Runtuhnya Orde Lama (Soekarno) Dan Naiknya Soeharto (Orde Lama) Menjadi
Presiden
Terjadinya Pembantaian Massal
Seluruh Element Masyarakat Yang Terdiri Dari Mahasiswa Dan Pelajar Turun Ke
Jalan Untuk Menyuarakan Tritura
Militer Terpecah Jadi 2
Dan Masih Banyak Lagi
Dampak positifnya
meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya integrasi bangsa
4. Melakukan Kekejaman
Tidanakan komunis yang dilkakukan oleh apra antek antek PKI tidak hanya berniat
memberontak dan melakukan pemaksaan terhadap lahirnya aliran komunisme. Namun
mereka juga melakukan tindakan kekerasan yang tentu saja tidak baik dan merugikan
banyak pihak. Mereka melakukan tindakan semena-mena ini atas dasar kesadaran dan
keinginan yang tidak lagi bergantung pada hukum apapun. Oleh karena itulah mengapa
PKI sangat dilarang dan dibenci olehpemerintahan atas kegiatan semena-mena yang
mereka lakukan.
1. Musso
Musso alias Munawar Muso adalah tokoh komunis Indonesia yang memimpin Partai
Komunis Indonesia (PKI) pada era 1920-an. Ia memproklamirkan Pemerintahan
Republik Soviet Indonesia pada 18 September 1948 di Madiun. Tujuannya untuk
meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan menggantinya
dengan Negara Komunis. Namun dalam waktu tidak lebih dari dua minggu, kekuatan
bersenjata tentara Muso dihancurkan pasukan TNI yang menyerang dari Jawa Timur
(pimpinan Kol. Sungkono) dan Jawa Tengah (pimpinan Kol. Gatot Subroto). Muso dan
pimpinan PKI Madiun melarikan diri. Tanggal 31 Oktober 1948, pasukan TNI di bawah
pimpinan Kapten Sumadi memergoki Muso di Purworejo. Muso menolak menyerah dan
melarikan diri. Dia bersembunyi di sebuah kamar mandi. Di sana dia terlibat baku
tembak hingga tewas. Muso dilahirkan di Kediri, Jawa Timur 1897, adalah anak Rono
Wijoyo, seorang pelarian pasukan Diponegoro. Saat di Surabaya Musso pernah kos di
rumah milik HOS Tjokroaminoto, guru sekaligus bapak kosnya. Selain Musso di rumah
kos itu juga ada Soekarno , Alimin, Semaun, dan Kartosuwiryo. Musso, Alimin, dan
Semaun kemudian dikenal sebagai tokoh kiri Indonesia. Sedangkan Kartosuwiryo
menjelma menjadi tokoh Darul Islam, ekstrem kanan. Mereka dicatat dalam sejarah
perjalanan revolusi di Indonesia. Muso sempat menjadi pengurus Sarekat Islam
pimpinan HOS. Tjokroaminoto. Selain di Sarekat Islam, Musso juga aktif di ISDV
(Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda).
2. Amir Syarifuddin
Saat Indonesia baru merdeka, Amir Syarifuddin menempati sejumlah posisi penting di
pemerintahan. Dia pernah menjadi Menteri Penerangan, Menteri Pertahanan, dan
bahkan Perdana Menteri RI. Saat berlangsung Perjanjian Renville dengan Belanda, Amir
bertindak sebagai negosiator utama RI. Hasil perjanjian Renville ternyata tak
menguntungkan RI, karena Belanda hanya mengakui Yogyakarta, Jawa Tengah dan
Sumatera. Maka Amir pun dikecam oleh banyak kalangan, mengakibatkan Kabinet
Amir Syarifudin jatuh. Untuk merebut kembali kedudukannya, pada tanggal 28 Juni
1948 Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang mengorganisir
kaum tani dan buruh dalam rangka memperkuat basis massa. FDR berhasil menghasut
buruh, hingga terjadi pemogokan di pabrik karung Delanggu (Jawa Tengah) pada
tanggal 5 Juli 1959. Ketika Musso tiba dari Moskow (11 Agustus 1948), Amir dan FDR
segera bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah
doktrin bagi PKI. Doktrin itu bernama Jalan Baru. Selanjutnya PKI banyak melakukan
kekacauan, terutama di Surakarta. Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan daerah kacau
(wildwest), sementara Madiun dijadikan basis gerilya. Dia menyertai Muso
memproklamirkan Pemerintahan Republik Soviet Indonesia di Madiun tanggal 19
September 1948. Saat pasukan TNI menyerbu, Amir Syarifuddin, Muso dan pimpinan
PKI Madiun lainnya melarikan diri. Sebulan kemudian Amir ditangkap TNI di hutan
kawasan Purwodadi. Amir dieksekusi mati bersama para pemberontak Madiun yang
tertangkap. Sebelum meninggal Amir menyanyikan lagu internationale, yang
merupakan lagu komunis. Tapi peluru seorang polisi militer mengakhiri hidupnya
sebelum ia menyelesaikan nyanyiannya.
3. DN. Aidit
Dipa Nusantara (DN) Aidit adalah Ketua Umum Comite Central (CC) Partai Komunis
Indonesia. Ia mengambil alih partai itu dari komunis tua -- Alimin dan Tan Ling Djie --
pada 1954. Aidit hanya butuh waktu setahun untuk membesarkan kembali PKI. Di
bawah kepemimpinannya, PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah
Uni Soviet dan Tiongkok. Ia mengembangkan sejumlah program untuk berbagai
kelompok masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI),
Lekra, dan lain-lain. Dalam Pemilu 1955 partai itu sudah masuk empat pengumpul suara
terbesar di Indonesia. PKI mengklaim beranggota 3,5 juta orang. Inilah partai komunis
terbesar di dunia setelah Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina. Dalam kongres partai
setahun sebelum pemilu, Aidit berpidato tentang "jalan baru yang harus ditempuh untuk
memenangkan revolusi." DN Aidit bercita-cita menjadikan Indonesia negara komunis.
