Anda di halaman 1dari 4

TUGAS SEJARAH INDONESIA

PERSOALAN NEGARA FEDERAL DAN BFO


Kelompok 7
Anggota :
• Alexa Kusuma Wardana (004)
• Dwi Rahma Dhani (015)
• Isna Lutfiah (021)
• Lutfi Desti Cahyaningrum (023)
• Naysilla Putri Anastasya (028)

 Pengertian Negara Federal dan BFO

Negara federal adalah negara yang terdiri dari beberapa wilayah atau negara bagian yang
memiliki otonomi dalam pemerintahan dan keuangan, namun tetap terikat pada suatu
pemerintahan pusat. Sedangkan BFO (Bestuursgebieden Voorlopig Overgedragen) adalah
wilayah-wilayah yang diberikan otonomi oleh Belanda pada masa penjajahan.

Negara Federal maupun BFO prinsipnya sama, yakni adalah suatu negara yang secara resmi
merdeka dan diakui kedaulatannya namun secara de-facto berada di bawah kontrol negara
lainnya. Negara boneka secara harfiah berarti negara di mana pemerintahannya dapat
disamakan seperti boneka yang dimainkan oleh pemerintah negara lainnya sebagai dalang.

1. Latar Belakang

Latar belakang persoalan negara federal dan konferensi pembentukan Badan


Permusyawaratan Federal (BFO) pada 27 Mei 1948 dilatarbelakangi oleh sikap Belanda yang
tidak mau mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia, meskipun dalam hal ini Indonesia
telah menyatakan merdeka melalui Proklamasi 1945.

Permasalahan ini muncul dimulai sejak Perundingan Linggarjati disetujui dan ditanda tangani
dan di perparah dengan penandatanganan perundingan yang lainnya, seperti Roem-Royen.
Konsep Negara Federal dan “persekutuan” negara bagian (BFO/Bijeenkomst Federal Overleg)
mau tidak mau menimbulkan potensi perpecahan di kalangan bangsa Indonesia sendiri
setelah kemerdekaan. Persaingan yang timbul terutama adalah antara golongan federalis
yang ingin bentuk negara federal dipertahankan dengan golongan unitaris yang ingin
Indonesia menjadi negara kesatuan.

Dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada 24 Juli 1946 misalnya, pertemuan untuk
membicarakan tatanan federal yang diikuti oleh wakil dari berbagai daerah non RI itu, ternyata
mendapat reaksi keras dari para politisi pro RI yang ikut serta. Mr. Tadjudin Noor dari Makasar
bahkan begitu kuatnya mengkritik hasil konferensi.

Perbedaan keinginan agar bendera Merah-Putih dan lagu Indonesia Raya digunakan atau
tidak oleh Negara Indonesia Timur (NIT) juga menjadi persoalan yang tidak bisa diputuskan
dalam konferensi. Kabinet NIT juga secara tidak langsung ada yang jatuh karena persoalan
negara federal ini (1947)

