Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TENTANG
KONFLIK DAN PERGOLAKAN YANG BERKAITAN DENGAN SISTEM
PEMERINTAHAN

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK V
1. BOBI SAPUTRA
2. RIDHO
3. SALMAN
4. MUTIS
5. JENIA
6. SANDI
7. FARIS

DIBIMBING OLEH:
BAPAK WAHYUDI

SMA NEGERI 2 TOBOALI


TAHUN AJARAN 2023 / 2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa. Atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
"PRRI/PERMESTA (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan
Rakyat Semesta)" tepat waktu.
Makalah
(Pemerintah"PRRI/PERMESTA Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan
Rakyat Semesta)" disusun untuk memenuhi tugas Sejarah Indonesia. Selain itu,
kami juga berharap agar makalah ini bisa bermanfaat dan dapat menambah
wawasan untuk penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya mengenai
PRRI/PERMESTA (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan
Rakyat Semesta).
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Lien Sudarlina,
S.Pd selaku guru mata pelajaran Sejarah Indonesia. Tugas yang telah diberikan ini
dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini.
Dengan kerendahan hati, kami memohon maaf apabila dalam penyusunan
makalah ini masih banyak kekurangan serta jauh dari kata sempurna. Maka dari
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan makalah ini. Terima kasih kepada para pembaca yang telah
membaca makalah ini hingga akhir.
*Latar belakang
Permasalahan ini muncul dimulai sejak Perundingan Linggarjati disetujui
dan ditanda tangani dan di perparah dengan penandatanganan perundingan yang
lainnya, seperti Roem-Royen. Konsep Negara Federal dan “Persekutuan” Negara
Bagian (BFO/Bijeenkomst Federal Overleg) mau tidak mau menimbulkan potensi
perpecahan di kalangan bangsa Indonesia sendiri setelah kemerdekaan.
Persaingan yang timbul terutama adalah antara golongan federalis yang
ingin bentuk negara federal dipertahankan dengan golongan unitaris yang ingin
Indonesia menjadi negara kesatuan.
Dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada 24 Juli 1946 misalnya,
pertemuan untuk membicarakan tatanan federal yang diikuti oleh wakil dari
berbagai daerah non RI itu, ternyata mendapat reaksi keras dari para politisi pro
RI yang ikut serta. Mr. Tadjudin Noor dari Makasar bahkan begitu kuatnya
mengkritik hasil konferensi.
Perbedaan keinginan agar bendera Merah-Putih dan lagu Indonesia Raya
digunakan atau tidak oleh Negara Indonesia Timur (NIT) juga menjadi persoalan
yang tidak bisa diputuskan dalam konferensi. Kabinet NIT juga secara tidak
langsung ada yang jatuh karena persoalan negara federal ini (1947)
Umumnya semua bermuara pada ketidakpuasan rakyat atau pimpinan di
luar Jawa (Daerah) terhadap penyelenggaraan pemerintahan (Pusat) yang
dilakukan para pemimpin RI karena dirasakan terlalu sentralistis & berorientasi
Jawa. Adapun latar belakang pemberontakan PRRI dan Permesta dapat di jelaskan
seperti point-point dibawah ini
1. Gagalnya perekonomian bangsa
2. Kesenjangan dalam internal tentara angkatan darat
3. Ancaman komunisme
4. Peristiwa Cikini
5. Intervensi asing
*Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam makalah
ini adalah sebagai berikut :

1. Apa itu Konflik Dan Pergolakan Yang Berkaitan Dengan Sistem


Pemerintahan?

2. Bagaimana Pemberontokan PRRI dan Permesta?

3. Bagaimana Persoalan Negera Federal dan BFO?

4. Apa saja kaitan Pergolakan yang dan Sistem Pemerintahan?

*Tujuan

Berdasarkan rumusan maslaah di atas maka tujuan dalam penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:

1. Untuk menjelaskan tentang Konflik Dan Pergolakan Yang Berkaitan


Dengan Sistem Pemerintahan

2. Untuk menjelaskan tentang Pemberontokan PRRI dan Permesta

3. Untuk menjelaskan tentang Persoalan Negera Federal dan BFO

4. Untuk menjelaskan tentang kaitan Pergolakan yang dan Sistem


Pemerintahan

*Pengertian Konflik Dan Pergolakan Yang Berkaitan Dengan Sistem

Pemerintahan

Suatu permasalahan berupa konflik atau pergolakan yang berkaitan dengan sistem
pemerintahan yang mengancam disintegrasi bangsa

