Anda di halaman 1dari 34

Ryuganosora

Blog ini dibuat dari ide & rasa malas dari pembuat

BAB I Perjuangan Menghadapi Ancaman


Disintegrasi Bangsa
Diposting oleh Ryuga pada 19:28, 22-Nov-15

SejarahpergolakandankonflikyangterjadiIndonsesialamamasatahun

 
1948-1965 dalam bab ini akan dibagi ke dalam tiga bentuk pergolakan :

 
1.     Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkaitan
dengan ideologi.

 
Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan PKI Madiun, pemberontakan
DI/TII dan peristiwa G30S/PKI. Ideologi yang diusung oleh PKI tentu saja
komunisme, sedangkan pemberontakan DI/TII berlangsung dengan membawa
ideologi agama.

 
Perlu kalian ketahui bahwa menurut Herbert Feith, seorang akademisi Australia,
aliran politik besar yang terdapat di Indonesia pada masa setelah kemerdekaan
(terutama dapat dilihat sejak Pemilu 1955) terbagi dalam lima kelompok :
nasionalisme radikal (diwakili antara lain oleh PNI), Islam (NU dan Masyumi),
komunis (PKI), sosialisme demokrat (Partai Sosialis Indonesia/

 
PSI),dantradisionalisJawa(PartaiIndonesiaRaya/PIR,kelompteosofisk kebatinan, dan
birokrat pemerintah/pamongpraja). Pada masa itu kelompok-

 
kelompok tersebut nyatanya memang saling bersaing dengan mengusung ideologi
masing-masing.

 
2.     Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait
dengan kepentingan (vested interest).

 
Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan APRA, RMS dan Andi
Aziz.Vested Interest merupakan kepentingan yang tertanam dengan kuat pada suatu
kelompok. Kelompok ini biasanya berusaha untuk mengontrol suatu sistem sosial
atau kegiatan untuk keuntungan sendiri. Mereka juga sukar untuk mau melepas posisi
atau kedudukannya sehingga sering menghalangi suatu
proses perubahan. Baik APRA, RMS dan peristiwa Andi Aziz, semuanya
berhubungan dengan keberadaan pasukan KNIL atau Tentara Kerajaan (di) Hindia
Belanda, yang tidak mau menerima kedatangan tentara Indonesia di wilayah-wilayah
yang sebelumnya mereka kuasai. Dalam situasi seperti ini, konflik pun terjadi.
3.     Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan sistem
pemerintahan.

 
Termasuk dalam kategori ini adalah persoalan negara federal dan BFO (Bijeenkomst
Federal Overleg), serta pemberontakan PRRI dan Permesta.

 
Masalah yang berhubungan dengan negara federal mulai timbul ketika berdasarkan
perjanjian Linggajati, Indonesia disepakati akan berbentuk negara serikat/federal
dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). RI menjadi bagian RIS. Negara-
negara federal lainnya misalnya adalah negara Pasundan, negara Madura atau
Negara Indonesia Timur. BFO sendiri adalah badan musyawarah negara-negara
federal di luar RI, yang dibentuk oleh Belanda. Awalnya, BFO berada di bawah
kendali Belanda. Namun makin lama badan ini makin bertindak netral, tidak lagi
melulu memihak Belanda. Pro-kontra tentang negara-negara federal inilah yang
kerap juga menimbulkan pertentangan.

 
Sedangkan pemberontakan PRRI dan Permesta merupakan pemberontakan yang
terjadi akibat adanya ketidakpuasan beberapa daerah di wilayah Indonesia terhadap
pemerintahan pusat.
 
Sekarmaringkbahastasatupersatukonflikataupergolakanyangterjadi

 
Indonesia pada tahun-tahun 1948-1965, yang berhubungan dengan ketiga hal
tersebut.

 
1. Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Ideologi. a.
Pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) Madiun

Selain Partai Nasional Indonesia (PNI), PKI merupakan partai politik pertama yang didirikan
sesudah proklamasi. Meski demikian, PKI bukanlah partai baru, karena telah ada sejak jaman
pergerakan nasional sebelum dibekukan oleh pemerintah Hindia Belanda akibat memberontak
pada tahun 1926.

 
Sejak merdeka sampai awal tahun 1948, PKI masih bersikap mendukung pemerintah, yang
kebetulan memang dikuasai oleh golongan kiri. Namun ketika golongan kiri terlempar dari
pemerintahan, PKI menjadi partai oposisi dan bergabung dengan partai serta organisasi kiri
lainnya dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang didirikan Amir Syarifuddin pada bulan
Februari 1948. Pada awal September 1948 pimpinan PKI dipegang Muso. Ia membawa PKI ke
dalam pemberontakan bersenjata yang dicetuskan di Madiun pada tanggal

18September1948(TaufikAbdullahdanABLapian,2012).

Mengapa PKI memberontak? Alasan utamanya tentu bersifat ideologis, dimana mereka memiliki
cita-cita ingin menjadikan Indonesia sebagai negara komunis. Berbagai upaya dilakukan oleh PKI
untuk meraih kekuasaan. Di bawah pimpinan Musso, PKI berhasil menarik partai dan organisasi
kiri dalam FDR bergabung ke dalam PKI. Partai ini lalu mendorong dilakukannya berbagai
demonstrasi dan pemogokan kaum buruh dan petani. Sebagian kekuatan-kekuatan bersenjata juga
berhasil masuk dalam pengaruh mereka. Muso juga kerap mengeluarkan pernyataan-pernyataan
yang mengecam pemerintah dan membahayakan strategi diplomasi Indonesia melawan Belanda
yang ditengahi Amerika Serikat (AS). Pernyataan Muso lebih menunjukkan keberpihakannya
pada Uni Sovyet yang komunis. Padahal saat itu AS dan Uni Sovyet tengah mengalami Perang
Dingin.

Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya diplomasi dengan Muso, bahkan sampai
mengikutsertakan tokoh-tokoh kiri yang lain, yaitu Tan Malaka, untuk meredam gerak
ofensif PKI Muso. Namun kondisi politik sudah terlampau panas, sehingga pada pertengahan
September 1948, pertempuran antara kekuatan-kekuatan bersenjata yang memihak PKI
dengan TNI mulai meletus. PKI dan kelompok pendukungnya kemudian memusatkan diri di
Madiun. Muso pun kemudian pada tanggal 18 September 1948 memproklamirkan Republik
Soviet Indonesia.

Presiden Soekarno segera bereaksi, dan berpidato di RRI Yogjakarta :

 
“…Saudara-saudara ! camkan benar apa artinja itu : Negara Republik
Indonesia jang kita tjintai, hendak direbut oleh PKI Muso. Kemarin
pagi PKI Muso, mengadakan coup, mengadakan perampasan
kekuasaan di Madiun dan mendirikan di sana suatu pemerintahan
Sovyet, di bawah pimpinan Muso. Perampasan ini mereka pandang
sebagai permulaan untuk merebut seluruh Pemerintahan Republik
Indonesia. …Saudara-saudara, camkanlah benar-benar apa artinja
jang telah terdjadi itu. Negara Republik Indonesia hendak direbut oleh
PKI Muso !
 
Rakjat jang kutjinta ! Atas nama perdjuangan untuk Indonesia Merdeka, aku
berseru kepadamu : “Pada saat jang begini genting, dimana engkau dan kita
sekalian mengalami percobaan jang sebesar-besarnja dalam menentukan
nasib kita sendiri, bagimu adalah pilihan antara dua : ikut Muso dengan PKI-
nja jang akan membawa bangkrutnja cita-cita Indonesia Merdeka, atau ikut
Soekarno-Hatta, jang Insya Allah dengan bantuan Tuhan akan memimpin
Negara Republik Indonesia jang merdeka, tidak didjadjah oleh negeri apa pun
djuga.

 
…Buruh jang djudjur, tani jang djudjur, pemuda jang djudjur, rakyat
jang djudjur,djanganlah memberikan bantuan kepada kaum pengatjau
itu. Djangan tertarik siulan mereka ! …Dengarlah, betapa djahatnja
rentjana mereka itu ! (Daud Sinyal, 1996).

 
Di awal pemberontakan, pembunuhan terhadap pejabat pemerintah dan para
pemimpin partai yang anti komunis terjadi. Kaum santri juga menjadi korban. Tetapi
pasukan pemerintah yang dipelopori Divisi Siliwangi kemudian berhasil mendesak
mundur pemberontak. Puncaknya adalah ketika Muso tewas tertembak. Amir
Syarifuddin juga tertangkap. Ia akhirnya dijatuhi hukuman mati. Tokoh-tokoh muda
PKI seperti Aidit dan Lukman berhasil melarikan diri. Merekalah yang kelak di tahun
1965, berhasil menjadikan PKI kembali menjadi partai besar di Indonesia sebelum
terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965. Ribuan orang tewas dan ditangkap
pemerintah akibat pemberontakan Madiun ini. PKI gagal mengambil alih kekuasaan.

 
Dari kisah di atas, apa hal terpenting dari peristiwa pemberontakan PKI di Madiun
ini bagi sejarah Indonesia kemudian ?

 
Pertama, upaya membentuk tentara Indonesia yang lebih profesional menguat sejak
pemberontakan tersebut. Berbagai laskar dan kekuatan bersenjata “liar” berhasil
didemobilisasi (dibubarkan). Dari sisi perjuangan diplomasi, simpati

ASsebagaipenengahdalamkonflikdanperundinganantaraIndonesiangn

 
Belanda perlahan berubah menjadi dukungan terhadap Indonesia, meskipun hal ini
tidak juga bisa dilepaskan dari strategi global AS dalam menghadapi ancaman
komunisme.

TetapihalterpentinglainjugaperludicatatBahwasan.konflikyangterjadi berdampak pula


pada banyaknya korban yang timbul. Ketidakbersatuan
 
bangsa Indonesia yang tampak dalam peristiwa ini juga dimanfaatkan oleh
Belanda yang mengira Indonesia lemah, untuk kemudian melancarkan agresi
militernya yang kedua pada Desember 1948.
 
 

b. Pemberontakan DI/TII

Cikal bakal pemberontakan DI/TII yang meluas di beberapa wilayah Indonesia bermula dari
sebuah gerakan di Jawa Barat yang dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo. Ia dulu adalah salah
seorang tokoh Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Adalah perjanjian Renville yang
membuka peluang bagi Kartosuwiryo untuk lebih mendekatkan cita-cita lamanya untuk
mendirikan negara Islam.

