Anda di halaman 1dari 7

PEMBERONTAKAN PERMESTA

Proklamasi PRRI ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian Timur.


Tanggal 17 Februari 1958 Somba memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat
dan mendukung PRRI. Gerakannya dikenal dengan Perjuangan Rakyat Semesta
(Permesta). Gerakan ini jelas melawan pemerintah pusat dan menentang tentara
sehingga harus ditumpas. Untuk menumpas gerakan Permesta, pemerintah
melancarkan operasi militer beberapa kali. Berikut ini operasi-operasi militer
tersebut.

 Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.


 Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas Permesta di
Sulawesi Utara bagian Tengah.
 Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran
Sulawesi Utara bagian Selatan.
 Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan
sebelah Utara Manado.
 Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas
Permesta di Sulawesi Utara.
 Operasi Mena I dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
 Operasi Mena II dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai.

Ternyata Gerakan Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan ditembak


jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh Alan Pope warga negara Amerika Serikat
tanggal 18 Mei 1958 di atas Ambon. Meskipun demikian, pemberontakan Permesta
dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958, walaupun sisa-sisanya masih ada
sampai tahun 1961

 GERAKAN PRRI/PERMESTA

a. Jalannya Pemberontakan

Sebelum lahirnya PRRI, telah terjadi diskursus antara pusat dengan daerah. Pada
Bulan November 1956, berkumpul di Padang sekitar 600 pejuang eks-divisi Banteng.
Dari pertemuan tersebut mereka membicarakan tentang tuntutan perbaikan dalam
tentara AD dan pemimpin negara. Pertemuan tersebut menyebabkan terbentuknya
dewan-dewan di Sumatera dan Sulawesi.

Pada awalnya, dewan-dewan tersebut dibentuk dalam rangka mengatasi situasi


perpolitikan Indonesia yang semakin mengarah pada perpecahan. Selain itu,
pembentukan dewan-dewan tersebut juga ditujukan untuk mengimbangi parlemen
dalam rangka memajukan pembangunan daerah yang masih tertinggal sehingga lebih
terarah. Dewan-dewan yang di bentuk antara lain :
1. Dewan Gajah yang dipimpin oleh Kol Simbolon di sumatera Utara.
2. Dewan Banteng di sumatera tengah dipimpin oleh Ahmad Husein
3. dewan garuda di Sumatera selatan dipimpin oleh dhlan Djambek.
4. Dewan Manguni di Sulawesi yang dipimpin oleh Kol. Ventje Sumual.

Dewan-dewan tersebut menuntut adanya perimbangan keuangan antara pusat dan


daerah, terutama dalam melaksanakan eksploitasi hasil bumi. Namun dengan adanya
berbagai sebab seperti yang telah di uraikan di atas, maka dalam perkembangannya
bersifat agresif dan bertindak mencari kesalahan pusat. Hal tersebut terkait pula
dengan pemberhentian Kol. Simbolon. Pemecatan tersebut terkait dengan
keterlibatannya dalam peristiwa penyelundupan di Teluk Nibung.

Melalui dewan gajah tersebut, Kol. Simbolon menentang pemerintah pusat yaitu
dengan pernyataan:
1. melepaskan hubungan sementara dengan pemerintah pusat
2. Mulai tanggal 22 desember 1956 tidak lagi mengakui kabinet Djuanda.
3. Mulai tanggal 22 desember 1956 mengambil alih pemerintahan di wilayah Tertera
dan Tetorium I

Melalui pengumuman tersebut maka resmilah bahwa PRRI berjalan di Sumatera


Utara. Pada tanggal 24 Desember 1956 mengeluarkan keputusan melalui Keputusan
Presiden No.200/1956 yang menyatakan bahwa karesidenan Sumatera Timur dan
Tapanuli, serta semua perairan yang mengelilingnya dinyatakan dalam darurat
perang (SOB).

Kericuhan juga terjadi di Sulawesi. Pada akhir Februari 1957, Panglima TT-VII
Letkol Ventje Sumual mengadakan ”pertemuan pendapat dan ide” dengan para
Staffnya. Pertemuan tersebut melahirkan konsepsi yang isinya antara lain
disebutkan bahwa penyelesaian keamanan harus segera dilaksanakan agar
pembangunan semesta segera dapat dimulai.

