Anda di halaman 1dari 14

I.

Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia pada periode 1945-1949

Lama Periode :         18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949


Bentuk Negara :         Kesatuan
Bentuk Pemerintahan         :         Republic
Sistem PemerintahaN  :         Presidensial
Konstitusi :         UUD 1945
Presiden & WapreS :         Ir. Soekarno & Mohammad Hatta (18 Agustus 1945 - 19 Desember 1948)
                                                   Syafruddin Prawiranegara (ketua pdri) (19 Desember 1948 - 13 Juli 19
 Ir. Soekarno & Mohammad Hatta (13 Juli 1949 27 - Desember 1949)
                                                

 Demokrasi dalam Pemerintahan Masa Revolusi Kemerdekaan (periode 1945-1949)

1. Periode pertama pemerintahan negara Indonesia adalah periode kemerdekaan. Para


penyelenggara negara pada awal periode kemerdekaan mempunyai komitmen yang sangat
besar dalam mewujudkan demokrasi politik di Indonesia.

Pertama, polittical franchise yang menyeluruh. Para pembentuk negara, sudah sejak semula,
mempunyai komitmen yang sangat besar terhadap demokrasi.

Kedua, Presiden yang secara konstitusional memiliki peluang untuk menjadi seorang diktator,
dibatasi kekuasaannya ketika Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dibentuk untuk menggantikan
parlemen.

Ketiga, dengan maklumat wakil presiden, dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik, yang
kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam
sejarah kehidupan politik di tanah air.

Pada periode ini mengindikasikan keinginan kuat dari para pemimpin negara untuk membentuk
pemerintahan demokratis. Namun karena Indonesia harus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan
maka belum bisa sepenuhnya mewujudkan pemerintahan demokratis sesuai dengan UUD 1945. Bahkan
terjadi penyimpangan (demi kepentingan NKRI) terhadap UUD 1945 yaitu :
1.   Maklumat Pemerintah no X tanggal 16 Oktober 1945 tentang perubahan fungsi KNIP (pembantu
Pres) menjadi Fungsi parlementer (legislatif)

2.   Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 mengenai pembentukan Partai politik


(Sebelumnya hanya ada 1 partai yaitu PNI)

3.   Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 mengenai perubahan kabinet presidensial


menjadi parlementer

 Berdasarkan UUD 1945, Bentuk negara kesatuan, bentuk pemerintahan Republik, sistem pemerintahan
Presidensial

1.   Bentuk Negara Kesatuan


Negara kesatuan adalah negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal, di
mana pemerintah pusat adalah yang tertinggi dan satuan-satuan subnasionalnyahanya
menjalankan kekuasaan-kekuasaan yang dipilih oleh pemerintah pusat untuk
didelegasikan. Bentuk pemerintahan kesatuan diterapkan oleh banyak negara di dunia.

2.   Bentuk Pemerintahan Republik

Dalam pelaksaannya bentuk pemerintahan republik dapat dibedakan menjadi republik absolut,
republik konstitusional, dan republik parlementer.

a.       Republik Absolut
Dalam sistem republik absolut, pemerintahan bersifat diktator tanpa ada pembatasan kekuasaan.
Penguasa mengabaikan konstitusi dan untuk melegitimasi kekuasaannya digunakanlah partai
politik. Dalam pemerintahan ini, parlemen memang ada, namun tidka berfungsi.

b.       Republik Konstitusional
Dalam sistem republik konstitusional, presiden memegang kekuasaan kepala negara dan kepala
pemerintahan. Namun, kekuasaan presiden dibatasi oleh konstitusi. Di samping itu, pengawasan
yang efektif dilakukan oleh parlemen.
c.       Republik Parlementer
Dalam sistem republik parlementer, presiden hanya sebagai kepala negara. Namun, presiden tidak
dapat diganggu-gugat. Sedangkan kepala pemerintahan berada di tangan perdana menteri yang
bertanggungjawab kepada parlementer.

3.   Bentuk Pemerintahan Presidensial


Ciri utama sebuah Negara dengan sistem pemerintahan Presidensial seperti Indonesia adalah
dimana Presiden memiliki dua wajah, yaitu sebagai Kepala Negara dan juga sebagai Kepala
pemerintahan. Sistem Pemerintahan Presidensial adalah sistem pemerintahan dimana Kepala
Pemerintahan dan Kepala Negara berada di tangan Presiden.

II. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia pada periode 1949-1950

Lama Periode :         27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950


Bentuk Negara :         Serikat (Federasi)
Bentuk Pemerintahan :         Republik
System Pemerintahan :         Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
Konstitusi :         Konstitusi RIS
Presidan & WapreS :         Ir. Soekarno (Presiden RIS) (27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)
Assaat :         Drs. Moh Hatta (pemangku sementara jabatan  presiden)
   (27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)

Dalam perjalannya, Belanda berusaha memecah-belah bangsa indonesia dengan cara membentuk
negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, & Negara Jawa Timur. Bahkan Belanda
melakukan Agresi Militer I pada tahun 1947 (pendudukan terhadap ibukota jakarta) dan Agresi Militer II
atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RI, PBB turun
tangan dengan menyelenggarakann Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23
Agustus -2 November 1949.

 Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, Delegasi BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg)
dipimpin oleh Sultan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin olah Van Harseveen.
Adapun tujuan diadakannya KMB tersebut itu ialah untuk meyelesaikan persengketaan Indonesia dan
Belanda selekas-lekasnya dengan cara yang adil dan pengakuan kedaulatan yang nyata, penuh dan tanpa
syarat kepada Republik Indonesia Serikat (RIS).

 KMB menghasilkan 3 buah persetujuan pokok, yaitu :

a.     didirikannya Negara Republik Indonesia Serikat

b.     penyerahan kedaulatan kpada Republik Indonesia Serikat selambat-lambatnya padatanggal


30    Desember  1949.

c.    dididrikannya uni antara RIS dengan kerajaan Belanda

 Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana menandatangani Piagam


Pengakuan Kedaulatan RIS di Amesterdam. yang terdiri atas Mukadimah berisi 4 alinea, Batang Tubuh
yg berisi 6 bab dan 197 pasal, serta sebuah lampiran. Piagam Konstitusi RIS ditandatangani oleh para
Pimpinan Negara/Daerah dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS, yaitu :

1.   Mr. Susanto Tirtoprodjo dari Negara Republik Indonesia menurut perjanjian Renville.

2.   Sultan Hamid II dari Daerah Istimewa Kalimantan Barat

3.   Ide Anak Agoeng Gde Agoeng dari Negara Indonesia Timur

4.   R. A. A. Tjakraningrat dari Negara Madura

5.   Mohammad Hanafiah dari Daerah Banjar

6.   Mohammad Jusuf Rasidi dari Bangka

7.   K.A. Mohammad Jusuf dari Belitung

8.   Muhran bin Haji Ali dari Dayak Besar

9.   Dr. R.V. Sudjito dari Jawa Tengah

10.      Raden Soedarmo dari Negara Jawa Timur

11.      M. Jamani dari Kalimantan Tenggara

12.      A.P. Sosronegoro dari Kalimantan Timur

13.      Mr. Djumhana Wiriatmadja dari Negara Pasundan

14.      Radja Mohammad dari Riau


15.      Abdul Malik dari Negara Sumatra Selatan

16.      Radja Kaliamsyah Sinaga dari Negara Sumatra Timur

           Bila kita tinjau isinya konstitusi itu jauh menyimpang dari cita-cita Indonesia yang berideologi
pancasila dan ber UUD 1945, karena :

1.   Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalisme) yang terbagi dalam 16 negara
bagian, yaitu 7 negara bagian dan 9 buah satuan kenegaraan. Mengenai bentuk negara
dinyatakan dalam pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yg berbunyi: 'Republik Indonesia Serikat yang
merdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi'.
Dengan berubah menjadi negara serikat, maka di dalam RIS terdapat beberapa negara
bagian dan masing-masing memiliki kekuasaan pemarintahan di wilayah negara bagiannya.

Negara bagian itu adalah :

·         Republik Indonesia                   

·         Negara Indonesia Timur

·         Negara Jawa Timur

·         Negara Pasundan termasuk Distrik Federal Jakarta

·         Negara Madura

·         Negara Sumatera Timur

·         Negara Sumatera Selatan

Di samping itu, ada juga wilayah yang berdiri sendiri (otonom) dan tak tergabung dalam federasi,
yaitu:

·         Jawa Tengah

·         Kalimantan Barat

·         Dayak Besar

·         Daerah Banjar
·         Kalimantan Tenggara

·         Kalimantan Timur (tidak temasuk bekas wilayah Kesultanan Pasir)

