidi dari Bangka
7. K.A. Mohammad Jusuf dari Belitung
8. Muhran bin Haji Ali dari Dayak Besar
9. Dr. R.V. Sudjito dari Jawa Tengah
10. Raden Soedarmo dari Negara Jawa Timur
11. M. Jamani dari Kalimantan Tenggara
12. A.P. Sosronegoro dari Kalimantan Timur
13. Mr. Djumhana Wiriatmadja dari Negara Pasundan
14. Radja Mohammad dari Riau
15. Abdul Malik dari Negara Sumatra Selatan
16. Radja Kaliamsyah Sinaga dari Negara Sumatra Timur
Bila kita tinjau isinya konstitusi itu jauh menyimpang dari cita-cita
Indonesia yang berideologi pancasila dan ber UUD 1945, karena :
1. Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalisme) yang terbagi
dalam 16 negara bagian, yaitu 7 negara bagian dan 9 buah satuan
kenegaraan. Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam pasal 1 ayat (1)
Konstitusi RIS yg berbunyi: 'Republik Indonesia Serikat yang
merdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk
federasi'. Dengan berubah menjadi negara serikat, maka di dalam RIS
terdapat beberapa negara bagian dan masing-masing memiliki kekuasaan
pemarintahan di wilayah negara bagiannya.
Negara bagian itu adalah :
o Republik Indonesia                   
o Negara Indonesia Timur
o Negara Jawa Timur
o Negara Pasundan termasuk Distrik Federal Jakarta
o Negara Madura
o Negara Sumatera Timur
o Negara Sumatera Selatan
Di samping itu, ada juga wilayah yang berdiri sendiri (otonom) dan
tak tergabung dalam federasi, yaitu:
o Jawa Tengah
o Kalimantan Barat
o Dayak Besar
o Daerah Banjar
o Kalimantan Tenggara
o Kalimantan Timur (tidak temasuk bekas wilayah Kesultanan Pasir)