Terdapat 2 aspek yang dibahas, yakni :

1. Pemberontakan PRRI dan Permesta

2. Persoalan Negera Federal dan BFO


*Pemberontokan PRRI dan Permesta

Konferensi Meja Bundar merupakan sebuah awal dari perjuangan Indonesia


dalam berbangsa dan bernegara, tepatnya pada tanggal 27 Desember 1949,
Belanda mengakui kedaulatan Indonesia meskipun tidak sepenuhnya karena Irian
atau Papua masih dibawah pengaruh kerajaan Belanda, namun pengakuan dari
Belanda membuat Indonesia dapat bernafas sejenak selagi mempersiapkan masa
depan Bangsa. Setelah pengakuan kedaulatan pemerintah mulai membangun
bangsa yang lebih baik dengan meletakan pondasi negara. Sebagai awal
membangun negara Indonesia menggunakan sistem demokrasi liberal yang
sepenuhnya diadopsi dari demokrasi gaya barat dengan sistem pemerintahan
parlementer. dalam masa demokrasi liberal ini perubahan konstitusi, dari
konstitusi RIS ke Undang- Undang sementara serta merubah bentuk negara
menjadi kesatuan, melakukan pemilihan umum. Namun masalah tidak hanya
muncul dalam aspek politik saja, masalah ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
pun tidak sedikit memberikan masalah yang harus dipecahkan oleh pemeritah.
Hutang yang ditanggung Indonesia dari perjanjian KMB sangat besar. serta
pemulihan ekonomi pasca perang kemerdekaan perlu usaha yang ekstra. Selain
masalah politik dan ekonomi, masalah muncul diri segi keamanan (Ricklefs,
2009, hlm. 949).
Masalah keamanan muncul dengan berbagai dasar dan kepentingan. Masalah
keamanan ini muncul dari kebijakan pemerintah serta dinamika politik Indonesia
itu sendiri yang apakah itu ketidakadilan dalam melakukan kebijakan atau dalam
hal berbeda pandangan dan ideologi dalam membangun sebuah negara. Salah satu
contoh ancaman keamanan dari hasil perjanjian KMB di Bandung yang takut
posisi dan haknya tidak dipenuhi muncul dari bekas KNIL yang dikenal dengan
gerakan APRA (angkatan Perang Ratu Adil) dipimpin oleh Westerling yang
menebar terror pada pasukan divisi Siliwangi. Lalu ada pemberontakan Andi Aziz
di Makassar dan RMS (Republik Maluku Selatan). Ancaman lain datang dari
DI/TII yang masih belum selesai dinetralisir, bahkan muncul gerakan lain yang
bergabung dengan gerakan Kartosuwiryo mendirikan negara Islam, gerakan
tersebut terdapat di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh Kahar Muzakaryang
ketikapuasan terhadap reorganisasi dan
revitalisasi tentara yang dilakukan oleh pemerintah. Lalu di Aceh Daud Beureuh
menggabungkan diri dengan DI/TII karena kecewa Aceh statusnya diturunkan
dari Provinsi menjadi bagian wilayah dari Sumatera Utara (Nugroho dan Marwati:
2007).
Ancaman lain yang menyita banyak perhatian adalah PRRI/Permesta, seperti yang
dikatakan Elson (2009: 293-294), pemberontakan PRRI-Permesta adalah
tantangan daerah paling serius yang pemah dihadapi Indonesia, boleh dibilang
hampir pecah. Latar belakang munculnya pemberontakan Permesta karena
kekecewaan terhadap kesejahteraan daerahdimana Sejak tahun 1950, daerah luar
Jawa menjadi penghasil utama bahan ekspor, tetapi pemerintah pusat yang
terutama memanfaatkannya maka timbulah kecenderungan yang oleh Permesta
dijuluki "Sentralistik" (Leirissa. 12: 1991). Selain itu menolak ancaman dominasi
PKI menjadi alasan selanjutnya, para tokoh pendiri dan pejuang PRRI/Permesta
menentang kebijakan dan aspirasinya dengan melakukan aksi yang radikal hingga