Salah satu keputusan Renville adalah harus pindahnya pasukan RI dari daerah-daerah yang
diklaim dan diduduki Belanda ke daerah yang dikuasai RI. Di Jawa Barat, Divisi Siliwangi
sebagai pasukan resmi RI pun dipindahkan ke Jawa Tengah karena Jawa Barat dijadikan negara
bagian Pasundan oleh Belanda. Akan tetapi laskar bersenjata Hizbullah dan Sabilillah yang telah
berada di bawah pengaruh Kartosuwiryo tidak bersedia pindah dan malah membentuk Tentara
Islam Indonesia (TII). Vakum (kosong)-nya kekuasaan RI di Jawa Barat segera dimanfaatkan
Kartosuwiryo. Meski awalnya ia memimpin perjuangan melawan Belanda dalam rangka
menunjang perjuangan RI, namun akhirnya perjuangan tersebut beralih menjadi perjuangan untuk
merealisasikan cita-citanya. Ia lalu menyatakan pembentukan Darul Islam (negara Islam/DI)
dengan dukungan TII, di Jawa Barat pada Agustus 1948.

Persoalan timbul ketika pasukan Siliwangi kembali balik ke Jawa Barat. Kartosuwiryo tidak
mau mengakui tentara RI tersebut kecuali mereka mau bergabung dengan DI/TII. Ini sama
saja Kartosuwiryo dengan DI/TII nya tidak mau mengakui pemerintah RI di Jawa Barat.
Maka pemerintahpun bersikap tegas. Meski upaya menanggulangi DI/TII Jawa Barat pada
awalnya terlihat belum dilakukan secara terarah, namun sejak tahun 1959, pemerintah mulai
melakukan operasi militer.

Operasi terpadu “Pagar Betis” digelar, dimana tentara pemerintah menyertakan juga masyarakat
untuk mengepung tempat-tempat pasukan DI/TII berada. Tujuan taktik ini adalah untuk
mempersempit ruang gerak dan memotong arus perbekalan pasukan lawan. Selain itu diadakan
pula operasi tempur dengan sasaran langsung basis-basis pasukan DI/TII. Melalui operasi ini pula
Kartosuwiryo berhasil ditangkap pada tahun 1962. Ia lalu dijatuhi hukuman mati, yang menandai
pula berakhirnya pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo.

 
Di Jawa Tengah, awal kasusnya juga mirip, dimana akibat persetujuan Renville daerah
Pekalongan-Brebes-Tegal ditinggalkan TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan aparat
pemerintahan. Terjadi kevakuman di wilayah ini dan Amir Fatah beserta pasukan Hizbullah
yang tidak mau di-TNI-kan segera mengambil alih.

Saat pasukan TNI kemudian balik kembali ke wilayah tersebut setelah Belanda melakukan agresi
militernya yang kedua, sebenarnya telah terjadi kesepakatan antara Amir Fatah dan pasukannya
dengan pasukan TNI. Amir Fatah bahkan diangkat sebagai koordinator pasukan di daerah operasi
Tegal dan Brebes. Namun ketegangan karena berbagai persoalan antara pasukan Amir Fatah
dengan TNI sering timbul kembali. Amir Fatah pun semakin berubah pikiran setelah utusan
Kartosuwiryo datang menemuinya lalu mengangkatnya sebagai Panglima TII Jawa Tengah. Ia
bahkan kemudian ikut memproklamirkan berdirinya Negara Islam di Jawa Tengah. Sejak itu
terjadi kekacauan dan konflikterbukaantpasukanraAmirFatahdengpasukanTNI.

Tetapi berbeda dengan DI/TII di Jawa Barat, perlawanan Amir Fatah tidak terlalu lama.
Kurangnya dukungan dari penduduk membuat perlawanannya cepat berakhir. Desember
1951, ia menyerah.

Selain Amir Fatah, di Jawa Tengah juga timbul pemberontakan lain yang dipimpin oleh Kiai Haji
Machfudz atau yang dikenal sebagai Kyai Sumolangu. Ia didukung oleh laskar bersenjata
Angkatan Umat Islam (AUI) yang sejak didirikan memang berkeinginan menciptakan suatu
negara Indonesia yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Meski demikian, dalam perjuangan
untuk mempertahankan kemerdekaan, awalnya AUI bahu membahu dengan Tentara Republik
dalam menghadapi Belanda. Wilayah operasional AUI berada daerah Kebumen dan daerah
sekitar pantai selatan Jawa Tengah.

Namun kerjasama antara AUI dengan Tentara RI mulai pecah ketika pemerintah hendak
melakukan demobilisasi AUI. Ajakan pemerintah untuk berunding ditolak Kyai Sumolangu. Pada
akhir Juli 1950 Kyai Sumolangu melakukan pemberontakan. Sesudah sebulan bertempur, tentara
RI berhasil menumpas pemberontakan ini. Ratusan pemberontak dinyatakan tewas dan sebagian

besar berhasil ditawan. Sebagian lainnya melarikan diri dan bergabung dengan pasukan TII di
Brebes dan Tegal. Akibat pemberontakan ini kehancuran yang diderita di Kebumen besar sekali.
Ribuan rakyat mengungsi dan ratusan orang ikut terbunuh. Selain itu desa-desa juga mengalami
kerusakan berat.

Pemberontakan Darul Islam di Jawa Tengah lainnya juga dilakukan oleh Batalyon 426 dari Divisi
Diponegoro Jawa Tengah. Ini adalah tentara Indonesia yang anggota-anggotanya berasal dari
laskar Hizbullah. Simpati dan kerjasama mereka dengan Darul Islam pun jadinya tampak karena
DI/TII juga berbasis pasukan laskar Hizbullah. Cakupan wilayah gerakan Batalyon 426 dalam
pertempuran dengan pasukan RI adalah Kudus, Klaten hingga Surakarta.Walaupun dianggap kuat
dan membahayakan, namun hanya dalam beberapa bulan saja, pemberontakan Batalyon 426 ini
juga berhasil ditumpas.

Selain di Jawa Barat dan Jawa Tengah, pemberontakan DI/TII terjadi pula di Sulawesi
Selatan di bawah pimpinan Letnan Kolonel Kahar Muzakkar. Pada tahap awal,
pemberontakan ini lebih disebabkan akibat ketidakpuasan para bekas pejuang gerilya
kemerdekaan terhadap kebijakan pemerintah dalam membentuk Tentara Republik dan
demobilisasi yang dilakukan di Sulawesi Selatan. Namun beberapa tahun kemudian
pemberontakan malah beralih dengan bergabungnya mereka ke dalam DI/TII Kartosuwiryo.

Tokoh Kahar Muzakkar sendiri pada masa perang kemerdekaan pernah berjuang di Jawa
bahkan menjadi komandan Komando Grup Sulawesi Selatan yang bermarkas di Yogyakarta.
Setelah pengakuan kedaulatan tahun 1949 ia lalu ditugaskan ke daerah asalnya untuk
membantu menyelesaikan persoalan tentang Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) di
sana. KGSS dibentuk sewaktu perang kemerdekaan dan berkekuatan 16 batalyon atau satu
divisi. Pemerintah ingin agar kesatuan ini dibubarkan lebih dahulu untuk kemudian dilakukan
re-organisasi tentara kembali. Semua itu dalam rangka penataan ketentaraan. Namun anggota
KGSS menolaknya.

Begitu tiba, Kahar Muzakkar diangkat oleh Panglima Tentara Indonesia Timur menjadi
koordinator KGSS, agar mudah menyelesaikan persoalan. Namun Kahar Muzakkar malah
menuntut kepada Panglimanya agar KGSS bukan dibubarkan, melainkan minta agar seluruh
anggota KGSS dijadikan tentara dengan nama Brigade Hasanuddin. Tuntutan ini langsung ditolak
karena pemerintah berkebijakan hanya akan menerima anggota KGSS yang memenuhi syarat
sebagai tentara dan lulus seleksi. Kahar Muzakkar tidak menerima kebijakan ini dan memilih
berontak diikuti oleh pasukan pengikutnya.

Selama masa pemberontakan, Kahar Muzakkar pada tanggal 7 Agustus 1953 menyatakan diri
sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia Kartosuwiryo.
Pemberontakan yang dilakukan Kahar memang memerlukan waktu lama untuk
menumpasnya. Pemberontakan baru berakhir pada tahun 1965. Di tahun itu,
Kahar Muzakkar tewas tertembak dalam suatu penyergapan.

 
Pemberontakan yang berkait dengan DI/TII juga terjadi di Kalimantan Selatan.
Namun dibandingkan dengan gerakan DI/TII yang lain, ini adalah
pemberontakan yang relatif kecil, dimana pemberontak tidak menguasai daerah
yang luas dan pergerakan pasukan yang besar. Meski begitu, pemberontakan
berlangsung lama dan berlarut-larut hingga tahun 1963 saat Ibnu Hajar,
pemimpinnya, tertangkap.

 
Timbulnya pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan ini sesungguhnya bisa
ditelusuri hingga tahun 1948 saat Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Divisi
IV, sebagai pasukan utama Indonesia dalam menghadapi Belanda di Kalimantan
Selatan, telah tumbuh menjadi tentara yang kuat dan berpengaruh di wilayah
tersebut. Namun ketika penataan ketentaraan mulai dilakukan di Kalimantan Selatan
oleh pemerintah pusat di Jawa, tidak sedikit anggota ALRI Divisi IV yang merasa
kecewa karena diantara mereka ada yang harus didemobilisasi atau mendapatkan
posisi yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Suasana mulai resah dan
keamanan di Kalimantan Selatan mulai terganggu. Penangkapan-penangkapan
terhadap mantan anggota ALRI Divisi IV terjadi. Salah satu alasannya adalah karena
diantara mereka ada yang mencoba menghasut mantan anggota ALRI yang lain
untuk memberontak.

Diantara para pembelot mantan anggota ALRI Divisi IV adalah Letnan Dua

IbnuHajar.Dikenalsebagaifigurberwatakkeras,dengancepatiaberhasil mengumpulkan
pengikut, terutama di kalangan anggota ALRI Divisi IV yang

 
kecewa terhadap pemerintah. Ibnu Hajar bahkan menamai pasukan barunya
sebagai Kesatuan Rakyat Indonesia yang Tertindas (KRIyT). Kerusuhan segera
saja terjadi. Berbagai penyelesaian damai coba dilakukan pemerintah, namun
upaya ini terus mengalami kegagalan. Pemberontakan pun pecah.

 
Akhir tahun 1954, Ibnu Hajar memilih untuk bergabung dengan pemerintahan DI/TII
Kartosuwiryo, yang menawarkan kepadanya jabatan dalam
pemerintahanDI/TIIsekaligusPanglimaTIIKlimantanKonflikdengan. tentara
Republik pun tetap terus berlangsung bertahun-tahun. Baru pada tahun

 
1963, Ibnu Hajar menyerah. Ia berharap mendapat pengampunan. Namun
pengadilan militer menjatuhinya hukuman mati.