Ketika partai-partai lain tertatih-tatih dalam regenerasi kader, PKI memunculkan anak-
anak belia di tampuk pimpinan partai: D.N. Aidit, 31 tahun, M.H. Lukman (34),
Sudisman (34), dan Njoto (27). Tapi semuanya berakhir pada Oktober 1965, ketika
Gerakan 30 September gagal. DN Aidit langsung melarikan diri dari Jakarta ke daerah
basis PKI di Yogyakarta. Aidit lalu berkeliling ke Semarang dan Solo. Dia masih sempat
menemui beberapa pengurus PKI di daerah untuk melakukan koordinasi. Melalui peran
intelijen, akhirnya DN Aidit ditangkap aparat militer pada tanggal 22 November 1965
jam 23:00 WIB. Aidit ditangkap dari tempat persembunyiannya di rumah Kasim alias
Harjomartono di Kp. Sambeng, Solo. Aidit bersembunyi dalam sebuah ruangan yang
ditutup lemari. Kepada Komandan Brigif IV, Kolonel Jasir Hadibroto, Aidit minta
dipertemukan dengan Soekarno. Aidit mengaku sudah membuat pengakuan tertulis soal
G30S. Dokumen itu rencananya akan diberikan pada Soekarno. Tapi keinginan Aidit tak
pernah terpenuhi. Keesokan harinya, Jasir dan pasukannya membawa Aidit ke sebuah
sumur tua di belakang markas TNI di Boyolali. Aidit berpidato berapi-api sebelum
ditembak. Berondongan AK-47 mengakhiri hidup Ketua Comite Central PKI itu.
Kuburan pasti Aidit tak diketahui hingga kini. Riwayat DN Aidit adalah pemuda asal
Belitung yang masuk ke Jakarta pada 1940. Ia belajar teori politik Marxis melalui
Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda (yang belakangan berganti nama
menjadi Partai Komunis Indonesia). ia mulai berkenalan dengan orang-orang politik
Indonesia, seperti Adam Malik, Chairul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Muhammad
Yamin. Dan ia kemudian menjadi anak didik kesayangan Hatta. Namun belakangan
mereka berseberangan jalan dari segi ideologi politiknya. Saat usianya baru 25 tahun, ia
telah terlibat pemberontakan PKI di Madiun, 1948. Setelah itu, ia raib tak tentu rimba.
Sebagian orang mengatakan ia kabur ke Vietnam Utara, sedangkan yang lain
mengatakan ia bolak-balik Jakarta-Medan. Dua tahun kemudian, dia "muncul" kembali.
Tahun 1954 Aidit berhasil mengambil alih pimpinan PKI.
4. MH. Lukman
Muhammad Hatta (HM) Lukman, adalah orang kedua di Partai Komunis Indonesia
setelah Aidit. Bersama Njoto dan Aidit, ketiganya dikenal sebagai triumvirat, atau tiga
pemimpin PKI. Lukman mengikuti ayahnya yang dibuang ke Digoel, Papua. Sejak kecil
dia terbiasa hidup di tengah pergerakan. Nama Muhammad Hatta diberikan karena
Lukman sempat menjadi kesayangan Mohammad Hatta, proklamator RI. Setelah
pemberontakan Madiun 1948, triumvirat ini langsung melejit, mengambil alih
kepemimpinan PKI dari para komunis tua. Di pemerintahan, Lukman sempat menjabat
wakil ketua DPR-GR.Tak banyak data mengenai kematian Lukman. Saat itu beberapa
hari setelah Gerakan 30 September gagal, Lukman diculik dan ditembak mati tentara.
Mayat maupun kuburannya tak diketahui. Tokoh Politbiro Comite Central PKI
Sudisman di pengadilan menyebut tragedi pembunuhan Aidit, Lukman dan Njoto,
sebagai 'jalan mati'. Karena ketiganya tak diadili dan langsung ditembak mati.
5. Nyoto
Njoto atau Lukman Njoto adalah Wakil Ketua II Comite Central (CC) PKI. Orang ketiga
saat PKI menggapai masa jayanya periode 1955 hingga 1965. Njoto juga kesayangan
Soekarno. Njoto menjadi menteri kabinet Dwikora, mewakili PKI. Dia salah satu orang
yang dipercaya Soekarno untuk menulis pidato kenegaraan yang akan dibacakan
Soekarno. Kematian Njoto pun simpang siur. Kabarnya tanggal 16 Desember 1965, Njoto
pulang mengikuti sidang kabinet di Istana Negara. Di sekitar Menteng, mobilnya dicegat.
Njoto dipukul kemudian dibawa pergi tentara. Diduga dia langsung ditembak mati.
Sama dengan kedua sahabatnya, Aidit dan Lukman, kubur Njoto pun tak diketahui.
o Ekonomi: terjadi krisis ekonomi karena banyak sarana produksi dan infrastruktur
yang rusak akibat perang kemerdekaan
o Sosial: terjadi krisis sosial karena banyak bekas pejuang kemerdekaan yang perlu di-
demobilisasi (dikembalikan menjadi warga sipil), dan banyaknya kemiskinan akibat
penjajahan dan agresi militer Belanda
o Ideologi: terdapat persaingan ideologi antara kelompok politik dari pihak Komunis,
Nasionasil dan Keagamaan dalam pemerintahan