Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH PEMBERONTAKAN PERMESA/PRRI

Disusun oleh:
1. Elsa Rahmadhea Prihastika (05)
2. M. Juan Syahfrynaldo (13)
3. Keilla Zahra Audelya S. (14)
4. Risqy Widya Eka C. (23)
5. Sheren Septa Alana (28)
A. PERMESTA (PERJUANGAN RAKYAT SEMESTA)

1. LATAR BELAKANG
Pemberontakan Permesta memunculkan begitu banyak alasan.
Utamanya bahwa kelompok etnis tertentu di Sulawesi dan
Sumatra Tengah waktu itu merasa bahwa kebijakan pemerintahan
dari Jakarta stagnan pada pemenuhan ekonomi lokal mereka saja,
di mana dalam gilirannya membatasi setiap kesempatan bagi
pengembangan daerah regional lainnya. Juga ada rasa kebencian
terhadap kelompok suku Jawa, yang merupakan suku dengan
jumlah terbanyak dan berpengaruh dalam negara kesatuan
Indonesia yang baru saja terbentuk. Ketidakseimbangan terjadi
karena ajang politik Indonesia terpusat di pulau Jawa, sedangkan
sumber-sumber perekonomian negara lebih banyak berasal dari
pulau-pulau lain. Efeknya konflik ini sedikit menyoal pikiran
tentang pemisahan diri dari negara Indonesia, tetapi lebih
menitikberatkan tentang pembagian kekuatan politik dan ekonomi
yang lebih adil di Indonesia.
Dalam kesempatannya Saleh Lahade membacakan piagam
Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Salah satu isinya
mengenai konsep otonomi daerah. Permesta menginginkan
pembangunan dilakukan secara adil pada setiap provinsi. Hasil
sumber daya daerah digunakan untuk pembangunan daerah
sebanyak 70 persen dan 30 persen untuk pemerintah pusat.
Namun, sebelum Saleh Lahade membacakan piagam
Permesta, Ventje Sumual membacakan proklamasi pemberlakuan
keadaan darurat perang di seluruh Indonesia. Pernyataan itu,
dititikberatkan untuk memberantas upaya dan tindakan apapun
yang hendak memisahkan diri dari Republik Indonesia. Jakarta
menuding, Permesta adalah upaya memisahkan diri dari
Indonesia.
2. PROSES
Ide dasar Permesta sebenarnya dimulai sejak Januari 1957.
Salah satu yang memiliki andil besar adalah anggota dari barisan
Partai Kedaulatan Rakyat (PKR). Para kader partai ini
membangun komunikasi antara orang per orang, para tokoh dari
kalangan sipil hingga militer.
Namun, ironisnya tak ada yang berhasil meyakinkan
pemerintah akan ide otonomi ini.
Keinginan melaksanakan ide otonomi daerah ini, dinilai sangat
mendesak. Kemakmuran dan keadilan pembangunan manusia di
Indonesia timur menjadi prioritas. “Sentralistik, atau menjadikan
Jakarta sebagai pusat dalam mengatur daerah, dinilai tidak cukup
baik dan sulit menjangkau semua lapisan masyarakat,”
Kemudian perkembangan Permesta yang dominan diisi oleh
orang-orang dari utara (Minahasa, Sulawesi Utara) dibandingkan
dengan orang-orang selatan (Bugis dan Makassar) menjadi
kemelut lain. Ada kecemberuan antar sesama pelopornya.
Pada 8-12 Mei 1957, diadakan Kongres Bhinneka Tunggal Ika
di Makassar. Kongres inilah yang dianggap sebagai kegiatan
puncak Permesta pasca proklamasi.
Namun, kongres itu tak dihadiri Gubernur Andi Pangerang.
Perbedaan pandangan yang kemudian mencolok antara utara
yang menginginkan perkembangan ekonomi dan selatan yang
menginginkan persoalan keamanan yang menjadi paling utama.
Dan pada pertengahan 1957 kesatuan TT VII yang dipimpin
Ventje Sumual dibubarkan. Dan menyerahkan jabatannya kepada
Andi Mattalatta sebagai panglima militer. Akhirnya, pada Juni
1957, Ventje Sumual bersama beberapa orang perwiranya
meninggalkan Makassar menuju Minahasa. Konflik pun semakin
meluas.
M. Jusuf yang telah menjadi Komando Hasanuddin,
menyatakan ketidaksetujuannya dengan Permesta. Jusuf,
memimpin beberapa aksi untuk melemahkan posisi Permesta.
Sementara itu, Saleh Lahade menerima pinangan PRRI yang
diproklamasikan di Sumatera sebagai menteri Penerangan. Ikut
pula Mochtar Lintang sebagai menteri agama, dan Ventje Sumual
sebagai panglima Angkatan Darat.