 
Daerah pemberontakan DI/TII berikutnya adalah Aceh. Ada sebab dan akhir
yang berbeda antara pemberontakan di daerah ini dengan daerah-daerah DI/ TII
lainnya.
Di Aceh, pemicu langsung pecahnya pemberontakan adalah ketika pada tahun
1950 pemerintah menetapkan wilayah Aceh sebagai bagian dari propinsi Sumatera
Utara. Para ulama Aceh yang tergabung dalam Persatuan Ulama Seluruh Aceh
(PUSA) menolak hal ini. Bagi mereka, pemerintah terlihat tidak menghargai
masyarakat Aceh yang telah berjuang membela republik. Mereka menuntut agar
Aceh memiliki otonomi sendiri dan mengancam akan bertindak bila tuntutan
mereka tak dipenuhi. Tokoh terdepan PUSA dalam hal ini adalah Daud Beureuh.

 
Pemerintah pusat kemudian berupaya menempuh jalan pertemuan. Wakil Presiden M.
Hatta (1950), Perdana Menteri M. Natsir (1951), bahkan Soekarno (1953?)
menyempatkan diri ke Aceh untuk menyelesaikan persoalan ini, namun mengalami
kegagalan. Akhirnya pada tahun 1953, setelah Daud Beureuh melakukan kontak
dengan Kartosuwiryo, ia menyatakan Aceh sebagai bagian dari Negara Islam
Indonesia yang dipimpin Kartosuwiryo.

KonflikantarpengikDauBeureuhdtdengantentaraRIpunberkecamu dan tak menentu


selama beberapa tahun, sebelum akhirnya pemerintah mengakomodasi dan menjadikan Aceh
sebagai daerah istimewa pada tahun
1959. Tiga tahun setelah itu Daud Beureuh kembali dari pertempuran yang telah
selesai. Ia mendapat pengampunan.

c. Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI)

Inilah peristiwa yang hingga kini masih menyimpan kontroversi. Utamanya adalah yang
berhubungan dengan pertanyaan “Siapa dalang Gerakan 30 September 1965 sebenarnya?”

Setidaknya terdapat enam teori mengenai peristiwa kudeta G30S tahun 1965 ini :

 
1. Gerakan 30 September merupakan persoalan internal Angkatan Darat (AD).

 
Dikemukakan antara lain oleh Ben Anderson, W.F.Wertheim, dan Coen Hotsapel, teori
ini menyatakan bahwa G30S hanyalah peristiwa yang timbul akibat adanya persoalan di
kalangan AD sendiri. Hal ini misalnya didasarkan pada pernyataan pemimpin Gerakan,
yaitu Letnan Kolonel Untung yang menyatakan bahwa para pemimpin AD hidup
bermewah-mewahan dan memperkaya diri sehingga mencemarkan nama baik AD.
Pendapat seperti ini sebenarnya berlawanan dengan kenyataan yang ada. Jenderal
Nasution misalnya, Panglima Angkatan Bersenjata ini justru hidupnya sederhana.

 
2. Dalang Gerakan 30 September adalah Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA).

 
Teori ini berasal antara lain dari tulisan Peter Dale Scott atau Geoffrey Robinson. Menurut
teori ini AS sangat khawatir Indonesia jatuh ke tangan komunis. PKI pada masa itu memang
tengah kuat-kuatnya menanamkan pengaruh di Indonesia. Karena itu CIA kemudian
bekerjasama dengan suatu kelompok dalam tubuh AD untuk memprovokasi PKI agar
melakukan gerakan kudeta. Setelah itu, ganti PKI yang dihancurkan. Tujuan akhir skenario
CIA ini adalah menjatuhkan kekuasaan Soekarno.

 
3. Gerakan 30 September merupakan pertemuan antara kepentingan Inggris-AS.

Menurut teori ini G30S adalah titik temu antara keinginan Inggris yang ingin sikap konfrontatif
Soekarno terhadap Malaysia bisa diakhiri melalui penggulingan kekuasaan Soekarno, dengan
keinginan AS agar Indonesia terbebas dari komunisme. Dimasa itu, Soekarno memang tengah
gencar melancarkan provokasi menyerang Malaysia yang dikatakannya sebagai negara boneka
Inggris. Teori dikemukakan antara lain oleh Greg Poulgrain

4. Soekarno adalah dalang Gerakan 30 September.

 
Teori yang dikemukakan antara lain oleh Anthony Dake dan John Hughes ini
beranjak dari asumsi bahwa Soekarno berkeinginan melenyapkan kekuatan
oposisi terhadap dirinya, yang berasal dari sebagian perwira tinggi AD. Karena
PKI dekat dengan Soekarno, partai inipun terseret. Dasar teori ini antara lain
berasal dari kesaksian Shri Biju Patnaik, seorang pilot asal India yang menjadi
sahabat banyak pejabat Indonesia sejak masa revolusi. Ia mengatakan bahwa pada
30 September 1965 tengah malam Soekarno memintanya untuk meninggalkan
Jakarta sebelum subuh. Menurut Patnaik, Soekarno berkata “sesudah itu saya
akan menutup lapangan terbang”.

 
Di sini Soekarno seakan tahu bahwa akan ada “peristiwa besar” esok harinya.

 
Namun teori ini dilemahkan antara lain dengan tindakan Soekarno yang ternyata
kemudian menolak mendukung G30S. Bahkan pada 6 Oktober 1965, dalam
sidang Kabinet Dwikora di Bogor, ia mengutuk gerakan ini.

 
5. Tidak ada pemeran tunggal dan skenario besar dalam peristiwa Gerakan 30
September (teori chaos).

 
Dikemukakan antara lain oleh John D. Legge, teori ini menyatakan bahwa tidak
ada dalang tunggal dan tidak ada skenario besar dalam G30S. Kejadian ini hanya
merupakan hasil dari perpaduan antara, seperti yang disebut Soekarno : “unsur-
unsur Nekolim (negara Barat), pimpinan PKI yang keblinger serta oknum-oknum
ABRI yang tidak benar”. Semuanya pecah dalam improvisasi di lapangan.

6. Dalang Gerakan 30 September adalah PKI

 
Menurut teori ini tokoh-tokoh PKI adalah penanggungjawab peristiwa kudeta,
dengan cara memperalat unsur-unsur tentara. Dasarnya adalah serangkaian
kejadian dan aksi yang telah dilancarkan PKI antara tahun 1959-1965. Dasar
lainnya adalah bahwa setelah G30S, beberapa perlawanan bersenjata yang
dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri CC PKI sempat terjadi di Blitar
Selatan, Grobogan, dan Klaten.

 
Teori yang dikemukakan antara lain oleh Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh
ini merupakan teori yang paling umum didengar mengenai kudeta tanggal 30
September 1965.

 
Namun terlepas dari teori mana yang benar mengenai peristiwa G30S, yang pasti
sejak Demokrasi Terpimpin secara resmi dimulai pada tahun 1959,

IndonmesiamangdiwarnaidenganfigurSoekaryanmenampilkaog

dirinya sebagai penguasa tunggal di Indonesia. Ia juga menjadi kekuatan penengah diantara
dua kelompok politik besar yang saling bersaing dan terkurung dalam pertentangan yang
tidak terdamaikan saat itu : AD dengan PKI.

Juli 1960 misalnya, PKI melancarkan kecaman-kecaman terhadap kabinet dan tentara. Ketika
tentara bereaksi, Soekarno segera turun tangan hingga persoalan ini sementara selesai. Hal ini
kemudian malah membuat hubungan Soekarno dengan PKI kian dekat (Crouch, 1999 dan
Ricklefs, 2010 ).

 
Bulan Agustus 1960 Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang merupakan partai
pesaing PKI, dibubarkan pemerintah. PKI pun semakin giat melakukan mobilisasi massa
untuk meningkatkan pengaruh dan memperbanyak anggota. Partai-partai lain seperti NU dan
PNI hingga saat itu praktis telah dilumpuhkan (Feith, 1998).

Tahun 1963, situasi persaingan semakin sengit, baik di kota maupun di desa. PKI berusaha
mendesak untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih besar. Oleh karena itu, strategi ofensif
yang dipilih untuk memenuhi harapannya.
Di tingkat pusat, PKI mulai berusaha dengan sungguh-sungguh untuk duduk dalam
kabinet. Mungkin PKI merasa kedudukannya sudah cukup kuat. Pada tahun-tahun
sebelumnya partai ini umumnya hanya melancarkan kritik terhadap pemerintah
khususnya para menteri yang memiliki pandangan politik berbeda dengan mereka.

 
Di bidang kebudayaan, saat sekelompok cendekiawan anti PKI memproklamasikan
Manifesto Kebudayaan (“Manikebu”) yang tidak ingin kebudayaan nasional didominasi
oleh suatu ideologi politik tertentu (misalnya komunis), Lekra (Lembaga Kebudayaan
Rakyat) yang pro PKI segera mengecam keras. Soekarno ternyata menyepakati kecaman
itu. Tidak sampai satu tahun usianya, Manikebu dilarang pemerintah.

Sedangkan di daerah, persoalan-persoalan yang muncul tampaknya


malahlebihpeliklagiarenabersinggungandengankoflikyanglebih radikal. Hal ini sebagian
merupakan akibat dari masalah-masalah yang ditimbulkan oleh program di bidang agraria
(landreform/UU Pokok Agraria 1960), dimana PKI segera melancarkan apa yang disebut
sebagai kampanye aksi sepihak. Aksi ini merupakan upaya mengambilalih tanah

 
milik pihak-pihak mapan di desa dengan paksa dan menolak janji-janji bagi hasil yang
lama. “Tujuh Setan Desa” karenanya dirumuskan oleh PKI, yang terdiri dari tuan
tanah jahat, lintah darat, tukang ijon, tengkulak jahat, kapitalis birokrat desa, pejabat
desa jahat dan bandit desa. “Setan Desa”menurut versi PKI ini, menurut Tornquist,
ujung-ujungnya merujuk pada para pemilik tanah (Tornquist, 2011).

 
Adegan-adegan protespun berlangsung bahkan radikalisme dipraktikkan hingga upaya
menurunkan lurah serta aksi protes terhadap para sesepuh desa. Dalam aksi
pengambilalihan tanah --terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, juga Bali, Jawa
Barat dan Sumatera Utara-- massa PKI-pun terlibat dalam pertentangan yang sengit
dengan, tentu saja, para tuan tanah, juga kaum birokrat dan para pengelola yang
berasal dari kalangan tentara. Para tuan tanah kebetulan pula kebanyakan berasal dari
kalangan muslim yang taat dan pendukung PNI. Kondisi ini pada akhirnya
menyebabkan PKI, khususnya di Jawa Timur, segera saja berhadapan muka dengan
para santri NU.
 
