Anda di halaman 1dari 4

A.3.

Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Sistem


Pemerintahan

A. PRRI

Latar Belakang Pemberontakan PRRI dan Permesta :


Semua bermuara pada ketidakpuasan rakyat atau pimpinan di luar Jawa (Daerah) terhadap
penyelenggaraan pemerintahan (Pusat) yang dilakukan para pemimpin RI karena
dirasakan terlalu sentralistis & berorientasi Jawa. Konflik yang terjadi ini sangat
dipengaruhi oleh tuntutan keinginan akan adanya otonomi daerah yang lebih luas. Pada
masa bersamaan kondisi pemerintahan di Indonesia masih belum stabil pasca agresi
Belanda.

Munculnya pemberontakan PRRI dan Permesta bermula dari adanya persoalan di dalam
tubuh Angkatan Darat, berupa kekecewaan atas minimnya kesejahteraan tentara di
Sumatera dan Sulawesi. Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-
dewan daerah sebagai alat perjuangan tuntutan pada Desember 1956 dan Februari 1957,
seperti :

a) Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein (21
Desember 1956).
b) Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan (22
Desember 1956).
c) Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian (pertengahan
Januari 1957).
d) Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual (17
Februari 1957).

Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (biasa disingkat dengan PRRI) merupakan


salah satu gerakan pertentangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat
(Jakarta) yang dideklarasikan pada tanggal 15 Februari 1958 dengan keluarnya ultimatum
dari Dewan Perjuangan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein di Padang,
Sumatera Barat, Indonesia.

9 April 1958 : diadakan suatu pertemuan rahasia di Sungai Dareh, Sumatra Barat antar
tokoh militer dan sipil yang membicarakan tentang pembentukan pemerintah baru serta
hal-hak yang berhubungan dengan itu.
10 April 1958 : diadakan rapat raksasa di Padang. Letnan Kolonel Ahmad Husein dalam
pidatonya di rapat raksasa itu memberi ultimatum kepada pemerintah pusat agar dalam
waktu 5 X 24 jam :
a) Kabinet Djuanda menyerahlan mandat kepada Presiden.
b) Presiden menugaskan Drs. Moh Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX membentuk
zaken kabinet
c) Meminta kepada Presiden kembali sebagai Presiden Konstitusional
Pemerintah menolak ultimatum tersebut dan membekukab Komando Daerah Militer
Sumatra Tengah.
15 Februari 1958 : Ahmad Husein menjawab tindakan pemerintah dengan
memproklamasikan berdirinya PPRI di Padang, Sumatra Utara dengan Syariffudin
Prawiranegara sebagai Perdana Menteri.
Pemerintah menumpas PPRI secara militer dengan menggelar :
a) Operasi 17 Agustus dipimpin Kolonel Ahmad Yani di Sumatra Tengah.
b) Operasi Tegas dipimpin Letkol Kaharusin Nasution.
c) Operasi Saptamarga dipimpin Bridgjen Djatikusumo di Sumatra Utara.
d) Operasi Sadar dipimpin Letkol Dr. Ibnu Sutowo di Sumatra Selatan.
29 Mei 1961 : Ahmad Husein menyerah dan melaporkan diri beserta pasukannya.

B. Permesta

Permesta atau Perdjuangan Semesta atau Perdjuangan Rakjat Semesta adalah sebuah
gerakan militer di Indonesia. Gerakan ini dideklarasikan oleh pemimpin sipil dan militer
Indonesia Timur pada 2 Maret 1957 yaitu oleh Letkol Ventje Sumual. Pusatnya berada di
Makassar yang pada waktu itu merupakan ibu kota Sulawesi.

Berita Proklamasi PPRI disambut dengan antusias pula oleh para tokoh masyarakat
Manado, Sulawesi Utara.
17 Februari 1958 : Letnan Kolonel D.J. Somba, Komandam Daerah Militer Sulawesi
Utara dan Tengah, menyatakan diri putus hubungan dengan pemerintah pusat dan
mendukung PPRI.
Para tokoh militer di Sulawesi memproklamasikan Piagam Perjuangan Rakyat Semesta
(Permesta) yang dipelopori oleh Letkol Vence Sumual. Piagam Permesta ditanda tangani
oleh 51 tokoh masyarakat di Indonesia bagian timur. Pemesta menguasai daerah
Sulawesi tengah dan Utara.