2.    Sistem pemerintahan yg digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem
parlementer, sebagaimana diatur dlm pasal 118 ayat 1 & 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1)
ditegaskan bahwa 'Presiden tidak dapat diganggu gugat'. Artinya presiden tidak dapat dimintai
pertanggungb jawaban atas tugas-tugas pemerintahan, karena presiden adalah kepala negara,
bukan kepala pemerintahan. Pada pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa,'Menteri-menteri
bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama sama untuk
seluruhnya maupun masing-masing untuk dirinya sendiri'. Dengan demikian, yang
melaksanakan & bertanggung jawab terhadap tugas tugas pemerintahan adalah menteri-
menteri. Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri, dengan sistem
pemerintahan parlementer, dimana pemerintah bertanggung jawab terhadap parlemen (DPR).
Berikut lembaga-lembaga negara menurut Konstitusi RIS :

a.    Presiden

b.    Menteri – menteri

c.    Senat

d.    DPR

e.    MA

f.     Dewan Pengawas Keuangan

Selain bertindak secara khusus, sebagai bagian dari pemerintahan dalam fungsi
administratif/protokoler, presiden, menurut konstitusi, antara lain :

1.   Menjalankan pemerintahan federal [pasal 117];

2.   Mendengarkan pertimbangan dari Senat [pasal 123 (1) dan (4);

3.   Memberi keterangan pada Senat [pasal 124];

4.    Mengesahkan atau memveto UU yang telah disetujui oleh DPR dan Senat [pasal 138 (2)];

5.   Mengeluarkan peraturan darurat (UU Darurat) dalam keadaan mendesak [pasal 139];

6.   Mengeluarkan peraturan pemerintah [pasal 141];


7.    Memegang urusan hubungan luar negeri [pasal 174, 176, 177];

8.    Menyatakan perang dengan persetujuan DPR dan Senat [pasal 183];

9.   Menyatakan keadaan bahaya [pasal 184 (1)];

10.                Mengusulkan rancangan konstitusi federal kepada konstituante [pasal 187 (1) dan (2)],


dan mengumumkan konstitusi tersebut [pasal 189 (2) dan (3)] serta mengumumkan perubahan
konstitusi [pasal 191 (1) dan (2)].

3. Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa atau semangat pembukaan
UUD proklamasi sebagai penjelasan resmi proklamasi kemerdekaan negara Indonesia (Pembukaan
UUD 1945 merupakan Decleration of independence bangsa Indonesia, katetapan MPR no.
XX/MPRS/1996).

RI dan RIS mencapai kesepakatan pada 19 Mei 1950 untuk kembali ke bentuk negara kesatuan.
Pada 15 Agustus 1950, di hadapan sidang DPR dan Senat, diproklamasikan berdirinya negara
kesatuan Republik Indonesia menggantikan negara federasi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi RIS
diubah menjadiUndang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (yang selanjutnya dikenal
sebagai UUDS 1950) berdasarkan UU RIS No. 7 Tahun 1950. Pada hari itu juga, Pemangku Jabatan
Presiden RI, Assaat, menyerahkan secara resmi kekuasaan pemerintahan RI kepada Ir. Soekarno
sebagai Presiden Republik Indonesia.

III. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia padaPeriode 1959-1965

A. Pada sistem ini berlaku sejak dikeluarkannya Dekrit President 5 Juli 1959 yang berbunyi
sebagai berikut:
1) Pembubaran konstituante.
2) Berlakunya Kembali UUD 1945.
3) Pemberontakan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

B. Dalam demokarsi terpimpin ini menggunakan sistam presidensil. Presidensil ini mempunyai
2 hal yang perlu diingat, sebagaiberikut:
1) Kedudukan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
2) Para menteri bertanggungjawab kepada presiden.

C. Adapun ciri-ciri demokrasi terpimpin sebagai berikut:


1) Dominasi presiden, Presiden Soekarno berperan besar dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
2) Terbatasnya peran partai politik.
3) Meluasnya peran militer sebagai unsur politik.
4) Berkembangnya pengaruh Partai Komunis Indonesia.

D. Di dalam pelaksanaan demokrasi terpimpin banyak mengalami penyimpangan sebagai


berikut:
1. Kaburnya sistem kepataian dan lemahnya peranan partai politik.
2. Jaminan hak-hak dasar warga negara masih lemah.
3. Terbatasnya kebebasan-kebebasan perssehingga banyak media massa yang gagal terbit.
4. Terjadinya sentralisasi kekuasaan pada hubungan pusat dan daerah. Pemerintah memiliki kewenangan besar
dalammengatur daerah.

III. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia pada Periode 1959-1965

Kinerja Dewan Konstituante yang berlarut-larut membawa Indonesia ke dalam persoalan politik
yang sangat pelik. Negara dilingkupi oleh kondisi yang serba tidak pasti, karena landasan
konstitusional tidak mempunyai kekuatan hokum yang tetap, karena hanya bersifat sementara.
Selain itu juga, situasi seperti ini memberi pengaruh yang besar terhadap situasi keamanan
nasional yang sudah membahayakan persatuan dan kesatuan nasional.

Presiden Soekarno sebagai kepala negara melihat situasi ini sangat membahayakan bila terus
dibiarkan. Oleh karena itu untuk mengeluarkan bangsa ini dari persoalan yang teramat pelik ini,
Presiden Soekarno suatu dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 yang selanjutnya dikenal dengan
sebutanDekrit Presiden 5 Juli 1945. 

dalam dekrit tersebut, presiden menyatakan membubarkan Dewan Konstituante dan kembali
kepada Undang-Undang Dasar 1945. Dekrit Presiden tersebut mengakhiri era demokrasi
parlementer, yang kemudian membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan politik
nasional.

Era baru demokrasi dan pemerintahan Indonesia mulai di masuki, yaitu suatu konsep
demokrasi yang oleh Presiden Soekarno disebut sebagai Demokrasi Terpimpin. Maksud konsep
terpimpin ini, dalam pandangan Presiden Soekarno adalah dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan dan perwakilan.

Demokrasi terpimpin merupakan pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa
demokrasi parlementer. Apa yang disebut dengan demokrasi tidak lain merupakan perwujudan
kehendak kehendak presiden dalam rangka menempatkan dirinya sebagai satu-satunya institusi
yang paling berkuasa di Indonesia. Adapun karakteristik yang utama dari perpolitikan pada era
demokrasi terpimpin adalah:

1.  mengaburnya sistem kepartaian. Kehadiran partai-partai politik, bukan untuk


mempersiapkan diri dalam rangka mengisi jabatan politik di pemerintah (karena
Pemilihan Umum tidak pernah dijalankan), tetapi lebih merupakan elemen penopang
dari tarik ulur kekuatan antara lembaga kepresidenan, Angkatan darat dan Partai
Komunis Indonesia.

2.  dengan terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), peranan


lembaga legislatif dalam sistem politik nasional menjadi sedemikian lemah. Karena, DPR-
GR tidak lebih hanya merupakan instrument politik lembaga kepresidenan. Proses
rekruitmen politik untuk lembaga ini pun
ditentukan oleh Presiden.

3.  hak dasar manusia menjadi sangat lemah. Presiden dengan mudah menyingkirkan
lawan-lawan politiknya yang tidak sesuai dengan kebijaksanaannya atau yang
mempunyai keberanian untuk menentangnya. Sejumlah lawan politiknya menjadi tahan
politik presiden, terutama yang berasal dari kalangan Islam dan Sosialis.

4. masa demokrasi terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti kebebasan pers.
Sejumlah surat kabar dan majalah diberangus oleh pemerintah seperti misalnya
Harian Abadi dari Masyumi dan Harian Pedoman dari PSI.

5. sentralisasi kekuasaan yang semakin dominan dalam proses hubungan antara


pemerintah pusat dan daerah. Daerah-daerah memiliki otonomi yang terbatas.

IV. Pelaksanaan demokrasi di indonesia pada periode 1965-1998

  Era baru dalam pemerintahan di mulai setelah melalui masa transisi yang singkat
yaitu antar tahun 1966 – 1968, ketika jenderal soeharto dipilih menjadi presiden RI. Era
ini kemudian dikenal sebagai orde baru dengan konsep demokrasi pancasila. Visi utama
orde baru adalah untuk melaksakan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Dalam perjalanan politik pemerintahan orde baru, kekuasaan presiden merupakan
pusat dari seluruh politik di Indonesia. Lembaga kepresidenan merupakan pengontrol
utama lembaga Negara lain yang bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK, MA)
maupun bersifat infrastruktur (LSM, partai politik, dsb) selain itu juga presiden soeharto
mempunyai legalitas yang tidak dimiliki oleh siapapun, yaitu pengemban supersemar,
mendataris MPR, bapak pembangunan, panglima tertinggi ABRI.