2. Sejarah persoalan negara federal dan BFO

Dalam sejarah persoalan negara Federal dan BFO terdapat beberapa perbedaan yang tidak
dapat diselesaikan oleh konferensi. Konferensi tersebut tidak dapat memutuskan
permasalahan tentang perbedaan keinginan dalam penggunaan atau tidak lagu Indonesia
Raya dan bendera Merah Putih oleh NIT (Negara Indonesia Timur). Dalam permasalahan
negara federal tersebut secara tidak langsung dapat menjatuhkan kabinet NIT. BFO sendiri
juga memiliki pertentangan di batang tubuhnya. BFO telah dipecah menjadi dua kubu sejak
dibentuk pada bulan Juli 1948 di Bandung.
Dalam sejarah persoalan negara federal dan BFO terdapat dua kubu BFO.
 Kelompok BFO yang pertama melakukan kerjasama dengan RI untuk membentuk
Negara Indonesia Serikat dan menolak kerjasama dengan Belanda. Kubu pertama
BFO ialah R.T. Djumhana (Negara Pasundan), Ide Anak Agung Gde Agung (NIT)
dan R.T. Adil Puradiredja.
 Kelompok BFO yang kedua dipelopori oleh dr. T. Mansur (Sumatera Timur) dan
Sultan Hamid II (Pontianak). Kubu kedua BFO ini menginginkan agar
mempertahankan kerjasama garis kebijakan dengan Belanda.
Kedua kubu BFO semakin sengit melakukan pertentangan saat Agresi Militer II yang
dilancarkan oleh Belanda.
Selanjutnya terjadi peristiwa konfrontasi dalam sidang BFO antara Sultan Hamid II dengan
Anak Agung. Namun Sultan Hamid II dikemudian hari melakukan kerjasama untuk
mempersiapkan perlawanan kepada pemerintahan RIS dengan APRA Westerling Inilah yang
menjadi sejarah dalam persoalan negara federal dan BFO. Semakin lama persaingan antara
golongan Unitaris dan Federalis pada tahun 1949 setelah KMB (Konferensi Meja Bundar)
lebih merujuk pada konflik terbuka dalam bidang militer.
Pada akhirnya masalah psikologis dapat timbul akibat pembentukan APRIS (Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat). Dalam KMB terdapat salah satu ketetapan yang menuturkan
bahwa APRIS memiliki anggota dari TNI dan dari mantan personil anggota KNIL. Anggota
APRIS dari TNI dijadikan sebagai inti anggota namun keberatan untuk melakukan kerjasama
dengan KNIL (bekas musuhnya). Namun berbeda dengan anggota KNIL yang menentang
anggota TNI masuk ke negara bagian dan memaksa agar KNIL dijadikan sebagai aparat
negara bagian. Pertentangan ini digambarkan dalam kasus Andi Aziz (mantan pasukan KNIL)
dengan APRA Westerling.

3. Upaya Penumpasan

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Belanda berusaha merebut kembali wilayah


jajahannya. Mereka melakukan serangan ke wilayah Indonesia dan karena keunggulan
persenjataan dan teknologi, berhasil merebut banyak wilayah Indonesia.

Setelah menguasai kembali wilayah-wilayah ini, Belanda mendirikan negara-negara


Federal, seperti Negara Pasundan, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur,
Dengan total sebanyak 15 negara bagian dan daerah otonom.

Pembentukan negara bagian ini adalah upaya Belanda mempertahankan kekuasaannya.


Dengan negara-negara bagian kecil, Belanda lebih mudah mengatur wilayah Indonesia yang
diduduki. Belanda mengumpulkan para pemimpin negara federal ini dalam suatu lembaga
yang mereka sebut Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO).

Upaya pecah belah Belanda ini tidak berhasil sepenuhnya. Setelah perlawanan besar dari para
pejuang, serta dengan adanya tekanan diplomatis dari PBB dan Amerika Serikat, Belanda
setuju untuk berunding dengan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag.
Sebagai hasil konferensi ini, Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia dalam
bentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tanggal 27 Desember 1949. Negara-negara
boneka tadi dijadikan negara bagian dan daerah otonom dari RIS.
Upaya pembentukan RIS dan negara-negara boneka ini dianggap sebagai bentuk pecah belah
atau devide et impera oleh Belanda. Akibatnya, RIS berlangsung kurang dari setahun, karena
negara-negara bagian dan daerah-daerah otonomnya membubarkan diri dan berkambung
kembali kepada Indonesia.

Pada konferensi negara federal kedua yang dilaksanakan pada tanggal 19 Mei 1950,
akhirnya menyetujui bahwa pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS) dan pembentukan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sesuai dengan proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia.

4. Dampak Persoalan Negara Federal dan BFO

Persoalan negara federal dan BFO memiliki dampak yang signifikan bagi Indonesia. Persoalan
ini memperlihatkan kompleksitas dalam pembentukan negara merdeka yang baru, dimana
banyak wilayah masih memiliki status yang tidak jelas.

