terhadap pemerintah pusat masa pemerintahan Presiden Soekarno yang kala itu
melakukan pembangunan besar-besaran,sedangkan pemerintah pusat seperti
mengabaikan daerah-daerah lain di seluruh pelosok Indonesia
PRRI dibentuk sebagai ungkapan protes yang diharapkan mampu mengingatkan bahwa
pemerintah pusat mempunyai daerah-daerah yang harus diperhatikan
22 Februari 1958 KSAD sebagai ketua Gabungan Kepala-Kepala Staf Angkatan Perang (GKS)
megumpulkan para panglima dan seluruh perwira dalam lingkungan garnisun Jakarta di
Balai Prajurit.KSAD menyatakan bahwa anggota militer yang menyetujui pembentukan
PRRI dipersilakan mengundurkan diri dari dinas Angkatan Perang.KSAD juga menekankan
bahwa setiap orang yang membantu pemberontakan PRRI akan dikenakan tindakan
hukum sesuai hukum yang berlaku.
Pemerintah bersama KSAD memutuskan untuk melakukan operasi militer .Operasi
gabungan AD-AL-AU dilakukan untuk memadamkan pemberontakan PRRI yang dibagi
menjadi Operasi Tegas,Operasi 17 Agustus,Operasi Saptamarga,Operasi Sadar,Operasi
Merdeka.Operasi ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Yani di bawah pantauan
Jendral A.H. Nasution selaku KSAD.Operasi Pertama kali ditujukan di Pekanbaru untuk
mengamankan sumber minyak.14 Maret 1958 Pekanbaru Berhasil dikuasai pasukan
gabungan pemerintah.
Operasi militer kemudian dikembangkan ke pusat pertahanan PRRI . Pada akhir bulan
Februari 1958 Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) mulai membom berbagai
instalasi penting di Padang dan Bukittinggi.Di bawah pimpinan Kolonel Ahmad Yani ,TNI
dapat merebut kota Medan pada 17 Maret 1958.Sebulan kemudian, Kota Padang
berhasil dikuasai.Selanjutnya ,pada 5 Mei 1958 Bukittinggi Berhasil direbut kembali.
Pasukan TNI membersihkan daerah –daerah bekas kekuasaan PRRI
Perjuangan semesta atau Perjuangan Rakyat Semesta dideklarasikan oleh Letkol Ventje
Sumual 2 Maret 1957.
Pada tahun 1950-an kondisi politik di Indonesia tidak stabil.Kabinet Parlementer yang silih
berganti tidak memberikan harapan besar bagi perbaikan nasib rakyat di daerah.Beberapa
daerah di Sumatra dan Sulawesi tidak puas dengan pembagian alokasi biaya
pembangunan dari pemerintah pusat.Sikap ini didukung oleh beberapa panglima
militer.Kondisi inilah yang melatarbelakangi terbentuknya gerakan Permesta.Gerakan
Permesta menginginkan adanya perhatian pemerintah pusat terhadap pemerintah
daerah,hal ini sama denganlatar belakang PRRI.Dengan demikian,Pemberontakan PRRI
dan Permesta dilatarbelakangi oleh masalah otonomi dan perimbangan keuangan yang
tidak memuaskan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
2 Maret 1957 Panglima Tentara dan Territorium VII Letkol Ventje Sumual memproklamasikan
Piagam Perjoangan Rakyat Semesta (Permesta) di Makassar.Piagam tersebut ditandatangani
oleh 51 tokoh.Wilayah Gerakannya meliputi Sulawesi,Nusa Tenggara, dan Maluku.Untuk
memperlancar gerakan tersebut,dinyatakan bahwa daerah Indonesia bagian timur dalam
keadaan bahaya.Pada waktu bersamaan pemerintah pusat mengumumkan pemecatan Letkol
H.N. Ventje Sumual,Mayor D.J.Somba,dan para pengikutnya dari Angkatan Darat.Saat itu pula
para pelajar,mahasiswa,pemuda dan mantan perwira KNIL mendaftarkan diri untuk menjadi
pasukan dalam Angkatan Perang Permesta.
14 September 1957 untuk meredakan pergolakan di daerah,dilaksanakan Musyawarah
Nasional (Munas) yang dihadiri tokoh-tokoh nasional pusat maupun daerah,membicarakan
masalah pemerintahan ekonomi,keuangan,angkatan perang,kepartaian,serta masalah
dwitunggal Soekarno-Hatta.Sebagai tindak lanjut Munas,diselenggarakan Musyawarah
Nasional Pembangunan (Munap) yang bertempat di Gedung Olahraga Medan Merdeka
Selatan Jakarta dengan tujuan merumuskan usaha-usaha pembangunan sesuai keinginan
daerah
Pemerintah melancarkan operasi gabungan yang disebut Operasi Merdeka yang dipimpin
oleh Letkol Rukminto Hendraningrat. Pemerintah pusat melalui KSAD Mayor Jendral A.H.
Nasution melakukan persiapan untuk melakukan operasi militer terhadap kedudukan
Permesta di Sulawesi, yang disebut dengan Operasi Saptamarga I yang dipimpin oleh
Letkol Soemarsono dengan Sulawesi Utara bagian Tengah sebagai sasaran operasi.
Maret 1958 Palu dan Donggala telah direbut oleh APRI (Angkatan Perang Republik
Indonesia) dan Pasukan Brigade di bawah pimpinan Kapten Frans Karagan