tidak mengakui pemerintahan yang sah di Indonesia (Himat. Israr :2010).
Permesta atau Perjuangan Rakyat Semesta merupakan sebuah gerakan daerah
dimana tokoh-tokoh militer banyak berperan dalam gerakan daerah tersebut. Akan
tetapi yang menjadi masalah paling mendasar adalah masalah ekonomi.
Kegagalan pembangunan ekonomi ini sangat dirasakan oleh berbagai lapisan dan
golongan dalam masyarakat. Salah satunya golongan yang merasakan kesulitan
akibat masalah ini adalah prajurit Masalah kesejahteraan Prajurit serta dana
operasi militer sudah menjadi masalaah sejak awal tahun 1950-an. gaji prajurit
minim dan perumahan atau asrama bagi para Prajurit menjadi prioritas. Asrama
prajurit pada umumnya merupakan bekas asrama tentara Belanda dan pesebaran
asrama bekas Belanda tidak merata dan sangat tidak sesuai dengan kebutuhan
tentara nasional. Selain itu tindakan-tindakan pemerintah dalam masalah ekonomi.
seperti penyalahgunaan sumber devisa, pemberian izin istimewa kepada para
anggota partai penyokongnya, serta birokrasi perizinan yang sangat berbelit-
Belitit, menghambat para pedagang untuk berkembang
(Leirissa, 1991, hlm. 12-13).Selain itu, selama ini kita mengenal PRRI
(pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) sebagai suatu pemberontakan
yang merongrong kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesian (NKRI).
Selama ini kita diajarkan untuk menganggap apapun kekuatan yang mengganggu
gugat kekuasaan negra dianggap sebagai suatu pemberontakan yang mutlak
dianggap salah Kita tidak pernah melihat ada apa dibalik pemberontakan tersebut
dan apa yang menyebabkannya muncul. Selama ini kita hanya disuguhi suatu
doktrin yang
menganggap semua gerakan yang memprotes dan tidak sejalan dengan kebijakan
pemerintah pusat dianggap sebagai suatu gerakan makar.
Ini juga terjadi pada gerakan PRRI. Selama ini kita tidak tahu atau tepatnya
kurang peduli ada apa dibalik munculnya gerakan ini dan mengapa kita
mengenalnya hanya sebagai pemberontakan yang membahayakan kedaulatan
NKRI. Adakah suatu permainan dibalik ini. apakah PRRI benar-benar sebagai
suatu gerakan pemberontakan ataukah PRRI merupakan suatu perjuangan bangsa
untuk menegakkan demokrasi. Semua itu masih menjadi bahan perdebatan dari
kalangan-kalangan yang memiliki suatu pandangan yang berbeda.
* Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang di atas penulis merumuskan beberapa masalah
yang akan dibahas dalam makalah yang berjudul (PRRI/PERMESTA (Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta). Adapun
pertanyaan mengenai (PRRI/PERMESTA (Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta) dibagi menjadi beberapa pertanyaan,
pertanyaan tersebut antara lain sebagai berikut
1. Bagaimana jalannya Pemberontakan PRRI/PERMESTA?
2.Bagaimana situasi dan kondisi Indonesia secara umum pada saat
PemberontakanPRRI/PERMESTA?
3. Apakah dampak dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA bagi Bangsa
Indonesia?
4. Bagaimanakah upaya penumpasan dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA?
5. Bagaimana akhir dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA?
* Batasan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini difokuskan pada
kronologi. situasi, dampak serta upaya penumpasan dari Pemberontakan
PRRI/PERMESTA
* Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dipaparkan diatas, maka