Kegiatan selanjutnya adalah mengadakan pertemuan di kantor Gubernur Makasar


yang dihadiri oleh tokoh militer dan sipil pada tanggal 2 Maret 1957. Pertemuan
tersebut melahirkan Piagam Perjuangan Semesta [Permesta] yang ditandatangani
oleh 51 tokoh masyarakat Indonesia Timur . Wilayah gerakan tersebut meliputi
kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku.untuk melancarkan program kerja Permesta,
maka Kol. Ventje Sumual menyatakan bahwa daerah Indonesia Timuur dalam
keadaan bahaya [SOB=Staat Van Oorlog en Bleg]. Seluruh pemerintahan daerah
diambil alih oleh militer untuk menjaga ketenteraman rakyat dan demi
terlaksananya cita-cita Piagam Perjuangan Permesta .

Diantara dewan-dewan di daerah terdapat kerjasama dan saling berhubungan. Para


pemimpin pemberontakan di Sumatra mengadakan pertemuan di Sungai Dareh
sekitar 109 kilo meter arah Timur, Padang, pada tanggal 9-10 Januari 1958. Dalam
pertemuan tersebut, telah dilakukan pertemuan yang dihadiri Letkol Ahmad
Hussein, Kolonel Simbolon, Letkol Ventje Sumual, Letkol Barlian, Kolonel Zulkifli
Lubis, Sumitro Djojohadikusumo, Syafruddin Prawira Negara, Mohammad Natsir
dan Burhanuddin Harahap.

Pertemuan itu mengamanatkan forum perwira pembangkang ini untuk aktif mencari
senjata di luar negeri dan untuk mematangkan rencana pemberontakan, serta
membicarakan soal rencana pemberian ultimatum kepada pemerintah pusat dan
pembentukan negara secara terpisah dari RI jika ultimatum tersebut tidak dipenuhi
dalam waktu 5×24 jam. Isi Ultimatum tersebut antara lain: di bidang pemerintahan
dituntut agar pemerintah memberikan Otonomi yang luas kepada daerah. Pada
bidang pembangunan menuntut agar pemerintah melakukan perbaikan radikal di
segala bidang , sedangkan di bidang militer, dewan Banteng menuntut supaya
dibentuk komandan utama di Sumatera Utara.

Pemerintah menolak dengan tegas ultimatum tersebut, bahkan para perwira yang
terlibat didalamnya justru dipecat oleh Pemerintah Pusat. Kemudian di Sumatra,
kolonel Simbolon membacakan proklamasi Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI) pada 15 Februari 1958, dengan ibukota di Bukittinggi. Sedangkan
Safrudin Prawiranegara diangkat sebagai Perdana Menteri.
Di Sulawesi, proklamasi PRRI disambut oleh kaum separatis Permesta. Kol Somba,
Komandan Deputi Wilayah Militer Sulawesi Utara dan Tengah mengumumkan bahwa
sejak 17 Februari 1958, mendukung PRRI dan menyatakan memisahkan diri dari
pusat. Permesta menjadi praktis sayap timur PRRI .
Pusat pemberontakan ini berada di Makassar yang pada waktu itu merupakan ibu
kota Sulawesi. Setahun kemudian, pada 1958 markas besar Permesta dipindahkan ke
Manado. Disini timbul kontak senjata dengan pasukan pemerintah pusat sampai
mencapai gencatan senjata. Masyarakat di daerah Manado waktu itu tidak puas
dengan keadaan ekonomi mereka. Pada waktu itu masyarakat Manado juga
mengetahui bahwa mereka juga berhak atas hak menentukan diri sendiri (self
determination).