B.PRRI (PEMBERONTAKAN REVOLUSIONER


REPUBLIK INDONESIA)
1. LATAR BELAKANG
Akar masalah dari pemberontakan PRRI yaitu saat pembentukan
RIS tahun 1949 bersamaan dengan dikerucutkan Divisi Banteng
hingga hanya menyisakan 1 brigade saja.
Kemudian, brigade tersebut diperkecil menjadi Resimen Infanteri 4
TT I BB. Kejadian itu membuat para perwira dan prajurit Divisi IX
Banteng merasa kecewa, karena mereka merasa telah berjuang
hingga mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan
Indonesia. Selain itu, ada pula ketidakpuasan dari beberapa daerah
seperti Sumatera dan Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan
yang diberikan oleh pemerintah pusat. Kondisi ini pun diperparah
dengan tingkat kesejahteraan prajurit dan masyarakat yang sangat
rendah.
2. PROSES
PRRI selanjutnya membentuk Dewan Perjuangan dan sekaligus
tidak mengakui kabinet Djuanda, maka terbentuklah kabinet PRRI.
Pada tanggal 9 Januari 1958 para tokoh militer dan sipil mengadakan
pertemuan di Sungai Dareh, Sumatera Barat. Pertemuan tersebut
menghasilkan sebuah pernyataan berupa “Piagam Jakarta” dengan
isi berupa tuntutan agar Presiden Soekarno bersedia kembali kepada
kedudukan yang konstitusional, serta menghapus segala akibat dan
tindakan yang melanggar UUD 1945 dan membuktikan kesediaannya
itu dengan kata dan perbuatan.
Selanjutnya Letnan Kolonel Ahmad Husein pada tanggal 15 Februari
1958 memproklamirkan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI) dengan perdana menteri Syafruddin
Prawiranegara. Hal ini merupakan respon atas penolakan tuntutan
yang diajukan oleh PRRI. Pada saat dimulainya pembangunan
pemerintahan, PRRI mendapat dukungan dari PERMESTA dan
rakyat setempat. Dengan bergabungnya PERMESTA dengan PRRI,
gerakan kedua kelompok itu disebut PRRI/PERMESTA.

C. UPAYA PENUMPASAN PRRI/PERMESTA


Adapun upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah untuk
menumpaskan Permesta tidak jauh berbeda dengan upaya
penumpasan PRRI, diantaranya sebagai berikut :
1. Memecat Anggota Tentara yang Terlibat
KSAD sebagai Penguasa Perang Pusat telah memecat Kolonel
Somba dan Mayor Runturambi. Meskipun area Batalion yang
awalnya berada di bawah KDMSUT telah diserahkan kepada
Komando Antardaerah Indonesia Timur.
2. Melancarkan Operasi Militer Gabungan
Hal selanjutnya yang dilakukan Pemerintah adalah melakukan
operasi gabungan yang disebut dengan Operasi Merdeka. Operasi
ini terjadi pada bulan April 1958 yang dipimpin oleh Letkol
Rukminto Hendraningrat. Dengan tujuan yang begitu besar,
pemerintah pusat begitu mempersiapkan operasi militer ini dengan
baik. Dibawah pimpinan KSAD Mayor Jenderal A.H Nasution,
operasi ini dilancarkan untuk menumpaskan gerakan Permesta di
Sulawesi. Operasi militer gabungan ini terdiri dari beberapa
bagian, diantaraya :
a. Operasi Saptamarga I yang dipimpin oleh Letnan Kolonel
Soemarsono di Sulawesi Utara bagian tengah. Sekitar bulan
Maret 1958, Palu dan Donggala berhasil direbut oleh APRI
(Angkatan Perang Republik Indonesia) dibantu dengan
pasukan Mobil Brigade yang dipimpin olehKapten Frans
Karagan.
b. Operasi Saptamarga II yang terpusat di Sulawesi Utara bagian
Selatan dengan Letnan Kolonel Agus Prasmono sebagai
pemimpinnya.
c. Operasi Saptamarga III dilakukan di Kepulauan sebelah utara
Manadi di bawah pimpinan Letnan Kolonel Magenda
d. Operasi Saptamarga IV yang melancarkan aksinya di daerah
Sulawesi Utara dengan dipimpin oleh Letnan Kolonel Rukmito
Hendradiningrat.
e. Operasi Mena I yang mengarahkan aksinya di daerah Jailolo
dengan Letnan Kolonel Pieters sebagai pemimpinnya.
f. Oeprasi Mena II yang behasil merebut lapangan udara Morotai
di sebelah utara Halmahera di bawah pimpinan Letnan Kolonel
KKO Hunholz.

D. REFLEKSI/HIKMAH
Kesadaran berotonomi selain dampak-dampak yang bersifat
negatif, pergerakan PRRI juga menimbulkan dampak positif
diantaranya adalah menimbulkan kesadaran pimpinan negara bahwa
Indonesia terdiri dari berbagai pulau dalam satu unsur-unsur negara
kesatuan republik Indonesia. Untuk itu penting bagi mereka untuk
mendapatkan hak otonomi yang luas bagi setiap daerah yang ada di
Indonesia. Dimana hak otonomi tersebut disesuaikan dengan potensi
dan kemampuan masyarakat di daerah itu sendiri. Dengan demikian,
mereka dapat mengembangkan potensi yang ada di daerahnya
sebagai upaya menjaga keutuhan NKRI dan pergerakan semacam ini
tidak terjadi lagi.

Anda mungkin juga menyukai