Di kota-kota tindakan liar juga bukan tidak terjadi. Ini misalnya tergambar dalam cerita
mengenai istri seorang dokter terkenal di Solo, yang akan pergi ke suatu resepsi. Ia, yang
mengenakan kebaya lengkap dengan sanggul besar dan sepatu hak tinggi, digiring oleh
ratusan tukang becak

di tengah terik matahari ke kantor polisi untuk menyelesaikan pertikaian harga becak.
Adegan serupa pernah juga terjadi di berbagai kota. Ada pula para kepala desa yang sudah
tua disidangkan di depan pengadilan rakyat (Ong Hok Ham,1999).

ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA


( MATERI XII IPS )
Kamis, 18 Oktober 2012

RINGKASAN MATERI ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA

A.PKI MADIUN 1948


* Terjadi pada tanggal : 18 September 1948

* Tokoh : Muso dan Amir Syarifuddin

ab : 1. Pada awal pemerintahannya Amir Syarifuddin berniat mendirikan negara komunis.Hal ini dibuktikan
dengan adanya pendidikan politik bagi TNI.

2. Ketidakpuasan terhadap hasil Renville, dimana pada saat itu kabinetnya adalah kabinet Hatta. Amir
Syarifuddin kemudian melakukan oposisi,dan membentuk FDR ( Front Demokrasi Rakyat ).

3. Muso bergabung dengan FDR membuat beberapa kebijakan yang pada intinya mendukung ide- ide
komunis diterapkan di Indonesia.Puncaknya dengan diumumkannya Republik Soviet Indonesia.

: Meruntuhkan RI yang merupakan hasil Proklamasi 17 Agustus 1945 yang berdasarkan Pancasila dan
diganti dengan komunis.

si : 1. Soekarnno- Hatta melalui pidatonya memberikan pilihan kepada rakyat untuk memilih antara
Soekarno-Hatta atau PKI-Muso.

2. Panglima Besar Jendral Soedirman memerintahkan kolonel Gatot Soebroto dan Sungkono mengerahkan
pasukan TNI.Madiun berhasil direbut pada tanggal 30 September 1948.
LAM/TENTARA ISLAM INDONESIA ( DI/TII )
arat

da tanggal : 7 Agustus 1949

: Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo

: Penolakan Kartosuwiryo terhadap perjanjian Renville yang mengharuskan TNI di daerah kantong hijrah
ke Yogyakarta.Pada waktu itu Kartosuwiryo berada di Jawa Barat,dan memproklamasikan berdirinya
negara Islam Indonesia (NII).

ngatasi : Operasi militer tanggal 27 Agustus 1949

Operasi Bharatayudha

ngah

da tanggal : 23 Agustus 1949

: Amir Fatah dan Kiai Sumolangu

: 1.Adanya persamaan ideologi antara Amir Fatah dengan S.M. Kartosuwirjo, yaitu keduanya menjadi
pendukung setia Ideologi Islam.

2. Amir Fatah dan para pendukungnya menganggap bahwa aparatur Pemerintah RI dan TNI yang
bertugas di daerah Tegal-Brebes telah terpengaruh oleh "orang-orang Kiri", dan mengganggu
perjuangan umat Islam.

3. Adanya pengaruh "orang-orang Kiri" tersebut, Pemerintah RI dan TNI tidak menghargai perjuangan
Amir Fatah dan para pendukungnya selama itu di daerah Tegal-Brebes. Bahkan kekuasaan yang telah
dibinanya sebelum Agresi Militer II, harus diserahkan kepada TNI di bawah Wongsoatmojo.

4.Adanya perintah penangkapan dirinya oleh Mayor Wongsoatmodjo

gatasi : Tahun 1957 ditumpas melalui operasi gerakan Banteng Nasional dari divisi Diponegoro.

da tanggal : Pemberontakan DI/TII di Aceh dimulai dengan "Proklamasi" Daud Beureueh bahwa Aceh merupakan
bagian "Negara Islam Indonesia" di bawah pimpinan Imam Kartosuwirjo pada tanggal 20 September
1953.

: Daud Beureuh

:1.Persoalan otonomi daerah

2. Pertentangan antar golongan

3. Tidak lancarnya rehabilitasi dan modernisasi daerah


atasi : Pemberontakan Daud Beureuh ini dilakukan dengan suatu " Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" pada
bulan Desember 1962 atas prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel Jendral
Makarawong.

Selatan

a tanggal : 17 Agustus 1951

: KaharMuzakar

: Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar menuntut kepada pemerintah agar pasukannya yang
tergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan dimasukkan ke dalam Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat ( APRIS ). Tuntutan ini ditolak karena harus melalui penyaringan.

* Cara mengatasi :1. Operasi Militer

2. Pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditangkap dan ditembak mati sehingga pemberontakan
DI/TII di Sulawesi dapat dipadamkan.

Selatan

  Bulan oktober 1950

: Ibnu Hajar

: Ketidakpuasan terhadap kebijakan mengenai TNI

asi : Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan kepada
Ibnu Hadjar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima menjadi anggota ABRI.
Ibnu Hadjar sempat menyerah, akan tetapi setelah menyerah dia kembali melarikan diri dan
melakukan pemberontakan lagi sehingga pemerintah akhirnya menugaskan pasukan ABRI (TNI-
POLRI) untuk menangkap Ibnu Hadjar. Pada akhir tahun 1959 Ibnu Hadjar beserta seluruh anggota
gerombolannya tertangkap dan dihukum mati.

takan Andi Azis


 : 5 April 1950

: Andi Azis

: 1.Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di Negara Indonesia
Timur.

2.Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI

3.Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur.

atasi : 1.Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus
melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pasukannya harus
dikonsinyasi, senjata-senjata dikembalikan, dan semua tawanan harus dilepaskan.
2.Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian disusul oleh pasukan ekspedisi yang dipimpin
oleh Kolonel A.E Kawilarang pada tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan dua brigade dan satu
batalion di antaranya adalah Brigade Mataram yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto. Kapten
Andi Azis dihadapkan ke Pengadilan Militer di Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya dan dijatuhi hukuman.

D. REPUBLIK MALUKU SELATAN(RMS)

* Terjadi pada : tanggal 25 April 1950

* Tokoh : Soumokil, J.H. Manuhutu, Frans Tutuhatunewa

* Sebab : Mendirikan negara sendiri

ngatasi : Menggunakan pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang

MESTA :

      * Awal peristiwa           :   Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (biasa disingkat dengan
PRRI) merupakan salah satu gerakan pertentangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah
pusat (Jakarta) yang dideklarasikan pada tanggal 15 Februari 1958.
    *Tokoh                         : Dengan keluarnya ultimatum dari Dewan Perjuangan yang dipimpin oleh 
Letnan Kolonel Ahmad Husein di Padang, Sumatera Barat, Indonesia.
 * Sebab                           : Konflik yang terjadi ini sangat dipengaruhi oleh tuntutan keinginan akan
adanya otonomi daerah yang lebih luas. Selain itu ultimatum yang dideklarasikan itu bukan tuntutan
pembentukan negara baru maupun pemberontakan, tetapi lebih kepada konstitusi dijalankan. Pada
masa bersamaan kondisi pemerintahan di Indonesia masih belum stabil pasca agresi Belanda. Hal ini
juga mempengaruhi hubungan pemerintah pusat dengan daerah serta menimbulkan berbagai
ketimpangan dalam pembangunan, terutama pada daerah-daerah di luar pulau Jawa.
Dan sebelumnya bibit-bibit konflik tersebut dapat dilihat dengan dikeluarkannya Perda No. 50 tahun
1950 tentang pembentukan wilayah otonom oleh provinsi Sumatera Tengah waktu itu yang
mencakup wilayah provinsi Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, dan Jambi.






 About
 Daftar Isi
 Contact
 Privacy Policy
 Disclaimer

Perjuangan Menghadapi Disintegrasi


Bangsa Serta Pengaruhnya Sampai Masa
Kini

 Arief Maulana

 1 year ago

 0 Comments

Facebook Twitter

Menurut wikipedia Disintegrasi adalah keadaan tidak bersatu padu yang menghilangnya keutuhan
atau persatuan serta menyebabkan perpecahan. Sedangkan Disintegrasi Bangsa yaitu perpecahan
atau hilangnya persatuan suatu bangsa yang mengakibatkan perpecahan. Secara umum pernyebab
disintegrasi bangsa adalah karena rasa tidak puas dan ketidakadilan masyarakat terhadap
pemerintahan yang mengakibatkan pemborantakan atau separatisme. Walaupun begitu banyak
faktor lain yang menyebabkan disintegrasi suatu bangsa seperti timbulnya perpecahan antar, suku
dan agama, konflik berkepanjangan, ketidakpercayaan, perang saudara pergolakan daerah,
kriminalitas, aksi protes dan demonstrasi, prostitusi, kenakalan remaja.

Faktor Yang Mempengaruhi Disintegrasi Bangsa :


 Geografi : Keadaan geografi indonesia yang memiliki banyak pulau juga merupakan salah
satu penyebab Disintegrasi, ketidakmerataan pembangunan tiap pulau serta kekayaan alam
yang berbeda tiap pulau akan menjadi faktor penyebab disintegrasi suatu negara.
 Demografi : Meledaknya jumlah penduduk Indonesia dengan sumber daya manusia rendah
akan menambah jumlah kemiskinan. Masyarakat yang memiliki SDM rendah ini akan mudah
dipengaruhi, sehingga mereka akan merasakan ketidakadilan terhadap pemerintah yang
menimbulkan gerakan separatisme.
 Kekayaan Alam : Kekayaan alam yang berbeda tiap pulau membuat pembangunan tiap
daerah tidak merata, akibatnya akan ada perbedaan pembangunan yang cukup besar,
dimana suatu kota / pulau akan sangat tinggi dan juga akan sangat rendah.
 Ideologi : Ideologi negara Indonesia yaitu Pancasila, akan tetapi semakin kesini paham akan
idelogi semakin memudar dan akibatnya masyarakat mudah dipengaruhi kelompok -
kelompok tertentu demi kepentingan mereka pribadi.
 Politik : Politik di Indonesia kini semakin banyak masalah, mereka hanya ingin
mengutamakan kepentingan partai politik mereka sendiri dibandingkan demi negara.
 Ekonomi : Kurangnya kesejahteraan rakyat, membuat kurangnya kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintahan, hal ini juga disebabkan karenan kurangnya efektivitas
pemerintahan dalam mengatur sistem ekspor dan impor.
 Sosial Budaya : Akibat dari keadaan geografi Indonesia yang berpulau - pulau
mengakibatkan lahirnya banyak budaya yang berbeda ( suku, agama, budaya dan ras ),
kurangnya toleransi di dalam masyarakat ini akan mudah terjadi konflik antar daerah.
 Pertahanan Dan Keamanan : Ancaman kedaulatan bisa berasal dari dalam ataupun di luar
negeri, selain sarana dan prasarana untuk pertahanan dan keamanan juga dibutuhkan rasa
kesatuan di dalam masyarakat.