Karakteristik demokrasi pancasila ala orde baru yang berdasarkan pada indikator
demokrasi : • Pertama , rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakanhampir tidak pernah
terjadi. Kecuali pada jajaran yang lebih rendah, seperti: gubernur, bupati/walikota,
camat, kepala desa. Kalaupun ada perubahan, selama orde baru hanya terjadi pada wakil
presiden, sementara pemerintah masih tetap sama.

Kedua, rekruitmen politik bersifat tertutup. Rekruitmen politik merupakan proses


pengisian jabatan politik di dalam penyelenggaraan pemerintah Negara baik itu untuk
lembaga eksekutif ( pemerintah pusat atau pemerintah daerah), legislatif (MPR, DPR,
DPRD), yudikatif (MA). Hal yang terjadi di Indonesia pada orde baru, sistem rekruitmen
bersifat tertutup, kecuali anggota DPR yang berjumlah 400 orang dipilih melalui
pemilihan umum. Pengisian jabatan jabatan tinggi Negara dikontrol sepenuhnya oleh
lembaga kepresidenan. Anggota DPR berjumlah 100 orang dipilih melalui proses
pengangkatan dengan surat keputusan presiden. Sementara itu, dalam kaitannya dengan
reikrutmen politik local (seperti gunbernur dan bupati/walikota), masyarakat di daerah
tidak mempunyai peluang untuk ikut menentukan pemimpin mereka, karena kata akhir
tentang siapa yang akan menjabat diputuskan oleh presiden. Jelas, sistem reikrutmen ini
sangat bertentangan dengan demokrasi.

Ketiga, pemilihan umum. Pada masa orde baru, pemilu telah dilangsungkan
sebanyak tujuh kali dengan frekuensi yang teratur setiap lima tahun sekali. Meskipun
telah dilakukan pemilu, pelaksanaan pemilu ini tidak melahirkan persaingan yang
sehat,yang terjadi adalah kecurangan yang sudah menjadi rahasia umum.

Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan
umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang
diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh
mayoritas suara dan memenangkan Pemilu. Pada Pemilu 1997 yang merupakan pemilu
terakhir masa pemerintahan Orde Baru, Golkar memperoleh 74,51 % dengan perolehan
325 kursi di DPR dan PPP memperoleh 5,43 % dengan perolehan 27 kursi. Sedangkan PDI
mengalami kemorosotan perolehan suara dengan hanya mendapat 11 kursi di DPR. Hal
disebabkan adanya konflik intern di tubuh partai berkepala banteng tersebut. PDI
akhirnya pecah menjadi PDI Suryadi dan PDI Megawati Soekarno Putri yang sekarang
menjadi PDIP.

Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah
menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik. Apalagi
Pemilu berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia). Namun
dalam kenyataannya, Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu kontestan Pemilu
saja yaitu Golkar. Kemenangan Golkar yang selalu mencolok sejak Pemilu 1971 sampai
dengan Pemilu 1997 menguntungkan pemerintah yang perimbangan suara di MPR dan
DPR didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah memungkinkan Soeharto menjadi
Presiden Republik Indonesia selama enam periode, karena pada masa Orde Baru
presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap pertanggungjawaban, rancangan
Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR
dan DPR tanpa catatan.

Keempat, pelaksanaan hak dasar warga. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi,
bahwa dunia internasional sering menyoroti politik Indonesia berkaitan dengan
perwujudan jaminan hak asasi, manusia. Masalah kebebasan pres sering muncul ke
permukaan. Persoalan mendasar adalah campur tangan birokrasi yang kuat. Selama
pemerintahan orde baru, sejarah pemberhangusan surat kabar dan majalah terulang
kembali terjadi seperti pada masa orde lama, media massa yang dicabut surat izin
penerbitannya dengan kata lain dibredal setelah mereka mengeluarkan laporan
investigasi tentang berbagai masalah penyelewengan pejabat Negara.

Selain itu, kebebasan berpendapat menjadi barang langka dan mewah. Pemerintah
melalui kepanjangan tangannya (Aparat keamanan) memberikan ruang yang terbatas
kepada mesyarakat untuk berpendapat. Pemberlakuan undang- undang subversive
membuat posisi pemerintahan kuat karena tidak ada control dari rakyat. Rakyat menjadi
takut untuk berpendapat mengenai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tidak
jarang pemerintah mengajarkan dan mencekal orang-orang yang mengkritisi
kebijakannya.

V. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia pada Periode 1998 - sekarang


Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru pada akhirnya
membawa Indonesia kepada krisis multidimensi yang di awali dengan badai krisis moneter yang
tidak kunjung reda. Krisis moneter tersebut membawa akibat pada terjadinya krisis politik,
dimana tingkat kepercayaan rakyat
terhadap pemerintah begitu kecil.