Para pemimpin Permesta mencari dukungan dari pihak manapun untuk mencapai
tujuannya mengingat keyakinan akan adanya tindakan tegas dari pemerintah pusat.
Berkaitan dengan pengeboman Manado oleh pasukan RI, maka perwakilan Permesta
mengadakan hubungan dengan para pemberontak Permesta di Filiphina, dan menemui
pejabat CIA untuk mendapatkan bantuan persenjataan. Pemimpin Permesta di
Taiwan meminta bantuan kepada pemerintah setempat untuk mendukung permesta,
sehingga mendapat dukungan dari dinas rahasia Taiwan. Para presiden dari Korea
Selatan dan Filiphina juga memberikan bantuan kepada kaum pemberontak.

b. Upaya Penumpasan

-Upaya Diplomatis

Melihat realita yang terjadi, Pemerintah Pusat melakukan berbagai cara untuk
menyelesaikannya. Langkah pertama yang dilakukan oleh Kasad Nasution terhadap
timbulnya awal gejolak pada bulan Desember 1956 adalah dengan mengeluarkan
surat perintah tanggal 2 januari 1957 untuk Kolonel Gatot Subroto, Kol. Ahmad
Yani, Letkol. Sjoeib, Mayor Alwin Nurdin, Ayor Sahala Hutabarat, dan Mayor Ali
Hasan untuk menemui kolo. Simbolon dan para komandan resimennya untuk
mengusahakan agar tidak terjadi bentrok secara fisik. Namun usaha ini tidak
berhasil karena cenderung kontroversif dengan keadaan. Mayjen Nasution telah
melakukan pendekatan terselubung terhadap bawahan Simbolon sendiri, yaitu
Letkol. Djamin Ginting dan Letkol Wahab Makmur untuk mengambil kedudukan
panglima.

Usaha Pemerintah Pusat untuk memenuhi tuntutan daerah yaitu dengan mengirim
sejumlah misi, seperti misi Kol. Dahlan Djambel, menteri pertanian Eny Karim, Dr.J
Leimena/ Sanusi, Prof. Zairin Zein/ Nazir Pamuntjak, dan Kol. Mokoginta Cs. Misi-
misi tersebut ditujukan untuk menyelesaikan masalah di Sumatera Tengah. Misi
tersebut kemudian disusul dengan pembentukan Panitia Tujuh dan penyelenggaraan
Munas serta Musyawarah pembangunan. Namun semua usaha diplomatis yang
dilakukan Pemerintah Pusat tidak berhasil.

Tindakan dari RI terhadap PRRI dan Permesta secara bersenjata


Penolakan terhadap ultimatum PRRI oleh Pusat diikuti dengan pemboman terhadap
Padang dan daerah kantong pemberontakan lainnya. Kemudian pemberontakan
terang-terangan terjadi di Sumatera dan diikuti oleh Permesta di Sulawesi. Setelah
melihat situasi tersebut, pemerintah Pusat melakukan upaya lebih lanjut dengan
operasi militer. Operasi tersebut antara lain :

1. Operasi yang dilaksanakan di Sumatera


a. Operasi tegas dilaksanakan pada 12 Maret 1958 di Sumatra Timur.
b. 16 April 1958, pengiriman pasukan dalam ”Operasi 17 Agustus” di bawah Kolonel
Achmad Yani, yang dibantu oleh seorang perwira Angkatan Darat AS, Benson.
Tanggal 17 April, pasukan Yani telah menguasai Padang sepenuhnya.
c. Operasi Sapta Marga dibawah Brigadir Jenderal Jatikusuma dengan sasaran
Sumatera Timur dan Sumatera Utara.
d. Operasi Sadar dibawah pimpinan Letkol. Ibnu Sutowo dengan daerah sasaran
Sumatera Selatan.