Ancaman Disintegrasi Bangsa :

1. PKI MADIUN 1948

Waktu : 1948, dengan memproklamasikan berdirina Negara Republik Soviet Indonesia


Sebab : Hasil kesepakatan Renville menguntungkan Belanda

Pemimpin : Muso
Cara Penumpasan: Pemerintah mengajak rakyat ( Gerakan Operasi Militer I ) dan melakukan
penyitaan dan pelarangan terhadap beberapa surat kabar berhaluan komunis

Hasil : Pemberontak ditumpas dan Madiun direbut kembali

Munculnya PKI merupakan awal dari perpecahan pada SI ( Sarikat Islam ) yang mendapat pengaruh
ISDV ( Internasionalisme Sosialisme Democratise Vereeniging ) yang didirikan oleh H.J.F.M Snevliet
dkk pada bulan Mei 1914 di Semarang, lalu pada bulan Desember diubah menjadi PKI.

Pada tanggal 13 Nopember 1926 PKI melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Belanda. Lalu
pada tanggal 18 September 1948 Muso memimpin pemberontakan terhadap RI di Madiun, yang
bertujuan ingin mengubah dasar negara Pancasila menjadi dasar negara Komunis. Pemberontakan
ini ikut menyebar hampir di seluruh daerah Jawa Timur namun berhasil di gagalkan dengan
ditembak matinya Muso sedangkan Semaun dan Dharsono lari ke Rusia.

2. DI ( DARUL ISLAM ) / TII ( NEGARA ISLAM INDONESIA )

a. Jawa Barat

Waktu : 14 Agustus 1947

Latar belakang : Tidak setujunya dengan pemerintah RI saat terjadi perundingan Renville yang
dianggap merugikan pemerintah Indonesia

Pemimpin : Sekarmaji Maridjan Kartosuwiryo


Cara penumpasan : Melakukan Operasi Militer taktik pagar besi yang menggunakan ratusan ribu
rakyat untuk mempersempit ruang gerak

Hasil : Pada tanggal 4 juni 1962 kartosuwiryo berhasil ditangkap di gunung beber oleh pasukan
siliwangi

Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo tidak setuju terhadap isi perjanjian Renville. Sewaktu TNI hijrah ke
daerah RI ( Yogyakarta ) ia dan anak buahnya menolak dan tidak mau mengakui Republik Indonesia
dan ingin menyingkirkan Pancasila sebagai dasar negara. Untuk itu ia memproklamasikan berdirinya
Negara Islam Indonesia dengan nama Darul Islam ( DI )

b. Jawa Tengah

Waktu : 23 Agustus 19
Latar belakang : Pengurusan penggabungan laskar – laskar masuk ke dalam TNI
Pemimpin : Amir Fatah
Cara penumpasan : Pemerintah membentuk pasukan baru yang disebut dengan Bintang Raiders

Hasil : Dilakukannya operasi guntur pada tahun 1954, gerombolan Amir Fatah dapat dicerai Beraikan

Dipimpin oleh Amir Fatah dan Kyai Sumolangu. Selama Agresi Militer Belanda ke II Amir Fatah diberi
tugas menggabungkan laskar-laskar untuk masuk dalam TNI. Namun setelah banyak anggotanya ia
beserta anak buahnya melarikan diri dan menyatakan bagian dari DI/TII.

c. Sulawesi Selatan

Waktu : 30 April 1950


Latar belakang : Banyak pemuda sulawesi yg tergabung dalam PRI sulawesi ikut bertempur untuk
mempertahankan kota Surabaya

Pemimpin : Kahar Muzakar

Cara penumpasan : Dilakukan penyergapan oleh pasukan TNI dan

Hasil : Kahar Muzakar tertembak mati

Dipimpin oleh Abdul Kahar Muzakar. Dia berambisi untuk menduduki jabatan sebagai pimpinan
APRIS ( Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat ) dan menuntut agar Komando Gerilya Sulawesi
Selatan ( KGSS ) dimasukkan ke dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin. Tuntutan tersebut
ditolak oleh pemerintah sebab hanya mereka yang memenuhi syarat saja yang akan menjadi tentara
maka terjadilah pemberontakan tersebut.
d. Aceh

Waktu : 20 September 1953


Latar belakang : Setelah proklamasi Kemerdekaan RI , di Aceh terjadi pertentangan antara alim
ulama dengan para kepala asla

Pemimpin : Tengku Daud

Cara penumpasan : Antar prakarsa panglima kadam iskandar muda , colonel M. jann maka
dilaksanakan musyawarah kerukunan rakyat aceh

Hasil : Musyawarah ini mendapat dukungan dari tokoh – tokoh masyarakat aceh dan berhasil
memulihkan keamanan

Dipimpin oleh Daud Beureueh Gubernur Militer Aceh, karena status Aceh sebagai daerah Istimewa
diturunkan menjadi sebuah karesidenan di bawah propinsi Sumatera Utara. Ia lalu menyusun
kekuatan dan menyatakan dirinya bagian dari DI/TII. Pemberontakan ini dapat dihentikan dengan
jalan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh ( MKRA ).

e. Kalimantan Selatan

Waktu : Oktober 1950


Latar belakang : Terjadi pemberontakkan kesatuan masyarakat tertindas

Pemimpin : Ibnu Hajar

Cara mengatasi : Melakukan gerakan Operasi militer ke Kalimantan selatan

Hasil : Pada tahun 1954 ibnu hajar di tangkap dan di hukum mati pada 22 maret 1955

Dipimpin oleh Ibnu Hajar, ia menyatakan dirinya bagian dari DI/TII dengan memperjuangkan
kelompok rakyat yang tertindas. Ia dan anak buahnya menyerang pos-pos kesatuan tentara serta
melakukan tindakan pengacauan yang pada akhirnya Ibnu Hajar sendiri ditembak mati.