Tidak hanya itu, kerusuhan-kerusuhan terjadi hampir di semua belahan bumi nusantara ini.
Akibatnya bisa ditebak, pemerintahan orde baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto
(meskipun kembali terpilih dalam Sidang Umum MPR bulan Maret tahun 1998) terperosok ke
dalam kondisi yang diliputi oleh berbagai tekanan politik baik dari luar maupun dalam negeri.
Dari dunia internasional, terutama Amerika Serikat, secara terbuka meminta Presiden Soeharto
mundur dari jabatannya sebagai presiden. Dari dalam negeri, timbul gerakan massa yang
dimotori oleh mahasiswa turun ke jalan menuntut Presiden Soeharto lengser dari jabatannya.
Tekanan dari massa mencapai puncaknya ketika tidak kurang dari 15.000 mahasiswa
mengambil alih Gedung DPR/MPR yang mengakibatkan proses politik nasional praktis lumpuh.
Sekalipun pada saat-saat akhir Presiden Soeharto ingin menyelematkan kursi kepresidenannya
dengan menawarkan berbagai langkah, antara lain reshuffle (perombakan) kabinet dan
membentuk Dewan Reformasi, akan tetapi Presiden Soeharto tidak punya pilihan lain kecuali
mundur dari jabatannya.

Akhirnya pada hari Kamis tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto bertempat di Istana Merdeka
Jakarta menyatakan berhenti sebagai Presiden dan dengan menggunakan pasal 8 UUD 1945,
Presiden Soeharto segera mengatur agar Wakil Presiden Habibie disumpah sebagai
penggantinya di hadapan Mahkamah Agung, karena DPR tidak dapat berfungsi karena
gedungnya diambil alih oleh mahasiswa.

Saat itu, kepimpinan nasional segera beralih dari Soeharto ke Habibie. Hal ini merupakan jalan
baru demi terbukanya proses demokratisasi di Indonesia. Kendati diliputi oleh kontroversi
tentang status hukumnya, pemerintahan Presiden Habibie mampu bertahan selama satu tahun
kepemimpinan.

Dalam masa pemerintahan Presiden Habibie inilah muncul beberapa indicator pelaksanaan
demokrasi di Indonesia. 
Pertama, diberikannya ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam
kebangsaan dan kenegaraan. 
Kedua, diberlakukannya sistem multipartai dalam pemilu tahun 1999. Habibie dalam hal ini
sebagai Presiden Republik Indonesia membuka kesempatan kepada rakyat untuk berserikat dan
berkumpul sesuai dengan ideologi dan aspirasi politiknya.

Dua hal yang dilakukan Presiden Habibie di atas merupakan fondasi yang kuat bagi pelaksanaan
demokrasi Indonesia pada masa selanjutnya. Demokrasi yang diterapkan negara kita pada era
reformasi ini adalah demokrasi Pancasila, tentu saja dengan karakteristik yang berbeda dengan
orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi parlementer tahun 1950-1959.

Pertama, Pemilu yang dilaksanakan jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya. Sistem pemilu
yang terus berkembang memberikan jalan bagi rakyat untuk menggunakan hak politiknya
dalam pemilu, bahkan puncaknya pada tahun 2004 rakyat bisa langsung memilih wakilnya di
lembaga legislatif dan presiden/wakil presiden pun dipilih secara langsung. Tidak hanya itu,
mulai tahun 2005 kepala daerah pun (gubernur dan bupati/walikota) dipilih langsung oleh
rakyat.

Kedua, rotasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampai pada tingkat
desa. 

Ketiga, pola rekrutmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka dimana
setiap warga Negara yang mampu dan memenuhi syarat dapat menduduki jabatan politik
tersebut tanpa adanya diskrimisi. 
Keempat, sebagian besar hak dasar rakyat bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan
pendapat, kebebasan pers dan sebagainya. Kondisi demokrasi Indonesia saat ini bisa
diibaratkan sedang menuju sebuah kesempurnaan. Akan tetapi jalan terjal menuju itu tentu
saja selalu menghadang. Tugas kita adalah mengawal demokrasi ini supaya teraplikasikan
dalam seluruh aspek kehidupan.

MAKALAH PKN
PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA
DARI MASA KE MASA

Disusun oleh
HAMDANI RAHMANTO
XI – TKR 2

Anda mungkin juga menyukai