Selain itu, persoalan ini juga memperlihatkan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa. Pembentukan negara federal dapat memecah belah bangsa Indonesia dan
melemahkan pemerintahan pusat. Oleh karena itu, keputusan untuk menghapuskan negara
federal dan BFO dianggap sebagai tindakan yang tepat untuk menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa.

5. Anggota

Sejak BFO berdiri, sudah terdapat tokoh-tokoh yang dominan dalam setiap rapat. Mereka
adalah:

• Tengku Bahriun dari 7 Juli 1943 sampai 13 Januari 1949 (Ketua)


• Sultan Hamid II dari 13 Januari 1949 sampai 17 Agustus 1950 (Ketua)
• Anak Agung Gde Agung (Negara Indonesia Timur)
• R.T. Adil Puradireja (Pasundan)
• Sultan Hamid II (Borneo Barat)
• T. Mansoer (Sumatera Timur)

Anak Agung Gde Agung dan Adil Puradireja bertugas untuk mendekatkan BFO dengan RI,
sedangkan Sultan Hamid II dan T. Mansoer berusaha agar BFO tetap mengikuti rencana yang
dibuat Belanda.

✓ Ulasan Singkat Persoalan Negara Federal dan BFO

Perundingan Linggarjati

Perjanjian Linggarjati sebagaimana kita ketahui memiliki dampak negatif khususnya bagi
rakyat indonesia dan hal ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia,
contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai
Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya
pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk
menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946,
dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah
mendapat suara untuk mendukung perundingan linggarjati.
Perundingan Roem Royen

Meskipun kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan, Belanda tetap saja tidak mau
mengakui kelahiran negara indonesia. Dan Belanda pun membuat negara boneka yang
bertujuan mempersempit wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Negara boneka tersebut
dipimpin oleh Van Mook. Dan Belanda mengadakan konferensi pembentukan Badan
Permusyawaratan Federal (BFO) 27 Mei 1948.

Dan pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda mengadakan Agresi Militer Belanda dengan
menyerang kota Yogyakarta dan menawan Presiden dan Wakil Presiden beserta pejabat
lainnya. Namun sebelum itu Presiden mengirimkan radiogram kepada Mr. Syafrudin
Prawiranegara yang mengadakan perjalanan di Sumatera untuk membentuk Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Dengan begitu Indonesia menunjukkan kegigihan mempertahankan wilayahnya dari segala


agresi Belanda. Akhirnya konflik bersenjata harus segera diakhiri dengan jalan diplomasi. Dan
atas inisiatif Komisi PBB untuk Indonesia, maka pada tanggal 14 April 1949 diadakan
perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran, Anggota Komisi Amerika.

Konferensi Inter Indonesia

Merupakan konferensi yang berlangsung antara negara Republik Indonesia dengan negara-
negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda yang tergabung dalam BFO. Pada
awalnya pembentukkan BFO ini diharapkan oleh Belanda akan mempermudah Belanda untuk
kembali berkuasa di Indonesia. Namun sikap negara-negara yang tergabung dalam BFO
berubah setelah Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua terhadap Indonesia.
Karena simpati dari negara-negara BFO ini maka pemimpin-pemimpin Republik Indonesia
dapat dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam terselenggaranya Konferensi
Inter- Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanakannya Konferensi Inter-Indonesia
pada bulan Juli 1949.

BFO yang didirikan di Bandung pada 29 Mei 1948 merupakan lembaga permusyawaratan
dari negara-negara federal yang memisahkan dari RI. Perdana Menteri negara Pasundan, Mr.
Adil Poeradiredja, dan Perdana Menteri Negara Indonesia Timur, Gede Agung, memainkan
peran penting dalam pembentukan BFO.

 Kesimpulan

Persoalan negara federal dan BFO pernah menjadi topik hangat dalam sejarah Indonesia.
Meskipun memiliki dampak yang signifikan bagi Indonesia, keputusan untuk menghapuskan
negara federal dan BFO dianggap sebagai tindakan yang tepat untuk menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa. Sejarah ini menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia untuk menjaga
persatuan dan kesatuan dalam menjalankan pemerintahan yang demokratis dan berdaulat.

Anda mungkin juga menyukai