tujuan penulisn makalah sejarah dengan judul (PRRI/PERMESTA (Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta) adalah sebagai
berikut:
• Mengetahui sejarah PRRI PERMESTA
• Mengetahui bagaimana kronologi terjadinya PRRI PERMESTA
• Mengetahui dampak PRRI/PERMESTA
•Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai PRRI/PERMESTA
* Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun secara
praktis. Secara teoritis dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan pemahaman mengenai (PRRI/PERMESTA (Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta). Adapun manfaat
yang diperoleh dari penulisan…
* Jalannya Pemberontakan PRRI/PERMESTA
Sebelum lahirnya PRRI, telah terjadi diskursus antara pusat dengan daerah. Pada
Bulan November 1956, berkumpul di Padang sekitar 600 pejuang eks-divisi
Banteng. Dari pertemuan tersebut mereka membicarakan tentang tuntutan
perbaikan dalam tentara AD dan pemimpin negara. Pertemuan tersebut
menyebabkan terbentuknya dewan-dewan di Sumatera dan Sulawesi. Pada
awalnya, dewan-dewan tersebut dibentuk dalam rangka mengatasi situasi
perpolitikan Indonesia yang semakin mengarah pada perpecahan. Selain itu,
pembentukan dewan-dewan tersebut juga ditujukan untuk mengimbangi parlemen
dalam rangka memajukan pembangunan daerah yang masih tertinggal sehingga
lebih terarah. Dewan-dewan yang di bentuk antara lain:
1. Dewan Gajah yang dipimpin oleh Kol Simbolon di sumatera Utara.
2. Dewan Banteng di sumatera tengah dipimpin oleh Ahmad Husein.
3. dewan garuda di Sumatera selatan dipimpin oleh dhlan Djambek.
4. Dewan Manguni di Sulawesi yang dipimpin oleh Kol. Ventje Sumual.
Dewan-dewan tersebut menuntut adanya perimbangan keuangan antara pusat dan
daerah, terutama dalam melaksanakan eksploitasi hasil bumi. Namun dengan
adanya berbagai sebab seperti yang telah di uraikan di atas, maka dalam
perkembangannya bersifat agresif dan bertindak mencari kesalahan pusat. Hal
tersebut terkait pula dengan pemberhentian Kol. Simbolon. Pemecatan tersebut
terkait dengan keterlibatannya dalam peristiwa penyelundupan di Teluk Nibung.
Melalui dewan gajah tersebut, Kol. Simbolon menentang pemerintah pusat yaitu
dengan pernyataan:
1. Melepaskan hubungan sementara dengan pemerintah pusat.
2. Mulai tanggal 22 Desember 1956 tidak lagi mengakui Kabinet Djuanda.
3. Mulai tanggal 22 Desember 1956 mengambil alih pemerintahan di wilayah
tertera dan tetorium I.
Melalui pengumuman tersebut maka resmilah bahwa PRRI berjalan di Sumatera
Utara. Pada tanggal 24 Desember 1956 mengeluarkan keputusan melalui
Keputusan Presiden No 200/1956 yang menyatakan bahwa karesidenan Sumatera
Timur dan Tapanuli, serta semua perairan yang mengelilingnya dinyatakan dalam
darurat perang (SOB)
Beberapa tokoh sipil dari pusatpun mendukung mereka bahkan bergabung
ke dalamnya, seperti Syafruddin Prawiranegara, Burhanuddin Harahap dan
Mohammad Natsir. Ahmad Husein lalu mengultimatum pemerintah pusat,
menuntut agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri dan menyerahkan
mandatnya kepada presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah
pusat. Krisis pun akhirnya memuncak ketika pada tanggal 15 Februari 1958
Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI) di Padang, Sumatera Barat. Sebagai perdana
menteri PRRI ditunjuk Mr. Syafruddin Prawiranegara.