3. APRA ( ANGKATAN PERANG RATU ADIL )

Upaya Indonesia mengatasi ancaman disintegrasi


Peristiwa apa saja yang terjadi di Indonesia setelah merdeka….?
Ada berbagai bentuk pergolakan dan pemberontakan antara lain:
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, perjuangan bangsa Indonesia belum selesai. Mengapa?
Sebab Indonesia menghadapi dua masalah antara harus berjuang mem-pertahankan
kemerdekaan
dari ancaman Sekutu dan NICA dan juga harus menghadapi tindakan makar dari gerakan
separatis. Pada saat bangsa membutuhkan kekuatan untuk mempertahankan kemerdekaan.
Tindakan makar dengan cepat ditumpas oleh TNI yang didukung rakyat, dan pada akhirnya
semua pemberontakan dapat diseleseikan.
Inilah berbagai pemberontakan yang terjadi pada saat itu.
a. PKI Madiun 1948
Pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin tahun
1948. Jatuhnya kabinet Amir disebabkan oleh kegagalannya dalam Perundingan Renville
yang
sangat merugikan Indonesia. Untuk merebut kembali kedudukannya,pada tanggal 28 Juni
1948
Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat.Untuk memperkuat basis massa,Front
ini
membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Selain itu dengan memancing bentrokan
dengan
menghasut buruh. Puncaknya ketika terjadi pemogokan di pabrik karung Delanggu (Jawa
Tengah) pada tanggal 5 Juli 1959. Pada tanggal 11 Agustus 1948, Musso tiba dari Moskow.
Amir dan Front inipun segera bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka
disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin itu bernama Jalan Baru. PKI banyak melakukan
kekacauan,
terutama di Surakarta.
Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest). Sementara Madiun dijadikan
basis gerilya. Pada tanggal 18 September 1948, Musso memproklamasikan berdirinya
pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang
bersamaan,
gerakan PKI dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun. Untuk menumpas
pemberontakan
PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Dalam hal ini peran Divisi Siliwangi cukup
besar.
Di samping itu, Panglima Besar Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto
di
Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan pasukannya
menumpas
pemberontakan PKI di Madiun. Dengan dukungan rakyat di berbagai tempat, pada tanggal 30
September 1948, kota Madiun berhasil direbut kembali oleh tentara Republik. Pada akhirnya
tokoh-tokoh PKI seperti Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan Vietnam. Sementara
itu,
tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas ditembak. Sekitar 300 orang ditangkap oleh pasukan
Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948 di daerah Purwodadi, Jawa Tengah.
Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun, maka selamatlah bangsa dan negara
Indonesia dari rongrongan dan ancaman kaum komunis yang bertentangan dengan ideologi
Pancasila.
b. Pemberotakan DI/TII ( Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia)
1. DI/TII Jawa Barat
S M Kartosuwiryo mendirikan (DI/TII ) dengan tujuan menentang penjajah Belanda di
Indonesia, setelah makin kuat, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam
Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan Tentara Islam
Indonesia (TII). Upaya penumpasan dengan operasi militer yang disebut Operasi
Bharatayuda.
Dengan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo berhasil ditanggap oleh
pasukan Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo dijatuhi
hukuman mati 16 Agustus 1962.
2. DI/TII Jawa Tengah
Gerakan DI/TII di Jawa Tengah yang dipimpin oleh Amir Fatah di bagian utara, yang
bergerak
di daerah Tegal, Brebes dan Pekalongan. Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir
Fatah
kemudian diangkat sebagai komandan pertemburan Jawa Tengah dengan pangkat Mayor
Jenderal Tentara Islam Indonesia. Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk
Komando Gerakan Banteng Negara (GBN) dibawah Letkol Sarbini. Pemberontakan di
Kebumen
dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz
Abdulrachman (Romo Pusat atau Kiai Sumolanggu) Gerakan ini berhasil dihancurkan pada
tahun 1957 dengan operasi militer yang disebut Operasi Gerakan Banteng Nasional dari
Divisi
Diponegoro. Gerakan DI/TII itu pernah menjadi kuat karena pemberontakan Batalion 426 di
Kedu dan Magelang/ Divisi Diponegoro. Didaerah Merapi-Merbabu juga telah terjadi
kerusuhan-kerusuhan yang dilancarkan oleh Gerakan oleh Gerakan Merapi-Merbabu
Complex
(MMC). Gerakan ini juga dapat dihancurkan. Untuk menumpas gerakan DI/TII di daerah
Gerakan Banteng Nasional dilancarkan operasi Banteng Raiders.
3. DI/TII Aceh
Adanya berbagai masalah antara lain masalah otonomi daerah, pertentangan antargolongan,
serta
rehabilitasi dan modernisasi daerah yang tidak lancar menjadi penyebab meletusnya
pemberontakan DI/TII di Aceh. Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Tengku Daud
Beureueh yang pada tanggal 20 September 1953 memproklamasikan daerah Aceh sebagai
bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah pimpinan Kartosuwiryo. Pemberontakan DI/TII
di
Aceh diselesaikan dengan strategi operasi militer dan musyawarah.
4. DI/TII Sulawesi Selatan
Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan
anggotanya disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar Muzakar menuntut agar Kesatuan
Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan delam satu brigade yang
disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak karena banyak
diantara
mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil
kebijaksanaan
menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat dilantik
sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakar beserta para
pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan
mengadakan
pengacauan. Kahar Muzakar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia
dan
menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal
3
Februari 1965, Kahar Muzakar tertembak mati oleh pasukan TNI.
Andi Aziz
Faktor - faktor yang menyebabkan pemberontakan adalah :
1. Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di
Negara
Indonesia Timur.
2. Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI
3. Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur.
Karena tindakan Andi Azis tersebut maka pemerintah pusat bertindak tegas. Pada tanggal 8
April
1950 dikeluarkan ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus melaporkan diri
ke
Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pasukannya harus dikonsinyasi,
senjata-
senjata dikembalikan, dan semua tawanan harus dilepaskan. Kedatangan pasukan pimpinan
Worang kemudian disusul oleh pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel A.E
Kawilarang
pada tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan dua brigade dan satu batalion di antaranya
adalah
Brigade Mataram yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto. Kapten Andi Azis dihadapkan
ke
Pengadilan Militer di Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan
dijatuhi
hukuman 15 tahun penjara.
d. APRA ( Angkatan Perang Ratu Adil )
Pada bulan Januari 1950 di Jawa Barat di kalangan KNIL timbul Angkatan Perang Ratu Adil
(APRA) yang dipimpin oleh Kapten Westerling. Tujuan APRA adalah mempertahankan
bentuk
Negara Federal Pasundan di Indonesia dan mempertahankan adanya tentara sendiri pada
setiap
negara bagian Republik Indonesia Serikat. APRA mengajukan ultimatum menuntut supaya
APRA diakui sebagai Tentara Pasundan dan menolak dibubarkannya Pasundan/negara
Federal
tersebut. Ultimatum ini tidak ditanggapi oleh pemerintah, maka pada tanggal 23 Januari 1950
di
Bandung APRA melancarkan teror, APRA berhasil ditumpas. Ternyata dalang gerakan
APRA
ini berada di Jakarta, yakni Sultan Hamid II. Rencana gerakannya di Jakarta ialah menangkap
beberapa menteri Republik Indonesia Serikat yang sedang menghadiri sidang kabinet dan
membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekertaris Jenderal
Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepada Staf Angkatan Perang
Kolonel
T.B Simatupang. Rencana tersebut berhasil diketahui dan diambil tindakan preventif,
sehingga
sidang kabinet ditunda. Sultan Hamid II berhasil ditangkap pada tanggal 4 April 1950. Akan
tetapi, Westerling berhasil melarikan diri ke luar negeri.
e. RMS, ( Republik Maluku Selatan )
Pada tanggal 25 April 1950 di Ambon diproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan
(RMS) yang dilakukan oleh Dr. Ch. R. S. Soumokil mantan Jaksa Agung Negara Indonesia
Timur,Soumokil. Namun, setelah gagalnya gerakan itu ia melarikan diri ke Maluku Tengah
dengan Ambon sebagai pusat kegiatannya. Untuk itu pemerintah mengutus Dr. Leimena
untuk
mengajak berunding. Misi Leimena tidak berhasil karena RMS menolak untuk berunding.
Pemerintah bertindak tegas, pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel A. E. Kawilarang
dikirimkan ke Ambon. Dalam pertempuran memperebutkan benteng New Victoria, Letkol
Slamet Riyadi tertembak dan gugur. Pada tanggal 28 September 1950 pasukan ekspedisi
mendarat di Ambon dan bagian utara pulau itu berhasil dikuasai. Tanggal 2 Desember 1963
Dr.
Soumokil berhasil ditangkap selanjutnya tanggal 21 April 1964 diadili oleh Mahkamah
Militer
Laut Luar Biasa dan dijatuhi hukuman mati.
f. PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia)
Munculnya pemberontakan PRRI diawali dari ketidakharmonisan hubungan pemerintah
daerah
dan pusat. Daerah kecewa terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak adil dalam alokasi
dana pembangunan. Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan
daerah seperti berikut.
a. Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
b. Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan.
c. Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
d. Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.
Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda mengundurkan
diri
dalam waktu 5 x 24 jam, dan menyerahkan mandatnya kepada presiden. Tuntutan tersebut
jelas
ditolak pemerintah pusat. Setelah menerima ultimatum, maka pemerintah bertindak tegas
dengan
memecat secara tidak hormat Ahmad Hussein, Simbolon, Zulkifli Lubis, dan Dahlan
Djambek
yang memimpin gerakan sparatis. Langkah berikutnya tanggal 12 Februari 1958 KSAD A.H.
Nasution membekukan Kodam Sumatra Tengah dan selanjutnya menempatkan langsung di
bawah KSAD.
Pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya
Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Sebagai perdana menterinya adalah Mr.
Syafruddin
Prawiranegara. Agar semakin tidak membahayakan negara, pemerintah melancarkan operasi
militer untuk menumpas PRRI. Berikut ini operasi militer tersebut.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta dilaksanakan operasi gabungan yang terdiri
atas unsur-unsur darat, laut, udara, dan kepolisian. Serangkaian operasi yang dilakukan
adalah
sebagai berikut :
1. Operasi Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution. Tujuan
mengamankan instansi dan berhasil menguasai kota. Pekanbaru pada tanggal 12 Maret 1958.
2. Operasi 17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani
berhasil menguasai kota Padang pada tanggal 17 April 1958 dan menguasai Bukittinggi 21
Mei
1958.
3. Operasi Saptamarga dengan sasaran Sumatera Utara dipimpin oleh Brigjen Jatikusumo.
4. Operasi Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan dipimpin oleh Letkol Dr. Ibnu Sutowo.
5. Penumpas pemberontakan Permesta dilancarkan operasi gabungan dengan nama Merdeka
di
bawah pimpinan Letkol Rukminto Hendraningrat, yang terdiri dari :
• Operasi Saptamarga I dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah, dipimpin oleh Letkol
Sumarsono.
• Operasi Saptamarga II dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan, dipimpin oleh Letkol
Agus Prasmono.
• Operasi Saptamarga III dengan sasaran Kepulauan Sebelah Utara Manado, dipimpin oleh
Letkol Magenda.
• Operasi Saptamarga IV dengan sasaran Sulawesi Utara, dipimpin oleh Letkol Rukminto
Hendraningrat
3. Peristiwa G-30-S/PKI 1965.
1). Kondisi Politik Menjelang G 30 S/PKI
Doktrin Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi keleluasaan PKI
untuk
memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh didukung oleh kondisi ekonomi
bangsa yang semakin memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi tersebut, PKI menjadi
salah
satu kekuatan yang penting pada masa Demokrasi Terpimpin bersama Presiden Soekarno dan
Angkatan Darat. Pada akhir tahun 1963, PKI melancarkan sebuah gerakan yang disebut “aksi
sepihak”. Para petani dan buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah penduduk,
melakukan aksi demonstrasi dan pemogokan. Untuk melancarkan kudeta, maka PKI
membentuk
Biro Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut mempunyai
tugas-
tugas berikut.
a. Menyebarluaskan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI.
b. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi anggota PKI dan
telah
disumpah dapat membina anggota ABRI lainnya.
c. Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau menjadi pengikut PKI
agar
sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk kepentingannya.
