Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH SEJARAH

Pergolakan dengan Sistem Pemerintahan Indonesia

Oleh:

1. Ardentia Aurora
2. Fitria Hairani
3. Haryo Dito Kusumo
4. Nabila Putri Basalamah
5. Rodiyah
6. Stefani Oxanna Dinniar

XII MIA 3

SMAN 1 Ciasem
Pergolakan dengan Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam


mengatur pemerintahannya. Saat ini Indonesia menganut sistem presidensial atau
disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara
republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan
kekuasan legislatif.. Namun dalam perjalanan sejarah Indonesia juga pernah
menggunakan sistem pemerintahan parlementer.

Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen


memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki
wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat
menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak
percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat
memiliki seorang presidendan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap
jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya
pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol
kepala negara saja.

Masalah yang berhubungan dengan negara federal mulai timbul ketika


berdasarkan perjanjian Linggajati, Indonesia disepakati akan berbentuk negara
serikat/federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). RI menjadi bagian
RIS. Termasuk dalam kategori ini adalah persoalan negara federal dan BFO
(Bijeenkomst Federal Overleg), serta pemberontakan PRRI dan Permesta.
1. PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia)

Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (biasa disingkat dengan


PRRI) merupakan salah satu gerakan pertentangan antara pemerintah daerah
dengan pemerintah pusat (Jakarta) yang dideklarasikan pada tanggal 15 Februari
1958 dengan keluarnya ultimatum dari Dewan Perjuangan yang dipimpin oleh
Letnan Kolonel Ahmad Husein di Padang, Sumatera Barat, Indonesia.

A. Latar Belakang
Latar Belakang Pemberontakan adalah tuntutan otonomi luas dan
kekecewaan terhadap pemerintah pusat karena telah dianggap telah
melanggar undang-undang. Juga pemerintah yang cenderung sentralis,
sehingga pembangunan di daerah menjadi terabaikan.

B. Isi
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (biasa disingkat
dengan PRRI) merupakan salah satu gerakan pertentangan antara
pemerintah daerah dengan pemerintah pusat (Jakarta) yang
dideklarasikan pada tanggal 15 Februari 1958 dengan keluarnya
ultimatum dari Dewan Perjuangan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel
Ahmad Husein di Padang, Sumatra Barat, Indonesia.

Gerakan ini mendapat sambutan dari wilayah Sulawesi Utara dan


Sulawesi Tengah, di mana pada tanggal 17 Februari 1958 kawasan
tersebut menyatakan mendukung PRRI.

Konflik yang terjadi ini sangat dipengaruhi oleh tuntutan


pemberlakuan otonomi daerah yang lebih luas. Ultimatum tersebut
bukan tuntutan pembentukan negara baru maupun pemberontakan,
tetapi lebih merupakan protes mengenai bagaimana konstitusi
dijalankan. Pada masa bersamaan kondisi pemerintahan di Indonesia
masih belum stabil pasca-agresi Belanda. Hal ini juga memengaruhi
hubungan pemerintah pusat dengan daerah serta menimbulkan
berbagai ketimpangan dalam pembangunan, terutama pada daerah-
daerah di luar pulau Jawa.

Bibit-bibit konflik tersebut mulai terjadi sejak dikeluarkannya


Perda No. 50 tahun 1950 tentang pembentukan wilayah otonom oleh
provinsi Sumatra Tengah waktu itu yang mencakup wilayah provinsi
Sumatra Barat, Riau yang kala itu masih mencakup wilayah
Kepulauan Riau, dan Jambi sekarang.