2. Sistem pemerintahan yg digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS


adalah sistem parlementer, sebagaimana diatur dlm pasal 118 ayat 1 & 2
Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa 'Presiden tidak dapat
diganggu gugat'. Artinya presiden tidak dapat dimintai pertanggungb
jawaban atas tugas-tugas pemerintahan, karena presiden adalah kepala
negara, bukan kepala pemerintahan. Pada pasal 118 ayat (2) ditegaskan
bahwa,'Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah baik bersama sama untuk seluruhnya maupun masing-masing
untuk dirinya sendiri'. Dengan demikian, yang melaksanakan & bertanggung
jawab terhadap tugas tugas pemerintahan adalah menteri-menteri. Dalam
sistem ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri, dengan sistem
pemerintahan parlementer, dimana pemerintah bertanggung jawab terhadap
parlemen (DPR).
Berikut lembaga-lembaga negara menurut Konstitusi RIS :
a.    Presiden
b.    Menteri – menteri
c.    Senat
d.    DPR
e.    MA
f.     Dewan Pengawas Keuangan
Selain bertindak secara khusus, sebagai bagian dari pemerintahan
dalam fungsi administratif/protokoler, presiden, menurut konstitusi, antara
lain :
1. Menjalankan pemerintahan federal [pasal 117];
2. Mendengarkan pertimbangan dari Senat [pasal 123 (1) dan (4);
3. Memberi keterangan pada Senat [pasal 124];
4. Mengesahkan atau memveto UU yang telah disetujui oleh DPR dan
Senat [pasal 138 (2)];
5. Mengeluarkan peraturan darurat (UU Darurat) dalam keadaan mendesak
[pasal 139];
6. Mengeluarkan peraturan pemerintah [pasal 141];
7. Memegang urusan hubungan luar negeri [pasal 174, 176, 177];
8. Menyatakan perang dengan persetujuan DPR dan Senat [pasal 183];
9. Menyatakan keadaan bahaya [pasal 184 (1)];
10. Mengusulkan rancangan konstitusi federal kepada konstituante [pasal
187 (1) dan (2)], dan mengumumkan konstitusi tersebut [pasal 189 (2)
dan (3)] serta mengumumkan perubahan konstitusi [pasal 191 (1) dan
(2)].
3. Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa atau
semangat pembukaan UUD proklamasi sebagai penjelasan resmi proklamasi
kemerdekaan negara Indonesia (Pembukaan UUD 1945 merupakan
Decleration of independence bangsa Indonesia, katetapan MPR no.
XX/MPRS/1996).Termasuk pula dalam pemyimpangan mukadimah ini
adalah perubahan kata- kata dari kelima sila pancasila. Inilah yang kemudian
yang membuka jalan bagi penafsiran pancasila secara bebas dan sesuka hati
hingga menjadi sumber segala penyelewengan didalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia.
RI dan RIS mencapai kesepakatan pada 19 Mei 1950 untuk kembali ke
bentuk negara kesatuan. Pada 15 Agustus 1950, di hadapan
sidang DPR dan Senat, diproklamasikan berdirinya negara kesatuan Republik
Indonesia menggantikan negara federasi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi
RIS diubah menjadiUndang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (yang
selanjutnya dikenal sebagai UUDS 1950) berdasarkan UU RIS No. 7 Tahun
1950. Pada hari itu juga, Pemangku Jabatan Presiden RI, Assaat, menyerahkan
secara resmi kekuasaan pemerintahan RI kepada Ir. Soekarno sebagai Presiden
Republik Indonesia.
B. INDONESIA MASA DEMOKRASI LIBERAL (1950-1959)
Pelaksanaan demokrasi liberal sesuai dengan konstitusi yang berlaku saat
itu, yakni Undang Undang Dasar Sementara 1950. Kondisi ini bahkan sudah
dirintis sejak dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan
maklumat tanggal 3 November 1945, tetapi kemudian terbukti bahwa demokrasi
liberal atau parlementer yang meniru sistem Eropa Barat kurang sesuai
diterapkan di Indonesia. Tahun 1950 sampai 1959 merupakan masa berkiprahnya
parta-partai politik. Dua partai terkuat pada masa itu (PNI & Masyumi) silih
berganti memimpin kabinet. Sering bergantinya kabinet sering menimbulkan
ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan keamanan. Ciri-ciri
demokrasi liberal adalah sebagai berikut :
1. Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat
2. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah
3. Presiden bisa dan berhak berhak membubarkan DPR
4. Perdana Menteri diangkat oleh Presiden

KABINET MASA DEMOKRASI LIBERAL


1. KABINET NATSIR (6 September 1950 – 21 Maret 1951)

Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.

Dipimpin Oleh :  Muhammad Natsir


Program         :

1) Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.


2) Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
3) Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
4) Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
5) Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.

Hasil                  :

Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya


mengenai masalah Irian Barat.

Kendala/ Masalah yang dihadapi      :

 Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami


jalan buntu (kegagalan).
 Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan
hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan
Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.

Berakhirnya kekuasaan kabinet          :

Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan


Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan
pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan
Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir harus
mengembalikan mandatnya kepada Presiden.

2. KABINET SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)

Merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.

Dipimpin Oleh: Sukiman Wiryosanjoyo


Program         :
1. Menjamin keamanan dan ketentraman
2. Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria
agar sesuai dengan kepentingan petani.
3. Mempercepat persiapan pemilihan umum.
4. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan
Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
Hasil                 :

Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjtkan program Natsir hanya


saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya,
seperti awalnya program Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman
selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman

Kendala/ Masalah yang dihadapi      :


 Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri
Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle
Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari
pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual
Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan
kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan
memperhatiakan kepentingan Amerika.

Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara


Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan
dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.

 Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang


terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-
barang mewah.
 Masalah Irian barat belum juga teratasi.
 Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang
tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa
Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.
Berakhirnya kekuasaan kabinet         :

Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman


sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR
akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan
mandatnya kepada presiden.
3. KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para
pakar yang ahli dalam biangnya.
Dipimpin Oleh : Mr. Wilopo
Program :
1. Program dalam negeri      : Menyelenggarakan pemilihan umum
(konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat,
meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
2. Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-
Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta
menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Hasil : –
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
 Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga
barang-barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus
meningkat.
 Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang
banyak terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga
membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras.
 Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang
mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa
ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak
seimbang.
 Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah
untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap
tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan
membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan
munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan
dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel
Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian
KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan
parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik
semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan
Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi
Selatan. Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai
daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu TNI-AD
yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar
parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak. Muncullah mosi
tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi
angkatan perang dan mengecam kebijakan KSAD. Inti peristiwa ini
adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan
Sukarno agar membubarkan kabinet.
 Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah
perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB
pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia
dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang
telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh
para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada
tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para
petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin
tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI.
Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh.
Intinya peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan
antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan
tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).