Memasuki tahun 1965 pertentangan antara PKI dengan Angkatan Darat semakin meningkat.
D.N. Aidit sebagai pemimpin PKI beserta Biro Khususnya, mulai meletakkan siasat-siasat
untuk
melawan komando puncak AD. Berikut ini siasat-siasat yang ditempuh oleh Biro Khusus
PKI.
a. Memojokkan dan mencemarkan komando AD dengan tuduhan terlibat dalam
persekongkolan
(konspirasi) menentang RI, karena bekerja sama dengan Inggris dan Amerika Serikat.
b. Menuduh komando puncak AD telah membentuk “Dewan Jenderal” yang tujuannya
menggulingkan Presiden Soekarno.
c. Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung adanya “Dewan Jenderal”.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.
e. Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari para
buruh dan petani yang dipersenjatai.
Ketegangan politik antara PKI dan TNI AD mencapai puncaknya setelah tanggal 30
September
1965 dini hari, atau awal tanggal 1 Oktober 1965. Pada saat itu terjadi penculikan dan
pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat.
2. Seputar Penculikan Para Jenderal AD, Usaha Kudeta, dan Operasi Penumpasan
Peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira AD, kemudian dikenal Gerakan
30
S/PKI. Secara rinci para pimpinan TNI yang menjadi korban PKI ada 10 orang, yaitu 8 orang
di
Jakarta dan 2 orang di Yogyakarta. Mereka diangkat sebagai Pahlawan Revolusi.
2). Berikut ini para korban keganasan PKI.
a. Di Jakarta
1) Letjen Ahmad Yani, Men/Pangad.
2) Mayjen S.Parman, Asisten I Men/Pangad.
3) Mayjen R. Suprapto, Deputi II Men/Pangad.
4) Mayjen Haryono, M.T, Deputi III Men/Pangad.
5) Brigjen D.I. Panjaitan, Asisten IV Men/Pangad.
6) Brigjen Sutoyo S, Inspektur Kehakiman/Oditur Jendral TNI AD.
7) Lettu Piere Andreas Tendean, Ajudan Menko Hankam/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata.
8) Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun, Pengawal rumah Wakil P.M. II Dr. J. Leimena.
b. Di Yogyakarta
1) Kolonel Katamso D, Komandan Korem 072 Yogyakarta.
2) Letnan Kolonel Sugiyono M., Kepala Staf Korem 072 Yogyakarta.
Ahmad Yani MT Haryono S Parman Sutoyo S
Jenderal Nasution berhasil meloloskan diri. Akan tetapi putrinya Ade Irma Suryani tertembak
yang akhirnya meninggal tanggal 6 Oktober 1965, dan salah satu ajudannya ditangkap.
Ajudan
Nasution (Lettu Pierre A. Tendean), mayat tiga jenderal, dan tiga jenderal lainnya yang masih
hidup dibawa menuju Halim. Di Halim, para jenderal yang masih hidup dibunuh secara
kejam.
Sejumlah anggota Gerwani dan Pemuda Rakyat terlibat dalam aksi pembunuhan tersebut.
Ketujuh mayat kemudian dimasukkan dalam sebuah sumur yang sudah tidak dipakai lagi di
Lubang Buaya. Untuk mengenang peristiwa yang mengerikan tersebut, di Lubang Buaya
dibangun Monumen Pancasila Sakti. Peristiwa pembunuhan juga terjadi di daerah
Yogyakarta.
Komandan Korem 072 Yogyakarta Kolonel Katamso dan Kepala Stafnya Letkol Sugiyono
diculik dan dibunuh oleh kaum pemberontak di Desa Kentungan. Pagi hari sekitar jam 07.00
WIB Letkol Untung berpidato di RRI Jakarta. Dalam pidatonya, Letkol Untung mengatakan
bahwa “Gerakan 30 September” adalah suatu kelompok militer yang telah bertindak untuk
melindungi Presiden Soekarno dari kudeta. Kudeta itu direncanakan oleh suatu dewan yang
terdiri atas jenderal-jenderal Jakarta yang korup yang menikmati penghasilan tinggi dan
menjadi
kaki tangan CIA (Agen Rahasia Amerika). Setelah mendengar pidato Letkol Untung di RRI,
timbul kebingungan di dalam masyarakat. Presiden Soekarno berangkat menuju Halim.
Presiden
mengeluarkan perintah agar seluruh rakyat Indonesia tetap tenang dan meningkatkan
kewaspadaan, serta menjaga persatuan. Diumumkan pula bahwa pimpinan Angkatan Darat
untuk
sementara waktu berada langsung di tangan presiden sebagai Panglima Tertinggi ABRI.
Selain
itu melaksanakan tugas seharihari ditunjuk Mayjen Pranoto. Namun, di saat yang sama, tanpa
sepengetahuan presiden Mayjen Soeharto mengangkat dirinya sebagai pimpinan AD.
3). Penumpasan G 30 S/PKI
Pada tanggal 2 Oktober 1965 Presiden Soekarno memanggil semua panglima angkatan ke
Istana
Bogor. Dalam pertemuan tersebut Presiden Soekarno mengemukakan masalah penyelesaian
peristiwa G 30 S/PKI. Dalam rangka penjelasan G 30 S/PKI, presiden menetapkan
kebijaksanaan
berikut.
a. Penyelesaian aspek politik akan diselesaikan sendiri oleh presiden.
b. Penyelesaian aspek militer dan administratif diserahkan kepada Mayjen Pranoto
c. Penyelesaian militer teknis, keamanan, dan ketertiban diserahkan kepada Mayjen Soeharto
Berikut ini penumpasan G 30 S/PKI dari aspek militer. Lihat tabel 12.3
4). Dampak Sosial Politik dari Peristiwa G 30 S/PKI
Berikut ini dampak sosial politik dari G 30 S/PKI.
a. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru yaitu tentara AD.
b. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai kekuatan politik di Indonesia.
c. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar.
d. Secara sosial telah terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang PKI
atau”dianggap PKI”, yang tidak semuanya melalui proses pengadilan dengan jumlah yang
relatif
banyak.
4. Pendapat para ahli tentang peristiwa G-30-S-1965/ PKI
Konsekuensi dari peristiwa yang samar dan melibatkan berbagai pihak menimbulkan
penafsiran
yang cukup beragam. Peristiwa Penculikan yang diikuti dengan perebutan kekuasaan serta
pembasmian terhadap orang yang dianggap musuh politik menjadi suatu topik yang neraik,
kompleks, membingungkan sekaligus menantang. Beberapa versi yang ada, antara lain:
a. Pertama, interpretasi yang menekankan bahwa pelaku utama G 30 S adalah PKI. Sejak
awal
PKI telah berusaha merintis usaha untuk merebut kekuasaan, termasuk menyusupkan orang-
orangnya ke kelompok lain, termasuk AD. Dewan Revolusi yang melakukan penculikan
terhadap sejumlah perwira AD hanyalah organ pelaksana yang sejak awal sudah dikenaro
oleh
PKI. Pandangan ini antara lain dikemukakan oleh Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh
melalui bukunya (Tragedi Nasional, Percobaan Kup G 30 S/PKI di Indonesa), Sekretariat
Negara
( Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia; Latar Belakang, Aksi dan
Penumpasannya), Arnold Brackman ( The Communist Collapse in Indonesia).
b. Kedua, suatu interpretasi yang menekankan bahwa pelaku utama dari gerakan ini adalah
Angkatan Darat sendiri. Konflik internal AD, terutama antara perwira senior yang konservatif
dan suka hidup mewah dengan para perwira progresif yang prihatin dengan kehidupan
masyarakat yang banyak susah sementara beberapa perwira tinggi militer justru hidup
mewah.
Termasuk diantaranya yang beranggapan bahwa kasus ini sebenarnya hanya terkait dengan
Divisi Diponegoro. Beberapa pengarang yang beranggapan semacam ini antara lain MR
Siregar
(Tragedi Manusia dan Kemanusiaan, Kasus Indonesia: Sebuah Holokaus yang Diterima
sesudah
Perang Dunia Kedua), Coen Holtsappel (The 30 September Movement), Anderson dan Ruth
McVey (A Preliminary Analysis of the October 1, 1965: Coup in Indonesia)
c. Ketiga, pelaku utama dan kemudian yang harus bertanggungjawab terhadap peristiwa G 30
S
adalah Letnan Jenderal Suharto sendiri. Dia yang sejak awal sudah diberitahu oleh Latief
akan
rencana penculikan serta tindakannya yang dengan cepat menumpas kelompok pemberontak
hanya mungkin dapat dilaksanakan kalau yang bersangkutan tahu betul scenario yang ada.
Beberapa tulisan yang terkait dengan interpretasi ini adalah Wimandjaya K.Litohoe
(Primadosa),
Imam Soedjono (Yang Berlawan, Membongkar Tabir Pemalsuan Sejarah PKI)
d. Keempat, Pandangan yang beranggapan bahwa pelaku utama dari peristiwa G 30 S adalah
Presiden Sukarno sendiri. Para perwira yang tergabung dalam Dewan revolusi merupakan
tokoh-
tokoh yang sangat mengagumi Presiden Sukarno sekaligus sangat dekat dengan Presiden
Sukarno. Termasuk beberapa tokoh di luar AD yang kemudian bertemu di Halim
Perdanakusumah merupakan orang-orang dekat Sukarno. Presiden yang berusaha
memperkuat
posisinya ingin pimpinan AD semakin tunduk dan setia dengan kepemimpinannya. Tulisan
ini
antara lain dianut oleh Antonie C.A.Dake (In The Spirit of The Red Banteng: Indonesian
Communism between Moscow and Peking, Sukarno File, Berkas-berkas Soekarno 1965-
1967,
Kronologi suatu keruntuhan) Soegiarso Soerojo (Siapa menabur Angin akan menuai Badai),
John Hughes ( The End of Soekarno), Ulf Sundhaussen (Politik Militer Indonesia 1945-1967:
Menuju Dwifungsi ABRI).
e. Kelima, Pandangan yang beranggapan bahwa peristiwa yang terjadi merupakan hasil
skenario
dari kekuatan yang diorganisir dan direncanakan oleh agen rahasia Amerika, CIA. Amerika
yang
sejak awal berusaha menguasai Indonesia, paling tidak menjadikan Indonesia sebagai
sekutunya
terus berusaha memperkuat pengaruhnya di Indonesia. Untuk itu Amerika sangat
berkepentingan
mengganti posisi Presiden Sukarno serta menyingkirkan pengaruh dan kekuatan PKI. Tulisan
ini
antara lain dikembangkan oleh Greg Poulgrain ( The Genesis of Confrontation: Malaysia,
Brunei
and Indonesia, 1945-1965).
f. Keenam, pandangan yang beranggapan bahwa pelaku G 30 S tidak tunggal. Pandangan ini
juga masih beragam; antara lain; yaitu yang beranggapan bahwa ada konspirasi antara
kekuatan
AD dengan kekuatan asing, khususnya Amerika dan Inggris. Anggapan ini antara lain
dikembangkan oleh Harsutejo (G 30 S Sejarah yang digelapkan Tangan berdarah CIA dan
Rejim
Suharto), Di samping itu juga ada yang beranggapan bahwa peristiwa G 30 S adalah
konspirasi
antara Presiden Sukarno, PKI dan RRC sebagaimana yang kembangkan oleh Victor M. .Fic
(Kudeta 1 Oktober 1965, Sebuah Studi tentang Konspirasi). Sementara juga ada yang
beranggapan bahwa pelaku dari G 30 S adalah perpaduan antara pimpinan PKI yang
keblinger,
kecerdikan subversi nekolim dan adanya oknum-oknum yang tidak bera. Pandangan ini
antara
lain dikemukakan oleh Presiden Sukarno (Pelengkap Nawaksara
Dari uraian singkat di atas, kita bisa melihat bahwa ternyata memang tidak mudah untuk bisa
menentukan dengan pasti siapa dibalik G30S. Setiap kesimpulan yang dibuat akan dibantah
oleh
yang lain sehingga tidak akan ada kesimpulan yang diterima oleh semua pihak. Setiap orang
mempunyai kesimpulan sesuai pengalaman dan keyakinan masing-masing yang sifatnya
individual.
5. Dampak sosial-politik dari peristiwa G-30-S-1965/ PKI di dalam masyarakat
a. Sosial
Menanggapi peristiwa G 30 S PKI presiden Soekarno bersikap kurang tegas sehingga
menimbulkan reaksi dari rakyat terutama kalangan amahsiswa dan pelajar yang mendapat
dukungan ABRI.
Secara sosial telah terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-
orang PKI atau”dianggap PKI”, yang tidak semuanya melalui proses pengadilan dengan
jumlah
yang relatif banyak.
b. Ekonomi
Terjadinya kondisi harga barang-barang naik dan terjadi inflasi sangat tinggi bahkan melebihi
600% setahun.
Upaya mengatasi inflasi :
• Mengadakan devaluasi rupiah lama menjadi rupiah baru, dari Rp 1000
menjadi Rp 100 uang baru.
• Menaikkan harga bahan bakar menjadi empat kali lipat sejak 1 Januari 1966
yang mengakibatkan naiknya harga-harga barang secar tidak terkendali
c. Dampak Politik
Munculnya gelombang aksi menentang ketidak tegasan Presiden Soekarno tentang peristiwa
G
30 S PKI terutama dari kalangan mahasiswa dan pelajar misalnya KAMI, KAPPI,KAPI,
KAWI,
KABI yang kemudian mengeluarkan tuntutan yang dikenal dengan TRITURA ( Tiga
Tuntutan
Rakyat ) pada 10 Januari 1966 yang berisi :
a. Pembubaran PKI
b. Pembersihan kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI
c. Penurunan harga-harga (perbaikan ekonomi)
Dalam usaha menuntut TRITURA telah gugur seorang mahasiswa Arief Rahman Hakim
yang
tertembus peluru pengawal kepresidenan. Reaksi presiden terhadap aksi-aksi demo
menentang
dirinya adalah membubarkan KAMI pada 25 Februari 1966. pada tanggal 11 Maret 1966
Presiden memimpin sidang kabinet yang membahas kemelut politik saat itu. Namun presiden
buru-buru pergi ke Bogor karena ada informasi di sekitar istana terdapat pasukan-pasukan
liar.
Tindakan Presiden ini mengundang tanggapan dari 3 perewira TNI AD yaitu :
• Mayor Jenderal Basuki Rahmat
• Brigadir Jenderal M. Yusuf
• Brigadir Jenderal Amir Mahmud
Yang menyusul ke Bogor dengan membawa pesan dari Jenderal Soeharto bahwa Soeharto
siap
mengatasi keadaan kalau presiden memberi kepercayaan padanya. Sehingga presiden
kemudian
memerintahkan ketiga jenderal dan Komandan resimen Cakrabirawa BrigJen Sabur untuk
membuat konsep surat perintah kepada Jenderal Soeharto yang kemudian dikenal dengan
nama
Surat Perintah 11 Maret (SUPERSEMAR) dalam TAP MPRS No. IX/MPRS/1966 yang
intinya
berisi :
Memerintahkan kepada Letnan Jenderal Soeharto atas nama presiden untuk mengambil
tindakan
yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketertiban serta stabilitas jalannya
pemerintahn dan jalannya revolusi serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan
presiden.
Langkah selanjutnya adalah Letjen Soeharto membubarkan PKI dan Ormas-ormasnya
sebagai
partai terlarang di seluruh Indonesia pada 12 Maret 1966 ditetapkan dalam TAP MPRS No.
XXV/MPRS/1966.
Dampak sosial politik dari G 30 S/PKI.
a. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru yaitu tentara AD.
b. Kekuasaan dan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar

Ancaman disintegrasi bangsa

Sk : menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya Orde Baru

 KD : Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dari


          ancaman  disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan
( antara
          lain : PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Azis, RMS, PRRI, Permesta, G.30.S/1965

Indikator ;1.1.1.Ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan


pemberontakan
                          (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta,
                           G.30.S.1965/PKI)

 Nilai-nilai sekolah : Solidaritas, Pencerahan/akal budi. Kerja keras, kejujuran

Karakter siswa yang diharapkan :


Religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.

Kewirausahaan / Ekonomi Kreatif :


Percaya diri (keteguhan hati, optimis).Berorientasi pada tugas (bermotivasi, tekun/tabah,
bertekad, enerjik). Pengambil resiko (suka tantangan, mampu memimpin), Orientasi ke masa
depan (punya perspektif untuk masa depan).

 ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA 


Semangat nasionalisme Indonesia dalam wujud rasa persatuan Indonesia sudah berlangsung
sejak adanya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Tapi kemudian memudar seiring dengan
perjalanan waktu. Dengan usia Indonesia yang semakin bertambah, kondisi Indonesia
semakin mengkawatirkan. Banyak pihak yang ingin mendapatkan keuntungan dirinya sendiri,
sehingga disintegrasi sedang mengancam bangsa Indonesia Beberapa peristiwa yang
mengancam itu antara lain:

Pemberontakan PKI,.di Madiun, Peristiwa Madiun 1948


a. Waktu : 1948, dengan memproklamasikan berdirinya Negara Republik Soviet Indonesia
b. Sebab  : Hasil kesepakatan perundingan Renville menguntungkan Belanda
 c. Pemimpin : Muso
d. Cara penumpasan : pemerintah mengajak rakyat untuk menentukan sikap untuk memilih
    Sukarno-Hatta atau Muso gerakan operasi militer I dan melakukan pembridelan terhadap
beberapa
     surat kabar berhaluan komunis
e. Hasil : Seluruh kekuatan pemberontak dapat ditumpas dan kota Madiun dapat direbut
kembali 30
               September1948.Muso dapat ditembak mati Amir Syarifuddin dan tokoh PKI/FDR
dapat
               ditangkap dan dapat dijatuhi hukuman mati

DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia ) 


DI/TII terjadi bukan hanya di Jawa Barat tapi juga terjadi di berbagai daerah di Indonesia,
yaitu

1. DI/TII di Jawa Barat


   a. Waktu : 14 Agustus 1947
   b. Latar belakang : Tidak sejalan dengan pemerintah RI ketika terjadi perundingan Renville
yang
             dianggap merugikan pemerintah Indonesia
   c. Pemimpin : Sekarmaji Maridjan Kartosuwiryo
   d. Cara penumpasan : Melakukan Operasi Militer  taktik pagar besi menggunakan ratusan
ribu
                                       tenaga rakyat untuk mempersempit ruang gerak

    e. Hasil : Pada tanggal 4 juni 1962 kartosuwiryo berhasil ditangkap di gunung beber oleh
                   pasukan    siliwangi
 
2. DI/TII Kalimantan Selatan
               a. Waktu :Oktober 1950
               b.  Latar belakang :Terjadi pemberontakkan kesatuan masyarakat tertindas
               c. Pemimpin : Ibnu Hajar
               d.  Cara mengatasi : Melakukan gerakan Operasi militer ke Kalimantan selatan
              e.  Hasil : Pada tahun 1954 ibnu hajar di tangkap dan di hukum mati pada 22 maret 1955
       
 
 3. DI/TII Sulawesi Selatan
                    a. 30 April 1950
                    b. Latar belakang : Banyak pemuda sulawesi yg tergabung dalam PRI sulawesi ikut       
                                             bertempur  untuk mempertahankan kota Surabaya
                    c. Pemimpin :Kahar Muzakar
                    d. Cara penumpasan : Dilakukan penyergapan oleh pasukan TNI dan 
             e. Hasil :Kahar Muzakar tertembak mati 
  

4.  DI/TII di Jawa Tengah


                 a. Waktu :23 Agustus 19
                 b. Latar belakang : Mengurus penggabungan laskar – laskar masukke dalam TNI
                 c. Pemimpin : Amir Fatah
                 d. Cara penumpasan : Pemerintah membentuk pasukan baru yang disebut dengan bintang
raiders
                 e.   Hasil : Akhirnya dilakukan operasi guntur pada tahun 1954 gerombolan dapat dicerai
– 
                             beraikan

5. DI/TII di Aceh
     a. 20 September 1953
               b. Sebab // Latar belakang : Setelah proklamasi Kemerdekaan RI , di aceh terjadi
pertentangan 
                antara alim ulama dengan para kepala asla 
               c. Pemimpin : Tengku Daud
               d. Cara penumpasan Antar prakarsa panglima kadam iskandar muda , colonel M. jann
maka 
                 dilaksanakan musyawarah kerukunan rakyat aceh
             e. Hasil : Musyawarah ini mendapat dukungan dari tokoh – tokoh masyarakat aceh dan
berhasil 
                           memulihkan keamanan .

Usaha untuk menumpas pemberontakan DI/TII ini memerlukan waktu yang lama disebabkan
oleh beberapa faktor, yakni :

1. medannya berupa daerah pegunungan-pegunungan sehingga sangat mendukung


pasukan DI/TII untuk bergerilya,
2. pasukan Kartosuwiryo dapat bergerak dengan leluasa di kalangan rakyat,
3. pasukan DI /TII mendapat bantuan dari beberapa orang Belanda, antara lain pemilik-
pemilik perkebunan dan para pendukung negara Pasundan,
4. suasana politik yang tidak stabil dan sikap beberapa kalangan partai politik telah
mempersulit usaha-usaha pemulihan keamanan.

Andi Azis
      a.  Waktu : 5 Januari 1950
      b.  Latar belakang Menyerang gedung tempat berlangsungnya sidang kabinet
      c.  Pemimpin Kapten Raymond Westerling
      d.  Cara penumpasan : Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan ultimatum bahwa dalam
waktu 4x24 
             jam Andi Azis harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya.
     e.    Hasil : pasukannya harus dikonsinyasi, senjata-senjata dikembalikan, dan semua tawanan
harus 
                          dilepaskan.

RMS
    Waktu : 25 April 1950
    Sebab / Latar belakang : Tidak puas dengan terjadinya proses kembali ke NKRI
    Pemimpin : Dr.Christian Robert Steven Soumokil
    Cara penumpasan : diselesaikan secara damai dengan mengirimlkan misi dipimpin
Leimena gagal sehingga kemudian dikrimkan pasukan ekspedisi
militer pimpinan Kawilarang.
    Hasil : Sisa – sisa kekuatan RMS banyak yang melarikan diri ke pulau seram dan
membuat kekacauan akhirnya Soumokil dapat di tangkap dan jatuhi hukuman
mati

PRRI 
a.   Waktu : 15 Februari 1958
b.   Alasan / Latar belakang : Keinginan adanya otonomi yg luas
c.   Pemimpin : Letnal Kolonel Achmad Husein
d.   Cara penumpasan : Operasi militer Pemerintah mengerahkan pasukan militer
terbesar
di sejarah militer Indonesia
e.   Hasil : Operasi militer dipimpin AE Kaliurang berhasil kembali
menguasai daerah 
Permesta
•      Waktu : 7 Februari 1958
•      Sebab/ Latar belakang : Masyarakat di manado tidak puas dengan keadaan ekonomi
•      Pemimpin : Letkol Ventje Sumual
•      Cara penumpasan : Pemerintah Republik Indonesia menggunakan operasi militer
untuk menghentikan pemberontakan  
              *        Hasil :Hasil TNI berhasil Berkuasa Antar daerah yang merupakan baris PERMESTA

Anda mungkin juga menyukai