Bagaimanapun, pertentangan ini dianggap sebagai sebuah


pemberontakan oleh pemerintah pusat, yang menganggap ultimatum
itu merupakan proklamasi pemerintahan tandingan, dan kemudian
ditumpas dengan pengerahan kekuatan militer terbesar yang pernah
tercatat dalam sejarah militer Indonesia. Semua tokoh PRRI adalah
para pejuang kemerdekaan, pendiri dan pembela NKRI. Sebagaimana
ditegaskan Ahmad Husein dalam rapat Penguasa Militer di Istana
Negara April 1957; Landasan perjuangan daerah tetap Republik
Proklamasi dan berkewajiban untuk menyelamatkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia tercinta.
2. PERMESTA

Permesta adalah sebuah gerakan militer di Indonesia. Gerakan ini


dideklarasikan oleh pemimpin sipil dan militer Indonesia bagian timur pada 2
Maret 1957 yaitu oleh Letkol Ventje Sumual. Pusat ini berada di Makassar yang
pada waktu itu merupakan ibu kota Sulawesi. Awalnya masyarakat Makassar
mendukung gerakan ini. Perlahan-lahan, masyarakat Makassar mulai memusuhi
pihak Permesta. Setahun kemudian, pada 1958 markas besar Permesta
dipindahkan ke Manado. Di sini timbul kontak senjata dengan pasukan
pemerintah pusat sampai mencapai gencatan senjata. Masyarakat di daerah
Manado waktu itu tidak puas dengan keadaan pembangunan mereka. Pada waktu
itu masyarakat Manado juga mengetahui bahwa mereka juga berhak atas hak
menentukan diri sendiri (self determination) yang sesuai dengan sejumlah
persetujuan dekolonisasi

A. Latar Belakang

Pemberontakan PRRI di barat dan Permesta di timur menumbuhkan


berbagai macam alasan. Utamanya bahwa kelompok etnis tertentu di
Sulawesi dan Sumatra Tengah waktu itu merasa bahwa kebijakan
pemerintahan dari Jakarta stagnan pada pemenuhan ekonomi lokal mereka
saja, di mana dalam gilirannya membatasi setiap kesempatan bagi
pengembangan daerah regional lainnya. Juga ada rasa kebencian terhadap
kelompok suku Jawa, yang merupakan suku dengan jumlah terbanyak dan
berpengaruh dalam negara kesatuan Indonesia yang baru saja terbentuk.
Efeknya konflik ini sedikit menyoal pikiran tentang pemisahan diri dari
negara Indonesia, tetapi lebih menitikberatkan tentang pembagian
kekuatan politik dan ekonomi yang lebih adil di Indonesia.
B. Isi
Perdjuangan Rakjat Semesta disingkat Permesta adalah sebuah
gerakan militer di Indonesia. Gerakan ini dideklarasikan oleh
pemimpin sipil dan militer Indonesia bagian timur pada 2 Maret 1957
yaitu oleh Letkol Ventje Sumual. Pusat ini berada di Makassar yang
pada waktu itu merupakan ibu kota Sulawesi. Awalnya masyarakat
Makassar mendukung gerakan iniPerlahan-lahan, masyarakat
Makassar mulai memusuhi pihak Permesta. Setahun kemudian, pada
1958 markas besar Permesta dipindahkan ke Manado. Di sini timbul
kontak senjata dengan pasukan pemerintah pusat sampai mencapai
gencatan senjata. Masyarakat di daerah Manado waktu itu tidak puas
dengan keadaan pembangunan mereka. Pada waktu itu masyarakat
Manado juga mengetahui bahwa mereka juga berhak atas hak
menentukan diri sendiri (self determination) yang sesuai dengan
sejumlah persetujuan dekolonisasi. Di antaranya adalah Perjanjian
Linggarjati, Perjanjian Renville dan Konferensi Meja Bundar yang
berisi mengenai prosedur-prosedur dekolonisasi atas bekas wilayah
Hindia Timur. Pemerintah pusat Republik Indonesia yang
dideklarasikan di Jakarta pada 17 Agustus 1945 kemudian
menggunakan operasi-operasi militer untuk menghentikan gerakan-
gerakan yang mengarah kepada kemerdekaan.
3. Persoalan Negera Federal dan BFO

Persoalan Negara Federal maupun BFO prinsipnya sama, yakni adalah suatu
negara yang secara resmi merdeka dan diakui kedaulatannya namun secara de-
facto berada di bawah kontrol negara lainnya. Permasalahan ini muncul dimulai
sejak Perundingan Linggarjati disetujui dan ditanda tangani dan di perparah
dengan penandatanganan perundingan yang lainnya, seperti Roem-Royen.

