Anda di halaman 1dari 3

PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia)

Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) terbentuk sejak 15 Februari 1958 di Padang, Sumatra Barat .
Tetapi munculnya gerakan ini pada tahun 1950 di Sumatra.

Pada Agustus dan September 1956 beberapa tokoh dari Sumatera Tengah mengadakan rapat dan
pertemuan di Jakarta. Pertemuan itu dilanjutkan dengan reuni 612 perwira aktif dan pensiunan Divisi
Banteng pada 20-25 November 1956 di Padang. Divisi IX Banteng adalah komando militer Angkatan
Perang Republik Indonesia (APRI) yang dibentuk pada masa perang kemerdekaan (1945-1950) dengan
wilayah Sumatera Tengah (Sumatra Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau). Dalam reuni itu muncul
aspirasi otonomi untuk memajukan daerah. Disetujui pula pembetukan Dewan Banteng yang
dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein, komandan Resimen IV dan tetorium I yang berkedudukan di
Padang. Pada tanggal 20 Desember 1956, Letkol Ahmad Husein merebut kekuasaan Pemerintah
Daerah dari Gubernur Ruslan Muljohardjo. Dalihnya gubernur yang ditunjuk pemerintah tidak
berhasil menjalankan pembangunan daerah.

Para anggota yang menjadi pelopor gerakan PRRI, yakni:

Letnan Kolonel Ahmad Husein, Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Mr. Assaat Dt. Mudo, Maluddin
Simbolon, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, Moh. Sjafei, J.F. Warouw, Saladin Sarumpaet,
Muchtar Lintang, Saleh Lahade, Ayah Gani Usman, Dahlan Djambek

Latar belakang munculnya pemberontakan adalah kekecewaan angkatan militer daerah terhadap
pemerintahan pusat, khususnya dari Sumatra dan Sulawesi. Pemerintah pusat dianggap tidak adil
kepada para warga sipil dan militer soal pemerataan dana pembangunan. Sehingga mereka menuntut
agar pemerintah bisa bertindak lebih adil, khususnya pada pemerataan dana pembangunan di daerah.
Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah sebagai alat
perjuangan tuntutan pada Desember 1956 dan Februari 1957, seperti :

1. Dewan Banteng di Sumatera Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein
2. Dewan Gajah di Sumatera Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon
3. Dewan Garuda di Sumatera Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian
4. Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual

Tuntutan terhadap pemerintahan pusat :

1. Dibubarkannya Kabinet Djuanda


2. Mohammad Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX membentuk pemerintahan sementara
sampai pemilihan umum berikutnya akan dilaksanakan
3. Soekarno kembali pada posisi konstitusionalnya.
Tuntutan lain yang juga diajukan oleh PRRI yaitu terkait dengan masalah otonomi daerah dan
perimbangan ekonomi atau keuangan yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah.

Semasa Kabinet PRRI masih berlangsung, beberapa menteri yang menjabat di dalamnya, yaitu:

1. Mr. Sjafruddin Prawiranegara menjabat sebagai Perdana Menteri dan Menteri Keuangan.
2. Mr. Assaat Dt. Mudo menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri.
3. Kol. Maludin Simbolon menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.
4. Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo menjabat sebagau Menteri Perhubungan dan
Pelayaran.
5. Muhammad Sjafei menjabat sebagai Menteri PPK dan Kesehatan.
6. Saladin Sarumpaet menjabat sebagai Menteri Pertanian dan Perburuhan.
7. Muchtar Lintang menjabat sebagai Menteri Agama.
8. Saleh Lahade menjabat sebagai Menteri Penerangan.
9. Abdul Gani Usman menjabat sebagai Menteri Sosial.
10. Kol. Dahlan Djambek menjabat sebagai Menteri Pos dan Telekomunikasi.

Operasi Militer

Semenjak adanya gerakan Pemerintahan Revolusi Republik Indonesia, pemerintah pusat menganggap
gerakan tersebut harus segera dituntaskan dengan gencatan senjata. Pemerintah pun melakukan
operasi gabungan yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Angkatan
Perang RI (APRI) untuk menumpas gerakan PRRI. Berikut operasi yang pernah dilancarkan:

1. Operasi Tegas dengan Sasaran Riau dimulai pada tanggal 12 Maret 1958 dipimpin oleh Let.
Kol. Kaharuddin Nasution.
2. Operasi 17 Agustus di bawah pimpinan Kolonel Inf. Ahmad Yani dimulai pada tanggal 17
Agustus 1958 dibawah pimpinan Kolonel Achmad Yani.
3. Operasi Merdeka di bawah pimpinan Letkol Inf. Rukmito Hendraningrat terdiri dari:
4. Operasi Sapta Marga I, di Sulawesi Tengah dipimpin oleh Letkol Sumarsono.
5. Operasi Sapta Marga II, di wilayah Gorontalo dipimpin oleh Mayor Agus Prasmono.
6. Operasi Sapta Marga III, di kepulauan Sangir-Talaud dan Manado dipimpin oleh Letnan
Kolonel Magenda.
7. Operasi Sapta Marga IV, di Manado dipimpin oleh Letkol Rukminto.
8. Operasi Merdeka adalah gerakan operasi militer yang dilakukan untuk menumpas Permesta di
Sulawesi Utara/Tengah.

Tentara APRI melayangkan berbagai macam tindak kekerasan, bahkan ribuan orang juga ditangkap
dengan cara paksa karena dicurigai sebagai simpatisan PRRI. Melalui Jenderal Abdul Haris Nasution,
tentara PRRI berusaha dibujuk untuk menyerah dan kembali setia kepada NKRI. Peralatan dan
dukungan AS kepada para pemberontak ditarik dan dihentikan pada akhir bulan Mei 1958. Tindakan
ini menimbulkan kekecewaan yang sangat besar pada pihak PRRI.

Dampak
Peristiwa Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) merupakan salah satu gerakan yang
menimbulkan dampak negatif terhadap keberlangsungan hidup negara Indonesia. Dampak
pergerakan tersebut terhadap pelaku adalah sebagai berikut:

1. Jatuhnya Korban Jiwa sebanyak 22.174 jiwa, 4.360 mengalami luka-luka dan 8.072 orang
menjadi tawanan.
2. Keadaan Perekonomian Terganggu, muncul inflasi serta deflasi.
3. Timbulnya kesadaran di kalangan pimpinan negara bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) terdiri atas wilayah kepualauan yang luas dengan aneka ragam masalah yang
sering berbeda satu dengan yang lain.
4. Timbulnya perpecahan hubungan persaudaraan.
5. Kekurangan bahan makanan

Akibat dari kerusuhan yang berlangsung pada 1958-1960 ini, beberapa SMA, SMP, serta universitas
juga turut ditutup, salah satunya Universitas Andalas yang baru berjalan selama dua tahun juga harus
terpaksa ditutup sebab hampir semua dosen dan mahasiswanya ikut terlibat dalam PRRI. Mendekati
penghujung tahun 1960, seluruh wilayah di Sumatera Barat berhasil dikuasai oleh para tentara APRI.
Para elemen sipil dan tentara diberi sebuah amnesti oleh pemerintah yang kemudian dituangkan ke
dalam Keputusan Presiden No. 322 Tahun 1961 pada 22 Juni 1961. Namun, amnesti tersebut tak
memberi dampak. Masyarakat, terutama pelajar dan mahasiswa masih hidup dalam tekanan selama
bertahun-tahun.

Anda mungkin juga menyukai