Berakhirnya kekuasaan kabinet :

Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari


Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus
mengembalikan mandatnya pada presiden.

4. KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)

Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU.

Dipimpin Oleh : Mr. Ali Sastroamijoyo


Program         :
1. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera
menyelenggarakan Pemilu.
2. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan
KMB.
4. Penyelesaian Pertikaian politik
Hasil                 :
 Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang
akan diselenggarakan pada 29 September 1955.
 Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
Kendala/ Masalah yang dihadapi             :
 Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat
terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan
Aceh.
 Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan
adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang
merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang
Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan
disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk
Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin baru
tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan
norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika
terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun
panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil
KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru.
 Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan
inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.
 Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
 Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU
memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal
20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya.
Berakhirnya kekuasaan kabinet   :

Nu menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan


dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan
mandatnya pada presiden.

5. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret


1956)
Dipimpin Oleh      : Burhanuddin Harahap
Program                :
1. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan
kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
2. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah
ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
3. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4. Perjuangan pengembalian Irian Barat
5. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas
aktif.
Hasil   :
 Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September
1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih
konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya
27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang
memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
 Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan
pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
 Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang
dilakukan oleh polisi militer.
 Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet
Burhanuddin.
 Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat
Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober
1955.
Kendala/ Masalah yang dihadapi   :

Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan


ketidaktenangan.

Berakhirnya kekuasaan kabinet       :

Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap


selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet
sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus
bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
6. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)

Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan
NU.

Dipimpin Oleh : Ali Sastroamijoyo


Program             :
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang
memuat program jangka panjang, sebagai berikut.
1. Perjuangan pengembalian Irian Barat
2. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya
anggota-anggota DPRD.
3. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional
berdasarkan kepentingan rakyat.

Selain itu program pokoknya adalah,

 Pembatalan KMB,
 Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun,
menjalankan politik luar negeri bebas aktif,
 Melaksanakan keputusan KAA.
Hasil                    :
Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik
tolak dari periode planning and investment, hasilnya adalah
Pembatalan seluruh perjanjian KMB.
Kendala/ Masalah yang dihadapi      :
 Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
 Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan
mengarah pada gerakan sparatismedengan pembentukan dewan
militer seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di
Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan
Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di
Sulawesi Utara.
 Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat
dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya.
 Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru
khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia.
Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada orang
Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah
peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.
 Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi
menghendaki agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai
tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan
mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.
Berakhirnya kekuasaan kabinet          :

Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil


Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
7. KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para
pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan
konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS
1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik.
Dipimpin Oleh : Ir. Juanda
Program             :
Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut
sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :
 Membentuk Dewan Nasional
 Normalisasi keadaan Republik Indonesia
 Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
 Perjuangan pengembalian Irian Jaya
 Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan

Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di


daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah
ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.

Hasil                     :


 Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia
melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut
pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan
telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan
daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
 Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan
menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada
dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik
tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
 Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan
pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah
pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang,
dan pembagian wilayah RI.
 Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi
masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
Kendala/ Masalah yang dihadapi      :

 Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di


daerah semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat
dan daerah menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan seperti
PRRI/Permesta.
 Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga
program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal
mencapai puncaknya.
 Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan
terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang
menghadir pesta sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada
tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan keadaan
negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.
Berakhirnya kekuasaan kabinet          :
Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.