Pemerintah melancarkan operasi militer untuk menunmpas gerakan permesta :


a) Komando Operasi Merdeka dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat
b) Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsomo di Sulawesi Utara bagian tengah.
c) Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono di Sulaweis Utara bagian
selatan.
d) Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda di kepulauan sebelah utara Manado
e) Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat di Sulawesi Utara

Dalam pemberotakannya, Permesta mendapat bantuan dari pihak Amerika Serika.


Terbukti saat ditembak jatuhnya pesawat tangall 18 Mei 1958 di Ambon yang
dikemudikan A.L. Pope.
Di Bulan Agustus 1958 pemberontakan permesta dapat dilumpuhkan walaupun sisa-
sisanya masih ada sampai tahun 1961.

C. Persoalan Negera Federal dan BFO


Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) menimbulkan beberapa permsalahan.
Persaingan yang timbul terutama antara golongan federalis yang ingin bentuk negara
federal dipertahankan dengan golongan unitasi yang ingin Indonesia menjadi negara
kesatuan.
Misalnya, dalam Konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada 24 Juli 1946 terdapat
erbedaan keinginan agar bendera Merah Putih dan lagu Indonesia Raya digunakan atau
tidak oleh Negara Indonesia Timur (NIT).

Dalam tubuh BFO juga terjadi petentangan. BFO (Bijeenkomst Federal Overleg) adalan
badan musyawarah negara-negara federal di luar RI, yang dibentuk oleh Belnda.
Awalnya BFO berda di bawah kendali Belanda. Namun, makin lama badan ini makin
bertindak netral, tidak lagi selalu memihak Belanda.
Sejak pembentukannya di Bandung pada bulan Juli 1948, BFO telah terpecah ke dalam
dua kubu :
1. Kelompok pertama dipelopori oleh Ide Anak Agung Gde Agung (NIT) serta R.T. Adil
Puradiredja dan R.T. Djumhana (Negara Pasundan). Kelompok ini menolak kerja
sama dengan Belanda dan memilih RI untuk diajak bekerja sama membentuk NIS
2. Kelompok kedua dipimpin oleh Sultan Hamid II (Pontianak) dan dr. T. Mansur
(Sumatera Timur). Kelompok ini ingin garis kebijakan bekerja sama dengan Belanda
tetap dipertahankan BFO.

Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II-nya, pertentangan antara dua kubu ini
kian sengit. Dalam sidang-sidang BFO selanjutnya kerap terjadi konfrontasi antara
Anak Agung dengan Sultan Hamid II. Dikemudian hari, Sultan Hamid II ternyata
bekerjasama dengan APRA Westerling mempersiapkan pemberontakan terhadap
pemerintah RIS.

Setelah Konferensi Meja Bunda (KMB) ; 1949, persaingan antara golongan federalis
dan unitaris makin lama makin mengarah pada konflik terbuka di bidang militer.
Salah satu ketetapan dan KMB menyebutkan bahwa inti anggota APRIS diambil dari
TNI, sedangkan lainya diambil dari personel mantan anggota KNIL. TNI sebagai inti
APRIS berkebratan berkerja sama dengan bekas musuhnya, yaitu KNIL. Sebaliknya
KNIL menuntut agar mereka ditetapkan sebgai aparat negara bagian dan menentang
masuknya anggota TNI ke negara bagian. Kasus APRA Westerling dan manta
pasukan KNIL Andi Azis merupakan cermin dari pertentangan ini.

DAFTAR PUSTAKA
Hari, Lilik dan Rifki, Huril.Tanpa tahun.Sejarah Indonesia.Tanpa Kota:CV Graha Pustaka ;
hal 8-10
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.2015.Sejarah Indonesia.Jakart:Pusat Kurikulum
dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud hal 25
Thok, Turgino.2016.Pergolakan yang Berkait Sistem Pemerintahan.Tanpa
Kota;http://www.mediabelajar.cf/2016/06/pergolakan-yang-berkait-sistem.html
(Diakses 30 Juli 2017 15.30 WIB)

Anda mungkin juga menyukai