Pemerintah pusat tanpa ragu-ragu langsung bertindak tegas. Operasi militer


dilakukan untuk menindak pemberontak yang diam-diam ternyata
didukung Amerika Serikat. AS berkepentingan dengan pemberontakan ini
karena kekhawatiran mereka terhadap pemerintah pusat Indonesia yang
bisa saja semakin dipengaruhi komunis.

* Persoalan Negera Federal dan BFO

BFO Negara Federal maupun BFO prinsipnya sama, yakni adalah suatu
negara yang secara resmi merdeka dan diakui kedaulatannya namun secara
de-facto berada di bawah kontrol negara lainnya. Permasalahan ini muncul
dimulai sejak Perundingan Linggarjati disetujui dan ditanda tangani dan di
perparah dengan penandatanganan perundingan yang lainnya, seperti
Roem-Royen.

Konsep Negara Federal dan “Persekutuan” Negara Bagian (BFO/


Bijeenkomst Federal Overleg) mau tidak mau menimbulkan potensi
perpecahan di kalangan bangsa Indonesia sendiri setelah kemerdekaan.
Persaingan yang timbul terutama adalah antara golongan federalis yang
ingin bentuk negara federal dipertahankan dengan golongan unitaris yang
ingin Indonesia menjadi negara kesatuan.
Dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada 24 Juli 1946 misalnya,
pertemuan untuk membicarakan tatanan federal yang diikuti oleh wakil dari
berbagai daerah non RI itu, ternyata mendapat reaksi keras dari para politisi pro
RI yang ikut serta. Mr. Tadjudin Noor dari Makasar bahkan begitu kuatnya
mengkritik hasil konferensi.
Sejak pembentukannya di Bandung pada bulan Juli 1948, BFO telah
terpecah ke dalam dua kubu. Kelompok pertama lebih memilih bergabung RI
yang dipelopori oleh Ide Anak Agung Gde Agung (NIT) serta R.T. Adil
Puradiredja dan R.T. Djumhana (Negara Pasundan). Kelompok kedua dipimpin
oleh Sultan Hamid II (Pontianak) dan dr. T. Mansur (Sumatera Timur) yang
bekerjasama dengan Belanda tetap dipertahankan BFO.
Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II-nya, pertentangan antara
dua kubu ini kian sengit. Dalam sidang-sidang BFO selanjutnya kerap terjadi
konfrontasi antara Anak Agung dengan Sultan Hamid II. Dikemudian hari, Sultan
Hamid II ternyata bekerjasama dengan APRA Westerling mempersiapkan
pemberontakan terhadap pemerintah RIS.
Namun selain pergolakan yang mengarah pada perpecahan, pergolakan
bernuansa positif bagi persatuan bangsa juga terjadi. Hal ini terlihat ketika negara-
negara bagian yang keberadaannya ingin dipertahankan setelah KMB, harus
berhadapan dengan tuntutan rakyat yang ingin agar negara-negara bagian tersebut
bergabung ke RI.
Potensi disintegrasi bangsa pada masa kini bisa saja benar-benar terjadi
bila bangsa Indonesia tidak menyadari adanya potensi semacam itu. Karena itulah
kita harus selalu waspada dan terus melakukan upaya untuk menguatkan
persatuan bangsa Indonesia. Sejarah Indonesia telah menunjukkan bahwa proses
disintegrasi sangat merugikan. Antara tahun 1948-1965 saja, gejolak yang timbul
karena persoalan ideologi, kepentingan atau berkait dengan sistem pemerintahan,
telah berakibat pada banyaknya kerugian fiik, materi mental dan tenaga bangsa.
Konflik dan pergolakan yang berlangsung diantara bangsa Indonesia
bahkan bukan saja bersifat internal, melainkan juga berpotensi ikut campurnya
bangsa asing pada kepentingan nasional bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi
disintegrasi yang sudah terjadi terulang, sebagai generasi muda bangsa ini
haruslah berjuang dengan cara mengisi kemerdekaan.

*Pergolakan yang Berkait Sistem Pemerintahan


Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam
mengatur pemerintahannya. Saat ini Indonesia menganut sistem presidensial atau
disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara
republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan
kekuasan legislatif.. Namun dalam perjalanan sejarah Indonesia juga pernah
menggunakan sistem pemerintahan parlementer.
Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen
memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki
wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat
menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak
percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat
memiliki seorang presidendan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap
jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya
pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol
kepala negara saja.
Masalah yang berhubungan dengan negara federal mulai timbul ketika
berdasarkan perjanjian Linggajati, Indonesia disepakati akan berbentuk negara
serikat/federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). RI menjadi bagian
RIS. Termasuk dalam kategori ini adalah persoalan negara federal dan BFO
(Bijeenkomst Federal Overleg), serta pemberontakan PRRI dan Permesta.
*Kesimpulan
Potensi disintegrasi bangsa pada masa kini bisa saja benar-benar
terjadi bila bangsa Indonesia tidak menyadari adanya potensi semacam itu. Karena
itulah kita harus selalu waspada dan terus melakukan upaya untuk menguatkan
persatuan bangsa Indonesia.
Sejarah Indonesia telah menunjukkan bahwa proses disintegrasi
sangat merugikan. Antara tahun 1948-1965 saja, gejolak yang timbul
karena persoalan ideologi, kepentingan atau berkait dengan system pemerintahan,
telah berakibat pada banyaknya kerugian fiik, materi mental dan tenaga bangsa.
Konflik dan pergolakan yang berlangsung diantara bangsa Indonesia
bahkan bukan saja bersifat internal, melainkan juga berpotensi ikut campurnya
bangsa asing pada kepentingan nasional bangsa Indonesia.
Untuk mengantisipasi disintegrasi yang sudah terjadi terulang, sebagai
generasi muda bangsa ini haruslah berjuang dengan cara mengisi kemerdekaan.

*Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam
kesimpulan di atas.

Anda mungkin juga menyukai