C. Partai Peserta Pemilu 1955


Pemilu anggota DPR diikuti 118 peserta yang terdiri dari 36 partai politik, 34
organisasi kemasyarakatan, dan 48 perorangan, sedangkan untuk Pemilu anggota
Konstituante diikuti 91 peserta yang terdiri dari 39 partai politik, 23 organisasi
kemasyarakatan, dan 29 perorangan

Partai-Partai tersebut antara lain :


1.Partai Nasional Indonesia (PNI)
2.Masyumi
3.Nahdlatul Ulama (NU)
4.Partai Komunis Indonesia (PKI)
5.Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
6.Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
7.Partai Katolik
8.Partai Sosialis Indonesia (PSI)
9.Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
10.Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)
11.Partai Rakyat Nasional (PRN)
12.Partai Buruh
13.Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS)
14.Partai Rakyat Indonesia (PRI)
15.Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)
16.Murba
17.Baperki
18.Persatuan Indoenesia Raya (PIR) Wongsonegoro
19.Grinda
20.Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)
21.Persatuan Daya (PD)
22.PIR Hazairin
23.Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)
24.AKUI
25.Persatuan Rakyat Desa (PRD)
26.Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM)
27.Angkatan Comunis Muda (Acoma)
28.R.Soedjono Prawirisoedarso
29.Lain-lain
MATERI
1. Apa itu parlemen semu ?
Jawab :
Parlemen semu adalah parlemen yang bentuk tidak sesuai undang-undang yang
berlaku dan presiden mempunyai pengaruh besar terhadap sistem kerjanya.
Contohnya :
1) Pengangkatan perdana menteri dilakukan oleh presiden, bukan oleh parlemen
sebagaimana Iazimnya (Pasal 74 ayat 2).
2) Kekuasaan perdana menteri masih dicampur tangani oleh presiden. Hal itu
dapat dilihat pada ketentuan bahwa presiden dan menteri-menteri bersama-
sama merupakan pemerintah. Seharusnya presiden hanya sebagai kepala
negara, sedangkan kepala pemerintahannya dipegang oleh perdana menteri
(Pasal 68 ayat
3) Kabinet dibentuk oleh presiden, bukan oleh parlemen (Pasal 74).
4) Pertanggungjawaban menteri baik secara perorangan maupun bersama-sama
adalah kepada DPR, namun harus melalui keputusan pemerintah (Pasal 74
ayat
5) Parlemen tidak mempunyai hubungan erat dengan pemerintah sehingga DPR
tidak punya pengaruh besar terhadap pemerintah. DPR juga tidak dapat
menggunakan mosi tidak percaya terhadap Kabinet (Pasal 118 dan 122).
6) Presiden RIS mempunyai kedudukan rangkap, yaitu sebagai kepala negara
dan kepala pemerintahan
2. Apa itu kebebasan pers? Mengapa kebebesan pers bisa dirasakan dengan baik ?
Jawab :
Kebebasan pers adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan
hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan
seperti menyebar luaskan, pencetakan dan menerbitkan surat kabar, majalah, buku
atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor
dari pemerintah
3. Mengapa Indonesia menerima politik RIS ?
Sebenarnya tidak pernah disebutkan indonesia menyetujui paham federal dalam
bentuk negaranya.. RIS sendiri adalah akal-akalan belanda agar dapat kembali
memcah belah wilayah indonesia dan menetapkan kembali politik adu domba..
RIS terinspirasi dari keberhasilan amerika dalam menyelenggarakan tatanan
negara dalam bentuk negara federal. RIS terbentuk lebih karena peran konferensi
meja bundar yang juga memaksa belanda untuk segera mengakui kedaulatan
indonesia. Jadi RIS terbentuk agar belanda segera mengakui kedaultan indonesia
dan segera hengkang walaupun niat awalnya adalah untuk adu domba tapi cara ini
berhasil diputar balikkan menjadi senjata kedaulatan indonesia walaupun pada
akhirnya rakyat indonesia sendiri merasa tidak cocok dengan sistem pemerintahan
federal
4. Apa yang dimakasud dari kompetisi antar politik berjalan dengan intensif dan
flel?
Jawab :

5. Sebutkan 10 dari 40 partai politik itu!


Jawab :
1. Partai Nasional Indonesia (PNI)
2. Masyumi
3. Nahdlatul Ulama (NU)
4. Partai Komunis Indonesia (PKI)
5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
7. Partai Katolik
8. Partai Sosialis Indonesia (PSI)
9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)

Anda mungkin juga menyukai