A. Latar Belakang

Konsep Negara Federal dan “Persekutuan” Negara Bagian (BFO/


Bijeenkomst Federal Overleg) mau tidak mau menimbulkan potensi
perpecahan di kalangan bangsa Indonesia sendiri setelah kemerdekaan.
Persaingan yang timbul terutama adalah antara golongan federalis yang
ingin bentuk negara federal dipertahankan dengan golongan unitaris yang
ingin Indonesia menjadi negara kesatuan.

B. Isi

Dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada 24 Juli 1946


misalnya, pertemuan untuk membicarakan tatanan federal yang diikuti
oleh wakil dari berbagai daerah non RI itu, ternyata mendapat reaksi keras
dari para politisi pro RI yang ikut serta. Mr. Tadjudin Noor dari Makasar
bahkan begitu kuatnya mengkritik hasil konferensi.

Sejak pembentukannya di Bandung pada bulan Juli 1948, BFO telah


terpecah ke dalam dua kubu. Kelompok pertama lebih memilih bergabung
RI yang dipelopori oleh Ide Anak Agung Gde Agung (NIT) serta R.T.
Adil Puradiredja dan R.T. Djumhana (Negara Pasundan). Kelompok kedua
dipimpin oleh Sultan Hamid II (Pontianak) dan dr. T. Mansur (Sumatera
Timur) yang bekerjasama dengan Belanda tetap dipertahankan BFO.
Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II-nya, pertentangan antara
dua kubu ini kian sengit. Dalam sidang-sidang BFO selanjutnya kerap
terjadi konfrontasi antara Anak Agung dengan Sultan Hamid II.
Dikemudian hari, Sultan Hamid II ternyata bekerjasama dengan APRA
Westerling mempersiapkan pemberontakan terhadap pemerintah RIS.

Namun selain pergolakan yang mengarah pada perpecahan, pergolakan


bernuansa positif bagi persatuan bangsa juga terjadi. Hal ini terlihat ketika
negara-negara bagian yang keberadaannya ingin dipertahankan setelah
KMB, harus berhadapan dengan tuntutan rakyat yang ingin agar negara-
negara bagian tersebut bergabung ke RI.

Potensi disintegrasi bangsa pada masa kini bisa saja benar-benar


terjadi bila bangsa Indonesia tidak menyadari adanya potensi semacam itu.
Karena itulah kita harus selalu waspada dan terus melakukan upaya untuk
menguatkan persatuan bangsa Indonesia. Sejarah Indonesia telah
menunjukkan bahwa proses disintegrasi sangat merugikan. Antara tahun
1948-1965 saja, gejolak yang timbul karena persoalan ideologi,
kepentingan atau berkait dengan sistem pemerintahan, telah berakibat pada
banyaknya kerugian fiik, materi mental dan tenaga bangsa.

Konflik dan pergolakan yang berlangsung diantara bangsa Indonesia


bahkan bukan saja bersifat internal, melainkan juga berpotensi ikut
campurnya bangsa asing pada kepentingan nasional bangsa Indonesia.
Untuk mengantisipasi disintegrasi yang sudah terjadi terulang, sebagai
generasi muda bangsa ini haruslah berjuang dengan cara mengisi
kemerdekaan.
Kesimpulan

Munculnya masalah ini diakibatkan kurang dekatnyapemerintah dengan rakyat


yang menyebabkan terjadinya miskomunikasi di antara mereka.

Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_Revolusioner_Republik_Indonesia

https://id.wikipedia.org/wiki/Permesta

https://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Permusyawaratan_Federal

Anda mungkin juga menyukai