2. Pemecatan terhadap para pemimpin pemberontakan dari jajaran militer


Indonesia, dan dilaksanakan Operasi Marga pada bulan April untuk menumpas
Permesta.
a. Operasi Sapta Marga I dibawah pimpinan Letkol. Soemarsono dengan sasaran
Sulawesi Tengah
b. Operasi Sapta Marga II dibawah pimpinan Letkol. Agus Pramono dengan sasaran
Sulawesi Utara bagian Selatan
c. Operasi Sapta Marga III dibawah pimpinan Letkol. Magenda dengan sasaran
sebelah Utara Menado.
d. Operasi Sapta Marga IV dibawah pimpinan Letkol. Rukminto Hendraningrat
dengan sasaran Sulawesi Utara
e. Operasi Sapta Marga V dibawah pimpinan Pieters dengan sasaran Jailolo.
f. Operasi Sapta Marga VI dibawah pimpinan Letkol. KKO. H.H W. Huhnhloz dengan
sasaran Murotai
c. Akhir Pemberontakan
Pemberontakan di Sumatra dapat dengan mudah ditumpas oleh pemerintah. Mereka
tidak melakukan perlawanan yang berarti. Pasukan banyak yang melarikan diri,
bersebunyi dan menyerah. Para tentara kebanyakan dari para pelajar dan mahasiswa
yang belum berpengalaman dalam perang. Tawaran Soekarno dan Nasution tentang
pemberian amnesti, abolisi dan rehabilitasi diterima oleh mereka .

C. Dampak Pemberontakan Bagi Bangsa Indonesia

Terjadinya PRRI/Permesta membawa luka luar dalam bagi masyarakat di dalamnya.


Di Minang, korban yang jatuh dari pihak PRRI kurang lebih berjumlah 22.174 jiwa,
4.360 luka-luka, 8.072 ditahan. Dari pihak APRI pusat jumlah yang meninggal adalah
10.150 jiwa, terdiri dari 2.499 tentara, 956 anggota OPR, 274 Polisi, dan 5.592
orang sipil . Pembangunan fisik yang selama ini dibangun menjadi hancur. Masyarakat
Minang menjadi rendah diri, muno, lalu cigin ke rantau.
Perubahan kebijakan oleh Pemerintah Pusat terhadap daerah. Dekrit presiden 5 juli
1959 yang menetapkan kembalinya pemerintahan sesuai dengan UUD 1945. Dengan
berhasil ditumpasnya PRRI/Permesta maka PKI justru berkembang sebagai
kekuatan yang semakin kuat di tubuh TNI AD dan semakin berpengaruh terhadap
Soekarno dalam kaitannya dengan perpolitikan Indonesia yaitu diakuinya Nasakom
[nasionalisme, sosialisme, dan agama].
Dampak selanjutnya adalah menimbulkan kesadaran di kalangan pimpinan negara
bahwa wilayah NKRI terdiri dari kepulauan yang luas dan beraneka ragam masalah di
setiap daerah. Sembohya Binneka tunggal Ika harus dihayati makna dan hakekatnya.
Hak otonomi yang luas memang perlu diberika kepada setiap daerah agar setia
ebijakan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masing-masing daerah .
Peristiwa gerakan separatis tersebut menyebabkan jatuhnya kabinet Ali II pada
tanggal 14 Maret 1957 yang ditandai dengan penyerahan mandat dari Perdana
Menteri Ali Sastroamidjojo kepada Presiden. Kabinet tersebut digantikan oleh
kabinet Djuanda yang secara resmi di bentuk pada tanggal 9 April 1957 .
Daftar pusaka

Firman Simbolon. 1988. Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia Di


Sumatera Utara Tahun 1958. Surakarta: Fakultas Sastra Dan Seni Rupa. SKRIPSI

Kuntowijoyo. ___. Pengantar Ilmu sejarah. ____: Bentang

Leirissa. ___. PRRI PERMESTA, Strategi Pembangunan Indonesia Tanpa Komunis. __: Grafiti (
Buku Ini Tersimpan Di Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dengan Nomor Kode 959.8 Lei. P2)

M C Ricklefs. 2003. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi

Redi Rachmat, Et all. 1992. Tantangan Dan Rongrongan Terhadap Keutuhan Bangsa, Kasus
PRRI. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan

Sartono Kartodirjo. 1981. Elit Dalam Perspektif Sejarah. Jakarta: Yayasan Obor

Sugeng Sudarto, Et al. 1992. Patahnya Sayap Permesta. Jakarta: Pustaka Bahari

Syamdani. 2001. Kontroversi Sejarah di Indonesia. Jakarta: Gramedia

Sumber : http://mustaqimzone.wordpress.com/category/sejarah-xii-ips/

Anda mungkin juga menyukai